Anda di halaman 1dari 22

1

UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG


KEPERAWATAN

Oleh :
Solihin Niar Ramadhan 110.110.110.195
Bima Rizki Nurahman 110.110.110.237
Trian Christiawan 110.110.110.244

Dosen :
Dr. Hj. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang


memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional,
keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek
keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai
profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji
kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat
langsung.1
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah
bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada
pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan
upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan
dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata
lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitasi.2
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung
berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada
saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik
disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering
menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek
keperawatan.3 Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai
standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan

1
Amir & Hanafiah, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC,
1999, hlm.15.
2
Craven & Hirnle, Fundamentals Of Nursing. Philadelphia. Lippincott, 2000.
3
Ibid
3

yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat.


Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat
apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk
pelanggaran praktek keperawatan lainnya.
Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia
mengkampayekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang
semula vokasional digeser menjadi pekerjaan
profesional. Perawat yang dulunya berfungsi sebagai perpanjangantangan
dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para
perawat di
negara maju. Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan
bermula dari Lokakarya Nasional
Keperawatan I Tahun 1983, dalam pertemuan itu disepakati bahwa
keperawatan adalah pelayanan profesional. 4
Dewasa ini, perkembangan keperawatan dunia menjadi acuan bagi
perawat untuk melakukan perubahan mendasar dalam kegiatan
profesinya. Perawat yangdulu membantu pelaksanaan tugas dokter,
menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan pelayanan klinis, kini mereka
menginginkan pelayanan keperawatanmandiri sebagai upaya mencapai
tujuan asuhan keperawatan. Pelayanankeperawatan di berbagai rumah
sakit belum mencerminkan praktik
pelayanan profesional. Metode pemberian asuhan keperawatan yang dilak
sanakan belumsepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan
kebutuhan pasien, melainkanlebih berorientasi pada pelaksanaan tugas
rutin seorang perawat.5
Paradigma terhadap tuntutan perubahan tentunya mengubah
sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi. 
Jika  praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesional maka harus

4
Prihadjo, Praktik Keperawatan Profesional Konsep Dasar dan Hukum, Jakarta : EGC,
1995, hlm.18.
5
Indonesia Nutrition Network, Model Praktik Perawatan Profesional. <http://giz-neLorg>
[01/12/2014]
4

ada otoritas ataukewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan


apa. Karena diberikewenangan maka perawat juga dapat digugat, perawat
harus bertanggung jawabterhadap setiap keputusan dan tindakan yang
dilakukan.Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatanyang kemudian diamandemen dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2001 tentangTenaga Kesehatan, Keputusan Menteri kesehatan
RI Nomor 1239 tahun 2001tentang Registrasi dan Praktik Perawat,
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor148 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat, serta Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1796 Tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, lebih
mengukuhkan perawat sebagai suatu profesi di Indonesia. Dikeluarkannya
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat serta Undang-Undang Terbaru No. 38
tahun 2014 tentang Keperawatan tersebut lebih
menjelaskanlagi batasan kewenangan profesi perawat. sehingga perawat 
6
mempunyai legitimasi dalam menjalankan praktik profesinya.
Semakin meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat
sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan memberian
kepastian hukum pada perawat, pasien dan sarana kesehatan.
Kepastian hukum berlaku untuk pasien dan perawat,sesuai dengan hak
dan kewajiban masing-masing, dimana hak dan kewajiban perawat harus
dilaksanakan secara seimbang.7 Meskipun pada tahun 2010 telah
dikeluarkan Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat, namun proses registrasi perawat daitur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239 Tahun 2001, dimana
kewajiban registrasi perawat dimulai ketika perawat baru lulus dari proses

6
Cecep Tribowo, 2010, Hukum Keperawatan, Pandan Hukum dan Etika bagi Perawat,
Pustaka Book Publisher, Yogyakarta hal. 56
7
Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239 Tahun 2001
tentang Registrasi dan Praktik Perawat
5

pendidikan. Kewajiban proses registrasi perawat sesuai dengan


Kepmenkes Nomor 1239 Tahun 2001 adalah lisensi Surat Izin Perawat
(SIP), Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP).
Sementara pengaturan tentang SIPP diatur secara terpisah sejak
dikeluarkannya Permenkes RI Nomor 148 Tahun 2010 tentang izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat. Namun sejak keluarnya Permenkes RI
Nomor 161 Tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, acuan
dalam Kepmenkes RI Nomor 1239 tersebut dicabut, yang mana perawat
sudah tidak lagi mengunakan SIP lagi melainkan diganti dengan Surat
Tanda Registrasi (STR). Namun dalam pelaksanaannya banyak kasus
yang terjadi dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban perawat ini tidak
berjalan dengan baik.

B. Identifikasi Masalah

1. Apakah dasar dibentuknya Undang-Undang Nomor 38 Tahun


2014 tentang Keperawatan ?
2. Apakah akibat hukum bagi Perawat dalam menjalankan
profesinya setelah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan disahkan?
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Tujuan Praktik Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang


merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.8
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui
kolaborasi dengan system klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik
keperawatan individual dan berkelompok .9
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan. 10 Mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

B. Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan

Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik


Keperawatan dibutuhkan, antara lain :
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi
besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan
swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan.
Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan

8
Huston, C.J, Leadership Roles and Management Functions in Nursing;  Theory and
Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott, 2000. 
9
Kozier, Fundamentals of Nursing : concept theory and practices.  Philadelphia. Addison
Wesley, 2000.
10
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.
7

pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek


hukum.11 Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis
dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif,
terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi.
Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang
jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak
(masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan
yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian
interprofesional.12
Kedua, alasan yuridis. UU Nomor 36 tahun 2009, Pasal 63 ayat (4),
secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan,
hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 27 ayat (1),
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah
lagi, pasal 24 bahwa Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. Disisi lain secara teknis telah berlaku
Keputusan Menteri Kesehatan No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini
karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigmasehat yang lebih holistik
yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai
11
Leah curtin & M. Josephine Flaherty. Nursing Ethics; Theories and
Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO, 1992.
12
Ibid
8

fokus pelayanan.13 Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan


keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang
bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan
memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan
. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional,
sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar
praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi
agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang
bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keprawatan di
Indonesia sangat memprihatinkan .Fenomene “gray area” pada berbagai
jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi
kesehatan lainnya masih sulit dihindari.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan
bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%),
membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam
maupun diluar gedung puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan
kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan(57,7%),
melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas
administrasi seperti bendahara,dll (63,6%).14
Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan “gray area”
sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping
klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak
ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan
tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan
klien.15 Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk
dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang

13
Ibid
14
Depkes & UI, 2005
15
Ibid
9

berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang


mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini
tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di
daerah-daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat
dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak
mendapat perlindungan hukum karena tidak dipertanggungjawabkan
secara professional.
Fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya
tuntunan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk
keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan
kesehatan. Hanya perawat yang memeuhi persyaratan yang mendapat
izin melakukan praktik keperawatan. Saat ini desakan dari seluruh elemen
keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi . Uraian
diatas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak
hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku
penerima asuhan keperawatan.16 Sejak dilaksanakan Lokakarya Nasional
Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan
merupakan profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan
tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam memajukan profesi
Keperawatan.
Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di Indonesia
mulai memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai
peristiwa penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini.
Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang didalamnya mengakui
bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992).
Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa
keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan
pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru
disahkan menjadi RUU Keperawatan pada tahun 2004.17

16
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
17
Ibid
10

Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang


dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal
5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20
tahun ini PPNI memperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah,
dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi
kenyataannya hingga saat ini RUU Keperawatan berada pada urutan 250-
an pada program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang ada pada tahun
2007 berada pada urutan 160.
Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU
Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang
merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga pembahasan-
pembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di
masyarakat.18 Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan
pentingnya UU Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI.
Dalam UU Tentang praktik Keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang
ke-3 berbunyi:
“Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung
diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan kesehatan
lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah
Keperawatan berdasarkan kode etik dan standar pratik
keperawatan”.

Dan pasal 2 berbunyi:

“Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila


dan berdasarkan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat,
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan
serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan
Keperawatan”.

C. Liabilitas dalam praktek keperawatan

18
Redjeki, S, Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak
diterbitkan. 2002.
11

Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap


setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional,
seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab
terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan tindakannya.
Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang
dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal  kecerobohan dan
kelalaian.19
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan
kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi
yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini
merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam
keperawatan.20 Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam
praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak
kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam
praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat
mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat
menerima konsekuensi dari tindakan tersebut. 21

D. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.

Beberapa perundang-undangan yang melindungi  bagi pelaku dan


penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai
berikut:

 Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian


kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
 Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen
19
Supriadi, Hukum Kedokteran, Bandung: CV Mandar Maju, 2001, hlm.16.
20
Sampurno, B, Malpraktek dalam pelayanan kedokteran, Materi seminar tidak
diterbitkan. 2005.
21
Soenarto Soerodibroto, KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung
dan Hoge Road, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada. 2001.
12

 Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang


Rumah Sakit
 Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi
surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik
No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard
praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik
perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes
No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik
perawat.
 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek


keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan
perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh
karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus
memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek
hukum yang berlaku di Indonesia. 22 Fry (1990) menyatakan bahwa
akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab
dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat
dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat
dibenarkan atau absah.

E. Tanggung jawab profesi perawat

Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat
yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki
pendidikan profesi keperawatan yang sesuai dengan undang-undang

22
Staunton, P and Whyburn, B, Nursing and the law. 4thed.Sydney: Harcourt. 1997.
13

sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan pada orang yang


telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada
pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah
memiliki standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan
lamban. Karena Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka
sistem hirarki, dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan
tingkat sosial.23
Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan
profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan
kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang
memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut
sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239. sedangkan
kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada
perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu
Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin
Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau kelompok. 24
Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi
profesi, tidak boleh keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat
melakukan tindakan diluar kewenangan sebagaimana disebutkan dalam
pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari good samaritan law yang
memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat dimanifestasikan
ke dalam adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar pelayanan
profesi.25 Oragnisasi profesi  atau representatif dari masyrakat profesi
harus mampu melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-
disciplining, dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan
memenuhi standar.

23
Tonia, Aiken,  Legal, Ethical & Political Issues in Nursing, 2ndEd. Philadelphia. FA Davis.
1994.
24
Ibid
25
Ibid
14

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk


mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan
dengan moralitas.26 Etika profesi perawat mendasarkan ketentuan-
ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas
profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice,
truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi
bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam
bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau
dewan kehormatan etik.27
Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan
tanggung jawab perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana
yang dilakukannya. Jenis pidana yang mungkin dituntutkan kepada
perawat adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360
KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP), 28 yang
dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan
dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan
pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah
pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP).
Unsur kelalaian dapat dituntutkan kepada profesi perawat karena
kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian dalam
melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan medis.
Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di Rumah
Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau
pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan
pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk
kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi
perorangan.29

26
Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and
Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.
27
Supriadi,  Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju, 2001.
28
Ibid
29
Staunton, P and Whyburn, B. Nursing and the law. 4thed.Sydney: Harcourt. 1997.
15

F. Hal-hal dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014


 Pengaturan Keperawatan ini bertujuan untuk:

Pasal 3
Pengaturan Keperawatan bertujuan:
a. meningkatkan mutu Perawat;
b. meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan;
c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat
dan Klien; dan
d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

 Mengenai Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan diatur


dalam pasal 11 undang-undang ini:
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan harus memenuhi
Standar Nasional Pendidikan Keperawatan.
(2) Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun secara bersama oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan, asosiasi institusi pendidikan, dan Organisasi
Profesi Perawat.
(4) Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

 Mengenai Perizinan Praktik Keperawatan harus memenuhi :


Pasal 19
(1) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
16

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk
SIPP.
(3) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Perawat
menjalankan praktiknya.
(4) Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2), Perawat harus melampirkan:
a. salinan STR yang masih berlaku;
b. rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
c. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat
keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) SIPP masih berlaku apabila:
a. STR masih berlaku; dan
b. Perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam
SIPP.
 Mengenai Praktik Keperawatan diatur dalam pasal 28-35
 Mengenai Hak dan Kewajiban Perawat

Pasal 36
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar
prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien
dan/atau keluarganya.
c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah
diberikan;
17

d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan


kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai
dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik,
standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau
tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan
tingkat kompetensinya;
d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga
kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan
g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh
Pemerintah.

 Sementara itu hak dan kewajiban Klien:

Pasal 38
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a. mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang
tindakan Keperawatan yang akan dilakukan;
18

b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan


lainnya;
c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik,
standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang
akan diterimanya; dan
e. memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.

Pasal 39
(1) Pengungkapan rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 huruf e dilakukan atas dasar:
a. kepentingan kesehatan Klien;
b. pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum;
c. persetujuan Klien sendiri;
d. kepentingan pendidikan dan penelitian; dan
e. ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal 40
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
19

 Mengenai Sanksi diatur dalam:

Pasal 58
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1), Pasal
21, Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda administratif; dan/atau
d. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB III
20

PENUTUP

A. Simpulan
 Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik
Keperawatan dibutuhkan.
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan
konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok
desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan
hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Kedua, alasan yuridis. UU Nomor 36 tahun 2009, Pasal 63
ayat (4), secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Sedang pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwa tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin
meningkat.
 Akibat hukum bagi Perawat dalam menjalankan profesinya setelah
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
disahkan antara lain :
a. Adanya pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan
Klien;
b. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan harus
memenuhi Standar Nasional Pendidikan Keperawatan;
21

c. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki


izin;
d. Timbul hak dan kewajiban berdasarkan yang diatur oleh
Undang-Undang, sehingga menimbulkan sanksi;
e. Mengenai Sanksi, Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa:
 teguran lisan;
 peringatan tertulis;
 denda administratif; dan/atau
 pencabutan izin.

DAFTAR PUSTAKA
22

Brotowasisto. 1992. Ketentuan-ketentuan dalam UU kesehatan


No.23/92 ; Tentang kesehatan yang terkait dengan pelayanan
medik. Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI.

Depkes RI.1998.Standar Praktik keperawatan bagi perawat kesehatan ;


Jakarta : Departemen kesehatan

DPP PPNI. 1996. Standar Praktik keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Gillies. 1989. Nursing Managemen. System Approacher Edisi 2.


Philadephia : W.B Sauders Co

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan : Penerapan dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan : Penerapan dalam Praktik


Keperawatan Profesioanal. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika 

Anda mungkin juga menyukai