Anda di halaman 1dari 15

1

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 39


P/HUM/2020 TENTANG UJI MATERIIL TERHADAP PASAL 34
DAN PASAL 42 PERATURAN PRESIDEN NOMOR 64
TAHUN 2020 TERKAIT KENAIKAN IURAN
BPJS KESEHATAN

OUTLINE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program
Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disusun Oleh :
Nama : Farhan Agustina
NIM : 1111160371
Konsentrasi : Hukum Tata Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023
1

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 39


P/HUM/2020 TENTANG UJI MATERIIL TERHADAP PASAL 34
DAN PASAL 42 PERATURAN PRESIDEN NOMOR 64
TAHUN 2020 TERKAIT KENAIKAN IURAN
BPJS KESEHATAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara karena

sebagai salah satu unsur kesejahteraan yang harus dilaksanakan dan

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945).

Kesehatan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan yaitu keadaan sehat, baik

secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan di bidang

kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang, sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal

bagi masyarakat.1

Kesehatan juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana

seseorang dapat bertindak dan melakukan kehidupannya dengan baik secara

jasmani maupun rohani. Jika seseorang dalam keadaan tidak sehat, pelayanan

kesehatan merupakan kebutuhan utama yang perlu didapatkan disetiap waktu

di tempat yang menyediakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan

1
Muzaham Fauzi, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 54.

1
2

merupakan hak setipa warga negara yang dijamin dalam ketentuan Pasal 28H

ayat (1) UUD NRI 1945, yang berbuyi sebagai berikut:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
memperoleh pelayanan kesehatan”.

Lebih lanjut diperjelas dalam ketentuan Pasal 34 ayat (2) UUD NRI

1945, yang berbunyi:

“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat


dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”.

Menurut Zaenal Asyhadie, jaminan sosial dapat diartikan secara luas

dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas

jaminan sosial meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat

dan/atau pemerintah.2 Berbagai usaha tersebut, menurut Sentanoe

Kertonegoro dikelompokkan ke dalam empat usaha utama, yaitu: 3

1. Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-


usaha di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan,
bantuan hukum, dan lain-lain yang di kelompokkan dalam pelayanan
sosial.
2. Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan seperti bantuan
untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu penderita cacat dan
berbagai ketunaan yang dapat disebut bantuan sosial.
3. Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi,
perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lainlain yang dapat
dikategorikan sebagai sarana sosial.
4. Usaha-usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus
ditujukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga
pembangunan dan selalu menghadapi resoko-resiko sosial ekonomis
digolongkan dalam asuransi sosial.

2
Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta, 2008, hlm. 26.
3
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 118-119.
3

Kendati demikian, jaminan sosial dapat pula diartikan sebagai bentuk

perlindungan negara dalam menjamin seluruh rakyatnya agar dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Untuk mewujudkan hal yang

telah dipaparkan di atas, Pemerintah dalam hal untuk penyelenggaraan

jaminan kesehatan telah mengeluarkan suatu peraturan berupa Undang-

Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(selanjutnya disebut Undang-Undang BPJS).

BPJS merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut

BUMN) yang memiliki tugas khusus untuk menyelenggarakan jaminan

pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk

Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiunan PNS dan TNI/POLRI, Veteran,

Perintis Kemerdekaan beserta Keluarganya dan badan usaha lainnya ataupun

rakyat biasa.4

Jaminan kesehatan yang dimaksud adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperolehmanfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

Pemerintah.5 Sistem yang digunakan oleh BPJS yakni sistem asuransi

kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana setiap individu akan

membayar iuran perkategori mereka berada.

Iuran masyarakat yang diwajibkan oleh Pemerintah ini menuai berbagai

pendapat dan keluhan. Masyarakat dituntut untuk membayar pengalihan


4
Yustisia Tim Visi, Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Sosial dari BPJS, Visi Media,
Jakarta, 2014, hlm. 11.
5
Ibid.
4

resiko yang belum pasti terjadi dengan mengatasnamakan kesejahteraan, dan

apabila tidak terjadi resiko apapun di masa yang akan datang maka uang

iuran ini dianggap sumbangan kepada negara tanpa adanya imbal balik.

Awal mula iuran jaminan kesehatan diatur melalui Peraturan Presiden

Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, akan tetapi dalam

perturan tersebut tidak diatur terkait besaran jumlah iuran yang dikeluarkan

oleh peserta jaminan kesehatan. Selanjutnya, Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dirasa belum cukup untuk

memberikan kepastian hukum, maka pada tahun 2013 diubah untuk pertama

kalinya dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 dan

pada tahun 2016 diubah kembali dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor

19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Presiden Nomor 28

Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga.

Lebih lanjut, pada tahun 2018 Pemerintah melakukan pembaharuan

terkait peraturan atas jaminan kesehatan yang dimana perlu disempurnakan

untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan

kesehatan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018

tentang Jaminan Kesehatan. Pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018

tentang Jaminan Kesehatan, telah diatur besaran jumlah iuran yang harus

dibayarkan oleh setiap peserta jaminan kesehatan yang ketentuannya

termaktub dalam Pasal 29 dan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang masing-masing berbunyi sebagai

berikut:
5

Pasal 29:
Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp23.000,00 (dua
puluthig a ribu rupiah) per orang per bulan.
Pasal 34
Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per
bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
b. Rp5 l .OOO,OO (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan
Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Berdasarkan catatan BPJS Kesehatan per 27 Desember 2019, jumlah

peserta BPJS mencapai 224,1 juta orang atau sebesar 83% dari total seluruh

penduduk Indonesia yang berjumlah 269 juta orang, sebagaimana yang

tertuang dalam peta jalan Program JKN/KIS. Dari jumlah tersebut, 96,5 juta

orang di antaranya merupakan peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang

berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), sebanyak

38,8 juta orang lainnya peserta PBI berasal dari Anggaran Penerimaan dan

Belanja Daerah (APBD). Kemudian, 14,7 juta orang peserta merupakan

pekerja penerima upah (PPU), Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta sebanyak

1,57 juta orang PPU TNI, 1,28 juta orang PPU Polri, dan 1,57 juta orang PPU

Badan Usaha Milik Negara (BUMN).6

Perjalanannya Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional

(selanjutnya disebut JKN) oleh BPJS Kesehatan sudah berjalan 7 tahun,

tetapi sistem ini selalu banyak menuai polemik. Berbagai masalah muncul

6
Agatha Olivia Victoria, "Baru 83%, Peserta BPJS Kesehatan per Akhir 2019 Capai 224 Juta
Jiwa", katadata.co.id, diaunggah melalui https://katadata.co.id/desysetyowati/finansial/
5e9a4c3b84166/baru-83-peserta-bpjs-kesehatan-per-akhir-2019-capai-224-juta-jiwa, dikunjungi
pada tanggal 22 Maret 2023 pukul 10.54 WIB.
6

dan pada akhirnya membuat defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2018, BPJS

Kesehatan mengalami defisit hingga mencapai Rp 19,4 triliun. Dalam kurun

waktu 6 tahun terakhir pemerintah memberikan subsidi dana mencapai Rp

25,7 triliun, namun BPJS Kesehatan tetap 6 terjadi defisit yang dikarenakan

jumlahnya mencapai Rp 49,3 triliun sejak 2015.7

Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah defisit

tersebut salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 75

Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2018 tentang Jaminan Kesehatan terkait kenaikan iuran BPJS kesehatan.

Kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 29

dan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan

Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan,

yang masing-masing berbunyi sebagai beriukut:

Pasal 29
(1) Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp42.000,00
(empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku
pada tanggal 1 Agustus 2079.
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
b. Rp110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per
bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

7
Rudi Erwin Kurniawan, dkk, “Kebijakan Perpres No. 64 Tahun 2020 Tentang Kenaikan
Iuran Bpjs Kesehatan Di Era Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Asas Kemanfaatan”, Jurnal
Ilmiah Multi Disiplin Indonesia, Vol . 2 No. 1, Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuningan,
DOI: https://doi.org/10.32670/ht.v2i01.1069, Januari 2022, hlm. 71-72.
7

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2020.

Kebaikan iuran tersebut menjadi keresahan masyarakat, karena akan

sangat memberatkan mereka, terlebih di tengah pandemi Covid -19 yang

sedang berlangsung yang sangat besar pengaruhnya dalam berbagai aspek

kehidupan masyarakat. Akibat pandemi, perekonomian nasional menjadi

kacau dan banyak orang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan

penghasilan secara drastis.8

Memang kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini telah sesuai dengan

ketentuan berdasarkan tenggat waktu (per 2 tahun), namun yang menjadi

persoalan, kenaikan iuran ini dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang

masih terus berlangsung, yang telah menghancurkan perekonomian nasional

serta menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.9

Berkaitan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, Komunitas

Pasien Cuci Darah Indonesia (selanjutnya disebut KPCDI) mengajukan uji

materiil ke Mahkamah Agung. Permohonan menguji yang diajukan oleh

KPCDI terkait Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 75

Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2018 tentang Jaminan Kesehatan.

KPCDI berpendapat bahwa pasal tersebut dinilai bertentangan dengan

UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

8
Yulia Emma dan Aris Prio, “Kenaikan Iuran Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari Konsep
Kesejahteraan Sosial”, Jurnal Ilmu Hukum QISTIE, Vol. 15, No. 1, Fakultas Hukum Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang, DOI: http://dx.doi.org/10.31942/jqi.v15i1.6495, Mei 2022, hlm.
34.
9
Rudi Erwin Kurniawan, dkk, Op.Cit, hlm. 72.
8

Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut Undang-Undang SJSN),

Undang-Undang BPJS, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan (selanjutnya disebut Undang-Undang Kesehatan). Sedangkan yang

menjadi termohon adalah Presiden RI.

Berkaitan dengan permohonan uji materil yang diajukan oleh KPCDI,

Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus perkara tersebut dengan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020 pada intinya memberikan putusan:

Mengabulkan sebagian permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon

KPCDI, Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor

75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2018 tentang Jaminan Kesehatan, bertentangan dengan ketentuan perundang-

undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 2 Undang-Undang SJSN dan Pasal 2

Undang-Undang BPJS, dan Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)

Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan

Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat.10

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020, maka

Presiden RI diperintahkan untuk mencabut Peraturan Presiden Nomor 75

Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2018 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, tidak lebih dari 3 bulan pasca

putusan tersebut di tetapkan, Presiden RI tetap menaikan besaran jumlah

iuran BPJS Kesehatan.

10
Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020, hlm. 68-69.
9

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditetapkan kembali dalam ketentuan

Pasal 29 dan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang

Jaminan Kesehatan, meski aturan yang melandasi kenaikan itu sudah

dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020. Menurut

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD

dalam penjelasannya, menyatakan Pemerintah sudah mengikuti Putusan

Mahkamah Agung dengan mengubah struktur tarif kenaikan iuran BPJS yang

baru.11

Berkaitan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang kedua kalinya

tersebut, KPCDI kembali mengajukan permohonan uji materiil terhadap

Pasal 34 dan Pasal 42 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang

Jaminan Kesehatan kepada Mahkamah Agung.12

Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 P/HUM/2020 tanggal 6

Agustus 2020, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan hak uji

materiil dari Pemohon. Dalam ketentuan Pasal 34 ayat (1) Peraturan Presiden

Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden

Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, hakikatnya sama dengan

norma yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 7 P/HUM/2020, karena terdapat kewajiban negara untuk

11
Ronggo Astungkoro, “Mahfud Klaim Pemerintah Ikuti MA Soal Kenaikan Iuran BPJS”,
news.republika.co.id, diunggah melalui https://news.republika.co.id/berita//qabd6h354/mahfud-
klaim-pemerintah-ikuti-ma-soal-kenaikan-iuran-bpjs, dikunjungi pada tanggal 22 Maret 2023
pukul 15.41 WIB.
12
Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 P/HUM/2020, hlm. 2.
10

menjamin kesehatan warga serta kemampuan warga negara yang tidak

meningkat.13 Selain itu, Hakim yang memutus Perkara Nomor 7

P/HUM/2020 dan Perkara Nomor 39 P/HUM/2020 dua diantaranya adalah

sama.

Penyelenggaraan BPJS harus berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat

dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga tercapai apa yang

dimaksudkan dengan tujuan dari jaminan sosial dan pembiayaan kesehatan

bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan

dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan

secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya

pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

setinggi-tingginya (dass sein).

Kendati demikian, kenyataan yang terjadi dilapangan terkait kenaikan

iuran BPJS Kesehatan dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018

tentang Jaminan Kesehatan, sangat berbeda dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD NRI 1945 (dass sollen).

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengkaji dan meneliti bagaimana pertimbangan Majelis Hakim

Mahkamah Agung terkait penolakan permohonan Pemohon dan analisis

13
Emerald Ridwan A, “Tinjauan Yuridis Kekuatan Hukum Putusan Mahkamah Agung
Terhadap Pembatalan Kenaikan Iuran Jaminan Kesehatan Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/Hum/2020)”, Skripsi, Fakultas
Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, diunduh melalui https://jdih.banyuwangikab.
go.id/produk_penelitian_hukum/detail/tinjauan-yuridis-kekuatan-hukum-putusan-mahkamah
agung-terhadap-pembatalan-kenaikan-iuran-jaminan-kesehatan-ditinjau-dari-kitab-undang-
undang-hukum-perdata, hlm. 8.
11

yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 P/HUM/2020 yang

ditindaklanjuti menjadi karya ilmiah berupa penelitian skripsi ini dengan

judul “ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 39 P/HUM/2020 TENTANG UJI MATERIIL TERHADAP

PASAL 34 DAN PASAL 42 PERATURAN PRESIDEN NOMOR 64

TAHUN 2020 TERKAIT KENAIKAN IURAN BPJS KESEHATAN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka bahwa dipandang

perlu untuk diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam menolak permohonan

uji materiil dari Pemohon dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 39

P/HUM/2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan?

2. Bagaimanakah dampak kebijakan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun

2020 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan terhadap Peserta BPJS?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,

maka peneliti bertujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan Majelis Hakim dalam menolak

permohonan uji materiil dari Pemohon dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 39 P/HUM/2020 tentang kenaikan iuran BPJS

Kesehatan.

2. Untuk mengetahui dampak kebijakan Peraturan Presiden Nomor 64

Tahun 2020 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan terhadap Peserta

BPJS.
12

D. Objek Penelitian

Objek penelitian yang akan diteliti oleh peleliti mengacu pada judul dan

identifikasi masalah ialah sebagai berikut:

1. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan

Kesehatan.

2. Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 P/HUM/2020 tentang

kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

3. Mahkamah Agung.

E. Teori Yang Digunakan

Teori yang akan digunakan oleh peneliti untuk menjawab identifikasi

masalah ialah sebagai berikut:

1. Teori Penafsiran Hukum

2. Teori Keadilan
13

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
Muzaham Fauzi, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, UI Press, Jakarta,
2010.
Yustisia Tim Visi, Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Sosial dari BPJS,
Visi Media, Jakarta, 2014.
Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2008.
____________, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013.
B. Jurnal
Rudi Erwin Kurniawan, dkk, “Kebijakan Perpres No. 64 Tahun 2020 Tentang
Kenaikan Iuran Bpjs Kesehatan Di Era Pandemi Covid-19 Dalam
Perspektif Asas Kemanfaatan”, Jurnal Ilmiah Multi Disiplin
Indonesia, Vol . 2 No. 1, Fakultas Hukum Universitas Lancang
Kuningan, DOI: https://doi.org/10.32670/ht.v2i01.1069, Januari 2022.
Yulia Emma dan Aris Prio, “Kenaikan Iuran Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari
Konsep Kesejahteraan Sosial”, Jurnal Ilmu Hukum QISTIE, Vol. 15,
No. 1, Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata Semarang,
DOI: http://dx.doi.org/10.31942/jqi.v15i1.6495, Mei 2022.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 P/HUM/2020.
14

D. Internet
Agatha Olivia Victoria, "Baru 83%, Peserta BPJS Kesehatan per Akhir 2019
Capai 224 Juta Jiwa", katadata.co.id, diaunggah melalui
https://katadata.co.id/desysetyowati/finansial/ 5e9a4c3b84166/baru-
83-peserta-bpjs-kesehatan-per-akhir-2019-capai-224-juta-jiwa,
dikunjungi pada tanggal 22 Maret 2023 pukul 10.54 WIB.
Ronggo Astungkoro, “Mahfud Klaim Pemerintah Ikuti MA Soal Kenaikan
Iuran BPJS”, news.republika.co.id, diunggah melalui
https://news.republika.co.id/berita//qabd6h354/mahfud-klaim-
pemerintah-ikuti-ma-soal-kenaikan-iuran-bpjs, dikunjungi pada
tanggal 22 Maret 2023 pukul 15.41 WIB.

Anda mungkin juga menyukai