Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN HISPRUNG

OLEH :

Ni Kadek Mitta Dwi Margita (22089144041)


Ni Pande Ketut Fitriani (2208914409)
Desak Made Wulandari (22089144025)
Luh Putu Reni Kristina (22089144010)
Ni Made Suwarningsih (22089144013)
Made Mei Mahadewi (22089144032)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2022
A. Definisi
Hirschprung (megakolon / aganglionic congenital) adalah anomali kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus.
Hisprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion
parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon distalis. Daerah yang terkena
dikenal sebagai segmen aganglionik (Sodikin, 2011).

Hirschsprung (megakolon atau aganglionik kongenital) adalah anomali kongenital


yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian
usus. Penyakit Hirschprung merupakan ketiadaan (atau, jika ada, kecil) saraf
ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus kolon distal. Daerah yang terkena
dikenal sebagai segmen aganglionik (Sodikin, 2011).

Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus
kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi
membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.

B. Etiologi
1. Penyebab penyakit hisprung belum diketahui. Namun, kemungkinan ada
keterlibatan faktor genetik. Anak laki-laki lebih banyak terkena penyakit hisprung
dibandingkan anak perempuan (4:1). (Sodikin,2011).
2. Mungkin karena kegagalan sel-sel krista naturalis untuk bermigrasi ke dalam
dinding usus suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk kolon dan
rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut,
sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam
lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan
dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut,
atau kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.
C. Klasifikasi
Hirschpung dibedakan berdasarkan panjang segmen yang terkena, hirschprung
dibedakan menjadi dua tipe berikut :

1. Segmen pendek

Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, merupakan 70%
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibanding anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidenya 5
kali lebih besar pada laki-laki dibanding wanita dan kesempatan bagi saudara
laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dalam 20

2. Segmen panjang

Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat menyerang


seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan perempuan memiliki
peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis
kelamin (Sodikin, 2011).

D. Tanda dan Gejala


Konstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada hirshprung, dan bayi baru lahir
dapat merupakan gejala obstruksi akut. Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan
Mekonium dalam 24 - 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi
cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen.

Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar
(>24jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan
ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih
mungkin menandkan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif
dan muntah; sedangkan pada anak lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan
adanya diare atau anterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda
obstipasi.

Terjadinya diare yang berganti ganti dengan konstipasi merupakan hal yang tidak
laim. Apabila disertai dengan komplikasi enterokolitis, anak akan mengeluarkan
feses yang bear dan mengandung darah serta sangat bau, dan terdapat peristaltic
dan bising usus yang nyata.

Sebagaian besar dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang
lain ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang
meningkat sesuai dengan pertumbuhan umur anak. pada anak yang lebih tua
biasanya terdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan pertumbuhan.
(Sodikin,2011)

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi
mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah
dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan
diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada colok
dubur merupakan tanda yang khas
Gejala Penyakit Hirshprung menurut Cecily Lynn Betz,2009:
1. Masa neonatal (baru lahir-11bulan)
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 - 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum(Menyusu)
d. Distensi abdomen

2. Masa Bayi dan anak-anak(1-3 tahun)


a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita dan berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f. Gagal tumbuh
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.

E. Patofisiologi
Istilah kongenital aganglion megakolon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding submukosa colon distal. Segmen
aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan ke abnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus konstan serta spinkter
rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada megakolon.(Cecily Lynn
Betz,2009)
Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar.

F. Pathway
Perubahan status kesehatan anak
Tindakan pembedahan
Nyeri post operasi
Resiko tinggi
infeksi
Keterbatasan
aktifitas
Kecemasan keluarga

Tidak adanya segmen


Gangguan rasa nyaman
aganglionic
Obstruksi pada usus
besar Paristaltik abdominal
Obstruksi di proksimal
Mual muntah
Konstipasi Penyempitan lumen usus
Tinja dan gas
berkumpul
Resiko kekurangan
nutrisi
Perut membesar dan
distensi abdomen
Menggagu pola
nafas
Berak cemendil dan kentut bau
sekali
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan
diagnosis,hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme
anus. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan
memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik yang
saksama dapat membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar, distensi
abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang
ditemukan Differensial.

2. Pemeriksaan Colok Dubur


Pada penderita Hirschsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk
dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen
rektum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium (Feses) yang menyemprot. (Sodikin,2011).
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
2. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperative
3. Profil Koagulasi:Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Dengan pemeriksaan Barium Enema akan ditemukan:
1. Terdapat daerah transisi
2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
3) Enterokolitis pada segmen yang melebar
4) Adanya penyumbatan pada kolon
5) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam (Padila, 2012).
5. Pemeriksaan lain-lain
a. Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan
diperolehnya sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel
ganglion dari pleksus Aurbach (Biopsi) yang lebih superfisial untuk
memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
(Sodikin,2011).
b. Biopsi otot rektum. Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik,
menunjukan aganglionosis otot rektum. Caranya adalah dengan mengambil
lapisan otot rektum, yang dilakukan di bawah narkose.(Ngastiyah,2010).
c. Biopsi isap, caranya adalah dengan mengambil mukosa dan submukosa
dengan alat pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
(Ngastiyah,2010).
d. Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan
dalam rektum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon
akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit
hirschsprung tidak ada dan jika balon berada di dalam usus aganglionik,
dapat diidentifikasi gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif
dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu
ataupun negatif palsu. (Sodikin,2011).
e. Pemeriksaan aktivitas enzim Asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. bila
ditemukan peningkatan aktivitas enzim asetilkolin enterase,maka berarti khas
penyakit hirsprung.(Ngastiyah,2010).
f. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. (Ngastiyah,
2010).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan terapeutik
Penatalaksanaan pembedahan bertujuan untuk:

a. Memperbaiki bagian yang aganglionik diusus besar


b. Membebaskan dari obstruksi
c. Mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
d. Mengembalikan fungsi spinkter ani internal

Penatalaksanaan pembedahan tersebut terdiri dari dua tahap yaitu :

a. Ostomi/kolostomi sementara (temporaryostomy), yang dibuat dekat dengan


segmen anganglionik yang bertujuan untuk melepaskan obstruksi dan secara
normal melemah dan usus besar dilatasi untuk mengembalikan ke ukuran
normal

b. Pembedahan koreksi atau perbaikan dilakukan kembali, biasanya pada waktu


berat bayi atau anak telah mencapai 9kg atau sekitar setelah operasi pertama.

Beberapa prosedur pembedahan terhadap penyakit hirsprung adalah Swenson,


Duhamel, Boley, dan Soave. Namun prosedur Soave adalah prosedur
pembedahan untuk penyakit hirsprung yang paling sering digunakan. Prinsipnya
yaitu dengan penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
anganglionik telah diubah.

a. Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
b. Prosedur Swenson: Dilakukan anastomosis endtoend pada kolon berganglion
dengan saluran anal yang dibatasi.
c. Prosedur soave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.

2. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum ini terutama ditujukan pada orang tua yang memiliki
bayi dengan penyakit hirsprung, Dimana tindakan yang dilakukan sebagai bidan
atau perawat adalah:

a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital penyakit


hirsprung pada bayinya secara dini.
b. Membantu ikatan kasih sayang antara orang tua dan bayi
(Bondingattechment).
c. Mempersiapkan orang tua terhadap adanya tindakan pembedahan pada
bayinya.
d. Mengajarkan orang tua cara perawatan kolostomi yang benar.
e. Memperhatikan status nutrisi bayinya.

3. Penatalaksanaan medis
Hanya dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasaanya
(merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rektum, dengan atau tanpa
dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur.(Ngastiyah,
2010).

I. Komplikasi
1. Obstruksi usus.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektolit.
3. Konstipasi.

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakn bedah penyakit hisprung dapat
digolongkan atas:

1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang inadekuat pada kedua tepi
sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok
dubur businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terljadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai
dari abses rongga pelvic, abses intra abdomen, peritonisis, sepsis dan kematian.

2. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka daerah anastomose, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur
Swenson atau Rehbein,stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur
Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga
vistula perianal

3. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan
kematian. Tindakan yang dapat dilakukan dengan penderita dengan tanda-tanda
enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,
pemasangan pipa rectal untuk decompresi, melakukan wash out dengan cairan
fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotic yang tepat

4. Gangguan fungsi spingter.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan.
a. Informasi identitas/data dasar :Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi.
b. Keluhan utama : Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.
Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar ( lebih dari
24 jam setelah lahir ). Perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
c. Riwayat kesehatan sekarang: Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium
keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau
fekal. Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan
bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
d. Riwayat kesehatan masa lalu: Apakah sebelumnya klien pernah melakukan
operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi,imunisasi.
e. Riwayat Nutrisi meliputi : Masukan diet anak dan pola makan anak.
f. Riwayat kesehatan keluarga : Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota
keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.
g. Riwayat tumbuh kembang:Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien
merasakan sudah BAB.
h. Riwayat kebiasaan sehari-hari :Kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal.Pemeriksaan rectum
dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti berbau busuk.
b. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut
dengan hilangnya bising usus.
c. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
d. Palpasi:Teraba dilatasi kolon abdominal.
e. Sistem integument : Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, warna
kulit, ada tidaknya edema kulit, dan elastisitas kulit.
f. Sistem respirasi: Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
g. Sistem kardiovaskuler : Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop),
irama denyut nadi apikal, frekuensi dlenyut nadi/apikal.
h. Sistem penglihatan : Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata.

i.Sistem Gastrointestinal : Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri,


auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen,
muntah (frekuensi dan karakteristik muntah).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
1). Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
2). Barium Enema ditemukan :
a) Terdapat daerah transisi.
b) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit.
c) Enterokolitis pada segmen yang melebar.
d) Ada penyumbatan pada kolon.
e) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam

b. Pemeriksaan colok dubur


Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang
sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
(Feses) yang menyemprot dan feses berbau busuk.
1) Biopsi isap

Ditemukan peningkatan aktivitas enzim asetilkolinenterase, merupakan


tanda khas penyakit hirsprung.

2) Biopsi rectal
Tidak terdapat sel-sel ganglion.
K. Dagnosa Keperawatan
Post Operasi:
1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan adanya insisi
3.Cemas keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga mengenai
pengobatan dan perawatan post operasi
L.
Intervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil

1. Nyeri akut b.d insisi Tujuan: Pain Management


pembedahan
Setelah dilakukan 1. Kaji secara komprehensif
tindakan keperawatan tentang nyeri meliputi :
3x 24 jam nyeri lokasi, karakteristik dan
berangsur teratasi onset, durasi, frekuensi,
NOC: kualitas, intensitas atau
Pain Level beratnya nyeri dan faktor-
Kriteria Hasil: faktor presipitasi
1. Mengenali faktor 2. Observasi isyarat-isyarat
dan penyebab nyeri. non verbal dari
2. Menggunakan ketidaknyamanan

metode pencegahan khususnya dalam


nyeri
ketidakmampuan untuk
3. Mengenali gejala
komunikasi secara efektif
nyer 3. Gunakan komunikasi
terapeutik agar pasien
dapat
mengekspresikan
nyeri
4. Kontrol faktor-faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (ex:
temperatur ruangan,
penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(misalnya:relaksasi,
guided imagery, distraksi,
terapi bermain,terapi
aktivitas).
Analgetik Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,dosis
dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang
diperlukan/kombinasi
dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
2. Resiko infeksi b.d insisi Tujuan: Infection Protection
luka post operasi dan Setelah dilakukan 1.Monitor tanda gejala
imunitas menurun tindakan keperawatan infeksi sistemik dan lokal
selama 2x24 jam 2.Monitor kerentanan
resiko infeksi dapat terhadap infeksi
teratasi dan luka 3. Inspeksi kulit dan
sembuh sempurna membran mukosa terhadap
NOC: kemerahan,panas dan
Imune Status drainase
Kriteria Hasil: 4. Inspeksi kondisi luka/
1. Pasien bebas dari insisi bedah
gejala infeksi 5. Dorong masukan nutrisi
2.Mengetahui yang cukup
proses penularan 6. Anjurkan banyak istirahat
penyakit
3.Menunjukan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
4. Menunjukan
perilaku hidup
sehat
3. Cemas b.d kurang Tujuan: 1. Bina hubungan saling
pengetahuan keluarga setelah dilakukan percaya
mengenai pengobatan tindakan keperawatan 2. Berikan kesempatan
dan perawatan luka 1 x 24 jam,kecemsan keluarga klien untuk
keluarga berkurang mengungkapkan keinginan
Kriteria Hasil: 3. Pertahankan kondisi
1. Keluarga klien dan harapan
mampu senyaman mungkin
mengungkapkan 4. Berikan penjelasan
kecemasan mengenai prosedur
2. Keluarga klien pengobatan,perawatan
mengungkapkan 5. Berikan penjelasan,
keinginan belajar pelatihan bagaimana
ikut merawat perawatan klien dirumah
klien dari perawatan kolostomi,
3. Keluarga klien menjaga kebersihan,dan
memahami tujuan Diit tepat pada anak.
pengobatan dan
perawatan klien
4. Keluarga klien
mampu
melakukan
perawatan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan dengan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014.Jakarta:EGC.
Ngastiyah. 2010.Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC
Sodikin.2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal &
Hepatobilier.Jakarta:Salemba Medika
Taylor, Cynthia. M dan Ralph, Sheila, Aparks. 2013. Diagnosa Keperawatan: Dengan
Rencana Asuhan Keeprawatan, Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis NANDA, Intervensi NIC,Kriteria
Hasil NOC. Ed. 9.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai