Anda di halaman 1dari 22

PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN PENGGUNA KARTU BPJS KESEHATAN DALAM

PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS

PROPOSAL TESIS

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Hukum Militer Guna Memenuhi Syarat


Memperoleh Gelar Magister Hukum Kesehatan

Oleh:
dr. Tryda Meutia Anwar
23050101

SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER


PROGRAM PASCA SARJANA
JAKARTA
2023
A. LATAR BELAKANG

Salah satu hal yang paling penting bagi kehidupan manusia adalah kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi1.
Sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam Pasal 28 h ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang memiliki
hak untuk hidup lahir dan batin, memiliki tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang sehat dan layak serta memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain itu, Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga
menyebutkan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Setiap warga negara berhak mendapatkan kesehatan yang merupakan
tanggung jawab negara atau pemerintah agar dapat terciptanya kesejahteraan
bagi setiap warga negara. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah
membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, sebagai bukti bahwa pemerintah memiliki komitmen yang besar untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.2
Sebagai upaya bahwa bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional
tersebut perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik
berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati- hatian,
akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan

1
Soekidjo Notoatjmojo, Etika Hukum & Kesehatan, Cetakan pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm
10
2
Sundoyo, Biro hukum dan Organisasi Setjen Departemen Kesehatan RI (Jurnal Hukum Kesehatan) Vol.
2, No. 3, November 2009, hlm 3.
dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar- besarnya kepentingan Peserta.3
Sebagai negara yang mewujudkan kesejahteraan sosial bagi rakyatnya, dengan
tujuan untuk mengentaskan rakyat dari garis kemiskinan, Indonesia melakukan upaya
yang salah satunya adalah dengan menyelenggarakan jaminan sosial dan pelayanan
sosial bagi rakyatnya sehingga kehidupan yang sejahtera dapat tercapai. Pada tahun
2011 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) sehingga dibentuknya BPJS untuk menggantikan PT. Askes
(persero) yang sebelumnya menyelenggarakan jaminan sosial dan pelaksana program
Jamkesmas.4
Dalam pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional menyatakan “Jaminan Kesehatan diselenggarakan dengan
tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
pelindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar Kesehatan”.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang disingkat BPJS merupakan badan
hukum yang dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial
yang terbagi menjadi dua jenis program yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Tugas utama dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
ialah menyelenggarakan atau mengadakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
bagi seluruh masyarakat atau warga negara Indonesia.
Jaminan kesehatan yang berikan oleh BPJS Kesehatan berupa perlindungan
dalam bidang kesehatan guna setiap peserta menerima manfaat dari program
permeliharaan kesehatan secara nasional dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatanya yang diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau peserta yang telah
membayar sejumlah iuran secara mandiri maupun iuran yang dibayarkan oleh
pemerintah.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Sedangkan jaminan sosial adalah
salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat

3
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

4
Asih Eka Putri, Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia (Legalasi Indonesia) Vol. 9, No. 2, Juli 2012,
hlm. 240.
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 5 Dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 dijelaskan ada 2 (dua) jenis BPJS. Tepatnva dalam Pasal 5 ayat (2) di jelaskan
bahwa, BPJS yang dibentuk berdasar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Setiap masyarakat yang datang untuk berobat pasti berharap sembuh dan
mendapatkan pelayanan yang terbaik dari tenaga kesehatan baik di Rumah Sakit ataupun
di Puskesmas. Akan tetapi dalam kesehariannya pasien yang berobat menggunakan
kartu BPJS ada saja yang merasa dipersulit dalam berobat menggunakan kartu BPJS
sehingga merasa pelayanan yang diberikan kurang baik. Misalnya pengguna kartu BPJS
yang ingin mendapat layanan kesehatan tingkat lanjut, harus mendatangi fasilitas
kesehatan tingkat pertama dulu, seperti puskesmas, klinik, atau praktik dokter umum.
Tidak seperti jaminan kesehatan atau asruansi swasta yang mayoritas tidak
membutuhkan surat rujukan untuk bisa langsung menikmati layanan kesehatan di rumah
sakit besar.
Contoh keluhan lain yang sering dikeluhkan oleh pasien yang berobat dengan
kartu BPJS Kesehatan. Misalnya diberikan obat-obatan yang terbatas yang dirasa
merugikan pasien. Pasien sebagai konsumen perlu untuk mendapatkan perlindungan
secara hukum, artinya perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak pasien
sebagai konsumen untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Padahal pasien yang kurang mampu jelas lebih memilih untuk datang ke Puskesmas
daripada ke Rumah Sakit dengan alasan terkendala biaya.
Penggunaan BPJS Kesehatan oleh masyarakat di Puskesmas memberikan
kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang optimal, akan tetapi
rendahnya pengetahuan masyarakat tentang sistem pelayanan BPJS Kesehatan dan
peraturan-peraturan dari BPJS yang dirasa menyulitkan pengguna kartu BPJS, sering
memunculkan masalah masalah mis-persepsi dan mis-komunikasi di lapangan, hal
tersebut juga sering terjadi di Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Penelitian tentang perlindungan hukum pasien pengguna kartu BPJS kesehatan
telah banyak dilakukan diantaranya tesis yang ditulis oleh Wahyudi, 2019 dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Peserta BPJS Dalam Pelayanan Kesehatan Pada

5
Muh. Saefudin dkk. (Tim Redaksi), BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Cetakan Pertama, Duta
Nusindo Semarang, Semarang, 2014, hlm. 4.
Rumah Sakit Swasta Kota Pekanbaru”. Ahmad Teguh, 2021 dengan judul “Perlindungan
Hukum Bagi Peserta BPJS Kesehatan Atas Penolakan Pelayanan Kesehatan Virus
Corona di Rumah Sakit”. Dalam penelitian ini penulis ingin lebih focus untuk meneliti
tentang perlindungan hukum pengguna kartu BPJS kesehatan di Puskesmas.
Berdasarkan hal-hal yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis bermaksud
mengangkat tesis dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN PENGGUNA
KARTU BPJS KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS”.

B. POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka pokok permasalahan yang akan
peneliti bahas dalam penelitian ini adalah:
a. Apa yang menjadi hambatan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
pasien pengguna kartu BPJS kesehatan di Puskesmas Natar?
b. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pasien pengguna kartu BPJS dalam
memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas Natar?

C. TUJUAN PENELITIAN
a. Mengkaji dan menganalisa mengenai perlindungan hukum bagi pasien pengguna
kartu BPJS kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas Natar
b. Mengkaji dan menganalisa mengenai hambatan di dalam perlindungan hukum bagi
pasien pengguna kartu BPJS kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Natar dan upaya penyelesaiannya.

D. KEGUNAAN PENELITIAN
a. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
guna perkembangan ilmu pengetahuan mengenai perlindungan hukum bagi pasien
pengguna kartu BPJS Kesehatan di Puskesmas Natar. Serta pengembangan bagi
mahasiswa hukum perdata khususnya di bidang kesehatan.
b. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi perkembangan
hukum mengenai perlindungan hukum bagi pasien pengguna kartu BPJS Kesehatan
di Puskesmas Natar
E. METODE PENELITIAN

a. Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
yuridis normatif, karena penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-
bahan pustaka atau data sekunder yang membahas doktrin-doktrin atau asas-
asas dalam ilmu hukum. Penelitian ini juga didukung dengan wawancara
kepada narasumber yang memahami tentang perlindungan hukum pengguna
kartu BPJS.
b. Sifat Penelitian
Berupa analisis deskriptif yang bersifat pemaparan untuk memberikan
gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang
berhubungan dengan objek yang akan diteliti, berlaku ditempat tertentu dan
pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa
hukum yang terjadi di masyarakat
c. Bahan Hukum
Bahan Hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber utamanya. Untuk mendaptkan data
tersebut peneliti menggunakan Teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten.
b. Sumber data sekunder, diantaranya:
1. Bahan Hukum Primer:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
d) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
e) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
f) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
g) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
h) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
i) Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
j) Perjanjian Kerja Sama Nomor 673/KTR/XIII-05/1221 tentang
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan Bagi Peserta
Program Jaminan Kesehatan.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah hukum yang menjelaskan bahan hukum
primer, seperti buku-buku hukum, jurnal, tesis, disertasi hukum,
termasuk yang dimuat secara online.
3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan memperjelas data yang diperoleh dari unsur hukum primer dan
bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus kesehatan dan
esiklopedi kesehatan.

d. Pengumpulan Data
Berdasarkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, maka metode
pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka. Studi pustaka adalah
pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai
sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian
hukum normatif. Adapun cara yang dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi
data sekunder yang diperlukan, inventarisasi data yang sesuai dengan
rumusan masalah, mengutip literatur dan undang - undang yang berhubungan
dengan materi penelitian.

e. Analisis Data
Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya data dianalisis secara
kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan cara menafsirkan atau
menginterprestasikan data. Hasil analisis diuraikan kedalam bentuk kalimat
secara sistematis dengan bahasa yang efektif yang menghubungkan data
tersebut menurut pokok bahasan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh
gambaran yang jelas untuk mengambil suatu kesimpulan.

f. Penarikan Kesimpulan

Pada penelitian ini jenis penelitian nya ialah yuridis normatif, karena
penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data
sekunder yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.
Sifat penelitiannya berupa analisis deskriptif yang bersifat pemaparan untuk
memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh. Bahan Hukum
yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari sumber data primer yaitu
data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari
sumber utamanya serta sumber data sekunder berupa bahan hukum primer
yaitu Undang – Undang ataupun Peraturan Menteri Kesehatan, bahan hukum
sekunder seperti buku-buku hukum, jurnal, tesis, disertasi hukum termasuk
yang dimuat secara online dan bahan hukum tersier berupa kamus hukum,
kamus kesehatan dan ensiklopedi kesehatan.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, Adapun


cara yang dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi data sekunder yang
diperlukan, inventarisasi data yang sesuai dengan rumusan masalah,
mengutip literatur dan undang - undang yang berhubungan dengan materi
penelitian. Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya data dianalisis
secara kualitatif dengan cara menafsirkan atau menginterprestasikan data.

F. KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL

1. Kerangka Teori

A. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum secara etimologi berasal dari 2 (dua) kata dasar yaitu
perlindungan dan hukum. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan (hal dan sebagainya) melindungi.

Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peraturan

atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa

atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur

pergaulan hidup masyarakat, patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam

dan sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh

hakim (dalam pengadilan).6 Menurut Thomas Hobbes, hukum adalah perintah-

perintah dari orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan

memaksakan perintahnya kepada orang lain.7 Hukum berfungsi untuk menciptakan

keteraturan dan keselarasan dalam kehidupan manusia di dalam masyarakat. 8

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan keberadaan harkat dan

martabat manusia, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki

oleh manusia sebagai subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari

kesewenangan. Perlindungan hukum adalah salah satu bentuk perlindungan yang

utama karena berdasarkan pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat

mengakomodasi kepentingan dan hak konsumen secara komprehensif. Di samping

itu, hukum juga memiliki kekuatan memaksa yang diakui secara resmi di dalam

negara, sehingga dapat dilaksanakan secara permanen. Berbeda dengan

6
Kemendikbud, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/, diakses pada 3
Februari 2022 pukul: 21.57 WIB
7
Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Depok: Rajawali Pers, 2011), hlm. 10.
8
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2009), hlm.4
perlindungan melalui institusi lainnya seperti perlindungan ekonomi atau politik

misalnya, yang bersifat temporer atau sementara.9

Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian perlindungan hukum,

yaitu:

a. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman

terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu

diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum.10

b. Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan terhadap

harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara

hukum yang berdasarkan Pancasila.11

c. Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.12 Dari pengertian perlindungan hukum menurut para ahli dapat

disimpulkan bahwa terdapat unsur-unsur dalam perlindungan hukum yaitu

keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

d. Menurut Muktie. A. Fadjar, dalam disertasinya perlindungan hukum adalah

penyempitan dari kata perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum

9
Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandar Lampung: Universitas
Lampung, 2007), hlm. 30.
10
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 53.
11
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), hlm. 25.
12
Setiono, Supremasi Hukum, (Surakarta: UNS, 2004), hlm. 3.
saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum terkait dengan adanya hak dan

kewajiban, dalam hal ini dimiliki oleh manusia sebagai subjek hukum dalam

interaksi dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subjek hukum

manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. 13

Pada dasarnya prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia berlandaskan

Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara yang didasarkan pada konsep

Rechstaat dan Rule Of Law. Dimana prinsip perlindungan hukum tersebut adalah

prinsip perlindungan hukum pada harkat dan martabat manusia yang bersumber dari

Pancasila yang harus dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas

tindakan yang dilakukan.

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi

subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif


Perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
sebelum terjadinya suatu pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan Perlindungan Hukum preventif diberikan dengan maksud
untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau
batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. Contoh perlindungan hukum
preventif yang diberikan oleh pemerintah terdapat pada peraturan perundang-
undangan, seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) yang dibentuk dengan tujuan untuk mencegah suatu

13
Muktie, A.Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), hlm.74
pelanggaran serta memberikan rambu-rambu dalam melakukan suatu
kewajiban.14
b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan suatu perlindungan akhir yang


bertujuan untuk menyelesaikan kasus sengketa. Bentuk sanksi berupa denda,
penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa
atau telah dilakukan suatu pelanggaran.15
Perlindungan hukum pasien sebagai konsumen disini berkaitan dengan adanya
jasa yang diberikan oleh tenaga kesehatan, namun sebelumnya perlu diketahui
mengenai pengertian jasa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh William Stantoa
dan Jetzel J. Walker dalam Bukunya menyatakan bahwa: 16 “Jasa adalah kegiatan
yang dapat diidentifikasikan dan tidak berwujud yang merupakan tujuan penting
dari suatu transaksi guna memberikan kepuasan pada konsumen”. Jasa adalah
layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan oleh konsumen.17
Pembentukan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,didasari
pada pemikiran bahwa kedudukan konsumen yang lebih lemah dibandingkan
dengan kedudukan pelaku usaha, disamping itu konsumen yang pada dasarnya
tidak mengetahui hak-haknya karena pendidikan konsumen yang rendah dan UU
Perlindungan Konsumen memberikan landasan bagi pemberdayaan konsumen.
Selain itu tujuan diberlakukannya UU No. 8 Tahun 1999 adalah mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga
tercipta perekonomian yang sehat.18
Jadi berkaitan dengan perlindungan hukum pasien sebagai konsumen
memang tidak hanya harus diatur didalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Konsumen tetapi juga harus dikaitkan dengan apa yang diatur didalam UU No. 36

14
Muchsin, Fadillah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, (Bandung: Averrous Press, 2002),hlm.20.
15
Zennia Almaida, ”Perlindungan Hukum Preventif Dan Represif Bagi Pengguna Uang Elektronik Dalam Melakukan
Transaksi Tol Nontunai”, Privat Law, Volume 9, No. 1, (Januari-Juni 2021), hlm. 222.
16
H.Malayu,S.P. Hasibuan, 2001, Pelayananan Terhadap Konsumen Jasa, Jakarta, PT. Bumi Aksara. Hal. 161
17
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat 5
18
Wila Chandrawila, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, hal. 47.
Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mana didalamnya diatur secara jelas
mengenai hak-hak pasien dan kewajiban pasien, hak-hak tenaga kesehatan dan
kewajiban dari tenaga kesehatan itu sendiri sehingga didalamnya terdapat suatu
pola hubungan antara pasien sebagai konsumen dan tenaga kesehatan sebagai
pemberi jasa kepada konsumen yang akhirnya akan menimbulkan suatu
perlindungan hukum terhadap pasien itu sendiri.

B. Teori Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) adalah Badan

Penyelenggaran Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan

jaminan kesehatan untuk masyarakat. Lembaga ini adalah badan hukum publik

public yang menyelenggarkaan program jaminan kesehatan nasional. 19 Pasal 14

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial menjelaskan bahwa “Setiap warga negara Indonesia dan warga asing

yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi

anggota BPJS”. Setiap peserta BPJS Kesehatan akan ditarik iuran sedangkan

bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan

Iuran. Keanggotaan BPJS Kesehatan tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor

formal, namun juga pekerja informal.

Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan dan memberi

kewenangan. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terbentang

luas, mulai dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hingga Peraturan Menteri dan

Lembaga.

19
Ratna Sari Dewi, “Perlindungan Hukum Terhadap Peserta BPJS Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan Di Rumah
Sakit”, Focus Hukum UPMI¸ Volume 1, Nomor 2, (Agustus 2020), hlm.76.
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Pasal 34 UUD 1945 adalah
dasar hukum tertinggi yang menjamin hak konstitusional Warga Negara atas
pelayanan kesehatan dan mewajibkan Pemerintah untuk membangun sistem
dan tata Kelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terintegrasi
dengan penyelenggaraan program jaminan sosial.
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), Undang-Undang SJSN menetapkan program JKN sebagai
salah satu program jaminan social dalam sistem jaminan sosial nasional. Di
dalam Undang- undang SJSN ini mengatur mengenai asas, tujuan, prinsip,
organisasi, dan tata cara penyelenggaraan program jaminan kesehatan
nasional.
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), Undang-Undang BPJS adalah peraturan
pelaksanaan Undang-undang SJSN. Undang-Undang BPJS menetapkan
pembentukan BPJS Kesehatan untuk penyelenggaraan program JKN dan
BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Peserta BPJS Kesehatan dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:20

a. Penerima bantuan iuran, yang meliputi fakir miskin dan orang yang tidak mampu;

dan

b. Bukan penerima bantuan iuran, yang meliputi pekerja formal dan informal beserta

keluarganya. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan

secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan atau pemerintah untuk program

jaminan kesehatan. Atas dasar iuran yang dibayarkan setiap peserta berhak

memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan

20
Kementrian Kesehatan Indonesia, Bahan Paparan: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional, (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013), hlm. 20.
perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative

termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan

medis yang diperlukan.

BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang di bentuk pemerintah

Indoesia khusus untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional. Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

yang selanjutnya yang disebut dengan UU BPJS menyebutkan bahwa,”BPJS

Kesehatan berfungsi menyelenggarakan perogram jaminan kesehatan”. Jaminan

kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asurani sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.21

Pasal 2 UU BPJS, disebutkan BPJS menyelenggarakan sistem jaminan

sosial nasional berdasarkan asas: (1) kemanusian, (2) manfaat, dan (3) keadilan

sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dalam penjelasan Pasal 2 UU BPJS,

menerangkan:

a. Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah asas yang terkait dengan

penghargaan terhadap martabat manusia

b. Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah asas yang bersifat oprasional

menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif.

21
Asih Eka Putri, 2014, Seri Buku Saku-2: Paham BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan), iedrich-
Ebert-Stiftung, hlm.20
C. Teori Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan sebuah konsep yang dipakai guna

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut Prof. Soekidjo

Notoatmojo pelayanan kesehatan adalah suatu sub sistem pelayanan kesehatan

yang memiliki tujuan utama untuk memberikan pelayanan preventif dan promotif

kepada masyarakat. Selain itu pengertian pelayanan kesehatan telah diatur

didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan terbagi menjadi empat bentuk yaitu

pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pelayanan kesehatan merupakan suatu hak mutlak bagi seluruh peserta

BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi seluruh fasilitas

kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan serta fasilitas kesehatan lainnya

atau penunjang. Pasal 47 ayat (3) Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Nomor 1 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang

diberikan dan dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri dari:22

1. Pelayanan Ambulans

2. Pelayanan gawat darurat

3. Pelayanan pada tingkat pertama dan lanjutan

4. Pelayanan alat kesehatan, obat, dan bahan medik habis pakai

5. Pelayanan screening kesehatan

6. Pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri

22
Tim Visi Yustisia, Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan Dari BPJS: Semua Warga Negara Wajib Daftar
(Jakarta: Visi Media, 2014) h. 9
Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan

masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik,

keduanya harus memenuhi beberapa persyaratan pokok sebagai berikut (Azwar,

1994:45):23

a. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) dan bersifat

berkesinambungan (continous) artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemuka, serta keberadaannya dalam

masyarakat ada pada setiap saat yang dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar (acceptable & appropriate)

Pelayanan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan,

keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat wajar.

c. Mudah dicapai (accessible)

Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik maka pengaturan

distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan

yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan tidak ditemukan di

daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

d. Mudah dijangkau (affordable)

Untuk dapat mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan biaya

pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat.

e. Bermutu (quality)

23
Azwar, Asrul. (1994). Manajemen Kualitas Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan yang pada satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan dan di pihak lain ata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode

etik serta standar yang telah ditetapkan.

Sedangkan mengenai stratifikasi pelayanan kesehatan, secara umum dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Servise)

Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (Basic Health

Service) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat serta mempunyai nilai

strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada

umumnya pelayanan kesehatan ini bersifat rawat jalan (Ambulatory / out

patient service).

b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health Servise)

Merupakan pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap

(in patient service) dan dibutuhkan tenaga-tenaga spesialis untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan ini.

c. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Service)

Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan

dibutuhkan tenaga-tenaga subspesialis untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan tingkat ketiga ini.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan

pelayanan yang dilakukan oleh perseorangan maupun secara Bersama

dengan tujuan untuk memulihkan dan menyembuhkan penyakit, meningkatkan


kesehatan seseorang dan atau masyarakat. Dalam pelaksanaannya,

pelayanan kesehatan mempunyai syarat pokok yang harus dipenuhi agar

pelayanan kesehatan tersebut bisa dikatakan baik. Adapun syarat tersebut

yaitu tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah

dicapai, mudah dijangkau dan bermutu.

2. Definisi operasional

a. Perlindungan hukum adalah perlindungan akan keberadaan harkat dan

martabat manusia, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang

dimiliki oleh manusia sebagai subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum

dari kesewenangan.

b. Peserta BPJS adalah Peserta yang dalam hal ini masih peserta Askes

sosial dari PT.Askes (Persero), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

dari PT.(Persero) Jamsostek, program Jamkesmas dan TNI/POLRI

mengalami pengalihan aturan adanya perpindahan ke BPJS.

c. Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok,

dan ataupun masyarakat.

G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, kerangka
konseptual, metode penelitian, asumsi hasil penelitian dan sistematika penulisan
tesis.
BAB II Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini akan diuraikanteori umum yang merupakan dasar pemikiran
yang akan penulis gunakan dalam menjawab permasalahan.
BAB III Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan menguraikan hasil penelitian, regulasi atau hukum yang
mengatur perlindungan hukum serta hambatan dalam perlindungan hukum bagi
pasien pengguna kartu BPJS Kesehatan.
BAB IV Pembahasan
Dalam bab ini menjelaskan bagaimana perlindungan hukum pengguna kartu
BPJS, hak dan kewajibab peserta BPJS, hak dan kewajiban pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran dari penelitian yang
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan melengkapi kebutuhan
perkembangan hukum untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran yang berkembang pesat.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Azwar, Asrul. (1994). Manajemen Kualitas Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar


Harapan. Jakarta

H.Malayu,S.P. Hasibuan, 2001, Pelayananan Terhadap Konsumen Jasa, Jakarta, PT.


Bumi Aksara. Hal. 161

Kementrian Kesehatan Indonesia, Bahan Paparan: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI,
2013), hlm. 20.
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2009), hlm.4
Muchsin, Fadillah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, (Bandung: Averrous Press,
2002),hlm.20.
Muh. Saefudin dkk. (Tim Redaksi), BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Cetakan
Pertama, Duta Nusindo Semarang, Semarang, 2014, hlm. 4.
Muktie, A.Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), hlm.74
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), hlm. 25.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 53.
Soekidjo Notoatjmojo, Etika Hukum & Kesehatan, Cetakan pertama, Rineka Cipta,
Jakarta, 2010, hlm 10.
Tim Visi Yustisia, Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan Dari BPJS: Semua
Warga Negara Wajib Daftar (Jakarta: Visi Media, 2014) hlm. 9
Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen,
(Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2007), hlm. 30.
Wila Chandrawila, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, hal. 47.
Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Depok: Rajawali Pers, 2011), hlm. 10.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

________. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


________. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
________. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
________. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
________. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada
Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan.
Perjanjian Kerja Sama Nomor 673/KTR/XIII-05/1221 tentang Pelayanan Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjutan Bagi Peserta Program Jaminan Kesehatan.

C. MAKALAH/KARYA TULIS ILMIAH

Asih Eka Putri, Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia (Legalasi Indonesia) Vol. 9,
No. 2, Juli 2012, hlm. 240.
Kemendikbud, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Daring”,https://kbbi.kemdikbud.go.id/, diakses pada 24 Juni 2023 pukul: 21.57
WIB
Sundoyo, Biro hukum dan Organisasi Setjen Departemen Kesehatan RI (Jurnal Hukum
Kesehatan) Vol. 2, No. 3, November 2009, hlm 3.

Zennia Almaida, ”Perlindungan Hukum Preventif Dan Represif Bagi Pengguna Uang
Elektronik Dalam Melakukan Transaksi Tol Nontunai”, Privat Law, Volume 9, No.
1, (Januari-Juni 2021), hlm. 222.

Anda mungkin juga menyukai