Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SEJARAH HUKUM

PELAYANAN BPJS (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN


SOSIAL) YANG BERKEADILAN DAN BERMARTABAT

DOSEN

PROF. Dr. TEGUH PRASETYO, SH, M.Si

Oleh

Apt Toyib, S.Far


23050102

PROGRAM STUDI MAGISTER


HUKUM SEKOLAH TINGGI
HUKUM MILITER JAKARTA
2023
PELAYANAN BPJS (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) YANG
BERKEADILAN DAN BERMARTABAT

Pelayanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang berkeadilan dan


bermartabat merujuk pada upaya pemerintah dalam memberikan akses pelayanan
kesehatan yang setara dan layak bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Konsep ini
mendasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, dan martabat manusia dalam
mengakses layanan kesehatan yang diperlukan.
Keadilan bermartabat, yaitu singaktan dari teori keadilan bermartabat, ia
merupakan teori hukum legal theory, jurisprudence atau philosophy of law dan pengetahuan
mengenai hukum substantif dari suatu sistem hukum. Ruang lingkup teori keadilan
bermartabat tidak hanya pengungkapan dimensi yang abstrak dari kaidah dan asas-asas
hukum yang berlaku. Lebih jauh daripada itu, teori keadilan bermartabat mengungkap pula
semua kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku di dalam sistem hukum, dalam hal ini
sistem hukum dimaksud sistem hukum positif Indonesia atau system hukum berdasarkan
Pancasila. Keadilan Bermartabat, disebut sebagai suatu teori hukum berdasarkan
Pancasila.1
Teori keadilan bermartabat tidak hanya menaruh perhatian kepada lapisan fondasi
hukum yang tampak di permukaan dari suatu sistem hukum. Teori keadilan bermartabat
juga berusaha menelusuri dan mengungkap lapisan fondasi hukum yang berada dibawah
permukaan fondasi hukum dari sistem hukum yang tampak itu. Teori keadilan bermartabat,
sesuai dengan ciri filosofis menguak asas-asas di bawah permukaan fondasi sistem hukum,
serta mendobrak dari bawah landasan kolonial. Fondasi yang sudah lama ada di dalam jiwa
bangsa oleh teori keadilan bermartabat dipandang sebagai bottom-line dari suatu sistem
hukum tempat seluruh isi bangunan sistem itu diletakkan dan berfungsi mengejar tujuannya
yaitu keadilan.
Beberapa aspek yang dapat menjadi pijakan dalam mewujudkan pelayanan BPJS
yang berkeadilan dan bermartabat meliputi:
1. Kesetaraan Akses
2. Pemertaan Kualitas Pelayanan
3. Transparansi.
4. Partisipasi Peserta
5. Tidak Diskriminatif

Teguh Prasetyo, 2015, Keadilan Bermartabat, Perspektif Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, hlm. 43
1. Kesetaraan Akses
Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan adalah merupakan visi dari
Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. Dalam upaya
menuju masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, maka pembangunan pelayanan
kesehatan di Indonesia mulai beralih dan berorientasi kepada paradigma sehat. Ini berarti
seluruh kegiatan pelayanan kuratif dan rehabilitatif harus mempunyai daya ungkit yang tinggi
bagi peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit orang sehat.1 Pelayanan kesehatan
BPJS memfokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/fasilitas kesehatan
primer, seperti di Puskesmas. Untuk itu kualitas fasilitas kesehatan primer ini harus dijaga,
mengingat efek dari implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ke depan, akan
mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Kepuasan pasien merupakan satu elemen yang penting dalam mengevaluasi
kualitas layanan dengan mengukur respon pasien setelah menerima jasa. Peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan, pelayanan kesehatan tidak
lagi terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, tetapi
pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.
Prinsip ini akan memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di FKTP/fasilitas
Kesehatan primer seperti di Puskesmas yang akan menjadi gerbang utama peserta BPJS
Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan.2
Landasan terbentuknya BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Undang-Undang ini merupakan
pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT
Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta,
program, aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban. Undang-Undang ini
membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaankerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun
dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara bertahap akan
memperluas jangkauan kepesertaan program jaminan sosial.3
1
Wulandari, Witri. (2016). Efektivitas Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Wajo Kota Baubau. Kybernan : Jurnal Studi Kepemerintahan,
1(1), 52.
2
Abidin. (2016). Pengaruh Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien di
Puskesmas Cempae. JURNAL MKMI, 12(2), 71
3
Trisna Widada, dkk. (2017). Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Masyarakat (Studi di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Kabupaten Bengkulu
Selatan, Provinsi Bengkulu). Jurnal Ketahanan Nasional , 23(2), 75.
Asas kesetaraan/kesederajatan (equality principle) merupakan suatu prinsip dasar
yang menjadi acuan bahwa setiap individu mausia memiliki hak asasi, setiap individu
memiliki kekdudukan yang sama dengan lainnya. Prinsip ini juga membentuk ekualitas,
dimana setiap orang harus diperlakukan sama pada situasi yang sama dan diperlakukan
berbeda pada situasi berbeda. Pernyataan tersebut merupakan pendapat penulis yang
dibuat berdasarkan postulasi, bahwa setiap manusia adalah sederajat atau setara dan
sama-sama memiliki HAM sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri setiap
invidu manusia, konsekuensinya setiap individu manusia memiliki “kesederajatan”,
“kesetaraan” dan “ekualitas”. Ini berarti pula HAM memiliki sifat universal dan eternal
(langgeng/abadi) tanpa memandang apapun ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama
atau kepercayaannya, pendapat politiknya, kebangsaan atau nasionalitasnya dan suku
bangsanya. Selain itu hak-hak dasar antara yang satu dengan yang lainnya sangat korelatif
sehingga tidak bisa dilepaskan dan tidak bisa dibagi-bagi (interrelated, independent, dan
indivisible).12
Selain kepastian hukum dan kemanfaatan yang menjadi tujuan hukum, Kesetaraan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keadilan. Keadilan distributif dan keadilan
korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum pidana dan
perdata. Keadilan distributif dan korektif sama- sama rentan terhadap problema kesamaan
atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan
distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama rata diberikan atas pencapaian
yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan
yang disebabkan oleh misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.13
Merujuk pada dinamika pelayanan jaminan sosial dapat dipastikan ditemui
banyaknya interaksi antara sesama peserta dan pelaksana pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, memungkinkan timbulnya ketidaksesuaian antara peserta dengan pelaksana
pelayanan kesehatan. Sehingga dibutuhkan suatu nilai yang dapat dijadikan panduan dalam
pelayanan kesehatan. Asas kesetaraan adalah nilai yang dapat digunakan sebagai panduan
tersebut. Yang dimaksud dengan kesetaraan dalam pelayanan jaminan kesehatan adalah
kesamaan kondisi bagi peserta untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya dalam
menikmati pelayanan jaminan kesehatan sesuai dengan pilihannya. Selanjutnya, kesetaraan
juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural dan kultural baik bagi
peserta penerima bantuan iuran maupun bagi peserta bukan penerima bantuan iuran.

4
Gunakaya, A. Widiada. (2017). Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Andi, h. 64-65.
5
Inge Dwisvimiar, “Keadilan Dalam Persfektif Filsafat Ilmu Hukum”, terdapat dalam
http://www.dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/179/127, diakses 12 Agustus 2021.
2. Pemerataan Kualitas Pelayanan
Bentuk upaya Negara dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu dengan
meluncurkan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program ini diselenggarakan
oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang merupakan lembaga yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS yang diamanatkan
dalam Undang- Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini dijadikan upaya pemerintah untuk
mengayomi masyarakat kecil yang selama ini kesulitan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Ketentuan bunyi Pasal 14 UU BPJS menyebutkan “Setiap orang, termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta
program Jaminan Sosial, “wajib” dalam Pasal 14 UU BPJS ini memberi makna, setiap orang
baik anak-anak maupun dewasa, orang miskin, atau orang kaya semuanya wajib ikut
program jaminan sosial kesehatan di BPJS. Hal ini tentunya, Pasal 14 UU BPJS ini
bertentangan dengan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.6
BPJS menjamin pelayanan kesehatan untuk seluruh penggunanya dengan fasilitas
yang dijanjikan, yaitu membantu penggunanya dalam penanganan biaya untuk pelayanan
kesehatan . Fasilitas-fasilitas yang dijamin oleh BPJS meliputi pelayanan kesehatan tingkat
pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencangkup administrasi
pelayanan, pelayanan promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
medis, tindakan medis non spesialistik, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai,
transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnosis
laboratorium tingkat pertama, serta rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
Tidak hanya itu, BPJS juga menjamin pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
yang mencangkup tentang pengobatan rawat jalan meliputi administrasi pelayanan,
pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis,
tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis, pelayanan obat dan bahan medis
habis pakai, pelayanan alat kesehatan implant, pelayanan penunjang diagnostik lanjutan
sesuai dengan indikasi medis, rehabilitasi medis, pelayanan darah, pelayanan kedokteran
forensik, dan pelayanan jenazah. Selanjutnya, terdapat juga pelayanan rawat inap yang
meliputi perawatan inap non intensif perawatan inap di ruang intensif, serta pelayanan
kesehatan lain yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI.
Kualitas pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) atau lembaga
sejenisnya sangat penting untuk memastikan perlindungan kesehatan dan keamanan sosial
yang efektif bagi masyarakat. Kualitas pelayanan yang baik dari BPJS memiliki beberapa
manfaat penting:
6
Aida Mardatillah HukumOnline. Com, last modified 2019
1. Setiap peserta BPJS mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:
a. pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat
Pertama (RITP),
b. pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat
Lanjutan (RITL);
c. pelayanan gawat darurat
2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan
yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan.
3. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telaT melakukan perjanjian
kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu (kegawatdaruratan
medik atau darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan.
4. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien
dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.
5. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan Kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya
dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat
pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan
pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
6. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib merujuk
kembali peserta JKN disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara
medis peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
merujuk.
7. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (diabetes mellitus, hipertensi,
jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy, skizofren, stroke, dan
Sindroma Lupus Eritematosus) wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan
stabil, disertai
.
3. Transparansi
Undang-Undang yang mengatur tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini memberikan dasar hukum untuk
pembentukan dan pengaturan BPJS, serta mengatur berbagai aspek terkait transparansi
dalam operasional BPJS.
Beberapa poin penting terkait transparansi dalam Undang-Undang BPJS antara
lain:
1. Publikasi Informasi: Pasal 32 Undang-Undang BPJS mengamanatkan bahwa BPJS
wajib melakukan publikasi informasi tentang program jaminan sosial, kepesertaan,
manfaat, dan prosedur klaim kepada peserta dan masyarakat umum. Informasi
tersebut harus mudah diakses dan dimengerti oleh masyarakat.
2. Keterbukaan Keuangan: Pasal 50 Undang-Undang BPJS menyebutkan bahwa
BPJS wajib menjalankan prinsip keterbukaan keuangan, termasuk penyusunan dan
publikasi laporan keuangan secara berkala.
3. Akuntabilitas: Pasal 51 Undang-Undang BPJS menjelaskan mengenai akuntabilitas
BPJS terhadap para peserta, pemerintah, dan masyarakat umum. BPJS wajib
menyelenggarakan tata kelola yang baik dan memastikan penggunaan dana jaminan
sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Partisipasi Peserta: Undang-Undang BPJS juga mengakui hak peserta untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait program jaminan sosial. Pasal
56 menyebutkan bahwa BPJS wajib melibatkan peserta dalam proses pengambilan
keputusan, termasuk melalui mekanisme musyawarah dan pengawasan.
5. Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa: Pasal 60 dan 61 Undang-Undang BPJS
mengatur tentang hak peserta untuk mengajukan pengaduan dan prosedur
penyelesaian sengketa terkait pelaksanaan program jaminan sosial. BPJS harus
memberikan akses yang mudah dan adil bagi peserta untuk mengajukan pengaduan
serta memastikan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang transparan.
6. Pengawasan: Undang-Undang BPJS juga mengatur tentang pengawasan terhadap
pelaksanaan program jaminan sosial oleh lembaga pengawas jaminan sosial

4. Partisipasi Peserta
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah lembaga di Indonesia yang
bertanggung jawab untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, termasuk jaminan
kesehatan. Peserta BPJS adalah individu atau anggota yang telah mendaftar dan
membayar iuran ke lembaga ini untuk mendapatkan manfaat jaminan sosial, terutama dalam
hal layanan kesehatan.
Partisipasi peserta BPJS melibatkan beberapa langkah:
1. Pendaftaran: Individu atau keluarga yang ingin menjadi peserta BPJS harus
mendaftar terlebih dahulu. Ini bisa dilakukan melalui kantor BPJS, situs web resmi
BPJS, atau kantor cabang terdekat.
2. Pembayaran Iuran: Setelah mendaftar, peserta diharuskan membayar iuran secara
berkala. Iuran ini akan digunakan untuk memberikan akses kepada peserta terhadap
layanan kesehatan dan manfaat jaminan sosial lainnya.
3. Penggunaan Manfaat: Peserta yang telah membayar iuran memiliki hak untuk
mengakses layanan kesehatan yang ditawarkan oleh fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS. Ini termasuk layanan konsultasi dokter, rawat inap,
tindakan medis, obat-obatan, dan lain-lain, tergantung pada program dan pola iuran
yang dipilih.
4. Klaim dan Penggantian Biaya: Ketika peserta menerima layanan kesehatan,
fasilitas kesehatan yang bersangkutan akan mengajukan klaim kepada BPJS untuk
menggantikan biaya pelayanan yang diberikan kepada peserta. Proses klaim ini
dapat melibatkan pengajuan dokumen dan prosedur administratif tertentu.
5. Peningkatan Layanan: Peserta juga dapat berkontribusi dalam memberikan umpan
balik kepada BPJS mengenai pengalaman mereka dalam menggunakan layanan. Ini
membantu BPJS untuk terus memperbaiki dan meningkatkan program jaminan
sosial dan layanan kesehatan yang mereka sediakan.
6. Perpanjangan Keanggotaan: Keanggotaan BPJS perlu diperpanjang secara
berkala dengan membayar iuran sesuai jadwal yang ditentukan. Jika peserta tidak
memperpanjang keanggotaan, maka mereka tidak akan lagi mendapatkan manfaat
dari program jaminan sosial BPJS.

5. Tidak Diskriminatif
BPJS Kesehatan merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang
memiliki tujuan untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Selain itu, terdapat
juga dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001 yang
menyatakan bahwa Presiden diberi tugas untuk membuat suatu sistem jaminan sosial
nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia
yang lebih menyeluruh dan terpadu (Panggabean, 2018). Pelayanan kesehatan dapat
diterima oleh masyarakat di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, salah satunya di rumah
sakit. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna
tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Pelayanan berorientasi pada pemenuhan
atas permintaan dan harapan konsumen, sehingga tidak bisa dipisahkan dengan kualitas
atau mutu. Mutu pelayanan kesehatan merupakan standar kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pengguna jasa pelayanan kesehatan sesuai
dengan tingkat kepuasan penduduk dan juga yang menyelenggarakannya sesuai dengan
kode etik profesi yang telah ditentukan
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Rumah Sakit, rumah sakit adalah
institusi pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang sangat kompleks yang menyelenggarakan
berbagai jenis pelayanan kesehatan melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku tanpa memandang agama, golongan, dan kedudukan
(Matippanna, 2018) Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sudah
barang tentu wajib mematuhi peraturan perundang-undang yang berlaku. Dalam Undang-
Undang Rumah Sakit, sudah tertuang dengan jelas terkait kewajiban-kewajiban rumah sakit
yang harus dilaksanakan dengan baik. Sekumpulan kewajiban rumah sakit tersebut telah
diatur di dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai