MEGA COLON
A. DEFINISI
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama
yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak
mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2010 ).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir <3 Kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. ( Arief
Mansjoeer, 2010)
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel sel ganglion di dalam
usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu.
(Behrman & vaughan,2010:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron
mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani
(Isselbacher,dkk,2011:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2012:219)
B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dindingusus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerahrektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai
seluruhusus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus,gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
(Budi,2010)
C. KLASIFIKASI
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung
dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan
menjadi dua tipe berikut :
1. Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada
sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada
laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum,
insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan
saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20
(Sacharin, 2010)
2. Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai
seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang
yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996: Sacharin, 2010).
D. PATOFISIOLOGI
1. Motilitas
Gerakan peristaltik merupakan gabungan gerakan kontraksi di proksimal
bolusdan gerakan relaksasi pada distal bolus. Gerakan ini terutama dilakukan oleh
stratum sirkularis dan ditambah kontraksi stratum longitudinale tepat diatas
bolus.Sirkuit reflek peristaltik terdiri atas terjadinya distensi usus dan depolarisasi
selcajal pada otot polos yang lewat saraf kolinergik akan memicu interneuron
padapleksus Auerbach dan pleksus Meissnerr yang merupakan saraf nonadrenergik
nonkolinergik. Mediator-mediator yang bekerja pada interneuran ini antara
lainadalah ATP, VIP dan NO. Nitrogen oxyde adalah neutransmiter yang
berfungsisebagai mediator untuk relaksasi otot polos usus oleh karena itu ketiadaan
NOakan menyebabkan kegagalan gerakan relaksasi pada segmen usus
yangaganglionik sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya
kontraksipermanen pada segmen aganglionik kolon diakibatkan oleh karena tidak
adanya interneuron nonadrenergik nonkolinergik sehingga produksi NO menjadi
berkurang atau tidak ada. Namun demikian oleh karena dinding kolon bersifatelastis
maka tetap akan ada gerakan-gerakan tapi tanpa koordinasi dan ini menjadikan
alasan mengapa diagnosis penyakit Hirschprung kadang-kadangterlambat (Goyal
dan Hirano, 1996).
2. Kontinensi
Kontinensi merupakan kemampuan untuk menahan feses, dan hal ini
tergantungpada konsistensi feses, tekanan dalam lumen anus, tekanan rektum dan
sudutanorektal. Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter
yangmenjaga aliran secara anatomi dan fisiologi jalannya feses ke rektum dan
anus(Scharli, 1987).Penghambat yang berperan adalah sudut anus dan rektum yang
dihasilkan olehotot levator ani bagian puborektal anterior dan superior. Adanya
perbedaan antaratekanan dan aktifitas motorik anus, rektum dan sigmoid juga
menyebabkanprogresivitas pelepasan feses terhambat. Kontraksi sfingter ani
eksternusdiaktivasi secara involunter dengan distensi rektal dan dapat meningkat
selama 1-2 menit. Mekanisme kontinensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sfingter
ani, mekanisme valf, reservoar rektum dan faktor sensoris (Miller dan
Bartolo,1991).
Sfingter interna dipengaruhi oleh 4 mekanisme persarafan antara lain;
a) Alfa adrenergik sebagai eksitator stimuli, berjalan pada nervushipogastrikus
yang berfungsi mempertahankan tonus sfingter internab)
b) Beta adrenergik sebagai reseptor inhibisi yang berfungsi untuk relaksasic)
c) Saraf kolinergik
d) Saraf nonadrenergik nonkolinergik untuk relaksasi sfingter interna dengan
mediator NO, VIP dan peptidergik lain (Scharli, 1987)
Faktor lain yang mengatur fungsi kontinensi adalah muskulus puborektalis
dansudut anorektal, dimana perlukaan pada otot ini pasti akan terjadi
inkontinensialyang tidak dapat dihindari. Muskulus puborektalis merupakan otot
seran lintangyang persarafannya berasal dari cabang somatik nervus pudendus
sakral 2, 3 dan4 yang berfungsi mempertahankan sudut anorektal dalam keadaan
normal yang berkisar antara 60 derajat sampai 105 derajat (Banerjee dan Wilkin,
1993).Dasar pathofisiologi terjadinya penyakit Hirscprung adalah gangguan
propagasi gelombang propulsi usus serta gangguan atau tiadanya relaksasi sfingter
aniinterna (Holschneider dan Ure, 2005).
3. Defekasi
Dalam keadaan istirahat lumen saluran anus akan menutup akibat
puborektalsaling yang terletak disebelah kranial linea pektinea dan oleh tonus
istirahatsfingter interna dan eksterna yang terletak setinggi dan dibawah katup anal.
Fesesdan material-material sisa yang telah berada direktum akan menyebabkan
kenaikan tekanan di dalam rongga rektum sehingga akan memacu reseptorregangan
dan mulaila reflek defekasi. Reflek defekasi akan menyebabkan relaksasi sfingter
interna, kontraksi pada sigmoid dan rektum. Distensi rektum iniakan disertai
kemauan sadar untuk melakukan BAB dan apabila otot sfingterexterna juga
mengalami relaksasi maka defekasi akan terjadi. Bilamana keadaan lingkungan
tidak memungkinkan untuk defekasi maka sfingter externa akankontrajksi sehingga
defekasi akan dapat dicegah. Penundaan defekasi akanmenyebabkan rektum secara
bertahap melakukan gerakan relaksasi dan kemauan untuk defekasi akan menurun
sampai gerakan mass movement berikutnya yang kan mendorong lebih banyak
feses selama periode nonaktifitas keadaan sfingterinterna dan externa tetap berada
pada posisi kontraksi untuk menjaga kontinensi.(Scharli, 1987)Proses defekasi
dibantu oleh gerakan mengejan yang melibatkan kontraksi ototdinding perut dan
ekspirasi kuat dalam posisi glotis tertutup yang akan menyebabkan tekanan
intraabdominal meningkat. Sfingter interna merupakan bagian akhir otot pendorong
yang secara aktif mengeluarkan feses atau flaktusmelalui anus. Serabut otot ini yang
terdiri atas otot sirkuler dan longitudinal membantu peristaltik diseluruh saluran
anal sampai ke orifisium. Bagianlongitudinal yang sebagian berasal dari otot
pubococcygeus
dan sebagian dari ototrektum involunter, secara aktif menimbulkan ektropion anus
selama faseperistaltik pengeluaran feses (Scharli, 1987)
E. Tanda dan Gejala
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu
24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang
berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang
berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen,
konstipasi, dan diaremeningkat
1. Gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:
a.
b.
Konstipasi (sembelit)
c.
d.
e.
Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia
kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah
bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut.
2.
Prosedur Swenson
melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa (Tore, 2000
).
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih
singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan
lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih
didapatkan komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Rincian teknik operasi adalah
sebagai berikut:
Pesiapan preoperasi :
Pemeriksaan fisik yang teliti, penilaian keadaan umum penderita, adanya
kelainan bawaan yang lain, pemeriksaan laboratorium rutin, albumin dan
pemeriksaan rontgen dievaluasi secara cermat untuk menentukan ada tidaknya
kontraindikasi pembedahan dan pembiusan. Bila ada dehidrasi, sepsis, gangguan
eletrolit, enterokolitis, anemia atau gangguan asam basa tubuh semuanya harus
dikoreksi terlebih dahulu. Pencucian rektum dilakukan dengan cara pemasangan
pipa rektum dan kemudian dimasukkan air hangat 10 ml/kg berat badan. Informed
consent dilakukan kepada keluarga meliputi cara operasi, perkiraan lama operasi,
lama perawatan, komplikasi-komplikasi,cara-cara penanganan apabila terjadi
komplikasi dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi
(Rochadi, 2007).
Jalannya operasi :
Setelah dilakukan pembiusan, kemudian dipasang pipa lambung dan kateter.
Dipasang infus pada tangan dengan menggunakan abbocath yang sesuai dengan
umur penderita. Tehnik ini dilakukan dengan posisi pasien tertelungkup Rochadi,
2007).
Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah
operasi ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal
dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang menyusun muscle complex
secara tumpul dan tajam sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding
rektum dibuka memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan
operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara
DAFTAR REFERENSI
Bulechet, Gloria et. Al. 2004. Nursing Interventions Clasification (NIC)
Fouth Edition. Mosby, Inc
Johnseon, Marion et al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC)
second edition. Mosby, Inc
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI :Jakart
Nanda. 2005. Nursing Diagnosis : Definition dan Classification. Alih