Prayuni : 121811018
Dosen Pembimbing
TANJUNG PINANG
T.A 2020-2021
HIRSCHPRUNG DISEASE
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai
seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
(Budi, 2010).
3. PATOFISIOLOGI
Masalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang mengalami
gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari lokasi sfingter sampai
internus ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal dari dua saraf yaitu saraf intrinsik
dan saraf ekstrinsik, saraf ekstrinsik simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan
yang parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus, sedangkan
yang sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari segmen anal dan sfingter
internus berasal dari sraf simpatis L5 dan saraf parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan
simpatis akan menghambat kontraksi dari usus sedangkan persarafan para simpatis
akan mengaktifkan aktifitas peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf
parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach,
yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.
Secara sederhana, patofisiologi penyakit hirschprung adalah sebagai berikut.
Pola napas
Anoreksia Rangsang
tidak efektif
thalamus
Cortex serebri
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan rasa
nyaman : Nyeri
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu
24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk
seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau,
pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen, konstipasi, dan
diaremeningkat
Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
a. Konstipasi (sembelit)
b. Kotoran berbentuk pita
c. Berbau busuk
d. Pembesaran perut
e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
5. KLASIFIKASI
a. Hirschprung segmenp endek : meliputi colon sigmoid, rektum, dananal canal,
tipeinilebih seringdideritaolehlaki-lakisertaseringditemukan
b. Hirschprung segmen panjang: tidak ditemukan sel-selganglionik hampir diseluruh
colon atau seluruh colon tidak memiliki ganglion (aganglionik colon total),
biasanya melebihi sigmoid, kadang-kadang sampai usus halus
6. DIAGNOSA
Diagnosis yang diperoleh terutama dengan teknik radiografi dan ultrasound. Studi
tentang penilaian kolonik transit sangat berguna dalam menentukan kemampuan fisik
tubuh untuk menahan daya yang dapat merubah posisi megakolon dari bentuk
istirahat atau untuk merubah bentuk..Dalam tes ini, pasien diharuskan menelan larutan
yang mengandung bolus ‘kontras radio-opaq’. Dari sini didapatkan film dalam jangka
waktu1,3 dan 5 jam kemudian. Pasien dengan kelembaman kolon dapat dikenal pasti
dari penilaian yang terbentukdi sepanjang usus besar, sementara pasien obstruksi
berlebihan akan mengakumulasi penilaian pada tempat tertentu. Suatu colonscopy
bisa juga digunakan untuk menegaskan penyebab obstruksi secara mekanikal.
Monometri anorektal bisa membantu dalam membedakan bentuk kongenital dan
didapat. Biopsi rektal direkomendasi untuk diagnosis akhir bagi penyakit
Hirschprung.
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.
a) Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai
4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10
Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus
aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan
jarak 1 cm dari anus.
Prosedur pembedahan :
1. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang
dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah
dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior
kolon normal yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang.
Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan
saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan
prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung.
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi
anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa
rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi
tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah
proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai
melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih
singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat
diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi
masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur
anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan desinfeksi
pada daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup duk steril. Irisan
pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-
lapisan otot yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam
sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka
memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi.
Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara memasukkan
jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea
dentata sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter
dinding rektum. Supaya tidak melukai mukosa rektum maka setelah mukosa
menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari mukosa dengan cara
tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah terpisah dari mukosa.
Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm dilepaskan dari mukosa
sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini dikirim ke bagian
Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna
identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini dilakukan satu
tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.
b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
c) Tindakanbedahsementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama
yang berhubungan dengan pola defekasi.
1. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
a. Monitor bowel elimination pattern
b. Ukur lingkar abdomen
c. Observasi manifestasi penyakit hischprung
2. Periode bayi baru lahir
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir
b. Menolak untuk minum air
c. Muntah berwarna empedu / hijau-Distensi abdomen
3. Masa bayi
a. Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b. Konstipasi
c. Distensi abdomen
d. Episode diare dan muntah
e. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)
f. Diare berdarah
g. Demam dan Letargi berat
4. Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
a. Konstipasi
b. Feses berbau menyengat seperti karbon
c. Distensi abdomen
d. Masa fekal dapat teraba
e. Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang
buruk
C. Intervensi
1. Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
Kriteria Hasil :
1) Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2) Irama nafas sesuai yang diharapkan
3) Ekspansi dada simetris
4) Bernafas mudah
5) Keadaan inspirasi
Intervensi :
1) Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2) Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3) Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4) Palpasi ekspansi paru
5) Auskultasi suara pernafasan
Oxygen therapy
1) Atur peralatan oksigenasi
2) Monitor aliran oksigen
3) Pertahankan jalan nafas yang paten
4) Pertahankan posisi pasien
Intervensi:
1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi ,karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor
presipitasi.
2) Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
3) Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri.
4) Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran).
5) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided
imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
Analgetik administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat.
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3) Pilih analgetik yang diperlukan/kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih
dari satu.
4) Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
Intervensi :
1) Timbang Berat badan
2) Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloridan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Monitoring nutrisi
1) Monitor turgor kulit
2) Monitor mual dan muntah
3) Monitor intake nutrisi
4) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Intervensi :
1) Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.
2) Pilih pemberian enema yang tepat
3) Jelaskan prosedur pada pasien
4) Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
5) Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif
6) Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan
untuk defekasi.
5. Dx 5 : Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan
terbatas karena mual.
Kriteria hasil :
1) Keseimbangan intake dan output 24 jam
2) Berat badan stabil
3) Tidak ada mata cekung
4) Kelembaban kulit dalam batas normal
5) Membran mukosa lembab
Intervensi :
1) Timbang popok jika diperlukan
2) Pertahankan intake dan output yang akurat
3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadiadekuat, tekanan
darah)
4) Monitor vital sign
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV
6) Dorong masukan oral
7) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
6. Dx 6 : Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
Kriteria hasil :
1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menjelaskan proses penularan penyakit
3) Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
4) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5) Menunjukan perilaku hidup sehat
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi
3) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
4) Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5) Dorong masukan nutrisi yang cukup
6) Dorong istirahat
DAFTAR PUSTAKA
Corputty, Elfianto. D, dkk. 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung di RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU Manado Periode Januari 2010-September 2014.
Gonzalo, David Hernandez dan Thomas Plesec. 2013. Hirschsprung Disease and Use of
Calretinin in Inadequate Rectal Suction Biopsies. CINAHL with Full Text,
EBSCOhost (accessed April 21, 2014).
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Octavia, Putu Dewi dan I Made Darmajaya.2012. Teknik Operasi Dua Tahap pada Kasus
Penyakit Hirschsprung Diagnosis Terlambat di RSUP Sangalah: Studi Deskriptif
Tahun 2010-2012.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih
(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.