Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM DIGESTIVE

HIRSCHPRUNG

NAMA KELOMPOK :

1. CHINDY FALENSIA RORONG 19142010222

2. DEICE RUUNG 19142010244

3. CHRISTIAN GABRIEL PIRI 19142010245

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

MANADO
2021

LAPORAN PENDAHLUAN

A. Pengertian Hisprung

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab

gangguan pada usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).Dikenalkan pertama kali

oleh Harold Hirschprung tahun 1886.Zuelser dan Wilson, 1948

mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan

ganglion parasimpatis.

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik

megakolon.Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak

mempunyai persarafan (aganglionik).Jadi, karena ada bagian dari usus besar

(mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),

maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya

sehingga usus menjadi membesar (megakolon).Panjang usus besar yang

terkena berbeda-beda untuk setiap individu.penyakit hirscprung sebagai

penyebab dari konstripasi pada awal masa bayi. Penyakit hirscprung terjadi

pada sekitar 1 per 5.000 kelahiran hidup.Penyakit hirschsprung sekitar 4 kali

lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.Hampir semua anak

dengan penyakit hirschsprung didiagnosis selama 2 tahun pertama

kehidupan.Sekitar satu setengah anak-anak terkena penyakit ini didiagnosis

sebelum mereka berumur 1 tahun.


B. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi Anorektal

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana

bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.(1)

Gambar 1. Rektum dan saluran anal (anal canal). (6)


Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,

berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal;

dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-

otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Spinkter ani

eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan

Gambar 2. Muskulus spinkter ani externa: pandangan sisi penrineum.


(6)
Persarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut

saraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus

dan serabut saraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan

relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus

rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh n.sakralis 3

dan 4. Nervus pudendalis mensarafi spinkter ani eksterna dan

m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.

Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis).

Kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan

n.splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).(1)

Gambar 3. Saraf pada perineum (laki laki).(6)


Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada

ketiga-tiga pleksus tersebut.(1)


Gambar 4. Pleksus autonomik intrinsik pada usus.(6)

Fungsi Saluran Anal

Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab

atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang

kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk

menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus )


maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat

secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda

padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah

satu tanpa mengeluarkan yang lain.

Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.

Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol

pada waktu dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi

rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:

• Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang

lebih proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon

dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.

• Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal

inhibitory reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan

merelaksasi spinkter ani interna secara involunter.

• Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal

secara involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif,

melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.

• Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra

abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot

dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi. (1)


C. Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach

dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani internus kearah

proksimal, 70% terbatas didaerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh

kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus.

Diduga terjadi karena factor genetik sering terjadi pada anak dengan

Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam

dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub

mukosa dinding plexus.

D. Patofisiologi Penyakit Hisprung

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat

berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari oto-otot

yang melapisi usus (kontraksi Ritmis ini disebutkan gerakan

peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan

saraf yang disebut gangglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada

penyakit Hirschcprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan

gerakan peristaltik tidak ada, biasanya hanya sepanjangn beberapa

sentimeter.Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak

dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi

penyumbatan.

Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan

manifastasi gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan


terjadinya tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter

rektum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat

mencegah keluarnya fases secara normal.Isi usus kemudian terdorong

ke segmenaganglionik dan terjadi akumulasi di daerah tersebut

sehingga memberikan manifestasi dalatasi usus pada bagian

proksimal.

Kondisi penyakit Hirschprung memberikan berbagai masalah

keperawatan pada pasien dan memeberikan implikasi pada pemberian

asuhan keperawatan.

E. Manifestasi Klinis

1. Tanda dan gejala pada neonatus meliputi:

a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48

jam karena usus tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.

b. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu

sebagai akibat obstruksi intestinal.

c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus

dan obstruksi usus.

d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang

ditimbulkan.

e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang

berhubungan dengan retensi isi usus dan distensi abdomen.


f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan

ketidakmampuan mengonsumsi cukup cairan.

g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi

air kedalam usus disertai obstruksi usus.

2. Tanda dan gejala pada anak-anak meliputi :

a. Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointerstinal

(GI)

b. Distensi abdomen akibat retensi feses.

c. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses.

d. Ekstremitas yang lisut( pada kasus-kasus berat) yang terjadi

sekunder karena gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya

pada nutrisi serta asupan makanan.

e. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang

terjadi sekunder karena malnutrisi.

f. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan

perubahan homeostatis cairan serta elektrolit yang ditimbulkan.

3. Tanda dan gejala pada dewasa ( yang lebih jarang ditemukan dan

prevalen pada laki-laki) meliputi:

a. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.

b. Konstipasi intermitan yang kronis dan merupakan keadaan

sekunder karena gangguan motilitas usus. (Kowalak, Welsh, &

Mayer, 2014)

F. Pemeriksaan Diagnostik
 Biopsi isap, yakni mengambil mukosa submukosa dengan alat

penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

 Biopsi oto rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum,

dilakukan di bawah narkos,. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

 Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap.

Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktifitas enzim

asetilkolin enterase.
 Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus

(Ngastiyah, 1997)

 Foto abdomen dan Enema Barium untuk mengetahui adanya

penyumbatan pada kolon.

 Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion


 Manometri anorektal untuk mencatat respons reflex sfingter

interna dan eksterna

G. Penatalaksanaan

Penyakit Hisprung ditegakkan dengan pemerksaan fisik dan

penunjang.Pentalaksanaan Hisprung terdiri dari tindakan bedah dan

non bedah.Tindakan non bedah dilakukan untuk perawatan penyakit

Hisprung ringan bertujuan untuk menghilangkan konstipasi kronik

dengan pelunak feses dari irigasi rektal.Sedangkan pada Hisprung

sedang sampai berat dilakukan tindakan pembedahan.Pada periode

neonatal, dilakukan tindakan kolostomi temporer pada bagian paling

distal usus yang normal untuk menghilangkan sumbatan. Pembedahan


repair ditunda sampai berat badan naik 8 sampai 10 kilogram.

Tindakan bedah lain yang dilakukan antara lain prosedur Swenson,

Duhamel dan Soave. (Ashwill & James, 2007; Hockenberry & Wilson,

2007).
Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi kranio kaudal pada myentrik dan
submukosa dinding plexus

Sel ganglion pada kolon tidak ada atau


sangat sedikit

Usus spastik dan daya dorong tidak ada

Penyakit Hisprung

Respon psikologis pada Gangguan gastrointestinal Obstruksi fekal


bayi dan anak terhadap
hospitalisasi
Mual, muntah- Konstipas
Hambatan interaksi muntah
sosial
Penurunan volume
cairan secara aktif
Resiko gangguan
pertumbuhan dan
perkembangan
Hipovolemi

Distensi abdomen

Media
Gangguan rasa
mikroorganisme
nyaman dan
berkembang
Peradangan pada usus

ASUHAN TEORI HISPRUNG


Resiko defisit Ketidakmampuan
nutrisi mencerna makanan
1. Pengkajian

Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin,


Peradangan pada usus
agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberian informasi.

 Keluhan Utama
Ketidakmampuan
Masalah yang dirasakan klien yangmencerna
sangat mengganggu
makanan

pada saat dilakukan pengkajian, pada klien Hisprung misalnya,

sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan orang tua pada bayi dengan tidak adanya evakuasi

mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah lahir diikuti

obstruksi konstipasi, muntah, dan dehidrasi. Gejala ringan

berupa konstripasi selama beberapa minggu atau bulan yang

diikuti dengan obstruksi usus akut.Konstipasi ringan

entrokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam.

Adanya fases yang menyemprot pada saaat colok dubur

merupakan tanda yang khas .

Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan

keluhan nyeri pada abdominal. Keluhan lainnya berupa


konstipasi atau diare berulang.Pada kondisi kronis, orang tua

sering mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan

perkembangan.Anak mungkin didapatkan mengalami

kekurangan kalori-protein.Kondisi gizi buruk ini merupakan

hasil dari anak karena selalu merasa kenyang, perut tidak

nyaman, dan distensi terkait dengan konstipasi kronis. Dengan

berlanjutny proses penyakit, maka akan terjadi eterokolitis.

Kondisi enterokolitis dapat berlanjut ke sepsis, transmural

nekrosis usus, dan perforasi.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Apakah sebelumnya klien pernha melakukan operasi,

riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi,

dan imunisasi.

 Riwayaat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan

anak

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Tanyakan pada orangtua apakah ada anggota keluarga yang

lain yang menderita Hisprung

Pemeriksaan Fisik

a. Sistem Integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada

palpasi dapat dilihat capillary refill, warna kulit, edema

kulit.

b. Sistem Respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi

pernapasan .

c. Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop),

irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi /apikal.

d. Sistem Penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, ritmis pada mata.

e. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri,

auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen,

adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan

karakteristik muntah) adanya keram, tenderness.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Konstipasi b/d aganglionik (penyakit Hisprung) d.d

peristaltik usus menurun, pengeluaran feses lama dan sulit,

distensi abdomen dan kelemahan umum.


2) Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif d.d muntah-

muntah

3) Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d.d distensi

abdomen, gelisah

- Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis

4) Resiko defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna

makanan

- Kondisi Klinis Terkait : Enterokolitis

5) Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d

kelainan genetik/kongenital

- Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis

3. Intervensi Keperawatan

1) Dx : Konstipasi b/d aganglionik (penyakit Hisprung) d.d

peristaltik usus menurun, pengeluaran feses lama dan sulit,

distensi abdomen dan kelemahan umum.

 Intervensi Utama : Manajemen Konstipasi

Observasi :

 Periksa tanda dan gejala konstipasi

 Periksa pergerakan usus, karakteristik feses

(konsistensi, bentuk, volume, dan warna)

 Identifikasi factor risiko konstpiasi


 Monitor tanda dan gejaa ruptur usus dan/ atau

peritonitis

Terapeutik

 Anjurkan diet tinggi serat

 Lakukan masase abdomen, jika perlu

 Lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu

 Berikan enema atau irigasi, jika perlu

Edukasi

 Jelaskan etiologi masalah dan alas an tindakan

 Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada

kontraindikasi

 Latih buang air besar secara teratur

 Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi

Kolaborasi

 Konsultasi dengan tim medis tentang

penurunan/peningkatan frekuensi suara usus

 Kolab. Penggunaan obat pencahar, jika perlu

2) Dx : Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif d.d muntah-

muntah
 Intervensi Utama : Manajemen Hipovolemia

Observasi :

 Periksa tanda dan gejala hipovolemia

 Monitor intake dan output cairan

Terapeutik :

 Hitung kebutuhan cairan

 Berikan posisi modified trendelenburg

 Berikan asupan cairan oral

Edukasi

 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

 Kolab. Pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)

 Kolab. Pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa

2,5%, NaCl 0,4%)

3) Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d.d distensi

abdomen, gelisah

Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis

 Intervensi Utama : Manajemen Nyeri

Observasi :
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respon nyeri non verbal

 Identifikasi factor yang memperberat dan

memperingan nyeri

 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri

 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

 Fasilitas istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam

pemilihan strategi

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri


 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolab. Pemberian analgetik, jika perlu

4) Resiko defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna

makanan

- Kondisi Klinis Terkait : Enterokolitis

 Intervensi Utama :Manajemen Nutrisi

Observasi :

 Identifikasi status nutrisi

 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

 Identifikasi makanan yang disukai

 Identifikasi perlunya selang nasogastric

 Monitor berat badan

 Monitor hasil pemeriksaan lab

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

 Fasilitasi menentukan pedoman diet

 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah

konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan protein

Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu

 Anjurkan diet yang diprogramkan

Terapeutik

 Kolab. Pemberian medikasi sebelum makan (mis.

Pereda nyeri), jika perlu

 Kolab. Dengan ahli gizi

5) Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d

kelainan genetik/kongenital

- Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis

 Intervensi Utama : Perawatan Perkembangan

Observasi :

 Identifikasi kebutuhan khusus anak dan kemampuan

adaptasi anak

Terapeutik

 Fasilitasi hubungan anak dengan teman sebaya

 Dukung anak berinteraksi dengan anak lain


 Dukung anak mengekspresikan perasaannya secara

positif

 Berikan mainan sesuai dengan usia anak

 Bernyanyi bersama anak-anak lagu yang disukai

 Sediakan kesempatan dan alat-alat untuk

menggambar, melukis, dan mewarnai

 Diskusikan bersama tujuan dan harapannya

 Sediakan mainan berupa puzzle dan maze

Edukasi

 Jelaskan nama-nama benda obyek yang ada

dilingkungan sekitar

 Ajarkan pengasuh milestones perkembangan dan

perilaku yang dibentuk

 Ajarkan sikap kooperatif

 Ajarkan anak cara meminta bantuan

 Demonstrasikan kegiatan yang meningkatkan

perkembangan pada pengasuh

Kolaborasi

 Rujuk untuk konseling, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L., & Linda, A. S. (2002). Buku Saku Perawatan

Pediatrik (ke-3 ed.). Jakarta: EGC.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi.

Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai