Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Hirschsprung

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah dengan dosen
pembimbing : Ns. Lailatul Hafidah, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :

Hanif Rahmatullah Aidyl (18.012)

Politeknik Negeri Madura

Jurusan Kesehatan Prodi D3 Keperawatan

Page 1
Page 2
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Kebutuhan Hisprung

1.1 Definisi

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak
mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus
besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Penyakit Hirschsprung adalah
suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke
arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai congenital aganglionesis,
aganglionic megacolon, atau Hirschsprung’s disease.
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 :
138). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 :
507).

1.2 Macam-macam Penyakit Hirschprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
a.       Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan.
b.      Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

Page 3
1.3 Etiologi Hisprung
Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa
untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di
kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134).
a. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
b. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
(Suriadi, 2001 : 242).

1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala setelah bayi lahir
a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
b. Muntah berwarna hijau
c. Distensi abdomen, konstipasi.
d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak.
Karena gejala tidak jelas. Gejala pada anak yang lebih besar  waktu lahir.
a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
b. Distensi abdomen bertambah
c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
d. Terganggu tumbang karena sering diare.
e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
f. Perut besar dan membuncit.

Page 4
1.5 Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian
usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan
dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

1.6 Manifestasi Klinis


a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d. Nyeri abdomen dan distensi.
e. Gangguan pertumbuhan.
(Suriadi, 2001 : 242)
a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai
mekonium.
b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.
d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
e. Gejala hanya konstipasi ringan.

Page 5
(Mansjoer, 2000 : 380)
·         Masa bayi dan anak-anak :
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh
(Betz, 2002 : 197)
1.7 Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pasca bedah)
d. Inkontinensia (jangka panjang)
(Betz, 2002 : 197)
a. Obstruksi usus
b. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
c. Konstipasi
(Suriadi, 2001 : 241)

1.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
(Ngatsiyah, 1997 : 139)

Page 6
a. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
b. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
c. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
d. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.
(Betz, 2002 : 197).
1.9 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi
a. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah.
Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus. Pada foto
polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon
proksimal.Penyakit Hirschsprung pada neonatus cenderung menampilkan gambaran
obstruksi usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien
bayi dan anak gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat.
b. Foto Barium Enema
Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya
daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen
yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi,
diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi
barium karena gangguan peristaltik.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema
barium:
 Abrupt, perubahan mendadak
 Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
 Funnel, bentuk seperti cerobong
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit.

Page 7
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan.

1.10 Penatalaksanaan
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop
atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat
kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur
berikut :
a.      Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya
dibelakang usus aganglionik.
b.      Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan
saluran anal yang dibatasi.
c.       Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
d.      Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami
obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat
dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di
dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.
1)      Persiapan prabedah
a)      Lavase kolon
b)      Antibiotika
c)      Infuse intravena
d)     Tuba nasogastrik
e)      Perawatan prabedah rutin

Page 8
f)       Pelaksanaan pasca bedah
 Perawatan luka kolostom
 Perawatan kolostomi
 Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan peningkatan suhu.
 Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima.
Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi.
Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana
memakaikan kantong kolostomi. (Betz, 2002 : 198)

Page 9
II. Kosep Dasar Asuhan Keperawatan Hisprung

2.1 Pengkajian

a. Informasi identitas/data
Dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal
pengkajian, pemberi informasi.
b.      Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
c.       Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya klien mengatasi masalah tersebut.
d.      Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
e.       Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
f.       Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
g.      Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
h.      Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
i.        Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
j.        Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

Page 10
Pemeriksaan Fisik :
a.      Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat
dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b.      Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c.       Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d.      Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e.       Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tenderness.

Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit


hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas,
keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi,
pengeluaranmekonium yang terlambat lebih dari 24 jam,
pengeluaran feses yang berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen,
lingkar abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan
besarnya distensi abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi
keadaan umum klien.

Page 11
5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a. Periode bayi baru lahir
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam
setelah lahir.
2. Menolak untuk minum air.
3. Muntah berwarna empedu
4. Distensi abdomen 
b. Masa bayi
1) Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2) Konstipasi
3) Distensi abdomen
4) Episode diare dan muntah
5) Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis : diare berdarah, letargi berat)
c. Masa kanak –kanak
1. Konstipasi.
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon.
3. Distensi abdomen.
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan
pertumbuhan yang buruk.
6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a. Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan
gambaran obstruksi usus letak rendah.
b. Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rectum.
c. Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks
karena rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.

Page 12
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi.
1. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
a. Monitor bowel elimination pattern
b. Ukur lingkar abdomen
c. Observasi manifestasi penyakit hischprung
2. Periode bayi baru lahir 
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam
setelah lahir
b. Menolak untuk minum air
c. Muntah berwarna empedu / hijau-Distensi abdomen
3. Masa bayi
a. Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b. Konstipasi
c. Distensi abdomen
d. Episode diare dan muntah
e. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis)
f. Diare berdarah
g. Demam dan Letargi berat
4. Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
a. Konstipasi
b. Feses berbau menyengat seperti karbon
c. Distensi abdomen
d. Masa fekal dapat teraba
e. Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan &
pertumbuhan yang buruk 

Page 13
2.2 Diagnosa Keperawatan
Preoperasi
a. Inkontinensia Fekal berhubungan dengan Kerusakan Susunan Saraf Motorik
Bawah .
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidak Mampuan Mencerna Makanan.
c. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan Mutah dan Diare
d. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Gejala Penyakit
Postoperasi
a. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Faktor Mekanis
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik
c. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Terpapar informasi

2.3 Intervensi Keperawatan


Pre operasi
a. Inkontinensia Fekal berhubungan dengan Kerusakan Susunan Saraf Motorik
Bawah .
1. Tujuan : Kontinensia fekal membaik.
2. Criteria hasil :
 Pengontrolan pengeluaran feses meningkat
 Defekasi membaik
 Frekuensi buang air besar membaik
 Kondisi kulit perineal
3. Intervensi :
1) Identifikasi penyebab inkontenensia fekal baik fisik maupun
psikologis
Rasional: Untuk mengetahui diare dan penurunan tonus otot
pada klien.
2) Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Rasional: Untuk mengetahui frekuensi, warna feses dan warna
feses dari pada biasanya.

Page 14
3) Monitor kondisi kulit perineal
Rasional: Untuk mengetahui kondisi kulit perineal apakah
terjadi terbentuknya kantung nanah atau tidak.
4) Monitor keadekuatan evakuasi feses
Rasional: Untuk mengetahui defekasi yang jarang,jumlah feses
yang kurang, keras atau lembutnya feses.
5) Monitor diet dan kebutuhan cairan
Rasional: Untuk mengetahui diet dan kebutuhan cairan yang
mempengaruhi pola defeksi terganggu atau tidak.
6) Bersihkan daerah parenial dengan sabun dan air.
Rasional: Untuk menjaga daerah parenial klien agar tidak terjadi
infeksi yan tidak diinginkan.
7) Jaga kebersihan tempat tidur dan pakain
Rasional: Supaya kenyamanan tetap terjaga dan klien merasakan
tidur yang nyaman.
8) Berikan celana pelindung/popok ,sesuai kebutuhan
Rasional: Agar klien leluasa untuk mengeluarkan feses dan
memmberikan rasa nyaman kepada klien.
9) Jelaskan definisi, jenis dan penyebab kontinensia fekal
Rasional: Untuk mengetahui dan memastikan apakah keluarga
tau tentang hal kontinensi fekal.

b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidak Mampuan Mencerna Makanan.


1. Tujuan : Status nutrisi membaik.
2. Criteria hasil :
 Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
 Diare menurun
 Berat badan Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik

Page 15
3. Intervensi :
1) Identifikasi status nutrisi
Rasional: Untuk mengetahui status nutrisi klien terpenuhi atau
tidak.
2) Identifikasi makanan yang disukai.
Rasional: Supaya selera makan klien terpenuhi dengan baik.
3) Monitor asupan makanan
Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai
kebutuhan klien.
4) Monitor berat badan
Rasional: Untuk mengetahui perubahan berat badan.
5) Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah kontisipasi
Rasional: Untuk mencegah terjadinya konstipasi .
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan.
Kolaborasi: Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang yang
dibutuhkan kien.

c. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan Mutah dan Diare


1. Tujuan : Keseimbangan elektrolit meningkat
2. Criteria hasil :
 Serum natrium meningkat
 Serum kalium meningkat
 Serum klorida meningkat
3. Intervensi :
1) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidak seimbangan
elektroilit
Rasional: Untuk mengetahui yang dibutuhkan klien terhadap
pemenuhan elektrolit.

