Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN DIAGNOSA MEDIS HISPRUNG

Oleh:

APRILLIA PHARAMITA

P27820519008

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TUBAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hisprung adalah suatu kondisi langka yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam
usus besar. Bayi baru lahir yangmemiliki Megacolon congenital, nama lain penyakit Hirschsprung,
akan mengalami kesulitan buang air besar, tinja banyak tertahan dalam usus besar sehingga
terlihat perutnya membuncit.

Hirschsprung’s disease atau penyakit megacolon kongenital merupakan suatu kondisi


tidak adanya segmen ganglion intrinsik parasimpatis pada submukosa dan myenteric plexuses
yang secara anatomi terletak pada bagian anus dan membentang secara proksimal(Amiel,et al.,
2001). Kondisi inimenyebabkan obstruksi akibat penurunan fungsi relaksasi kolon
(Kessmann,2006).

Insiden penyakit Hirschprung di dunia adalah 1:5000 kelahiran hidup dengan angka
kematianberkisar antara 1-10% (Kurniawan dan Rochadi, 2013). Insiden dari penyakit
Hirschprung belum diketahui dengan pasti, namun penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-
laki daripada perempuan, dengan perbandingan 3:1 hingga 4:1. Sekitar 90% dari pasien yang
terdiagnosis penyakit Hirschprung merupakan bayi yang baru lahir, dengan rentang usia 0-1 bulan
(Dasgupta dan Langer, 2004 ).

Di Indonesia, dikatakan berkisar satu diantara 5000 kelahiran hidup. Jika angka
kelahiran hidup di Sulawesi Utara pada tahun 2013 yaitu berjumlah 41.298, maka
diperkirakan terdapat 8 pasien yang menderita penyakit Hisprung pada tahun 2013.
Berdasarkan penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia dari Januari
2013 hingga Desember 2014 oleh Gunadi, Stefani dan Andi menunjukkan jumlah kasus
penyakit Hirschprung dari provinsi Yogyakarta pada tahun 2013 adalah 14, sedangkan jumlah bayi
baru lahir pada tahun 2013 di provinsi Yogyakarta adalah 45.436. Oleh itu, kejadian penyakit
Hirschprung di Yogyakarta , Indonesia berdasarkan pada jumlah tahunan kasus dibagi dengan
jumlah tahunan bayi baru lahir adalah sekitar 1:3250 (Karina and Dwihantoro 2018).

Penyakit hisprung diakibatkan oleh kegagalan migrasi kraniokaudalprekursor sel ganglion


di sepanjang saluran cerna selama minggu ke-5 hingga ke-12 masa gestasi. Invervasi parasimpatis
yang tidak lengkap pada segmen aganglionik menyebabkan peristaltik abnormal, konstipasi, dan
obstruksi usus fungsional.
Pengobatan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah dan pengobatan
bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi
definitif dapat dikerjakan. Pengobatan nonbedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit,
asam basa dan mencegahterjadinya overdistensi sehingga akan menghindari terjadinya
perforasi usus sertamencegah terjadinya sepsis.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis hisprung
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan Hisprung


2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan Hisprung
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada anak dengan Hisprung
4. Melakukan tindakan keperawatan pada anak dengan Hisprung
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan Hisprung

1.3 Manfaat
Menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai proses keperawatan yang dilakukan pada
anak dengan penyakit Hisprung
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Hisprung


Hisprung adalah kelainan kongentinal yang mengakibatkan obstruksi mekanis dari
motilitas usus yang tidak adekuat. Penyakit ini menyumbang sekitar seperempat dari semua
kasus obstruksti usus pada neonates. Insidennya 1 dari 5000 kelahiran hidup (Fiorino &
Liacouras, 2011).

Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus
penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak
perempuan.
2. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempuan.
2.2 Etiologi Hisprung

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus.

Kelainan ini bersifat genetik yang berkaitan dengan perkembangan sel ganglion usus
dengan panjang yang bervariasi, mulai dari anus, spingter ani interna kearah proksimal,
tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional (Langer, 2005; Kartono;2010, Rochadi, 2012).

2.3 Manifestasi Klinis

Mayoritas anak dengan penyakit hisprung terdiagnosa dalam beberapa bulan pertama
kehidupan. Manifestasi klinis berfariasi menurut usia ketika gejala dikenali dan adanya
komplikasi, seperti enterokolitis. Pada bayi neonatus biasanya perut buncit , intoleransi
makanan, muntah berwarna hijau, dan mekonium keluar lebih dari 24 jam pertama
kehidupan. Gambaran Klinis penyakit hisprung dapat dapat dibedakan pada usia, sebagai
berikut (Ball,J. Et al.,2017) :

1. Periode Neonatal
 Pengeluaran mekonum yang terlambat
 Muntah berwarna hijau
 Adanya distensi abdomen merupakan gejala klinis yang ditemukan pada neonatus
 Mekonium keluar lebih dari 24 jam pertama kehidupan, bila mekonium dapat
segera dikeluarkan, muntah hijau dan distensi abdomen akan berkurang.
 Jika dilakukan colok dubur maka feses akan keluar menyemprot.
2. Periode anak-anak
 Konstipasi kronis
 Gizi Buruk
 Tidak mampu mengeluarkan feses tanpa obat pencahar atau enema
 Pertumbuhan dan perkembangan lambat
 Tampak Kurang energi karena kurangnya sel darah merah
 Siklus BAB tidak teratur ( bahkan 1x dalam beberapa hari)
2.4 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit Hisprung berkaitan dengan tidak adanya sel ganglion di area
usus yang terkena, mengakibatkan hilangnya reflek rektosfingterik dan lingkungan
mikroabnormal dari sel-sel usus yang terkena. Istilah megakolon aganglionik konginetal
menggambarkan efek primer, yaitu tidak adanya sel ganglion di pleksus myentric Auerbach
dan pleksus Submukosa Meissner. Tidak adanya sel ganglion pada bagian usus yang
terkena menyebabkan kurangnya stimulasi sistem saraf enterik, yang menurunkan
kemampuan sfingter internal untuk rileks. Stimulasi simpatis yang tidak dilawan
menyebabkan peningkatan tonus usus. Selain kontraksi otot usus yang abnormal dan
kurangnya gerakan peristaltik, juga tidak adanya refleks rektosfingterik. Menurut Hidayat,
2006, Biasanya ketika feses memasuki rektum, sfingter internal mengendur dan feses
didorong. Pada penyakit hisprung, sfingter internal tidak mengendur dan feses tidak
terdorong. Hal tersebut dapat menyebabkan konstipasi.
Konstipasi kronis yang berlanjut akan mengakibatkan penumpukan feses ( distensi
abdomen) dimana hal tersebut memerlukan tindakan pembedaha diantaranya prosedur
duhamel, swenson, dan soave. Setelah proses pembedahan tersebut tentu akan
mengakibatkan nyeri pasca operasi pada penderita.
2.5 Pathway
Tidak adanya sel ganglion
di pleksus myentric
Auerbach dan pleksus
Submukosa Meissner.

kemampuan sfingter internal


untuk rileks menurun

tidak adanya refleks


rektosfingterik. Distensi abdomen

sfingter internal tidak Prosedur Pembedahan


mengendur

Nyeri Akut Post-op


Feses tidak
terdorong,Penumpukan feses
di kolon

Konstipasi
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah dan
pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum
penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan nonbedah
diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegahterjadinya
overdistensi sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus sertamencegah
terjadinya sepsis.

Mayoritas anak-anak dengan penyakit hisprung memerlukan salah satu dari tiga
prosedur operasi, yaitu: Soave pull-through, prosedur Swenson, dan proseclur Duhamel
(Gourlay, 2013). Setelah anak distabilkan dengan penggantian cairan dan elektrolit dan
pembersihan kolon dengan enema, jika diperlukan, pembedahan dilakukan, biasanya
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Manajemen bedah terutama terdiri dari
pengangkatan bagian aganglionik usus untuk menghilangkan obstruksi, mengembalikan
motilitas nomal, dan mempertahankan fungsi slingter ani eksternal.

