Anda di halaman 1dari 36

RINGKASAN KEBIJAKAN KESEHATAN I

DISUSUN OLEH

DELVAN TRIMAYOLANDA

213310720

DOSEN PEMBIMBING

Tasman, SKp, M.Kep, Sp.Kom

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2022
1. Pembahasan UU No.36 Tahun 204 Tentang Tenaga Kesehatan

Nakes dalam UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah setiap


orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Nakes diatur tersendiri dengan Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor


36 Tahun 2014 tentang Nakes. UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
merupakan pelaksanaan amanat ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063)

 Latar Belakang
Pertimbangan pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan adalah:
 bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat
 bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada
seluruh masyarakat
 bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan
moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus
menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan
pelatihan
 bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap
individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat
 Dasar Hukum
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan adalah:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Pembahasan Uu No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan


adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Setiap orang berhak atas kesehatan.

 Status UU No. 36 Tahun 2009


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 mencabut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3495).

 Latar Belakang Disahkannya UU No. 36 Tahun 2009


Latar belakang yang menjadi pertimbangan disahkannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah:
a. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan
b. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam
rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional;
c. Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada
masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar
bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
juga berarti investasi bagi pembangunan negara;
d. Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan
kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan
kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik
Pemerintah maupun masyarakat;
e. Bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum
dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-
Undang tentang Kesehatan yang baru;

 Landasan Hukum UU No. 36 Tahun 2009


Landasan keluarnya UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah Pasal
20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pembahasan Uu No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan

Perawat menurut UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah seseorang


yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun
sehat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang


Keperawatan disahkan oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggal 17 Oktober 2014 dan UU Keperawatan mulai diberlakukan setelah
diundangkan oleh Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta. UU 38 tahun 2014
tentang Keperawatan dietempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 307 dan Penjelasan Atas UU 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5612 pada tanggal 17 Oktober 2019.

 Latar Belakang UU No. 38 tahun 2014 Tentang keperawatan


Latar belakang disahkannya UU Nomor 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan adalah :
a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan
nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan
pembangunan Kesehatan.
b. bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan.
c. bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara
bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat
yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi.
d. bahwa mengenai keperawatan perlu diatur secara komprehensif dalam
Peraturan Perundang-undangan guna memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Keperawatan.

4. Kebijakan Dan Program Pemerintang Dalam Mengatasi Pandemi


Covid 19

 Modifikasi Kebijakan dalam Menghadapi Covid-19


Indonesia sendiri memodifikasinya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) yang diberlakukan per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota
berdasarkan tingkat keparahan wabah yang penilaiannya ditentukan oleh
pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan. Aturan pelaksanaan PSBB
tersebut diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar. Selain itu aturan mengenai PSBB juga diatur
dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. PP dan Keppres tersebut ditandatangani
Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020.

 Dampak Terhadap Perekonomian


 Pertama, krisis utang yang sedang berlangsung tidak terbatas pada
negara-negara berkembang yang termiskin saja, tetapi juga
berpengaruh pada semua kategori pendapatan.
 Kedua, pada umumnya, tidak disebabkan oleh salah urus ekonomi
di dalam negeri, tetapi oleh salah urus ekonomi dan keuangan di
tingkat global.

 New Normal dan Kebijakan Penyesuaian PSBB


Indonesia telah melaksanakan masa tanggap darurat penanganan covid sejak
awal Maret 2020, kemudian disusul modifikasi kebijakan karantina wilayah
menjadi PSBB dimulai pada 10 April 2020 di Jakarta, kemudian disusul beberapa
kota satelit Jakarta, lalu diikuti wilayah lain dalam lingkup provinsi, kabupaten,
atau kota yang menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus secara signifikan.
Walaupun kebijakan PSBB tidak dilaksanakan serentak ke seluruh wilayah,
dampaknya terhadap sosial ekonomi masyarakat tetap terasa se-Indonesia.

Pada 28 Mei 2020 Pemerintah Pusat melalui Menteri Perencanaan


Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada 28 Mei 2020 dalam jumpa pers
bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Tim Pakar Gugus Tugas
Penanganan Covid-19 menyampaikan Protokol Masyarakat Produktif dan Aman
Covid-19 menuju Normal Baru (new normal), hidup berdampingan dengan
Covid-19. Pemerintah menyebutnya ‘Penyesuaian PSBB’,

 Perencanaan Pembangunan Indonesia


Pemerintah Indonesia sendiri baru merampungkan penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 ketika pandemi
Covid-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, yang dituangkan Peraturan Presiden
No. 18 tahun 2020 pada tanggal 14 Februari 2020. Dokumen yang menjadi
pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan pembangunan
untuk masa 5 tahun ke depan itu disusun ketika Indonesia belum punya catatan
kasus Covid-19, sehingga seluruh asumsi yang melandasinya berdasarkan keadaan
normal.

 Kebijakan Pemerintah Menangani Covid-19 Sepanjang Semester II 2020


Sepanjang Semester II-2020, Pemerintah Indonesia terus berupaya menangani
Covid-19, termasuk dengan kampanye massal memakai masker, menjaga jarak,
dan mencuci tangan dengan sabun (3M). Pada akhir tahun 2020, pemerintah mulai
menetapkan program vaksinasi nasional.

Memasuki era new normal, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian


meluncurkan buku vaksinasi Covid-19 bersamaan dengan dilaksanakannya
diskusi panel terkait tantangan, capaian, dan evaluasi vaksinasi Covid-19
Kebijakan Stimulus yang dilakukan Pemerintah untuk Menjamin Pasokan

 Kebijakan Stimulus yang dilakukan Pemerintah untuk Menjamin Pasokan


Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah seluruh negara di
dunia membuat stimulus yang substansial dan koordinasi internasional untuk
mencegah dampak ekonomi dari Covid-19. Pemerintah Indonesia akan
mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang merupakan kebijakan stimulus
kedua untuk menjamin kelancaran lalu lintas ekspor dan impor barang.
Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan paket kebijakan stimulus pertama
dengan memberikan insentif untuk wisatawan mancanegara agar pariwisata
Indonesia terus bergerak.

 Kebijakan pemerintah tentang Berpergian


Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
menerbitkan aturan terbaru tentang syarat penerbangan. Aturan tertuang dalam
Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2021. Aturan itu
merupakan perubahan atas SE Nomor 88/2021 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi
Covid-19. "Penerbitan SE baru tersebut mengacu pada Addendum Kedua SE
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Nomor 21/2021.

5. Kebijakan Dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Diare

Diare merupakan kondisi dimana seseorang buang air besar dengan


konsistensi lembek atau cair bahkan sampai berupa air yang terjadi dalam
frekuensi sering, sebanyak tiga kali atau lebih dalam satu hari (Hariani & Ramlah,
2019).

Secara klinis diare disebabkan oleh infeksi virus, malabsorbsi, keracunan,


imunodefisiensi, serta lingkungan. Lingkungan yang meliputi sarana air bersih
(SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas
bakterologis air, dan kualitas air minum, kondisi rumah (Rizky Chairunnisa et al.,
2021).

 Program Pemerintah Dalam Penangganan Diare

Salah satu program pemerintah dalam penangganan diare ialah LINTAS


DIARE “ Lima Langkah Tuntaskan Diare”

1. Berikan oralit.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit seperti Natrium klorida
(NaCl), Kalium Klorida ( KCl), trisodium sitrat hidrat dan glukosa
anhidrat. Oralit bermanfaat untuk mengembalikan cairan tubuh.
2. Berikan zink selama 10 hari berturut-turut.
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan
dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam
jumlah besar ketika anak mengalami diare. Sejak tahun 2004, WHO dan
UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare
yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari.
3. Teruskan ASI dan pemberian makan.
ASI bukan penyebab diare melainkan dapat mencegah diare. Bayi
dibawah 6 bulan sebaiknya mendapat kan asi untuk mencegah diare dan
meningkatkan imunitas. Selama diare pemberian ASI pada anak tetap
diteruskan sebanyak dia mau. Jika anak mau lebih banyak dari biasanya
itu akan lebih baik. Biarkan dia makan sebanyak dan selama dia mau.
Makan anak juga diberikan seperti biasa dengan frekuensi lebih sering.
Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti diare. Jangan batasi
makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak makanan
akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah
malnutrisi.
4. Berikan antibiotic secara selektif.
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau
diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat
penting karena seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli
antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan
ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan
menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik.
5. Berikan nasihat pada ibu/ pengasuh.

 Kebijakan Pemerintah Dalam Penangganan Diare

a. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (


Lembar Negara Tahun 1984 No 20 , Tambahan Lembaran Negara Nomor
3273 ).
b. Peraturan Pemerintaha Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447 )

6. Kebijakan Dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Dbd

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabakan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit),
asites, efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas
seperti nyeri kepala, nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakangan bola
mata.

 Kebijakan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa DBD


Kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Kebijakan publik dalam bentuk
undang-undang mengenai penanggulangan wabah penyakit menular tertera dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU
WPM). Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah yang dinilai kurang mengakomodir
perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, lalu lintas internasional, dan
perubahan lingkungan hidup yang dapat memengaruhi perubahan pola penyakit.

Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang adalah jenis kebijakan publik


yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau peraturan pelaksananya
(Nugroho, 2012). Begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular yang memerlukan peraturan pelaksananya.
Undangundang tersebut mengamanatkan pembentukan enam peraturan
pemerintah dan satu peraturan menteri sebagai peraturan pelaksana UU WPM.

Namun hingga kini hanya ada satu peraturan pelaksana, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular yang isinya merupakan gabungan dari enam peraturan pemerintah yang
terdapat dalam pasal 17 dan pasal 18 yaitu :

Pasal 17

(1) Penanggulangan KLB DBD dilakukan pada saat terjadi wabah atau KLB.
(2) KLB DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara resmi
oleh walikota untuk KLB DBD skala daerah.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pernyataan keadaan KLB DBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan penanggulangan KLB dan wabah
DBD .
Pasal 18
(1) Dalam hal suatu daerah dinyatakan KLB DBD, semua penderita yang
dinyatakan positif DBD dirawat di rumah sakit kelas III (tiga) atau
Puskesmas dan biaya perawatannya ditanggung oleh pemerintah daerah.
(2) Biaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota apabila KLB DBD dinyatakan
oleh Walikota.
(3) Ketetntuan mengenai biaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dilaksanakan dengan berpedoman pada buku Petunjuk Pelaksanaan
Penanggulangan KLB dan wabah DBD.

 Strategi Pencegahan dan Pengendalian KLB DBD


Strategi pencegahan dan pengendalian KLB DBD dilakukan dengan upaya
melakukan surveilans aktif berbasis laboratorium, kesiapan dan tanggap darurat
untuk pengendalian nyamuk, darurat rawat inap dan pengobatan penderita DBD,
pendidikan kesehatan masyarakat tentang diagnosis klinis dan manajemen DBD,
pengendalian nyamuk Aedes di komunitas (Gubler, 2005). Menurut Kementerian
Kesehatan, fogging bukan strategi yang utama dalam mencegah DBD. Fogging
tidak dilakukan secara rutin melainkan dilakukan di daerah sekitarnya pada saat
terjadinya kasus di suatu wilayah. Pencegahan dilakukan melalui menjaga
kebersihan dan menghilangkan jentik nyamuk.

7. Kebijakan Dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan


Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (Pd31)

 Pengertian Imunisasi
Menurut Permenkes No. 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi,
yaitu suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

 Jenis-Jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3


1)
Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
meliputi penyakit menular tertentu, yaitu :

1. Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program


imunisasi adalah tuberkulosisi, difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan
hepatitis B.
2. Jenis-jenis penyakit menular saat ini masuk ke dalam program imunisasi di
subdid Haji adalah Meningitis Meningokokus.
3. Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Kesehatan adalah demam kuning
4. Jenis-jenis penyakit menular saat ini masuk ke dalam program imunisasi di
subdit Zoonosis adalah rabies.

 Upaya Mencapai Keberhasilan Imunisasi


Keberhasilan program imunisasi adalah hilangnya (eradikasi) penyakit cacar
dari muka dunia, hilangnya penyakit polio di sebagian besar negara-negara di
dunia dan diharapkan pada tahun 2020 penyakit polio telah berhasil dihapus dari
seluruh dunia serta menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat PD3I.
Beberapa penyakit tersebut telah menjadi perhatian dunia dan merupakan
komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara, yaitu Eradikasi Polio
(ERAPO), Eliminasi Campak –Pengendalian Rubella (EC-PR) dan Maternal
Neonatal Tetanus Elimination (MNTE).

 Kebijakan Dan Strategi Program Imunisasi

o Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta


dan masyarakat dengan mempertahankan prinsip keterpaduan
antara pihak.
o Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik
terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.
o Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.
o Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui
perencanaan program dan anggaran terpadu.
o Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan
penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.
 Strategi
o Memberikan akses (pelayanan) kepada swasta dan masyarakat.
o Membangun kemitraan dan jejaringan kerja.
o Ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan
alat suntik.
o Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk
menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.
o Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.
o Pelaksanaan sesuai dengan standar.
o Memanfaat perkembangan metoda dan teknologi.
o Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.

8. Kebijakan Dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Cacar


Monyet Dan Pmk (Penyakit Mulut Dan Kuku)
 Cacar Monyet
 Pengertian Penyakit Cacar Monyet
Cacar adalah salah satu penyakit menular yang harus ditangani dengan serius.
Wabah cacar telah terjadi dari masa ke masa, namun saat ini telah diberantas
melalui program vaksinasi yang diadakan di seluruh dunia. Kasus cacar terakhir di
dunia terjadi pada tahun 1977 di Somalia. Setelah itu, penyakit cacar menjadi
mulai berkurang sehingga vaksinasi rutin terhadap penyakit cacar di kalangan
masyarakat mulai dihentikan karena dianggap sudah tidak diperlukan pencegahan
lagi terhadap penyakit cacar (Mahendra, Mengstie, dan Kandi, 2017).
 Pencegahan Penyakit Cacar Monyet
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika
Serikat dan World Health Organization (WHO) memberikan langkah
langkah pencegahan berikut ini:
a) Hindari kontak apapun dengan hewan sumber virus terutama
golongan rodentia dan primata (termasuk hewan yang sakit atau
yang ditemukan mati di daerah Monkeypox terjadi).
b) Hindari kontak dengan bahan apapun (seperti darah atau daging
yang tidak dimasak dengan baik) yang telah bersentuhan dengan
hewan yang sakit.
c) Pisahkan penderita yang terinfeksi dari orang lain yang bisa
berisiko terinfeksi.
d) Bersihkan tangan, baik setelah kontak dengan hewan atau orang
yang terinfeksi. Misalnya, mencuci tangan dengan sabun dan air
atau menggunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
e) Gunakan alat pelindung diri saat merawat penderita. Sebaiknya
tenaga kesehatan, laboratorium, maupun orang orang yang diduga
terpapar dengan penderita dan spesimennya diberikan Vaksin
Smallpox..
 Kebijakan dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Cacar
Monyet.
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah
Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan,
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, dan para pemangku
kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Monkeypox
Mengingat ketentuan:
a) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3237);
b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6236);
e) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
f) Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2019
Peningkatan Kemampuan Dalam Mencegah, Mendeteksi, dan
Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan
Nuklir, Biologi, dan Kimia.
 Penyakit Mulut dan Kuku
PMK (Penyakit Mulut dan Kuku)
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit infeksi virus yang
bersifat akut dan sangat menular. Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku
belah/genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing, domba termasuk juga hewan liar
seperti gajah, rusa dan sebagainya. Virus dapat bertahan lama di lingkungan, dan
bertahan hidup di tulang, kelenjar, susu serta produk susu.
 Adapun Perundang - Undangan terkait PMK
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573)
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
200, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6411);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 214, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5356);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan
Penanggulangan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5543);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Otoritas Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6019);
RINGKASAN KEBIJAKAN KESEHATAN II

DISUSUN OLEH

DELVAN TRIMAYOLANDA

213310720

DOSEN PEMBIMBING

Tasman, SKp, M.Kep, Sp.Kom

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2022
1. Peran Perawat Dalam Mengatasi Kejadian Luar biasa Dan Kasus
Penyakit Baru
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologs pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.
 Peraturan Pemerintah tentang Kejadian Luar Biasa (KLB)

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


949/MENKES/SK/VIII/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
 Penanggulangan wabah/KLB penyakit menular diatur dalam UU. No. 4
tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, PP No. 40 tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Peraturan Menteri
Kesehatan No. 560 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah.
 Pada tahun 2000, Indonesia menerapkan secara penuh UU No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999

 Penyelenggaraan Kejadian Luar Biasa (KLB)


 Pengorganisasian
Sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap Unit Pelayanan
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Profinsi
Dan Departemen Kesehatan wajib menyelenggarakan dengan membentuk
unit pelaksana yang bersifat fungsional atau struktual.
 Sasaran
Sasaran SKD KLB meliputi penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan
KLB.
 Kegiatan SKD KLB
Secara umum kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidimeologi untuk
mengidentifikasi ancaman KLB, peringatan kewaspadaan dini KLB,
peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB. Kewaspadaan
terhadap KLB berupa deteksi dini KLB, deteksi dini kondisi rentan KLB
serta penyelidikan dugaan adanya KLB.

 Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)


a. Pengobatan;
b. Perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina;
c. Pencegahan dan pengebalan;
d. Pemusnahan penyebab penyakit;
e. Penanganan jenazah akibat wabah;
f. Penyuluhan kepada masyarakat; dan
g. Upaya penanggulangan lainnya.

2. Peran Pelayanan Primer, Sekunder Dan Tertier Dalam Mengatasi


Kejadian Luar Biasa Dan Kasus Penyakit Baru
 Kebijakan Pemerintah Indonesia Di Bidang Kesehatan Untuk Penanganan
Penyakit Baru

Pandemi COVID-19 ini mengharuskan pemerintah untuk mempunyai kebijaka


n yang luar biasa. Kebijakan untuk menangani masalah kesehatan, melindungi ma
syarakat dengan jaminan sosial, dan menjaga dunia usaha jadi prioritasnya. Realo
kasi anggaran, refocusing kegiatan, serta penyesuaian besaran belanja wajib adala
h cara utama pemerintah untuk mendanai kebutuhan penangan covid-19
(Kementrian Keuangan, 2020).
 Definisi Pelayanan Kesehatan

Levey dan Loomba (1973) menjabarkan pelayanan kesehatan ialah setiap upay
a yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu orga
nisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuh
kan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat (Azwar, 1996).
 Definisi Pelayanan Kesehatan Primer
Pelayanan kesehatan primer merupakan pondasi dan bagian terbesar dari
sistem ini berfungsi sebagai mitra masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup
sehat, memelihara kesehatan dan sebagian besar masalah kesehatan sehari – hari,
oleh sebab itu tempatnya harus sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayani
dokter di fasilitas kesehatan pelayanan primer sebagai gate keeper untuk
memenuhi sebagian besar kebutuhan kesehatan masyarakat (upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif).

 Definisi Pelayanan Kesehatan Sekunder


Pelayanan kesehatan sekunder (secondary health care) bersifat spesialis atau
subspesialis yang dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter subspesialis terbatas.
Pelayanan kesehatan sekunder atau tingkat kedua ini ditujukan kepada masyarakat
atau kelompok yang membutuhkan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap.
Ada pun kriteria sasaran pelayanan kesehatan sekunder ini adalah pasien yang
tidak lagi dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

 Definisi Pelayanan Kesehatan Tersier


Pelayanan kesehatan tersier (tertiary health care) mengutamakan pelayanan
subspesialis dan subspesialis luas yang dilakukan oleh dokter subspesialis dan
dokter subspesialis luas. Pelayanan kesehatan tingkat tiga ini ditujukan kepada
masyarakat yang membutuhkan pelayanan jalan maupun pelayanan rawat inap
(rehabilitasi) pada kelompok atau masyarakat. Ada pun kategori pasien yang
membutuhkan pelayanan kesehatan tersier ini adalah mereka yang tidak dapat
ditangani pada pelayanan kesehatan sekunder.

 Definisi KLB
Dalam Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya
Penanggulangan Pasal 1 ayat (2) menyatakan Kejadian Luar Biasa yang disingkat
KLB, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
3. Program Pemerintah Dalampenanggulangan TB Paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium Tuberculosis ( Kemenkes
RI,2014). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB anak terjadi pada anak
usia 0-14 tahun (Kemenkes RI,2016).

 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan TB Paru

Sebagai wujud nyata komitmen di dalam upaya percepatan penanggulangan


Tuberkulosis (TBC) untuk mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030,
pemerintah resmi meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 67/2021 tentang
Penanggulangan TBC.

a. Strategi dan Kebijakan


1. Strategi
Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian eliminasi nasional
TB meliputi:
a. Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota
b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu
c. Pengendalian faktor risiko
d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB
f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)
2. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
a. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi
b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman
standar nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan
kebijakan global untuk PenanggulanganTB.
c. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan
oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT
e. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak
dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien
memiliki hak dan kewajiban sebagaimana individu yang menjadi
subyek dalam penanggulangan TB

b. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap
masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatan mereka sendiri.
 Landasan Hukum dalam Penanggulangan TB Paru
 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3447);
 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang
Izin Praktik dan Pelaksaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 671);
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1113);
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1676);

4. Program Pemerintah Dalam Penanggulangan HIV/AIDS


HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin
banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan makin melemah sehingga
rentan diserang berbagai penyakit. HIV yang tidak segera ditangani akan
berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (acquired
immunodeficiency syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV.

 Strategi Pemerintah Pusat

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013


tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) menyatakan
bahwa strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan
HIV dan AIDS meliputi:

 meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan


AIDS melalui kerja sama nasional, regional, dan global dalam aspek legal,
organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya
manusia.
 memprioritaskan komitmen nasional dan internasional.
 meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas.
 meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata,
terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan
mengutamakan pada upaya preventif dan promotif.
 meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko
tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta
bermasalah kesehatan.
 meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS.
 meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
 meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan
penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan
mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan
HIV dan AIDS; dan
 meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang
akuntabel, transparan, berdaya guna dan berhasil guna.

 Strategi di Tingkat Daerah


 terkait keterlibatan pemerintah daerah juga tertuang dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan
Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah
(“Permendagri 20/2007”) yang menyatakan bahwa:
a.Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi dibentuk
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi.
b.Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten/Kota
dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota.
c.Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
d.Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

 Strategi Pemerintah terkait dengan Program Pengendalian HIV-AIDS dan


PIMS

a. Daerah dengan epidemi meluas seperti Papua dan Papua Barat, penawaran tes
HIV perlu dilakukan kepada semua pasien yang datang ke layanan kesehatan
baik rawat jalan atau rawat inap serta semua populasi kunci setiap 6 bulan
sekali.

b. Daerah dengan epidemi terkonsentrasi maka penawaran tes HIV rutin dilakukan
pada ibu hamil, pasien TB, pasien hepatitis, warga binaan pemasyarakatan
(WBP), pasien IMS, pasangan tetap ataupun tidak tetap ODHA dan populasi
kunci seperti WPS, waria, LSL dan penasun.

c. Kabupaten/kota dapatmenetapkan situasi epidemi di daerahnya dan melakukan


intervensi sesuai penetapan tersebut, melakukan monitoring & evaluasi serta
surveilans berkala.

d. Memperluas akses layanan KTHIV dengan cara menjadikan tes HIV sebagai
standar pelayanan di seluruh fasilitas kesehatan (FASKES) pemerintah sesuai
status epidemi dari tiap kabupaten/kota.

e. Dalam hal tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih,
maka bidan atau perawat terlatih dapat melakukan tes HIV.

f. Memperluas dan melakukan layanan KTHIV sampai ketingkat Puskemas.

g. Bekerja sama dengan populasi kunci, komunitas dan masyarakat umum untuk
meningkatkan kegiatan penjangkauan dan memberikan edukasi tentang
manfaat tes HIV dan terapi ARV.

h. Bekerja sama dengan komunitas untuk meningkatkan upaya pencegahan


melalui layanan PIMS dan PTRM
5. Program Pemerintah Dalam Dalam Penanggulangan Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dengan
gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran
limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa
organ misalnya otak, hati dan ginjal.

 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Malaria


Upaya pemerintah dalam program pengendalian malaria yaitu Diagnosa
Malaria harus terkonfirmasi mikroskop atau Rapid Diagnostic Test; Pengobatan
menggunakan Artemisinin Combination Therapy; Pencegahan penularan malaria
melalui: distribusi kelambu (Long Lasting Insecticidal Net), Penyemprotan
rumah, repellent, dan lain-lain; Kerjasama Lintas Sektor dalam Forum Gebrak
Malaria; dan Memperkuat Desa Siaga dengan pembentukan Pos Malaria Desa
(Posmaldes). Seseorang yang terkena malaria dapat mengalami anemia. Pada
kasus malaria berat dapat menyebabkan koma, kegagalan multi organ serta
menyebabkan kematian.Namun malaria dapat dicegah.

Cara mencegah malaria yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk malaria


diantaranya dengan tidur di dalam kelambu, mengolesi badan dengan obat anti
gigitan nyamuk (Repelent); membersihkan tempat-tempat hinggap/istirahat
nyamuk dan memberantas sarang nyamuk; membunuh nyamuk dewasa dengan
menyemprot rumah-rumah dengan racun serangga; membunuh jentik-jentik
nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik; membunuh jentik nyamuk
dengan menyempot obat anti larva (jentik) pada genangan air dan melestarikan
hutan bakau di rawa-rawa sepanjang pantai Sebagai upaya eliminasi penyakit
malaria, kementrian kesehatan menyusun strategi yang terdiri dari:
1. AkselerasiStrategi akselerasi dilakukan secara menyeluruh di wilayah
endemis tinggi malaria, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara, dan NTT. Kegiatan yang dilakukan adalah kampanye kelambu
anti nyamuk masal, penyemprotan dinding rumah di seluruh desa
dengan API > 40%, dan penemuan dini-pengobatan.
2. IntensifikasiStrategi intensifikasi merupakan upaya pengendalian di
luar Kawasan Indonesia timur seperti di daerah tambang, pertanian,
kehutanan, transmigrasi, dan pengungsian. Kegiatan yang dilakukan
adalah pemberian kelambu anti nyamuk di daerah beresiko tinggi,
penemuan dini pengobatan tepat, penyemprotan dinding rumah pada
lokasi KLB Malaria, dan penemuan kasus aktif.
3. EliminasiStrategi eliminasi dilakukan pada daerah endemis rendah.
Kegiatan yang dilakukan adalah penemuan dini pengobatan tepat,
penguatan surveilans migrasi, surveilans daerah yang rawan
perindukan vektor (reseptif). Penemuan kasus aktif (Mass Blood
Survey), dan penguatan rumah sakit rujukan.

6. Program Pemerintah Dalam Dalam Penanggulangan Filarisis


Filariasis adalah penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh
cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat
menahun (kronis) dan jika tidak mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara, scrotum dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya, penderita tidak dapat bekerja
secara optimal, bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi
beban keluarga, masyarakat dan negara (Achmadi, 2001).

 Kebijakan Pemerintah Terkait Program dan Strategi Pemberantasan


Filariasis
Beberapa kebijakan terkait :
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1582/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Pengendalian Filariasis
(Penyakit Kaki Gajah)
Kebijakan yang ditetapkan dalam program pemberantasan filariasis adalah:
a. Elimmasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam
program pemberantasan penyakit menular.
b. Melaksanakan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan
program eliminasi filariasis limfatik global dari WHO yaitu
memutuskan rantai penularan filariasis dan mencegah serta
membatasi kecacatan.
c. Satuan lokasi pelaksanaan (implementation unit) eliminasi filariasis
adalah Kabupaten Kota.
d. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, propinsi dan
negara.
Strategi yang dilakukan dalam mendukung kebijakan dalam program
pemeberantasan filariasis adalah:

a. Memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal di


daerah endemis filariasis.
b. Mencegah dan membatasasi kecacatan melalui penatalaksanaan
kasus klinis filariasis.
c. Pengendalian vektor secara terpadu.
d. Memperkuat kerjasama lintas batas daerah dan negara.
e. Memperkuat survailans dan mengembangkan penelitian.
 Faktor yang mempengaruhi Filariasis
a. Lingkungan fisik : Iklim, Geografis. Air dan lainnnya,
b. Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi
penularan: hutan, reservoir. vector.
c. Lingkungan social — ekonom budaya : Pengetahuan, sikap dan
perilaku, adat Istiadat, Kebiasaan dsb,
d. Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Petik Cengkeh dan Coklat
Dsb
2. Untuk mempercepat terwujudnya Indonesia bebas Penyakit Kaki Gajah,
pemerintah juga mengadakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA)
selama 5 tahun (2015-2020), yaitu :

a. Bulan dimana setiap penduduk kabupaten/kota Endemis penyakit


Kaki Gajah serentak minum obat pencegahan
b. Dilaksanakan setiap bulan Oktober selama 5 tahun berturut-turut
(2015-2020)
c. Dicanangkan tanggal 1 Oktober 2015 di Cibinong, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Pada saat bersamaan di provinsi Endemik
lainnya dilakukan pencanangan oleh Gubernur maupun Bupati/
Walikota.
d. Program BELKAGA menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pelaksanaannya memerlukan dukungan
kementerian dan lembaga terkait.
e. Penanggulangan Dan Pengobatan

7. Program Pemerintah Dalam Dalam Penanggulangan Penyskit Gondok

Penyakit gondok adalah kondisi ketika terdapat benjolan di leher akibat


kelenjar tiroid yang membesar. Kelenjar tiroid dimiliki oleh pria maupun wanita.
Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak tampak menonjol. Fungsi kelenjar ini
adalah untuk menghasilkan hormon tiroid, yang mengatur berbagai fungsi normal
tubuh, seperti denyut jantung, suhu tubuh, dan kekuatan otot. Gejala yang dialami
oleh penderita penyakit gondok dapat berbeda-beda, tergantung dari pengaruhnya
terhadap hormon tiroid dalam tubuh, apakah meningkat, menurun, atau tetap
normal.

 Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Gondok


Berdasarkan Kebijakan Pemerintah pada UU Republik Indonesia nomor 25
Tahun 2009, yaitu: “Kebijakan memberantas atau mengurangi penyakit gondok
yang dilakukan melalui pemberian yodium pada setiap garam (di luar garam
industri)”. Mengingat masalah gondok ini terutama disebabkan karena
lingkunganyang miskin sumber yodium, maka upaya penanggulangan ditekankan
pada suplementasi yodium baik secara oral, melalui garam beryodium maupun
secara parentral melalui preparat yodium dosis tinggi (Kresnawan, 1993).

Kegiatan yang dilaksanakan antara lain meliputi :


a) Upaya Jangka Pendek
Pemberian kapsul minyak beryodium kepada penduduk wanita umur
0-35 tahun, pria 0-20 tahun sesuai dengan dosis yang telah ditentukan,
pemberian ini terutama kepada penduduk di daerah endemik berat dan
sedang.
b) Upaya Jangka Panjang
Iodisasi garam merupakan kegiatan penanggulangan Gaky jangka panjang.
Program untuk meyodisasi garam konsumsi dimulai tahun 1975, dan pelaksanaan
program mulai tahun 1980 dikelola oleh perindustrian. Tujuan dari program ini
adalah semua garam yang dikonsumsi oleh masyarakat baik yang menderita
maupun yang tidak dan garam beryodium tersedia diseluruh wilayah Indonesia.
(Departemen Perindustrian, 1983.

Perundang - undangan :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan


2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 tentang
Pengadaan Garam Konsumsi Beryodium;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 675);

8. Program Pemerintah Dalam Dalam Penanggulangan Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang


ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal.
 Kebijakan Pengendalian Diabetes Melitus Di Indonesia
Terdapat beberapa kebijakan yang mendukung pengendalian Diabetes
Melitus di Indonesia, antara lain adalah:
1. Permenkes RI No.5 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2015 – 2019.
Pada peraturan ini disebutkan dua jenis strategi dalam
penanggulangan PTM yakni strategi global dan strategi regional.
Strategi global antara lain: pencegahan PTM, penguatan system
pelayanan kesehatan, dan surveilans PTM. Sedangkan strategi
regional antara lain: advokasi & kemitraan, promkes & penurunan
factor risiko, penguatan system pelayanan kesehatan, dan
surveilans-monev-riset.
2. Instruksi Presiden No.1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Germas).
Pada instruksi ini, presiden secara khusus mengarahkan kementrian
kesehatan untuk: melaksanakan kampanye Germas serta advokasi
dan pembinan Kawasan Tanpa Rokok (KTR); meningkatkan
pendidikan gizi seimbang, ASI eksklusif dan aktivitas fisik; serta
meningkatkan dan menyusun panduan deteksi dini penyakit di
Puskesmas atau instansi pemerintah/swasta lainnya.
3. Permenkes RI No.52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Pada peraturan ini ditetapkan tarif pelayanan penanganan penyakit
tidak menular dengan menggunakan skema Jaminan Kesehatan
Nasional, salah satunya adalah pelayanan obat program rujuk balik
yang secara khusus diperuntukkan untuk diabetes melitus.
Pelayanan ini harus menggunakan obat dalam Formularium
Nasional dan harga obat mengacu pada e-catalogue ditambah biaya
pelayanan farmasi. Disamping itu dalam peraturan ini ditetapkan
pelayanan pemeriksaan penunjang rujuk balik di FKTP khusus
diabetes seperti: pemeriksaan gulua darah sewaktu, gula darah
puasa, gula darah post prandial, dan HbA1C yang pemberiannya
diatur sesuai ketentuan.
4. Permenkes No.43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan.
Pada kebijakan ini dinyatakan bahwa setiap penderita Diabetes
Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
Disamping itu pada penduduk usia 15-59 tahun wajib mendapatkan
pelayanan skrining kesehatan untuk mendeteksi kemungkinan
terkena DM. Penyusunan Standar Pelayanan Mininam Bidang
Kesehatan tersebut mengacu pada Permendagri No.18 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana
Kerja Pemerintah Daerah tahun 2017.

 Program Pengendalian Diabetes Melitus Di Indonesia


Program pengendalian DM telah dicanangkan pemerintah yang bertujuan
untuk mengurangi prevalensi DM. Namun program yang dijalankan di berbagai
pelayanan kesehatan belum mampu menurunkan prevalensi DM di Indonesia.
Kendala yang dihadapi program penanggulangan DM terhadap usia produktif
antara lain sumber dana dan sumberdaya manusia yang terbatas, serta kesadaran
masyarakat untuk melakukan skrining DM yang rendah.
Bagi penderita DM, BPJS Kesehatan memiliki program untuk mengurangi
prevalensi DM yang disebut dengan Prolanis atau Program Pengelolaan Penyakit
Kronis. Program ini dijalankan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
menjadi provider BPJS Kesehatan seperti Puskesmas, dan Klinik Pratama.
Kegiatan Prolanis terdiri dari enam jenis yaitu:
a) Konsultasi medis
b) Edukasi peserta
c) Reminder SMS gateway
d) Home visit
e) Aktivitas klub senam
9. Program Pemerintah Dalam Dalam Penanggulangan Penyakit
Hiperetensi Dan Penyakit jantung Koroners

 Aturan–Aturan Menyangkut Program Pemerintah Dalam Penanggulangan


Penyakit Hipertensi Dan Penyakit Jantung Koroner
 PERMENKES RI No. 05 Tahun 2017 Tentang Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019
 PERMENKES RI No. 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan.
 PP No. 109 Tahun 2012 tentang pengaman bahan yang mengandung zat
adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan,
 Permenkes No. 28 tahun 2013 tentang pencatuman peringatan kesehatan
dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau,
 UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah tentang
pajak rokok,
 Permenkes No. 30 tahun 2013 tentang pencantuman informasi kandungan
gula, garam, dan lemak, sertapesan kesehatan pada pangan olahan dan siap
dengan tujuan mengendalikan faktor risiko PTM

 Penyakit Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah didalam arteri. Seseorang
dikatakan terkena hipertensi bila mempunyai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≤90 mmHg. Pengukuran dilakukan 2 kali dengan
waktu yang berbeda dan dilakukan pada saat istirahat dengan posisi duduk atau
berbaring.

 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Penyakit Hipertensi


Kementrian Kesehatan pada tahun 2019 melakukan inovasi untuk
mengendalikan Kejadian Hipertensi di Indonesia antara lain dengan Program
Kesehatan yaitu PATUH. Gerakan PATUH adalah sebuah gerakan yang sangat
berguna untuk para penderita hipertensi dalam mengendalikan tekanan darah.
“PATUH” yaitu Periksa tekanan darah secara teratur; Amanah dalam minum obat;
Tepat dosis dalam minum obat; Upayakan aktivitas fisik dan diet sehat; Hindari
asap rokok dan alkohol. Program PATUH sangat gencar dipromosikan oleh
pemerintah agar dapat di aplikasikan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang
menderita Hipertensi. Disiplin dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan memakan makanan yang seimbang dan rutin olahraga, serta bersegera
dalam melakukan pemeriksaan kesehatan terdekat jika mengalami gejala seperti
kehilangan keseimbangan, sakit kepala, rasa sakit di dada dan mudah lelah, agar
dapat segera mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat.

 Penyakit Jantung Koroner


Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor satu di
Negara yang sudah maju. Di Indonesia, kejadian PJK pada tahun-tahun terakhir in
i juga cenderung meningkat . Hal ini erat hubungannya dengan peningkatan taraf
hidup masyarakat serta perubahan pola makanan.Penyakit jantung koroner adalah
terjadinya penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah k
oroner yang diawali dengan penimbunan lemak pada lapisan-lapisan pembuluh da
rah tersebut . Penyumbatan pembuluh darah koroner terjadi akibat adanya proses a
terosklerosis (perkapuran), proses aterosklerosis sebenarnya sudah dimulai sejak
masa kanak-kanak, akan tetapi baru manifes pada usia dewasa, pertengahan atau l
anjut. Selain proses aterosklerosis, ada juga proses lain, yakni spasme (penyempit
an) pembuluh darah koroner tanpa adanya kelainan anatomis, yang secara tersendi
ri atau bersama-sama memberikan gejala iskemia.

 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Penyakit Jantung Koroner


Progaram pemerintah dalam menanggulangi PTM terutama penyakit
jantung seperti yang di ungkap oleh Prof. DR.dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si,
S.F(K) yaitu posbindu PTM dan penguatan regulasi. Posbintu PTM merukan
suatu upaya deteksi dini, monitoring, dan tindak lanjut PTM termasuk jantung
koroner, kemeskes saat ini telah mengembangkan posbintu PTM dan telah
terdapat sebanyak 7225 pos pembinaan terpadu penyakit Tidak Menular ( Posbidu
PTM ) di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu program selanjutnya yaitu “Mencegah dengan CERDIK dan
Mengendalikan dengan PATUH”. Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit
tidak menular termasuk PJK, pemerintah fokus pada upaya promotif dan preventif
dengan tidak meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Diantaranya dengan:
1. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sesuai dengan Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2017, yang tahun ini difokuskan pada kegiatan
deteksi dini, peningkatan aktivitas fisik serta konsumsi buah dan sayur;
2. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, sejalan dengan
agenda ke-5 Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia yang dimulai dari keluarga, diantaranya penderita hipertensi
berobat teratur dan tidak ada anggota keluarga yang merokok;
3. Meningkatkan gaya hidup sehat dengan perilaku “CERDIK”, yaitu Cek
kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet
sehat dan seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres;
4. Melakukan pola hidup “PATUH” bagi penyandang PTM khususnya PJK,
yaitu Periksa kesehatan secara rutin, Atasi penyakit dengan pengobatan
yang tepat, Tetap aktivitas fisik dengan aman, Upayakan diet sehat dan
gizi seimbang, Hindari asap rokok, minuman beralkohol dan zat
karsinogenik lainnya.

Anda mungkin juga menyukai