Anda di halaman 1dari 34

UNDANG-UNDANG KESEHATAN, KONSIL KEPERAWATAN, UNDANG-

UNDANG RUMAH SAKIT DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


YANG MENGATUR PELAYANAN KEPERAWATAN

A. UNDANG-UNDANG KESEHATAN
1. Pendahuluan
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas
cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi serta keadilan sosial(Pembukaan UUD 45.)
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya

pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian


pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di
antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang hams diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 945 (Rinaldo Prima, 2009)
. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan surnber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian
ecara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan
-untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 1
luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.

2. Penjabaran Undang-Undang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas
cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di
antaranya pembangunan kesehatan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian
secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan
untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara
luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan
ini tertuang ke dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 2
yang selanjutnya disebutkan ke dalam GBHN 1983 dan GBHN 1988
sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan.
Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring
dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya
perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi
informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik
oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

3. UU RI NO 36 TAHUN 2009 Tentang Kesehatan


a. Sejarah lahirnya Undang-Undang RI No 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
Undang-Undang RI No. 36 th 2009 tentang Kesehatan dibentuk
berdasarkan 5 (lima) pertimbangan (Lihat Konsideran UU No 36 Tahun
2009,), yaitu : Pertama, kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur
kesejahteraan. Kedua, prinsip kegiatan kesehatan yang
nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga, kesehatan
adalah investasi. Keempat, pembangunan kesehatan adalah tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat, dan yang Kelima adalah bahwa
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat(UU
RI No 36 Tentang Kesehatan, 2009)
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas
cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional
tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 3
yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya
pembangunan kesehatan. Selain itu kesehatan juga merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsaIndonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dengan adanya pokok pikiran tersebut maka
dirasa perlu melakukan perubahan paradigma upaya pembangunan
kesehatan, oleh karena itu sudah saatnya kita melihat persoalan
kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang
pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa
dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan
kuratif dan rehabilitative (Sampurno, 2011).
Menurut Leenen secara khusus perangkat hukum kesehatan
harus bisa menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia
yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan. Dalam rangka
implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-
undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang
berwawasan sakit. Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan
bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Dengan demikian karena undang-undang kesehatan terbaru ini
dianggap mampu menjawab kompleksitas pembangunan kesehatan
yang tidak terdapat (tertampung lagi) dalam undang-undang kesehatan
yang lama, maka undang-undang tersebut memuat ketentuan yang
menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada
daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk
mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan. Tentunya

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 4
hal ini merupakan suatu konsep baru dimana pengelolaan kesehatan
yang semula bersifat sentralistik saat ini menjadi otonom.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara

Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.


Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah.
Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat
dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab
tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya
permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang
baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan. Undang-undang kesehatan terbaru ini dalam
perkembangan memungkinakan masih menimbulkan konsep
pemahaman yang perlu dijabarkan lagi atau diatur lebih lanjut dengan
peraturan menteri kesehatan, atau telah dijabarkan sebagaimana
dicantumkan dalam “Pasal 203 pada saat Undang-Undang ini berlaku,
semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Undang-
Undang Kesehatan yang lama telah berganti dengan Undang-Undang
Kesehatan yang baru.
Sebagaimana ditunjukkan Pasal 204. Pada saat undang-undang
ini berlaku, tanggal 30 Oktober 2009 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3495) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan yang terdiri
dari 22 bab dan 205 pasal ini terbagi dalam sistematika berikut :
1) BAB I (Ketentuan Umum) menjelaskan tentang kesehatan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 5
2) BAB II (Asas dan Tujuan) tentang pembangunan kesehatan
3) BAB III (Hak Dan Kewajiaban) tentang setiap orang berhak atas
kesehatan
4) BAB IV (Tanggung Jawab Pemerintah)
5) BAB V (Sumber Daya DI Bidang Kesehatan) yang meliputi tenaga
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan perbekalan kesehatan.
6) BAB VI (Upaya Kesehatan) yang meliputi umum, pelayanan
Kesehatan (pemberian pelayanan, perlindungan pasien), pelayanan
Kesehatan tradisional, peningkatan Kesehatan dan pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan Kesehatan,
kesehatan reproduksi, keluarga berencana, Kesehatan sekolah,
Kesehatan olahraga, pelayanan pada bencana, pelayanan darah,
Kesehatan gigi dan mulut, Penanggulangan gangguan penglihatan
dan gangguan pendengaran, Kesehatan matra, pengamanan dan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan
makanan dan minuman, pengamanan zat adiktif, bedah mayat.
7) BAB VII (Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, Dan
Penyandang Cacat) yang meliputi Kesehatan ibu, bayi dan anak,
Kesehatan remaja, kesehatan lanjut usia dan penyandang cacat.
8) BAB VIII (Gizi)
9) BAB IX (Kesehatan Jiwa)
10) BAB X (Penyakit Menular Dan Tidak Menular) yang meliputi
penyakit menular, penyakit tidak menular.
11) BAB XI (Kesehatan Lingkungan) - BAB XII (Kesehatan kerja)
12) BAB XIII (Pengelolaan Kesehatan)
13) BAB XIV (Informasi kesehatan)
14) BAB XV (Pembiayaan Kesehatan)
15) BAB XVI (Peran Serta Masyarakat)
16) BAB XVII (Badan pertimbangn kesehatan) meliputi nama dan
kedudukan, peran tugas dan wewenang,.
17) BAB XVIII (Pembinaan dan Pengawasan) meliputi pembinaan,
pengawasan.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 6
18) BAB XIX (Penyidikan)
19) BAB XX (Ketentuan Pidana)
20) BAB XXI (Ketentuan Peralihan)
21) BAB XXII (Ketentuan Penutup)
Bila dibandingkan dengan undang-undang kesehatan terdahulu,
maka dapat terlihat sistimatika dari Undang Undang Nomor 23 tahun
1992 Tentang Kesehatan yaitu : Bab I Ketentuan Umum, Bab II Asas
dan Tujuan, Bab III Hak dan Kewajiban Hak, Bab IV Tanggung Jawab
Pemerintah, Bab V Upaya Kesehatan, Bab VI Sumber Daya Kesehatan
Sumber, Bab VII Peran Serta Masyrakat Masyarakat, Bab VIII
Pembinaan dan Pengawasan, Bab IX Penyidikan, Bab X Ketentuan
Pidana, Bab XI Ketentuan Peralihan dan Bab XII Ketentuan Penutup.

b. Beberapa Problematika UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan


UU kesehatan No.36 tahun 2009 merupakan salah satu Undang-
Undang yang dikeluarkan Pemerintah untuk menjalankan kewajibannya
dalam bidang kesehatan. Tetapi kebanyakan masyarakat luas belum
mengetahui apa isi UU tersebut, bahkan mahasiswa yang bidangnya
terkait dengan kesehatan sekalipun. UU kesehatan No.36 tahun 2009
tersebut pada dasarnya merupakan peraturan tentang kesehatan yang
memberikan penjelasan tentang kesehatan, pengaturan pemberian
sediaan farmasi, serta aturan-aturan yang mendukung segala kegiatan
medis.
Dasar pengaturan dari UU kesehatan No.36 tahun 2009
berlandaskan Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
isinya secara garis besar tanggung jawab negara untuk menjamin
kesejahteraan rakyatnya dengan cara penyediaan fasilitas kesehatan,
peraturan perundangan, serta persamaan hak dan keadilan warga
negaranya. Sedangkan bila dilihat dari sisi pertimbangan pemerintah
UU ini mempunyai lima pertimbangan yaitu : pertama; kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan merupakan kesejahteraan yang harus

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 7
diwujudkan, kedua; upaya prinsip kesehatan yang nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan, ketiga; upaya pembangunan
harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan tanggung jawab semua

pihak baik pemerintah dan masyarakat, keempat; menggantikan


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dari ringkasan di atas kita
dapat sedikit mengerti isi UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang telah
mencakup peraturan kesehatan yang luas yang artinya seluruh tujuan
dah harapan pemerintah telah tercakupi dalam UU tersebut seperti
tujuan dalam UUD 1945 yang telah dimasukkan dalam UU No. 36
tahun 2009, walaupun begitu masih terdapat beberapa kekurangan
dalam UU tersebut seperti masyarakat tidak diperuntukkan untuk
masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik
investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek
pembangunan kesehatan, karena isi UU tersebut diperuntukkan untuk
petugas kesehatan dan pemerintah sebagai landasan hukum mereka.
Beberapa pasal dalam UU tersebut memiliki fungsi yang sangat
vital seperti ancaman pidana dan prosedur pemberian obat-obatan. Dan,
dalam hal ini telah terjadi beberapa kasus. Kasus yang paling krusial
adalah mengenai Gugatan Perawat (Misran S.Km). Dalam kasus ini,
Saudara Misran S.Km, seorang yang berprofesi sebagai perawat dan
bekerja sebagai Kepala Puskesmas Pembantu Kuala Samboja, Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur yang mengajukan gugatan kedua
terhadap UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009.
Saudara Misran menggugat UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
dikarenakan dia dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena melakukan
pelanggaran atas UU kesehatan No.23 Tahun 1992 dengan sangkaan
menyimpan dan menyerahkan obat daftar G kepada pasien tanpa
melalui resep dokter pada Maret 2009 lalu. Hal-hal yang digugat antara
lain : mengenai penghapusan terhadap pasal 108 ayat (1) UU kesehatan
No.36 tahun 2009 beserta Penjelasan Pasal 108 ayat (1) dan peninjauan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 8
atas pasal 190 ayat (1) UU kesehatan tersebut yang terkait dengan
sanksi atas penolakan pekerjaan kesehatan seperti yang dimandatkan
pasal 32 ayat (2) dan pasal 85 ayat (2). Gugatan Misran terdaftar dalam
Mahkamah Konstitusi dengan perkara nomor 12/PUU-VIII/2010
Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan Terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Gugatan Misran adalah ingin menghapus pasal 108 ayat (1) UU
kesehatan No.36 tahun 2009 beserta Penjelasan Pasal 108 ayat (1) yang
isinya : “Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,bahan obat
dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.” Sedangkan isi penjelasannya : “Yang
dimaksud dengan “tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah tenaga
kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal
tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya
antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat, yang
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Bila kita
teliti,praktik kefarmasian memang harus dijalankan oleh tenaga
kefarmasian karena tenaga kefaramsian memang dilatih untuk
menangani pemberian atau pengadaan barang farmasi karena bila yang
memberikan barang kefarmasian bukan tenaga terlatih bisa-bisa terjadi
kesalahan pemberian dan mengakibatkan kerugian bagi sang pasien.
Dalam penjelasan tertulis dikatakan bahwa bila tidak ada tenaga
kefarmasian, kewenangan dapat diambil alih oleh tenaga kesehatan
yaitu dokter dan/atau dokter gigi, bidan, danperawat walaupun secara
terbatas.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 9
Pasal tersebut telah secara rinci menjelaskan wewenang dan
tanggung jawab tenaga kesehatan dalam menangani pemberian barang
kefarmasian agar tidak timbul kesalahan dalam pemberian barang
kefarmasian sehingga meminimalkan kasus malpraktek. Jadi alasan
Misran ingin menghapus pasal tersebut tidaklah masuk akal dan
ambigu. Bayangkan bila semua orang yang tidak terlatih memberikan
produk kefarmasian secara sembarangan, pasti akan muncul banyak
kasus malpraktek yang terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab.
Selanjutnya gugatan kedua yaitu peninjauan atas pasal 190 ayat
(1) UU kesehatan tersebut yang terkait dengan sanksi atas penolakan
pekerjaan kesehatan seperti yang dimandatkan pasal 32 ayat (2) dan
pasal 85 ayat (2). Pasal 32 ayat 2 yaitu: “Dalam keadaan darurat,
fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang
menolak pasien dan/atau meminta uang muka.” Sedangkan pasal 85
ayat 2 isinya: “Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih
dahulu.” Dari kedua pasal tersebut dikatakan setiap pemberi layanan
kesehatan tidak boleh mengambil keuntungan dan mendahulukan
keselamatan pasien dalam keadaan darurat. Oleh sebab itu tiap pekerja
berkewajiban untuk mengutamakan keselamatan pasien, mungkin ini
alasan Misran memberikan obat golongan G pada pasiennya karena
dianggap dalam posisi darurat saat itu. Dari pasal di atas tindakan
yang dilakukan Misran memang benar tetapi hal ini bukan alasan untuk
meninjau ulang pasal 190 ayat 1 yang isinnya : “ Pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).” Bila kita teliti kedua pasal ini berhubangan, bila

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 10
tenaga kesehatan tidak mentaati aturan pasal 32 ayat 2 dan 25 ayat 2
maka akan diberi sanksi seperti di atas. Bila memang Misran
memberikan obat karena berlandaskan pasal tersebut seharusnya pasal-
pasal tersebut dapat menjadi pembelaan dirinya ketika
disidang pengadilan selain masalah dia menyimpan obat golongan G
karena ini memang ada pasal khusus tersendiri dan tidak ada sangkut
pautnya tentang UU no. 36 tahun 2009.
Pembahasan pasal-pasal yang digugat oleh Misran sangatlah
ambigu karena sasaran penggugatan dan masalah yang dialaminya
sangat tidak berhubungan. Dari sudut pandang yang lain pasal-pasal
yang digugat mungkin sudah benar. Gugatan yang sangat tidak masuk
akal adalah gugatan mengenai yang ingin menghapus pasal 108 ayat (1)
UU kesehatan No.36 tahun 2009 beserta penjelasan Pasal 108 ayat (1),
alasan gugatannya sangat tidak jelas karena bila pasal ini dihapuskan
malah akan merugikan masyarakat dan pasien. Bisa saja gugatan ini
mempunyai alasan lain di belakangnya yang memiliki kepentingan dan
tujuan parsial tanpa memikirkan dampaknya.

B. KONSIL KEPERAWATAN
1. Pendahuluan
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui
pemberian pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya
kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga non-kesehatan. Perawat
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai penyelenggara
Praktik Keperawatan, pemberi Asuhan Keperawatan, penyuluh dan
konselor bagi Klien, pengelola Pelayanan Keperawatan, dan peneliti
Keperawatan. Pelayanan Keperawatan yang diberikan oleh Perawat
didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu keperawatan
yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien, perkembangan ilmu
pengetahuan, dan tuntutan globalisasi. Pelayanan kesehatan tersebut
termasuk Pelayanan Keperawatan yang dilakukan secara bertanggung
jawab, akuntabel, bermutu, dan aman oleh Perawat yang telah

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 11
mendapatkan registrasi dan izin praktik. Praktik keperawatan sebagai
wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan dilaksanakan secara mandiri
dengan berdasarkan pelimpahan wewenang, penugasan dalam keadaan
keterbatasan tertentu, penugasan dalam keadaan darurat, ataupun
kolaborasi.
Untuk menjamin pelindungan terhadap masyarakat sebagai
penerima Pelayanan Keperawatan dan untuk menjamin pelindungan
terhadap Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan, diperlukan
pengaturan mengenai keperawatan secara komprehensif yang diatur dalam
undang-undang. Selain sebagai kebutuhan hukum bagi perawat,
pengaturan ini juga merupakan pelaksanaan dari mutual recognition
agreement mengenai pelayanan jasa Keperawatan di kawasan Asia
Tenggara. Ini memberikan peluang bagi perawat warga negara asing
masuk ke Indonesia dan perawat Indonesia bekerja di luar negeri untuk
ikut serta memberikan pelayanan kesehatan melalui Praktik Keperawatan.
Ini dilakukan sebagai pemenuhan kebutuhan Perawat tingkat dunia,
sehingga sistem keperawatan Indonesia dapat dikenal oleh negara tujuan
dan kondisi ini sekaligus merupakan bagian dari pencitraan dan dapat
mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia di bidang kesehatan.
Atas dasar itu, maka dibentuk Undang-Undang tentang
Keperawatan untuk memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum
serta untuk meningkatkan, mengarahkan, dan menata berbagai perangkat
hukum yang mengatur penyelenggaraan Keperawatan dan Praktik
Keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Undang-
Undang ini memuat pengaturan mengenai jenis perawat, pendidikan tinggi
keperawatan, registrasi, izin praktik, dan registrasi ulang, praktik
keperawatan, hak dan kewajiban bagi perawat dan klien, kelembagaan
yang terkait dengan perawat (seperti organisasi profesi, kolegium, dan
konsil), pengembangan, pembinaan, dan pengawasan bagi perawat, serta
sanksi administratif (Penjelasan UU No 28 Th 2014).

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 12
2. Tinjauan Konsil Keperawatan
Harapan utama dari para perawat Indonesia adalah dengan adanya
undang-undang ini, dapat memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat penerima jasa pelayanan keperawatan, dan menjamin perawat
memperoleh kepastian hukum atas risiko kerja yang dilaksanakan.
Meskipun demikian, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan
seluruh perawat Indonesia dengan leading sectornya adalah organisasi
profesi, sebagai badan regulator dalam profesi keperawatan di Indonesia
untuk sinkronisasi aturan terkait.
Sinkronisasi peraturan terkait pelaksanaan undang-undang
keperawatan yang masih harus diperjuangkan perawat Indonesia adalah 8
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), 1 Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes/SK Menkes), 3 Peraturan Menteri Pendidikan
(Permendik), 1 Keputusan Menteri Pendidikan (Kepmendik/SK Mendik),
3 Peraturan Konsil, 1 Peraturan Organisasi Profesi, 3 Peraturan
Pemerintah dan 1 Peraturan Presiden (Permenkes, 2018).
Delapan Permenkes yang harus diperjuangkan perawat adalah aturan
tentang; (1) jenis perawat, (2) perijinan perawat, (3) tata cara proses
evaluasi kompetensi bagi perawat WNI lulusan luar negeri, (4) kebutuhan
pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan dalam suatu wilayah, (5) tugas
dan wewenang perawat, (6) keadaan darurat, (7) rahasia kesehatan klien,
(8) pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, konsil keperawatan, dan organisasi
profesi. Satu SK Menkes tentang standar kompetensi perawat. Tiga
peraturan menteri pendidikan tentang (1) persyaratan fasilitas pelayanan
kesehatan sebagai wahana pendidikan, (2) ketentuan kuota nasional
penerimaan mahasiswa, (3) tatacara pelaksanaan uji kompetensi. Satu SK
Mendik tentang standar nasional pendidikan keperawatan (Ah. Yusuf,
2015).

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 13
Tiga peraturan konsil tentang (1) persyaratan telah mengabdikan diri
sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya, dan memenuhi
kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau
kegiatan ilmiah lainnya, (2) tatacara regestrasi dn regestrasi ulang, (3)
pelaksanaan fungsi dan tugas konsil. Satu peraturan organisasi profesi
tentang kolegium keperawatan. Tiga peraturan pemerintah tentang (1)
kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen pada wahana pendidikan
keperawatan, (2) pendayagunaan dan praktik perawat warga negara asing,
dan (3) tatacara pengenaan sanksi administratif. Satu Peraturan Presiden
tentang susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, dan
keanggotaan konsil keperawatan. Semua aturan diatas harus terus
diperjuangkan perawat Indonesia agar undang-undang keperawatan dapat
sinkron, sejalan dengan berbagai aturan pemerintah lainnya.
Selama ini perawat Indonesia bergabung dengan Dewan Konsil
Keperawatan Internasional sejak tahun 2003, namun Indonesia belum
punya badan konsil keperawatan. Perawat Indonesia yang di bawahi PPNI
masih tertinggal dan masih berjuang menata profesi. Masalah tersebut
semakin di anggap serius sehingga eksekutif dan legislatif membentuk
Undang-undang pada tahun 2014. Undang-undang yang dimaksud
merupakan titik awal keperawatan Indonesia. Tentang pembentukan konsil
keperawatan diatur dalam UU NO.38 Tahun 2014.
Konsil keperawatan di bawah naungan Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia (KTKI). Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 90 tahun 2017
tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang didalam nya
terdapat 3 konsil yakni Konsil Keperawatan, Konsil Kefarmasian, dan
Konsil Tenaga Kesahatan lainnya. Perpres ini merupakan peraturan
pemerintah turunan dari UU No. 38/2014 tentang keperawatan. Konsil
Keperawatan menaungai berbagai jenis perawat. Keanggotaan Konsil
Keperawatan adalah terdiri atas unsur pemerintah, Organisasi Profesi
Keperawatan, Kolegium Keperawatan, asosiasi institusi pendidikan
keperawatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan dan tokoh masyarakat.
Dalam mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan dan standar

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 14
pendidikan tinggi bagi perawat profesi ditangani oleh anggota konsil yaitu
Kolegium Keperawatan.

3. Devinisi Konil Keperawatan


Pengertian Konsil Keperawatan Menurut UU No. 38 Tahun 2014,
Pasal 47 ayat (1), Konsil Keperawatan adalah lembaga yang melakukan
tugas secara independen. Untuk meningkatkan mutu praktik keperawatan
dan untuk memberikan perlindungan serta kepastian hukum kepada
perawat dan masyarakat, dibentuk Konsil Keperawatan. Konsil
keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari
Tenaga Kesehatan Indonesia. Konsil Keperawatan berkedudukan di
ibukota Negara Republik Indonesia.(Naskah Konsil Keperawatan, 2014)

4. Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Keperawatan


Fungsi Konsil Keperawatan Menurut UU No.38 Tahun 2014 pasal
49 ayat (1) yaitu fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan Perawat
dalam menjalankan praktik keperawatan.

5. Tugas Konsil Keperawatan


Menurut UU No. 38 Tahun 2014 pasal 49 ayat (2) :
1) Melakukan Registrasi perawat
2) Melakukan pembinaan perawat dalam menjalankan keperawatan
3) Menyusun standar pendidikan tinggi keperawatan
4) Menyusun praktik dan standar kompetensi perawat
5) Menegakkan disiplin praktik keperawatan

6. Wewenang Konsil Keperawatan


Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Pasal 50; a) Menyetujui dan
menolak permohonan Registrasi Perawat, termasuk perawat Negara asing;
b) Menerbitkan atau mencabut STR; c) Menyelidiki dan menangani
masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi perawat; d)
Menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi perawat; dan e)

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 15
Memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi Pendidikan
Keperawatan

7. Pendanan Konsil Keperawatan


Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Keperawatan
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber
lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

8. Keanggotaan Konsil Keperawatan


Keanggotaan Konsil Keperawatan terdiri atas unsur Pemerintah,
Organisasi Profesi Keperawatan, Kolegium Keperawatan, asosiasi Institusi
Pendidikan Keperawatan, asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
tokoh masyarakat. (2) Jumlah anggota Konsil Keperawatan paling banyak
9 (sembilan) orang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan
organisasi, pengangkatan, pemberhentian, dan keanggotaan Konsil
Keperawatan diatur dengan Peraturan Presiden.

C. UNDANG-UNDANG RUMAH SAKIT DAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PELAYANAN
KEPERAWATAN
1. Pendahuluan
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan
melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem
kesehatan nasional.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 16
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap
orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34
ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan
dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan
organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan
perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat
yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian
pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan
dalam Rumah Sakit.
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud
memiliki makan tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung
jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit memerlukan biaya
operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya,
sehingga perlu didukung dengan ketersediaan pendanaan yang cukup dan
berkesinambungan. Antisipasi dampak globalisasi perlu didukung dengan
peraturan perundang-undangan yang memadai.
Peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar
penyelenggaraan Rumah Sakit saat ini masih pada tingkat Peraturan
Menteri yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan. Dalam rangka
memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan,
mengarahkan dan memberikan dasar bagi pengelolaan Rumah Sakit
diperlukan suatu perangkat hukum yang mengatur Rumah Sakit secara
menyeluruh dalam bentuk Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara,
2009).

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 17
Peraturan Pemerintah RI No 47 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan 1. PP ini berisi tentang; 1)
Pengertian Rumah Sakit Rumah Sakit adalah Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat;2) Pengertian Akreditasi Akreditasi adalah
pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan
penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar Akreditasi;
3)Pengertian Pasien Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang


Rumah Sakit
Dalam Undang-Undang ini dituliskan secar agaris besar, antara lain :
a. Bab I Ketentuan Umum
1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
2) Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut.
3) Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 4. Pasien
adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah
Sakit. 5. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 18
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
b. Bab Ii Asas Dan Tujuan
1) Pasal 2 : Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas,
manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial.
2) Pasal 3 Tujuan : Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit
bertujuan:
a) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan;
b) Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit;
c) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit; dan
d) Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
c. Bab Iii Tugas Dan Fungsi
1) Pasal 4 : Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna.
2) Pasal 5 : Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan
melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua
dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 19
c) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan; dan
d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
d. Bab Iv Tanggung Jawab Pemerintah Dan Pemerintah Daerah
e. Bab V Persyaratan
1) Bagian kesatu : umum
2) Bagian kedua : lokasi
3) Bagian ketiga : bangunan
4) Bagian keempat : Prasarana
5) Bagian kelima : sumber daya manusia
a) Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit
harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis
dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan
tenaga nonkesehatan.
b) Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan
klasifikasi Rumah Sakit.
c) Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang
melakukan praktik atau pekerjaan dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit.
Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap
dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
6) Bagian keenam : Kefarmasian
a) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat harus menjamin ketersediaan sediaan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 20
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat,
aman dan terjangkau.
b) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
c) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan
habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi farmasi sistem satu pintu.
d) Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi
Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga
patokan yang ditetapkan Pemerintah.
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
7) Bagian ketujuh : Peralatan
f. Bab Vi Jenis Dan Klasifikasi
1) Bagian kesatu : jenis
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya.
2) Bagian kedua : Klasifikasi
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan
rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas
dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. (2) Klasifikasi
Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas : a. Rumah Sakit umum kelas A; b. Rumah Sakit
umum kelas B c. Rumah Sakit umum kelas C; d. Rumah
Sakit umum kelas D. (3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Rumah
Sakit khusus kelas A; b. Rumah Sakit khusus kelas B; c.
Rumah Sakit khusus kelas C. (4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 21
g. Bab Vii Perizinan
h. Bab Viii Kewajiban Dan Hak
1) Bagian kesatu : Kewajiban Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
a) memberikan informasi yang benar tentang pelayanan
Rumah Sakit kepada masyarakat;
b) memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
Rumah Sakit;
c) memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai
dengan kemampuan pelayanannya;
d) berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e) menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak
mampu atau miskin;
f) melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan
fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan
gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan
korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial
bagi misi kemanusiaan;
g) membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien;
h) menyelenggarakan rekam medis;
i) menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara
lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang
cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j) melaksanakan sistem rujukan;
k) menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan;

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 22
l) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
hak dan kewajiban pasien;
m) menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n) melaksanakan etika Rumah Sakit;
o) memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
p) melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan
baik secara regional maupun nasional;
q) membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan
lainnya;
r) menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah
Sakit (hospital by laws);
s) melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua
petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t) memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai
kawasan tanpa roko
Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a. teguran; b.
teguran tertulis; atau c. denda dan pencabutan izin Rumah
Sakit. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.

2) Bagian kedua : Hak Rumah Sakit


a) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak: a. menentukan jumlah,
jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan
klasifikasi Rumah Sakit; b. menerima imbalan jasa
pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam
rangka mengembangkan pelayanan; d. menerima bantuan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 23
dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan; e. menggugat pihak yang
mengakibatkan kerugian; f. mendapatkan perlindungan
hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; g.
mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah
Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah
Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai
Rumah Sakit pendidikan.
b) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan
sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan
Peraturan Menteri.
c) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana
dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3) Bagian Ketiga Kewajiban Pasien
a) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit
atas pelayanan yang diterimanya.
b) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur
dengan Peraturan Menteri.
4) Bagian Keempat Hak Pasien
Setiap pasien mempunyai hak:
a) memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit
b) memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
d) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
e) memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 24
f) mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan;
g) memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
j) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
k) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit
yang dideritanya;
l) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit;
o) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah
Sakit terhadap dirinya;
p) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 25
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

i. Bab Ix Penyelenggaraan
1) Bagian Kesatu Pengorganisasian
a) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif,
efisien, dan akuntabel.
b) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala
Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan
medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite
medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum
dan keuangan.
2) Bagian Kedua Pengelolaan Klinik
3) Bagian Ketiga Akreditasi
4) Bagian Keempat Jejaring dan Sistem Rujukan
5) Bagian Kelima Keselamatan Pasien :
a) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
b) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
c) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh Menteri.
d) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan
untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
6) Bagian Keenam Perlindungan Hukum Rumah Sakit

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 26
Pasal 44 :
a) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi
kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
b) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
c) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit
untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak
jawab Rumah Sakit.

Pasal 45

1) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila


pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
7) Bagian Ketujuh Tanggung jawab Hukum:
Pasal 46 : Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
8) Bagian Kedelapan Bentuk
j. Bab X Pembiayaan
k. Bab Xi Pencatatan Dan Pelaporan
l. Bab Xii Pembinaan Dan Pengawasan
a) Bagian kesatu : umum
b) Bagian Kedua Dewan Pengawas Rumah Sakit
c) Bagian Ketiga Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
m. Bab XIII Ketentuan Pidana
n. Bab XIV Ketentuan Peralihan
o. Bab XV Ketentuan Penutup

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 27
3. Hukum Terkait
Pada BAB 3 Pasal 27 Ayat (1) tentang kewajiban Rumah Sakit
disebutkan bahwa rumah sakit melindungi dan memberikan bantuan
hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas.
Antarala lain dengan:
1) Memberikan konsultasi hukum
2) Memfasilitasi proses mediasi dan proses pengadilan
3) Memberikan advokasi hukum
4) Memberikan pendampingan dalam penyelesaian sengketa medik
5) Mengalokasikan anggaran untuk pendanaan proses hukum dan ganti
rugi.
e) Pasal 71 ayat (1) sanksi administratif dikenakan kepada Rumah Sakit
berdasarkan laporan dugaan pelanggaran yang berasal dari pengaduan
keluarga korban.
1) Pasal 75 ayat (1) disebutkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah setelah menerima laporan dugaan pelanggaraan melakukan
pemeriksaan dengan cara membentuk tim panel yang bersifat ad hoc
untuk menindaklanjuti l
2) Hukum Terkait
Pada BAB 3 Pasal 27 Ayat (1) tentang kewajiban Rumah Sakit
disebutkan bahwa rumah sakit melindungi dan memberikan bantuan
hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas.
Dilaksanakan dengan:
a) Memberikan konsultasi hukum
b) Memfasilitasi proses mediasi dan proses pengadilan
c) Memberikan advokasi hukum
d) Memberikan pendampingan dalam penyelesaian sengketa
medic
e) Mengalokasikan anggaran untuk pendanaan proses hukum dan
ganti rugi

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 28
4. Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Pelayanan Keperawatan
Peraturan Perundang-undanagan yang terkait dengan Pelayanan
Keperawatan antara lain:
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494)
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607)
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 307,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612)
6. PMK No. 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 38
Tahun 2018 tentang Keperawatan.
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai: a. jenis Perawat; b.
perizinan; c. penyelenggaraan Praktik Keperawatan; d. praktik mandiri
Perawat; e. kebutuhan pelayanan kesehatan/Keperawatan dalam suatu
wilayah; dan f. pembinaan dan pengawasan.

5. Peratuaran Perundang-undangan yang Mengatur Pelayanan Keperawatan


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat, Pasal 10 yaitu dalam keadaan darurat untuk
menyelamatkan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 29
kejadian, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan dan
Pasal 10 ayat (2) yaitu bagi perawat yang melakukan praktik di daerah
yang tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewewenang.
Perawat yang secara kompetensi maupun administratif untuk
menyelenggarakan praktik keperawatan berdasarkan pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
menyatakan,“Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib
memilik ST.
Berdasarkan Undang-Undang Praktik Keperawatan di atas, setiap
perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang di keluarkan
oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten atau kota tempat
dilakukannya praktik keperawatan yang bersangkutan.
Dalam delegasi dituntut adanya dasar hukum pemberian delegasi,
karena dalam suatu pendelegasian terjadi suatu penyerahan kewenangan
dari satu pihak ke pihak lain yang ditunjuk untuk menjalankan suatu
kewenangan. Sedangkan pada atribusi terjadi pemberian kewenangan dari
pihak sendiri yang tanpa ditunjuk menjalankan kewenangan itu.
a. UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
1) Definisi Pelayanan Keperawatan
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,
baik sehat maupun sakit.
2) Isi Bab dan Isi Secara Garis Besar
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak;
a) memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b)
memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 30
dan/atau keluarganya; c) menerima imbalan jasa atas Pelayanan
Keperawatan yang telah diberikan; d) menolak keinginan Klien
atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar
pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan e) memperoleh
fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan
berkewajiban; a) melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan
Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan Keperawatan dan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b) memberikan
Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan.

b. Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan


Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik
Keperawatan dibutuhkan, antara lain :
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi
besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah
dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan
perbatasan.
Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi
dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi
objek hokum Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi,
berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang
teguh etika profesi. (Disamping itu, Undang-Undang ini Leah curtin &
M.Josephine Flaherty, 1992) memiliki tujuan, lingkup profesi yang
jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak
(masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas,

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 31
efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan
kesesuaian interprofesional
Kedua, alasan yuridis. UU Nomor 36 tahun 2009, Pasal 63 ayat
(4), secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan
atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 27 ayat
(1), menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya. Ditambah lagi, pasal 24 bahwa Tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional. Disisi lain secara teknis
telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan
No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin
meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam
pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan,
ke paradigmasehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan
keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang
bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan
memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia
kesehatan . Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus
professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan
memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode
etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 32
asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang
ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan
.Fenomene “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan
yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit
dihindari.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 33
REFRENSI

Ah. Yusuf. (2015). Implikasi UU Keperawatan terhadap Praktik Keperawatan,


Seminar Keperawatan Implikasi Undang Undang Keperawatan terhadap
Praktik Mandiri Keperawatan; PPNI Kab. Mojokerto; 11 April 2015.
Keperawatan, U. N. 38 T. 2014 T. (n.d.). Undang-Undang RI No 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan.
Leah curtin & M. Josephine Flaherty. (1992). Nursing Ethics; Theories and
Pragmatics, Maryland: Robert J.Brady CO.
Lihat Konsideran UU No 36 Tahun 2009. (2009). Konsideran menimbang
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Naskah Konsil Keperawatan, 2014. (n.d.). Pengertian Konsil Keperawatan
Menurut UU No. 38 Tahun 2014, Pasal 47 ayat (1), Konsil Keperawatan
adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen. Untuk
meningkatkan mutu praktik keperawatan dan untuk memberikan
perlindungan serta kepastian hukum ke.
Negara, T. L. (2009). Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Permenkes. (208 C.E.). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4
Tahun2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang
Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
Rinaldo Prima. (2009). Analisis Yuridis Materi Muatan Pasal 113 UU NO. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan Terhadap UUD Negara (Issue 36).
Universitas Islam Indonesia.
Sampurno, B. (2011). Laporan Akhir Tim Penyusunan Kompendium Hukum
Kesehatan.
UU RI No 36 Tengtang Kesehatan. (2009). Dasar mengingat dari Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah Undang- Undang
Dasar tahun 1945 Negara Republik Indonesia. Undang-undang kesehatan
yang terbaru ini terdiri dari 22 bab dan 205 pasal, serta penjelasannya.
UU 45 (n.d.). Pembukaan Undang-Undang Dasar 45.
ht~://dinke~.~alembang.go.id/tamp~ng/d0k~menldokumen-37-36.df Diakses
pada tanggal 19 September 2021 pukul 20.00 WITA.

Undang-Undang Kesehatan, Konsil Keperawatan, Undang-Undang Rumah Sakit Dan


Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pelayanan Keperawatan Page 34

Anda mungkin juga menyukai