Prosedur transanal Soave endorectal pull-through yaitu menarik ujung usus nomal
melalui samping otot rektum, dari mana mukosa aganglionik telah dikeluarkan. Dengan
diagnosa dini usus bagian proksimal mungkin tidak terlalu distended, sehingga
memungkinkan dilakukannya prosedur pull-through dan mencegah dilakukannya tindakan
kolostomi sementara. Operasi yang lebih sederhana, seperti miomektomi anorektal, dapat
diindikasikan pada penyakit segmen yang sangat pendek. Setelah prosedur pull-through,
penyempitan dan inkontinensia anal dapat terjadi dan memerlukan terapi lebih lanjut,
termasuk dilatasi atau terapi pelatihan ulang usus. Konstipasi dan inkontinensia tinja
merupakan musalah kronis pada sebagian kecil pasien setelah tindakan operasi perbaikan
untuk penyakit hisprung (Mendri and Prayogi, 2018).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium : Darah lengkap
 Radiologi
 Anorektal manometri
 Biopsi
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HISPRUNG

3.1 FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

Nama Mahasiswa : ………………………………………………………


Tanggal : ………………………………………………………
Ruanag : ………………………………………………………
I. IDENTITAS
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
tunggal. Jarang pada bayi premature atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain.
Pada segmen aganglianosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak
laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997)

II. KELUHAN UTAMA


Pada kasus Hisprung, Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias
yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah
dan diare

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Untuk mengetahui lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan utama
1. Munculnya keluhan
a. Tanggal munculnya keluhan
b. Waktu munculnya keluhan (gradual / tiba-tiba)
c. Presipitasi / predisposisi (perubahan emosional, kelelahan,
kehamilan, lingkungan, toksin/allergen, infeksi)
2. Karakteristik
a. Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi)
b. Lokasi dan radiasi
c. Timing (terus menerus / intermiten, durasi setiap kalinya)
d. Hal-hal yang meningkatkan / menghilangkan / mengurangi keluhan
e. Gejala-gejala lain yang berhubungan
3. Masalah sejak muncul
keluhan Insiden
a. Serangan mendadak berulang
1) Kejadian mendadak berulang
2) Kejadian sehari-hari
3) Kejadian periodic
b. Perkembangan (membaik, memburuk, tidak berubah)
c. Efek dari pengobatan

IV. RIWAYAT MASA LAMPAU


1. Prenatal
a. Keluhan saat hamil
b. Tempat ANC
c. Kebutuhan nutrisi saat hamil
d. Usia kehamilan (preterm, aterm, post term)
e. Kesehatan saat hamil dan obat yang diminum
2. Natal (untuk bayi/anak yang masih kecil)
a. Tindakan persalinan
b. Tempat bersalin
c. Obat-obatan
3. Poat natal (untuk bayi/anak yang masih kecil)
a. Kondisi kesehatan
b. Apgar score
c. BB lahir, PB lahir, anomaly kongenital
4. Penyakit waktu kecil (gejala, dan penanganannya)
5. Pernah dirawat di RS
a. Penyakit yang diderita
b. Respon emosional waktu dirawat
6. Obat-obat yang digunakan (pernah / sedang digunakan)
a. Nama obat dan dosis
b. Schedule, durasi
c. Alasan penggunaan
7. Allergi
a. Pernah menderita Astma, eczema
b. Reaksi yang tidak biasa terhadap makanan, binatang, obat,
tanaman/ produk rumah tangga
c. Kecelakaan (jenis kecelakaan, akibat dan penanganannya)
d. Imunisasi ( imunisasi yang pernah didapat, usia dan reaksi waktu
imunisasi)

V. RIWAYAT KELUARGA
Pada kasus Hisprung tidak ada penyakit keluarga yang diturunkan pada anaknya.

VI. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

1. Diagnosis medis
2. Tindakan operasi
3. Obat-obatan
4. Tindakan keperawatan
5. Hasil laboratorium
6. Data tambahan

VII. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON


1. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
a. Status kesehatan anak sejak lahir
b. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi
c. Penyakit yang menyebabkan anak absent dari sekolah
d. Praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar popok, dll)
e. Kebiasaan merokok orang tua
f. Keamanan tempat bermain anak dari kendaraan
g. Praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan
obat- obatan, dll)
2. Nutrisi metabolik
a. Pemberian ASI / PASI , jumlah minum, kekuatan menghisap
b. Makanan yang disukai / tidak disukai
c. Makanan dan minuman selama 24 jam, adakah
makanan tambahan/vitamin
d. Kebiasaan makan
e. Alat makan yang digunakan
f. BB lahir dan BB saat ini
g. Masalah di kulit : rash, lesi,
dll Orang tua ;
Status nutrisi orang tua / keluarga ? masalah ?
3. Pola eliminasi
a. Pola edefekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah/tidak)
b. Mengganti pakaian dalam / diapers (bayi)
c. Pola eliminasi urin (frekuensi ganti popok basah / hari, kekuatan
keluarnya uin, bau, warna )
Orang tua : pola eliminasi, masalah ?
4. Aktivitas dan pola latihan
a. Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, di mana, sabun yang digunakan )
b. Kebersihan sehari-hai
c. Aktivitas sehari-hari (jenis permaian, lama, teman
bermain, penampilan anak saat bermain, dll)
d. Tingkat aktivitas anak/bayi secara umum, tolerans
e. Persepsi terhadap kekuatan ( kuat/lemah)
f. Kemampuan kemandirian anak ( mandi, makan, toileting,
berpakaian, dll)
Orang tua :
Aktivitas / pola latihan, pemeliharaan anak/rumah
5. Pola istirahat tidur
a. Pola istirahat / tidur anak (jumlahnya)
b. Perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nocturia
c. Posisi tidur anak? Gerakan tubuh?
Orang tua : pola tidur orang tua
6. Pola kognitif – persepsi
a. Reponsive secara umum anak
b. Respons anak untuk bicara, suara, objek sentuhan?
c. Apakah anak mengikuti objek dengan matanya? Respon untuk
meraih mainan
d. Vokal suara, pola bicara kata-kata, kalimat?
e. Gunakan stimulasi, bicara mainan, dsb.
f. Kemampuan untuk mengatakan nama, waktu, alamat, nomor
telepon, dsb
g. Kemampuan anak untuk mengidentifikasi kebutuhan : lapar,
haus, nyeri, tidak nyaman.
Orang tua :
h. Masalah dengan penglihatan, pendengaran, sentuhan, dsb.
i. Kesulitan membuat keputusan, judgments.
7. Persepsi diri – pola konsep diri
a. Status mood bayi / anak (irritabilitas)
b. Pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi,
dll Anak / bayi :
c. Status mood?
d. Banyak teman / seperti yang lain?
e. Persepsi diri (“baik” umumnya waktu? Sulit untuk menjadi “baik”)
f. Kesiapan /
takut? Orang tua :
g. Perspsi diri sebagai orang tua
h. Pendapat umum tentang identitas, kompetensi?
8. Pola peran – hubungan
a. Struktur keluarga.
b. Masalah / stressor keluarga
c. Interaksi antara anggota keluarga dan anak.
d. Respon anak / bayi terhadap perpisahan.
e. Anak : ketergantungan? Pola bermain?
f. Anak : temperantrum? Masalah disiplin? Penyesuaian
sekolah? Orang tua :
g. Peran ikatan? Kepuasan?
h. Pekerjaan / social / hubungan perkawinan
9. Sexualitas
a. Perasaan sebagai laki-laki / perempuan? (gender)
b. Pertanyaan sekitar sexuality? Bagaiamana respon orang
tua? Orang tua :
c. Riwayat reproduksi
d. Kepuasan seksual / masalah?
10. Koping – pola toleransi stress
a. Apa yang menyebabkan stress pada anak? Tingkat stress? Toleransi?
b. Pola penanganan masalah, keyakinan
agama Orang tua :
c. Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya(spirituality) semangat
untuk masa depan?
d. Keyakinan
11. Nilai – pola keyakinan
a. Perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen?
b. Keyakinan akan kesehatan, keyakinan
agama Orang tua :
c. Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya(spirituality) semangat
untuk masa depan?
d. Keyakinan akan kesembuhan, dampak penyakit dan tujuan

VIII. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh (kurus, gemuk) fatigue

2. Tanda-tanda vital :

N: Pemeriksaan denyut jantung dinilai dari frekuensi atau laju nadi, irama, isi atau
kualitas dan ekualitas nadi. Denyut nadi jantung normal pada anak adalah 80-
115 x/menit (Matondang, 2013).

RR: Pemeriksaan pernapasan mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan,


kedalaman, dan tipe atau pola pernapasan. Tipe pernapasan anak dalam keadaan
normal adalah abdominal atau diafragmatik (Matondang, 2013).

S : Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5°C. Suhu tubuh lebih dari 37,5°C perlu
diwaspadai adanya infeksi (Romanli, 2011).

3. Ukuran anthropometric : TB, BB, LK

4. Mata : Konjungtiva, selera, kelainan mata

5. Hidung : Kebersihan, kelainan

6. Mulut : Kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis

7. Telinga : Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan

8. Tengkuk : Kelainan yang ada

9. Dada : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (jantung,


paru-paru)

10. Abdomen : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi


11. Punggung ; Kelainan
12. Genetalia : Kebersihan, kateter, kelainan
13. Ekstrimitas : Odema, infuse / transfuse, kontraktor, kelainan
14. Kulit : Kebersihan, tugor, lesi, kelainan

IX. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN

(Berdasarkan hasil pengkajian melalui DDST untuk 0 – 6 th)

1. Kemandirian dan bergaul

2. Motorik halus

3. Kognitif dan bahasa

4. Motorik kasar

Jika usia > 6 tahun tanyakan tumbuh kembang secara umu sbb :
1. BB lahir, 6 bulan, 1 tahun dan saat ini

2. Pertumbuhan gigi, usia gigi tumbuh, jumlah, masalah dengan


pertumbuhan gigi
3. Usia saat mulai menegakkan kepala, duduk, berjalan, kata-kata pertama

4. Perkembangan sekolah, lancer, masalah apa?

5. Interaksi dengan peers dan orang dewasa

6. Partisipasi dengan kegiatan organisasi (kesenian, OR, dsb)

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan Aganglionik

2. Nyeri Akut berhubungan dengan Prosedur pembedahan

3.3 Perencanaan Keperawatan


 Dx 1 : Konstipasi berhubungan dengan Aganglionik
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan keperawatan ....x24 jam diharapkan Konstipasi dapat menurun
KH :
1. Pengeluaran defekasi normal
2. Konsistensi defekasi membaik ( lembek)
3. Distensi abdomen menurun
Intervensi :
1. Identifikasi alasan pemberian enema
R/ : pengaturan ditensi abdoemen
2. Monitor respon terhadap prosedur
R/ : mengetahui apabila ada perdarahan anus,pucat, maupun sesak napas
3. Berikan penjelasan prosedur ( inform consent), privasi, dan posisi yang nyaman
R/ : keluarga klien mengetahui dan mengijinkan prosedur yang dilakukan
4. Lakukan prosedur Huknah/ enema
R/ : memudahkan pengeluaran feses
5. Jelaskan pada keluarga dan klien efek atau sensasi yang akan muncul setelah prosedur
enema, seperta dorongan untuk buang air besar. Jika terjadi segera panggil perawat
R/ : perawat dapat memberikan tindakan pada eliminasi fekal, agar feses tidak tercecer.

 Dx 2 : Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x24 jam, diharapkan nyeri klien berkurang
( skala 1-2)
KH :
1. Skala nyeri menurun
2. Perasaan gelisah menurun
Intervensi :
1. Identifikasi skala nyeri
R/ : mengetahui tingkat keparahan nyeri untuk dilakukan tindakan segera
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
R/ : menemukan solusi pencegahan dan pengobatan nyeri
3. Berikan tekhnik non-farmakologis ( mendengarkan musik dan menonton kartoon/ acara
kesukaan klien)
R/ : nyeri dapat teratasi sementara
4. Jelaskan pada keluarga maupun klien solusi pereda nyeri
R/ : keluarga dan klien dapat memonitor nyeri secara mandiri
5. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
R/ : meredakan nyeri

3.4 Implementasi

Menurut Setiadi,2012 Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Sedangkan menurut Potter & Perry
dalam buku Fundamental Of Nursing Edisi 7, Implementasi merupakan tahap proses
keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung
pada klien.

3.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya ( Setiadi,
2012)
Daftar Pustaka

Manalu, N. V., Sihombing, R. M., & Sitompul, M. (2021). Keperawatan Sistem Pencernaan .
yasayan kita menulis.

Rochadi. (2013). Hipoalbuminemia Prabedah Sebagai Faktor Prosnogtik Enterokolitis


Pascabedah Penderita Megakolon Kongenital (Hirschprung's disease). Jurnal mGizi
Klinik Indonesia .

Siva, I. (2018). Angka Kejadia Hirschprung di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang .

Suryandari, A. E. (2017). Analisis Faktor Yang Mpengaruhi Hirschprung Di Rumah Sakit Prof.
dr. Margono Soekoharjo Purwokerto. Seminar Nasional dan Presentasi Hasil Penelitian
Pengabdian Masyarakat .

Setiadi ( 2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta arta ; Graha Ilmu
BAB IV
LAPORAN KASUS
By. A usia 13 hari masuk rumah sakit pada tanggal 15 Juni 2021 dengan diagnosa
medis Hisprung, ibu By. A mengatakan bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir,
kentut hanya sekali, dan perut membesar.

I. IDENTITAS
A. IDENTITAS BAYI
Nama : By. A
No.Register : 1175670
Umur : 13 Hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Semanding, Tuban
Tanggal lahir : 02 Juni 2021
Diagnosa medis : Hisprung Disease

B. IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Semanding, Tuban
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta

C. IDENTITAS IBU
Nama : Ny. R
Umur : 31 tahun
Alamat : Kec. Semanding, Tuban
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II. KELUHAN UTAMA
 Saat MRS : By. A tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya
sekali, tidak pernah kecirit dan perut membesar.
 Saat Pengkajian : By. A buang air besar dengan konsistensi cair, muntah saat
minum,dan hipotermi.

III. RIWAYAT KESEHATAN

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

By. A tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, tidak pernah kecirit
dan perut membesar. Bayi dibawa ke RSUD Dr. Koesma Tuban pada tanggal 15 Juni
2021. Dan dirawat diruang perinatologi. Tanggal 16 Juni 2021 By. A dinyatakan
menderita hisprung disease.

B. RIWAYAT KEHAMILAN
 Pemeriksaan rutin : ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan
 Penyakit yang diderita selama hamil : Pilek
 Keluhan saat hamil : Hanya pada trimester I (pusing dan mual)
 Imunisasi : Tidak pernah
 Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe dan Komix
 Masalah : Ketuban Merembes

C. RIWAYAT PERSALINAN
 Cara Persalinan : Normal/ Spontan
 Tempat : Polindes
 Penolong : Bidan
 Usia gestasi : 37-38 minggu
 Kondisi Ketuban : Warna Jernih
 Letak : Bujur
 BB/PB/LK/LD :3600 gram/55cm/39cm/32cm.

D. RIWAYAT POST NATAL


 Pernafasan : Bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu
 Skor APGAR : 1 menit = 7, 5 menit = 9
 Trauma Lahir : Tidak ada
E. RIWAYAT KELUARGA
Keluarga tidak ada keturunan penyakit menular.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
- Postur : Normal
- Kesadaran : Compos mentis
- BB/PB/LK/LD saat ini : 3300 gram/53 cm/ 35 cm/ 32 cm
- Nadi : 120 x/menit
- Suhu : 36,2 C
- RR : 40 x/menit
b. Kepala dan Rambut
- Kebersihan : Cukup
- Bentuk Kepala : Normal, simetris
- Keadaan Rambut : Hitam, lurus, berketombe
- Fontanela Anterior : Lunak
- Sutura Sagitalis : Tepat
- Distribusi rambut : Merata

c. Mata
- Kebersihan : Bersih
- Pandangan : Baik, belum terfokus
- Sklera : Tidak Icterus
- Konjungtiva : Anemis
- Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya.
- Gerakan bola mata : Normal, memutar dengan baik
- Sekret : Tidak ada

d. Hidung
- Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
- Struktur : Normal
- Kelainan lain : Tidak ada
- Sekresi : Tidak ada

e. Telinga
- Kebersihan : Bersih
- Sekresi : Tidak ada
- Struktur : Normal, simetris

f. Mulut dan Tenggorokan


- Kandidiasis : Tidak ada
- Stomatitis : Tidak ada
- Mukosa Bibir : Kering
- Kelainan Bibir & rongga mulut : Tidak ada
- Problem menelan : Tidak ada

g. Leher
- Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
- Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
- Trachea : Berada di garis tengah

h. Dada atau Thorak (Jantung dan Paru)


- Bentuk dada : Simetris, barrel chest
- Pergerakan dinding dada : Simetris, tidak terdapat tarikan intercosta
- Tarikan dinding dada (retraksi) : Normal, tidak terdapat retraksi
- Suara pernafasan : Sonor, tidak ada wheezing dan ronchi
- Abnormalitas suara nafas : Tidak ada
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Perkusi : pekak
- Palpasi : ict cordis palpable midclavicula line sinistra
- Auskultasi : Suara jantung I, suara jantung II ; tunggal, kuat,
regular, gallop -, murmur –
- Kelainan jantung bawaan : Tidak ada

i. Ekstremitas Atas dan bawah


- Tonus otot : Cukup
- Refleks menggenggam : Baik
- Warna : Kuku pucat, ekstremitas pucat.
- Trauma, deformitas : Tidak ada
- Kelainan : Tidak ada

j. Abdomen
- Bentuk : destended abdomen
- Bising Usus : Normal, 5 x/menit
- Benjolan : Tidak ada
- Turgor : > 3 detik
- Hepar, lien : Tidak teraba
- Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan.

k. Kelamin dan Anus


- Kebersihan : Bersih
- Keadaan kelamin luar : Normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan abnormal
- Anus : Normal, hemorrhoid (-)
- Kelainan : Tidak ada

l. Integumen
- Warna kulit : Kuning kecoklatan
- Kelembapan : Kering
- Lesi : Tidak ada
- Warna Kuku : Pucat
- Kelainan : Tidak ada
V. REFLEKS PRIMITIF
1. Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan
mencari sumber rangsangan tersebut
2. Sucking Refleks (Refleks menghisap
Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun daya hisap
masih lemah
3. Palmar grasp (Refleks menggenggam
Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan menggenggam cukup kuat.
4. Tonic neck (Refleks leher
Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi menoleh ke satu sisi.
5. Refleks Moro / Kejut
Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang mengejutkan baginya.
6. Reflek Babinski
7. Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.
VI. RIWAYAT IMUNISASI
Bayi belum mendapatkan imunisasi.
VII. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
a. Oksigen
Kebutuhan Oksigen : O2 ruangan
b. Eliminasi Urine
- Volume urine : ± 300 cc @ pampers
- Warna : Kuning jernih
- Frekuensi : ± 3-4 x/hari
- Cara BAK : Spontan
- Kelainan pemenuhan BAK : Tidak ada
c. Eliminasi Alvi
- Volume feses : ± 100 cc @ pampers
- Warna : Kuning
- Frekuensi : 1-2 x/hari
- Konsistensi : Cair
- Darah / lendir : Tidak ada
f. Pola Istirahat
- Jumlah jam tidur dalam 24 jam : ± 16-18 jam
- Kualitas tidur : Sering terbangun dan rewel

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Jenis Pemeriksaan : Colon in loop teknik hirchprung
 Hasil Pemeriksaan :
- Preperitoneal fat line D/S : tertutup udara usus
- Kontur hepar normal, kontur lien norma
- Kontur ren D/S tertutup udara usus
- Distribusi udara usus meningkat
- Psoas line D/S tertutup udara usus
- Tulang-tulang normal

IX. TERAPI / PENATALAKSANAAN


 Terapi obat
- Inj IV ampicillin 3x 180 mg
- Inj IV gentamicin 1x 16 mg
- IV metronidazole 3x 50 mg
 By. A menjalani operasi rectosigmoidektomi

ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
spastis usus
DS : Gangguan eliminasi
dan
- Ibu klien mengatakan
tidak
By. A tidak dapat buang
adanya
air besar sejak lahir
daya
- kentut hanya sekali,
dorong
tidak pernah kecirit dan
perut membesar
DO :
- keadaan umum cukup
- klien tampak rewel dan
sering menangis
- bising usus 5x/menit
- distensi abdomen (+)
- TTV
Suhu : 36,8 ◦C
Nadi : 120x/menit
RR : 50x/menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi (gangguan eliminasi alvi) berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong

PERENCANAAN KEPERAWATAN

Tujuan : seteah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami gangguan


eliminasi alvi

KH :

1. Defekasi normal
2. Tidak ada distensi abdomen
Intervensi :

1. Identifikasi alasan pemberian enema


R/ : pengaturan ditensi abdoemen
2. Monitor respon terhadap prosedur
R/ : mengetahui apabila ada perdarahan anus,pucat, maupun sesak napas
3. Berikan penjelasan prosedur ( inform consent), privasi, dan posisi yang
nyaman
R/ : keluarga klien mengetahui dan mengijinkan prosedur yang dilakukan
4. Lakukan prosedur Huknah/ enema
R/ : memudahkan pengeluaran feses
5. Jelaskan pada keluarga dan klien efek atau sensasi yang akan muncul setelah
prosedur enema, seperta dorongan untuk buang air besar. Jika terjadi segera
panggil perawat
6. R/ : perawat dapat memberikan tindakan pada eliminasi fekal, agar feses tidak
tercecer.

IIMPLEMENTASI

NO DIAGNOSIS TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Konstipasi 1. Mengidentifikasi alasan


(gangguan pemberian enema
eliminasi 2. Memonitor respon terhadap
alvi) prosedur
berhubunga 3. Memberikan penjelasan
n dengan prosedur ( inform consent),
spastis usus privasi, dan posisi yang
dan tidak nyaman
adanya daya 4. Memberikan terapi Huknah/
dorong enema
5. Menjelaskan pada keluarga
dan klien efek atau sensasi
yang akan muncul setelah
prosedur enema, seperta
dorongan untuk buang air
besar. Jika terjadi segera
panggil perawat

EVALUASI
NO DIAGNOSIS TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN

2. Konstipasi S:
(gangguan - Ibu klienmengatakan klien
eliminasi masih menagis
alvi) - Klien masih sulit untuk BAB
berhubunga O:
n dengan - TTV :
spastis usus Suhu : 36,2 ◦C
dan tidak Nadi : 120x/menit
adanya daya RR : 50x/menit
dorong A : tujuan beum teratasi
P : lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai