Oleh:
APRILLIA PHARAMITA
P27820519008
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Hisprung adalah suatu kondisi langka yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam
usus besar. Bayi baru lahir yangmemiliki Megacolon congenital, nama lain penyakit Hirschsprung,
akan mengalami kesulitan buang air besar, tinja banyak tertahan dalam usus besar sehingga
terlihat perutnya membuncit.
Insiden penyakit Hirschprung di dunia adalah 1:5000 kelahiran hidup dengan angka
kematianberkisar antara 1-10% (Kurniawan dan Rochadi, 2013). Insiden dari penyakit
Hirschprung belum diketahui dengan pasti, namun penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-
laki daripada perempuan, dengan perbandingan 3:1 hingga 4:1. Sekitar 90% dari pasien yang
terdiagnosis penyakit Hirschprung merupakan bayi yang baru lahir, dengan rentang usia 0-1 bulan
(Dasgupta dan Langer, 2004 ).
Di Indonesia, dikatakan berkisar satu diantara 5000 kelahiran hidup. Jika angka
kelahiran hidup di Sulawesi Utara pada tahun 2013 yaitu berjumlah 41.298, maka
diperkirakan terdapat 8 pasien yang menderita penyakit Hisprung pada tahun 2013.
Berdasarkan penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia dari Januari
2013 hingga Desember 2014 oleh Gunadi, Stefani dan Andi menunjukkan jumlah kasus
penyakit Hirschprung dari provinsi Yogyakarta pada tahun 2013 adalah 14, sedangkan jumlah bayi
baru lahir pada tahun 2013 di provinsi Yogyakarta adalah 45.436. Oleh itu, kejadian penyakit
Hirschprung di Yogyakarta , Indonesia berdasarkan pada jumlah tahunan kasus dibagi dengan
jumlah tahunan bayi baru lahir adalah sekitar 1:3250 (Karina and Dwihantoro 2018).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis hisprung
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Manfaat
Menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai proses keperawatan yang dilakukan pada
anak dengan penyakit Hisprung
BAB II
TINJAUAN TEORI
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus
penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak
perempuan.
2. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempuan.
2.2 Etiologi Hisprung
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus.
Kelainan ini bersifat genetik yang berkaitan dengan perkembangan sel ganglion usus
dengan panjang yang bervariasi, mulai dari anus, spingter ani interna kearah proksimal,
tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional (Langer, 2005; Kartono;2010, Rochadi, 2012).
Mayoritas anak dengan penyakit hisprung terdiagnosa dalam beberapa bulan pertama
kehidupan. Manifestasi klinis berfariasi menurut usia ketika gejala dikenali dan adanya
komplikasi, seperti enterokolitis. Pada bayi neonatus biasanya perut buncit , intoleransi
makanan, muntah berwarna hijau, dan mekonium keluar lebih dari 24 jam pertama
kehidupan. Gambaran Klinis penyakit hisprung dapat dapat dibedakan pada usia, sebagai
berikut (Ball,J. Et al.,2017) :
1. Periode Neonatal
Pengeluaran mekonum yang terlambat
Muntah berwarna hijau
Adanya distensi abdomen merupakan gejala klinis yang ditemukan pada neonatus
Mekonium keluar lebih dari 24 jam pertama kehidupan, bila mekonium dapat
segera dikeluarkan, muntah hijau dan distensi abdomen akan berkurang.
Jika dilakukan colok dubur maka feses akan keluar menyemprot.
2. Periode anak-anak
Konstipasi kronis
Gizi Buruk
Tidak mampu mengeluarkan feses tanpa obat pencahar atau enema
Pertumbuhan dan perkembangan lambat
Tampak Kurang energi karena kurangnya sel darah merah
Siklus BAB tidak teratur ( bahkan 1x dalam beberapa hari)
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit Hisprung berkaitan dengan tidak adanya sel ganglion di area
usus yang terkena, mengakibatkan hilangnya reflek rektosfingterik dan lingkungan
mikroabnormal dari sel-sel usus yang terkena. Istilah megakolon aganglionik konginetal
menggambarkan efek primer, yaitu tidak adanya sel ganglion di pleksus myentric Auerbach
dan pleksus Submukosa Meissner. Tidak adanya sel ganglion pada bagian usus yang
terkena menyebabkan kurangnya stimulasi sistem saraf enterik, yang menurunkan
kemampuan sfingter internal untuk rileks. Stimulasi simpatis yang tidak dilawan
menyebabkan peningkatan tonus usus. Selain kontraksi otot usus yang abnormal dan
kurangnya gerakan peristaltik, juga tidak adanya refleks rektosfingterik. Menurut Hidayat,
2006, Biasanya ketika feses memasuki rektum, sfingter internal mengendur dan feses
didorong. Pada penyakit hisprung, sfingter internal tidak mengendur dan feses tidak
terdorong. Hal tersebut dapat menyebabkan konstipasi.
Konstipasi kronis yang berlanjut akan mengakibatkan penumpukan feses ( distensi
abdomen) dimana hal tersebut memerlukan tindakan pembedaha diantaranya prosedur
duhamel, swenson, dan soave. Setelah proses pembedahan tersebut tentu akan
mengakibatkan nyeri pasca operasi pada penderita.
2.5 Pathway
Tidak adanya sel ganglion
di pleksus myentric
Auerbach dan pleksus
Submukosa Meissner.
Konstipasi
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah dan
pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum
penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan nonbedah
diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegahterjadinya
overdistensi sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus sertamencegah
terjadinya sepsis.
Mayoritas anak-anak dengan penyakit hisprung memerlukan salah satu dari tiga
prosedur operasi, yaitu: Soave pull-through, prosedur Swenson, dan proseclur Duhamel
(Gourlay, 2013). Setelah anak distabilkan dengan penggantian cairan dan elektrolit dan
pembersihan kolon dengan enema, jika diperlukan, pembedahan dilakukan, biasanya
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Manajemen bedah terutama terdiri dari
pengangkatan bagian aganglionik usus untuk menghilangkan obstruksi, mengembalikan
motilitas nomal, dan mempertahankan fungsi slingter ani eksternal.
Prosedur transanal Soave endorectal pull-through yaitu menarik ujung usus nomal
melalui samping otot rektum, dari mana mukosa aganglionik telah dikeluarkan. Dengan
diagnosa dini usus bagian proksimal mungkin tidak terlalu distended, sehingga
memungkinkan dilakukannya prosedur pull-through dan mencegah dilakukannya tindakan
kolostomi sementara. Operasi yang lebih sederhana, seperti miomektomi anorektal, dapat
diindikasikan pada penyakit segmen yang sangat pendek. Setelah prosedur pull-through,
penyempitan dan inkontinensia anal dapat terjadi dan memerlukan terapi lebih lanjut,
termasuk dilatasi atau terapi pelatihan ulang usus. Konstipasi dan inkontinensia tinja
merupakan musalah kronis pada sebagian kecil pasien setelah tindakan operasi perbaikan
untuk penyakit hisprung (Mendri and Prayogi, 2018).
Untuk mengetahui lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan utama
1. Munculnya keluhan
a. Tanggal munculnya keluhan
b. Waktu munculnya keluhan (gradual / tiba-tiba)
c. Presipitasi / predisposisi (perubahan emosional, kelelahan,
kehamilan, lingkungan, toksin/allergen, infeksi)
2. Karakteristik
a. Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi)
b. Lokasi dan radiasi
c. Timing (terus menerus / intermiten, durasi setiap kalinya)
d. Hal-hal yang meningkatkan / menghilangkan / mengurangi keluhan
e. Gejala-gejala lain yang berhubungan
3. Masalah sejak muncul
keluhan Insiden
a. Serangan mendadak berulang
1) Kejadian mendadak berulang
2) Kejadian sehari-hari
3) Kejadian periodic
b. Perkembangan (membaik, memburuk, tidak berubah)
c. Efek dari pengobatan
V. RIWAYAT KELUARGA
Pada kasus Hisprung tidak ada penyakit keluarga yang diturunkan pada anaknya.
1. Diagnosis medis
2. Tindakan operasi
3. Obat-obatan
4. Tindakan keperawatan
5. Hasil laboratorium
6. Data tambahan
2. Tanda-tanda vital :
N: Pemeriksaan denyut jantung dinilai dari frekuensi atau laju nadi, irama, isi atau
kualitas dan ekualitas nadi. Denyut nadi jantung normal pada anak adalah 80-
115 x/menit (Matondang, 2013).
S : Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5°C. Suhu tubuh lebih dari 37,5°C perlu
diwaspadai adanya infeksi (Romanli, 2011).
2. Motorik halus
4. Motorik kasar
Jika usia > 6 tahun tanyakan tumbuh kembang secara umu sbb :
1. BB lahir, 6 bulan, 1 tahun dan saat ini
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya ( Setiadi,
2012)
Daftar Pustaka
Manalu, N. V., Sihombing, R. M., & Sitompul, M. (2021). Keperawatan Sistem Pencernaan .
yasayan kita menulis.
Siva, I. (2018). Angka Kejadia Hirschprung di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang .
Suryandari, A. E. (2017). Analisis Faktor Yang Mpengaruhi Hirschprung Di Rumah Sakit Prof.
dr. Margono Soekoharjo Purwokerto. Seminar Nasional dan Presentasi Hasil Penelitian
Pengabdian Masyarakat .
Setiadi ( 2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta arta ; Graha Ilmu
BAB IV
LAPORAN KASUS
By. A usia 13 hari masuk rumah sakit pada tanggal 15 Juni 2021 dengan diagnosa
medis Hisprung, ibu By. A mengatakan bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir,
kentut hanya sekali, dan perut membesar.
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS BAYI
Nama : By. A
No.Register : 1175670
Umur : 13 Hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Semanding, Tuban
Tanggal lahir : 02 Juni 2021
Diagnosa medis : Hisprung Disease
B. IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Semanding, Tuban
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
C. IDENTITAS IBU
Nama : Ny. R
Umur : 31 tahun
Alamat : Kec. Semanding, Tuban
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : By. A tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya
sekali, tidak pernah kecirit dan perut membesar.
Saat Pengkajian : By. A buang air besar dengan konsistensi cair, muntah saat
minum,dan hipotermi.
By. A tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, tidak pernah kecirit
dan perut membesar. Bayi dibawa ke RSUD Dr. Koesma Tuban pada tanggal 15 Juni
2021. Dan dirawat diruang perinatologi. Tanggal 16 Juni 2021 By. A dinyatakan
menderita hisprung disease.
B. RIWAYAT KEHAMILAN
Pemeriksaan rutin : ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan
Penyakit yang diderita selama hamil : Pilek
Keluhan saat hamil : Hanya pada trimester I (pusing dan mual)
Imunisasi : Tidak pernah
Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe dan Komix
Masalah : Ketuban Merembes
C. RIWAYAT PERSALINAN
Cara Persalinan : Normal/ Spontan
Tempat : Polindes
Penolong : Bidan
Usia gestasi : 37-38 minggu
Kondisi Ketuban : Warna Jernih
Letak : Bujur
BB/PB/LK/LD :3600 gram/55cm/39cm/32cm.
c. Mata
- Kebersihan : Bersih
- Pandangan : Baik, belum terfokus
- Sklera : Tidak Icterus
- Konjungtiva : Anemis
- Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya.
- Gerakan bola mata : Normal, memutar dengan baik
- Sekret : Tidak ada
d. Hidung
- Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
- Struktur : Normal
- Kelainan lain : Tidak ada
- Sekresi : Tidak ada
e. Telinga
- Kebersihan : Bersih
- Sekresi : Tidak ada
- Struktur : Normal, simetris
g. Leher
- Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
- Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
- Trachea : Berada di garis tengah
j. Abdomen
- Bentuk : destended abdomen
- Bising Usus : Normal, 5 x/menit
- Benjolan : Tidak ada
- Turgor : > 3 detik
- Hepar, lien : Tidak teraba
- Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan.
l. Integumen
- Warna kulit : Kuning kecoklatan
- Kelembapan : Kering
- Lesi : Tidak ada
- Warna Kuku : Pucat
- Kelainan : Tidak ada
V. REFLEKS PRIMITIF
1. Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan
mencari sumber rangsangan tersebut
2. Sucking Refleks (Refleks menghisap
Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun daya hisap
masih lemah
3. Palmar grasp (Refleks menggenggam
Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan menggenggam cukup kuat.
4. Tonic neck (Refleks leher
Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi menoleh ke satu sisi.
5. Refleks Moro / Kejut
Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang mengejutkan baginya.
6. Reflek Babinski
7. Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.
VI. RIWAYAT IMUNISASI
Bayi belum mendapatkan imunisasi.
VII. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
a. Oksigen
Kebutuhan Oksigen : O2 ruangan
b. Eliminasi Urine
- Volume urine : ± 300 cc @ pampers
- Warna : Kuning jernih
- Frekuensi : ± 3-4 x/hari
- Cara BAK : Spontan
- Kelainan pemenuhan BAK : Tidak ada
c. Eliminasi Alvi
- Volume feses : ± 100 cc @ pampers
- Warna : Kuning
- Frekuensi : 1-2 x/hari
- Konsistensi : Cair
- Darah / lendir : Tidak ada
f. Pola Istirahat
- Jumlah jam tidur dalam 24 jam : ± 16-18 jam
- Kualitas tidur : Sering terbangun dan rewel
ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
spastis usus
DS : Gangguan eliminasi
dan
- Ibu klien mengatakan
tidak
By. A tidak dapat buang
adanya
air besar sejak lahir
daya
- kentut hanya sekali,
dorong
tidak pernah kecirit dan
perut membesar
DO :
- keadaan umum cukup
- klien tampak rewel dan
sering menangis
- bising usus 5x/menit
- distensi abdomen (+)
- TTV
Suhu : 36,8 ◦C
Nadi : 120x/menit
RR : 50x/menit
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi (gangguan eliminasi alvi) berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong
PERENCANAAN KEPERAWATAN
KH :
1. Defekasi normal
2. Tidak ada distensi abdomen
Intervensi :
IIMPLEMENTASI
EVALUASI
NO DIAGNOSIS TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN
2. Konstipasi S:
(gangguan - Ibu klienmengatakan klien
eliminasi masih menagis
alvi) - Klien masih sulit untuk BAB
berhubunga O:
n dengan - TTV :
spastis usus Suhu : 36,2 ◦C
dan tidak Nadi : 120x/menit
adanya daya RR : 50x/menit
dorong A : tujuan beum teratasi
P : lanjutkan intervensi