Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HISCPRUNG DISEASE

Oleh:

Nindar Oktavian

INSTALASI BEDAH SENTRAL

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

2023
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan
panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya
sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai congenital aganglionesis,
aganglionic megacolon, atau Hirschsprung’s disease.
Hircshprung adalah malformasi kongenital di mana saraf dari ujung distal
usus tidak ada (Sacharin, 2002).Hircshprung disebut juga penyakit yang
disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya
motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak
mampunya spinkter rectum berelaksasi.Hirschsprung atau Mega Colon adalah
penyakit yang tidak adanyasel– sel gangglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.

Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat


distensi dan penderita kelihatan menderita.
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam
lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 %
terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 %
dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor
genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).
3. ANATOMI

Anatomi Anorektal

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua
bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih
panjang dibanding bagian posterior.

Gambar 1. Rektum dan saluran anal (anal canal).

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia
luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
Gambar 2. Muskulus spinkter ani externa: pandangan sisi penrineum.

Persarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh
n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensarafi spinkter ani eksterna dan
m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).

Gambar 3. Saraf pada perineum (laki laki).


Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan


longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga-tiga


pleksus tersebut.

Gambar 4. Pleksus autonomik intrinsik pada usus.

Fungsi Saluran Anal


Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas
penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan
menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan
peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter
eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan
antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat
mengeluarkan salah satu tanpa mengeluarkan yang lain.

Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.


Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada waktu
dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks,
namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:

 Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih
proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3
kali/hari) serta refleks gastrokolik.
 Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory
reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani
interna secara involunter.
 Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara
involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi
akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara
volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi
dapat terjadi.

4. PATOISIOLOGI
Masalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang mengalami
gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari lokasi sfingter sampai
internus ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal dari dua saraf yaitu saraf
intrinsik dan saraf ekstrinsik, saraf ekstrinsik simpatis berasal dari medula
spinalis, sedangkan yang parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari
nervus vagus, sedangkan yang sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan
dari segmen anal dan sfingter internus berasal dari sraf simpatis L5 dan saraf
parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan simpatis akan menghambat kontraksi dari
usus sedangkan persarafan para simpatis akan mengaktifkan aktifitas peristaltik
dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion pleksus
submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach, yang terletak diantara
otot yang sirkuler dan longitudinal.
Secara sederhana, patofisiologi penyakit hirschprung adalah sebagai berikut.
PATHWAY
Kegagalanmigrasi ganglion selcraniocaudal (5-12 minggu)

Pembentukan syaraf parasimpatis pada segmen usus besar tidak sempurna


(agangglionik)

Tidakadanyasel ganglion parasimpatisotonom (pleksusmeissnerdanAuerbach)

Hirschprung (segmenpanjang :melebihi sigmoid,


seluruhkolon/usushalus&segmenpendek)

Hipertrofi otot colon Kegagalan sfinter anal internal relaksasi


pada sub proximal
(zona peralihan antara usus Motilitas usus menurun
dan persyarafan)
Cemas
Terjadi konstipasi atau obstipasi
Penebalan dinding colon

Colon distal berdilatasi hebat

Akumulasi feses dan gas Dilatasi colon distal Tindakan


operasi

Mikroorganisme berkembang Megacolon Luka terbuka (terpasang stoma)


Biak di daerah colon
Akumulasi enterocolitis Peningkatan peristaltik pada
Perubaha
Terputusnya n Pola
colon proksimal Eliminasi kontinuitas
Diare Hipertrofi otot colon dan distensi abdomen jaringan
Output cairan dan
Resti kerusakan
integritas kulit
elektrolit berlebih Stagnansi makanan menekan difragma Pengeluaran
Dehidrasi Berat Impuls ke SSP zat vasoaktif
Ekspansi paru menurun (bradikinin,
Gangguan
keseimbangan dan
elektrolit
Merangsang serotonin)
vomiting
center
Sesak napas Rangsang reseptor syaraf
Nausea dan vomitus bebas

Pola napas
Anoreksia Rangsang thalamus
tidak efektif

Cortex serebri
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan rasa
nyaman : Nyeri

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.
a)  Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus
yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira
3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya
antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara
memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion
ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur pembedahan :
1. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang
dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah
bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik,
menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan
bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang.
Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon
bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada
bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan
merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati
penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan dinding otot dari
segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik
sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan
dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine,
mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata.
Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6
sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari
muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga terbentuk
cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih
singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat
diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan
tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur
anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan desinfeksi
pada daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup duk steril. Irisan
pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka
lapisan-lapisan otot yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan
tajam sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka
memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi.
Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara
memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm
proksimal linea dentata sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya
perubahan diameter dinding rektum. Supaya tidak melukai mukosa rektum
maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan
dari mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar
telah terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar
0,5 cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone
transisi. Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan
pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan
Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini dilakukan
satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.

b)    Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan
mekonium dan udara.
c) Tindakanbedahsementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan
umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling
distal.

Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung


1. Radiologi
a. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak
rendah. Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus
halus. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian
distal dan dilatasi kolon proksimal.Penyakit Hirschsprung pada neonatus
cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak rendah. Daerah
pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien bayi dan anak gambaran
distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat.
Foto Polos Abdomen Penderita Hirschprung

b. Foto Barium Enema


Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai
dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian
distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak
terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan
melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto
enema barium :
 Abrupt, perubahan mendadak
 Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
 Funnel, bentuk seperti cerobong
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang
sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan
pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion
initidakditemukan.
6. TANDA DAN GEJALA

Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang
waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang
berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang
berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen,
konstipasi, dan diaremeningkat
Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai
berikut:
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
a. Konstipasi (sembelit)
b. Kotoran berbentuk pita
c. Berbau busuk
d. Pembesaran perut
e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
TEHNIK INSTRUMENTASI
SIGMOIDOSTOMY

PENGERTIAN
Instek sigmoidostomy adalah suatu tata cara menyiapkan alat instrument
untuk operasi pembuatan lubang pada colon sigmoid untuk mengeluarkan feces
sementara.

INDIKASI
1. Trauma anal
2. Diversi pada anus malormasi
3. Diversi pada penyakit hisprung
4. Diversi untuk kelainan lain pada anal

KONTRA INDIKASI
Keadaan umum pasien tidak memungkinkan utuk dilakukan tindakan operasi.

TUJUAN
1. Untuk mengatur alat secara sistematis di meja instrumen
2. Memperlancar handling instrumen
3. Mempertahankan kesterilan alat selama operasi berlangsung.

PERSIAPAN LINGKUNGAN

1. Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction,couter, lampu operasi, meja


operasi, meja mayo, meja instrument

2. Memberi perlak dan doek pada meja operasi, sarung meja mayo pada meja mayo,
mempersiapkan linen steril dan instrument yang akan digunakan.

3. Menenmpatkan tempat sampah yang sesuai agar mudah dijangkau.

PERSIAPAN PASIEN

1. Persetujuan tindakan operasi

2. Pasien diposisikan pada posisi supinasi di meja operasi

3. Memasang plat diathermi pada tungkai kaki kiri


4. Pasien dilakukan general anasthesi

5. Memasang alat penghangat

6. Mencuci area yang akan dilakukan excisi dengan povidone iodine2

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

Alat steril

 Di Meja Mayo

1. Doek klem (towel klem) : 5


2. Disinfeksi klem (washing & dressing forcep) : 1
3. Pinset cirurgis (dissecting forcep) : 2
4. Pinset anatomis (tissue forcep) : 2
5. Gunting kasar (surgical scissor) : 1
6. Gunting metzenbaum (metzenboum scissor) : 1
7. Handvast (sclap blade and handle) no.3 : 1
8. Baby mosquito (baby mosquito pean klem) : 1
9. Arteri klem/pean (delicate haemostatic forcep) : 4
10. Pean lurus (chorn klem) : 1
11. Kocker (kocher klem) : 4
12. Nald foeder (needle holder) besar / kecil : 1/
1
13. Gunting benang (yarn scissor) : 1
14. Hack kombinasi : 2
15. Langenback U (US army retractor) : 2
16. Hack pyelum : 2

 Di Meja Instrument

1. Handscoen steril : Secukupn


ya
2. Kasa : 4 bendel
3. Depper : 1 bendel
4. Cucing desinfektan : 1
5. Bengkok sedang : 2
6. Doek besar : 2
7. Doek sedang : 1
8. Doek kecil : 3
9. Sarung meja mayo : 1
11. Skort operasi : 5
12. Handuk steril : 5
13. Kotak benang : 1
14. Kom berisi kassa basah : 1

Di Baskom

1. Kabel couter monopolar : 1

2. Selang suction : 1
3. Selang suction : 1

Alat non steril

1. Meja operasi : 1

2. Lampu operasi : 1

3. Mesin suction : 1

5. Tempat sampah : 1

6. Mesin couter

Bahan Habis Pakai

1. Handscoen steril no. Sesuai kebutuhan : Secukupn


ya
2. Disinfektan povidone iodine 10% : 50 cc
3. Alkohol 70 % : 10 cc
4. Cairan Ns 0,9 % : 2 liter
5. Mess no. 15 : 1
6. Spuit 50 cc : 1
7. Catether no. 6 / urobag : 1/1
8. Sofratule : 1
9. Benang vicryl 3-0 / 4-0 : 4/4
10. Benang zide 3-0 / proline 4-0 : 1/1
11. Colostomi bag : 1
12. Rectal tube : 1
13. Hipafix : 1

TEKNIK INSTRUMENTASI

1. Sign in

2. Setelah pasien mendapat general anastesi pasien diposisikan pada posisi


supinasi kemudian pasang plat diathermi sedekat mungkin dengan lokasi
insisi yang mempunyai permukaan luas, tidak berbulu.
3. Perawat instrumen scrubbing, gowning, gloving kemudian membantu
operator untuk mengenakan gaun dan handscone steril
4. Berikan disinfeksi klem, deepers dan povidon iodine 10% dalam cucing pada
asisten untuk melakukan disinfeksi pada lapang operasi
5. Lakukan drapping dengan memberikan:

a. Doek kecil 1 samping kiri

b. Doek besar tebal 1 bawah

c. Doek sedang tebal 1 atas


d. Doek kecil 2 kanan kiri

e. Duk kecil 1 untuk menutupi bagian bawah yang masih terbuka

6. Dekatkan meja mayo dan linen lalu pasang kabel couter dan fiksasi dengan
doek klem (4)

7. Berikan kassa basah dan kering pada operator untuk membersihkan


lapangan operasi dari povidon iodine
8. Berikan pada operator pinset cirurgis dan povidone iodine untuk menandai
area insisi

9. Time out

10. Berikan handle + mess no. 15 kepada operator dan pinset cirurgis 2 pada
operator dan asisten, operator memulai incisi rawat perdarahan berikan
kassa basah, couter dan suction, rawat perdarahan
11. Berikan pinset cirurgis 2 dan mess no.15 pada operator dan asisten untuk
membuka fasia- muskulus, berikan kocker 2 untuk menjepit fasia. Setelah
insisi fasia, otot dan lemak berikan hack pyelum untuk membuka area lebih
luas. Kemudian perlebar fasia dengan gunting metzenbaum, rawat
perdarahan. Saat ketemu otot berikan klem pean untuk mensplit dan
masukkan haak pyelum
12. Berikan double pinset anatomis dan metzenbaum untuk membuka
peritoneum, setelah peritoneum terbuka beri 2 kokher/ peritoneum klem,
masukkan hack pyelum untuk membuka lebih lebar area operasi dan
masukkan kassa basah di antara peritoneum dan organ di dalamnya
13. Beri pinset anatomis untuk mengidentifikasi sigmoid pada operator

14. Setelah sigmoid ditemukan, berikan nelaton katether 2 untuk tegel 2 sisi
distal dan proximal, untuk tegel tidak boleh mengenai pembuluh darah dan
harus mendekati segmen usus, kemudian klem menggunakan kocker,
angkat ke permukaan
15. Untuk memastikan bagian distal dan proximal pasang rectal tube oleh
perawat sirkuler

16. Berikan nald foeder dan vicryl 4-0 untuk sporing empat sisi samping usus

17. Berikan kocker 4 untuk menjepit fasia peritoneum 4 sisi

18. Hitung kelengkapan kassa dan alat instrument

19. Dilakukan jahitan 8 penjuru dari fasia otot peritoneum usus seromuskularis
dan sebaliknya

20. Berikan nald foeder dengan benang vicryl 4-0 untuk kulit seromuskularis 4
penjuru mata angin
21. Jahitan jelujur dibuka dan perlebar secukupnya

22. Pasang colostomy bag, bersihkan luka post. op dengan kassa basah dan
kering

23. Operasi selesai, pasien dibersihkan dan dirapikan

24. Inventarisasi alat-alat yang telah dipakai dan hitung bahan habis pakai

25. Catat pemakaian alat dan bahan habis pakai pada lembar depo

26. Rapikan dan cuci alat instrument yang telah dipakai, set alat dan bersihkan
ruangan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi


ke-3. Jakarta : EGC.
Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Corputty, Elfianto. D, dkk. 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung di RSUP PROF. DR.
R. D. KANDOU Manado Periode Januari 2010-September 2014.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit.
Jakarta : EGC.
Gonzalo, David Hernandez dan Thomas Plesec. 2013. Hirschsprung Disease and Use
of Calretinin in Inadequate Rectal Suction Biopsies. CINAHL with Full Text,
EBSCOhost (accessed April 21, 2014).
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan
III, EGC, Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Octavia, Putu Dewi dan I Made Darmajaya.2012. Teknik Operasi Dua Tahap pada
Kasus Penyakit Hirschsprung Diagnosis Terlambat di RSUP Sangalah: Studi
Deskriptif Tahun 2010-2012.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),
Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Lembar Pengesahan
Laporan pendahuluan Hisprung Disease

Untuk memenuhi tugas pelatihan penatalaksanaan perioperatif pasien di kamar bedah bagi

perawat

Disusun oleh

Nindar Oktavian

Malang, Juli 2023

(…..................................................)

Anda mungkin juga menyukai