Anda di halaman 1dari 1

Essay Kebijakan Pemerintah tentang kesehatan di

Indonesia
BPJS Kesehatan – Sebuah Penyelesaian yang masih belum bisa
menyelesaikan
Kesehatan merupakan salah satu anugrah terbesar manusia dan hal yang sangat penting bagi semua manusia.
Jika seseorang sakit, dia tidak akan mampu melaksanakan berbagai kegiatan dan aktifitasnya. Hal tersebut tentu akan
berdampak bagi kelangsungan hidupnya dan orang lain terutama keluarganya. Kita hidup di negara Indonesia yang
berlandaskan Pancasila. Salah satu sila Pancasila yaitu sila ke 5 berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Keadilan sosial disini salah satunya adalah keadilan dalam akses kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan program Jaminan Sosial Nasional. Berdasarkan ketetapan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011,
Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang
implementasinya dimulai 1 Januari 2014.
Bila mengacu pada UU No 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan (Situs BPJS Kesehatan, 2014). Setiap peserta BPJS kesehatan berhak memperoleh
manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis.
Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi,
dan ambulans (Supriyantoro, 2013).
Sejak dilaksanakannya program BPJS kesehatan, banyak masalah yang dihadapi serta
keluhan yang dirasakan oleh peserta antara lain sosialisasi BPJS yang kurang mengena dan tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat ditingkat yang paling bawah. Selain itu, praktek percaloan di
Kantor Cabang BPJS dan rumah sakit yang marak juga menjadi masalah dalam pelaksanaan BPJS
kesehatan. BPJS menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah
pendaftaran diterima. Padahal sakit menimpa tanpa terduga dan tak mungkin bisa ditunda.
Masalah lain adalah rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan
terbatas dan tidak fleksibel. Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk
memperoleh rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama bekerja sama dengan
BPJS. Tentu ini menyulitkan orang yang sering bepergian dan bekerja di tempat jauh. Rumitnya
alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang juga dikeluhkan
oleh peserta BPJS. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama,
yaitu puskesmas. Selain itu, banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan
yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Biaya ambulance ditanggung sendiri oleh pasien pada
saat dirujuk ke rumah sakit lain. Lalu, ada indikasi adanya permainan dalam penetapan jenis dan
merk obat oleh dokter rumah sakit yang bersifat komersial. Padahal menurut Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011, BPJS seharusnya menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasar asas
kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.
Melihat daftar masalah diatas tentu perlu menjadi perhatian pemerintah agar pelaksanaan BPJS Kesehatan
bisa terlaksana dengan baik dan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia karena sejatinya BPJS kesehatan
merupakan sebuah penyelesaian yang baik dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia dan setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Anda mungkin juga menyukai