Page 16
2) Monitor mual, muntah dan diare
Rasional: Untuk mengetahui mual, muntah dan diare klien
sebelum melakukan operasi
3) Monitor kehilangan cairan
Rasional: Untuk mengetahui kondisi dan menentukan langkah
selanjutnya
4) Monitor tanda dan gejala hiperkalemia
Rasional: Untuk mengetahui gejala terjadinya mual muntah
5) Informasikan hasil pemantaun dan jelaskan tujuan dan prosedur
pemantaun
Rasional: Supaya keluarga klien mengetahui tentang peyakit
yang diderita keluarganya

d. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Gejala Penyakit


1. Tujuan : Status kenyamanan meningkat
2. Criteria hasil :
 Keluhan tidak nyaman menurun
 Gelisah menurun
 Mual menurun
3. Intervensi :
1) Identifikasi skala nyeri
Rasional: Untuk mengetahui tingkat nyeri dan menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional: untuk mengurangi ketergantungan terhadap analgesic
3) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Rasional: Untuk memberi rasa nyaman dan mengangkat kualitas
hidup klien
4) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional: Supaya klien bisa mandiri mengontrol rasa nyeri yang
dirasakan

Page 17
5) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Rasional: Untuk memberikan dukungan kepada klien dalam
factor – factor emosional dan lingkungan yang berkaitan dengan
nyeri
6) Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat
Rasional: Untuk meyakinkan pengurangan analgesic yang
adekuat
7) Kolaborasi pemberian analgesic
Rasional: Untuk meyakinkan pengurangan analgesic yang
adekuat

Post operasi
a. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Faktor Mekanis
1. Tujuan :Integritas kulit dan jaringan meningkat
2. Criteria hasil :
 Kerusakan jaringan menurun
 Kerusakan lapisan kulit menurun
 Nyeri menurun
3. Intervensi
1) Identifikasi penyebab ganguan intrgritas kulit
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan status nutris
pada klien
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional: Supaya tidak tejadi ulkus dekubitus pada bagian tubuh
yang terlalulu lama tirah baring
3) Bersihkan perineal dengan air hangat ,terutama selama periode
diare
Rasional: Supaya tidak terjadi infeksi atau luka di daerah
parineal
4) Anjurkan minum air yang cukup

Page 18
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan supaya terhindar
dari dehidrasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional: Supaya kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan cukup
nutrisi

b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik


1. Tujuan :Tingkat nyeri menurun.
2. Criteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Mual dan muntah menurun
 Frekuensi nadi membaik
3. Intervensi
1) Identifikasi karakteristik nyeri
Rasional: Untuk mengetahui tingkat nyeri dan menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Identifikasi kesesuain jenis analgesic
Rasional: intuk mengetahui tingkat keparahan nyeri terhadpat
klien
3) Monitor efektifitas analgesic
Rasional: Untuk mengetahui efektifitas tingkat nyeri yang
diberikan
4) Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal
Rasional: Supaya klien mengetahui terhadap pemberian
analgesic

Page 19
5) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan efek yang
diinginkan
Rasional: Untuk menetapkan pemberian analgesic yang tepat
pada klien dan berkontribusi dengan kesembuhannya
6) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Rasional: Agar klien mengetahui tentang efek penggunaan
analgesic
7) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic
Rasional: Untuk meyakinkan pengurangan analgesic yang
adekuat dan mengurangi persepsi terhadap nyeri pemberian
analgesic.

c. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Terpapar informasi


1. Tujuan : Tingkat pengetahun membaik
2. Criteria hasil :
 Perilaku sesuai anjuran meningkat
 Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
3. Intervensi :
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional: Untuk mengetahui kesiapan klien menerima informasi
yang berikan
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional: Supaya klien dan keluarga mengetahui tentang
pendidikan kesehatan yang akan diberikan
3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional: Agar klien mengetahui jadwal yang disepakati dan
berkontribusi untuk pendidikan kesehatan yang akan di berikan
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional: Supaya bisa bertanya apa yang tidak bisa dipahami
oleh klien maupun keluarga

Page 20
5) Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional: Agar klien maupun keluarga mengetahui resiko yang
dapat mempengaruhi kesehatannya
6) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional: Agar klien maupun keluarga mengetahui hidup bersih
dan sehat dan bisa dipraktekkan dilingkungannya.

2.4 Evaluasi

Pre operasi Hirschsprung


a.       Pola eliminasi berfungsi normal
b.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi
c.       Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
d.      Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung


a.       Integritas kulit lebih baik
b.      Nyeri berkurang atau hilang
c.      Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama
pembedahan kolon.

Page 21
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),
Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.
Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta :
FKUI .
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI.

Page 22

Anda mungkin juga menyukai