Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS SEGITIGA KEBIJAKAN KESEHATAN

DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG RI NO. 24 TAHUN 2011


TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Diajukan Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Administrasi Kebijakan Kesehatan

Oleh : Yusmaini
NIM : 2005006

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES HANGTUAH PEKANBARU
TAHUN AJARAN
2020/2021
ANALISIS SEGITIGA KEBIJAKAN KESEHATAN
DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG RI NO. 24 TAHUN 2011
TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Pendahuluan
Dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, salah satunya
adalah dengan melakukan pemeliharaan kesehatan yang juga merupakan upaya untuk
meningkatkan produktifitas masyarakat. Masyarakat tentunya berusaha menjaga dan
memelihara kesehatannya. Namun setiap orang memiliki kondisi dan kemampuan yang
berbeda-beda. Terjadinya kecelakaan tidak bisa disangka sebelumnya dan tidak bisa
dihindari, serta tidak seorang pun yang mampu menolak penyakit yang dideritanya.
Kesulitan masyarakat dalam mencukupi biaya pemeliharaan kesehatan bukanlah
alasan untuk tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pemerintah dapat membantu
meringankan beban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak
dengan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan melalui
jaminan kesehatan.
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial maka dibentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh
Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada 25 November 2011 di Jakarta oleh
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Adapun tujuan dari dibentuknya Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial adalah untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau
anggota keluarganya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang disingkat BPJS
merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial yang terdiri atas BPJS Kesehatan yaitu yang menyelenggarakan program jaminan
kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Pembahasan
Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2011, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial.
Adapun prinsip dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) antara lain
kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas,
kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya
kepentingan peserta.
Pada pasal 5 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS adalah
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja, program jaminan
kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

Kebijakan Kesehatan
Kebijakan sering diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka
yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu bidang kesehatan, lingkungan,
pendidikan atau perdagangan. Orang-orang yang menyusun kebijakan disebut dengan
pembuat kebijakan.
Pengertian kebijakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan
sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman
untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.
Kebijakan dapat disusun di semua tingkatan pemerintah pusat atau daerah,
perusahan multinasional atau daerah, sekolah atau rumah sakit. Orang-orang ini kadang
disebut pula sebagai elit kebijakan satu kelompok khusus dari para pembuat kebijakan
yang berkedudukan tinggi dalam suatu organisasi dan sering memiliki hubungan
istimewa dengan para petinggi dari organisasi yang sama atau berbeda.
Kebijakan dapat mengacu kepada kebijakan kesehatan atau ekonomi yang
disusun pemerintah dimana kebijakan tersebut digunakan sebagai batasan kegiatan atau
suatu usulan tertentu.
Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting pada sektor kesehatan karena
sangat berperan bagi perekonomian suatu Negara, kesehatan juga mempunyai posisi
penting dibanding masalah sosial yang lain.
Kebijakan kesehatan merupakan segala tindakan pengambilan keputusan yang
memengaruhi sistem kesehatan yang dilakukan oleh aktor institusi pemerintah,
organisasi, lembaga swadaya masyarakat dan lainnya. Menurut WHO (2014), Urgensi
kebijakan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin menguat mengingat
karakteristik unik yang ada pada sektor kesehatan yaitu sektor kesehatan amat kompleks
karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan kepentingan masyarakat luas dan
ketidakpastian kondisi sakit
Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang
kesehatan.
Untuk menganalisis suatu kebijakan kesehatan dapat dilakukan melalui segitiga analisis
kebijakan yang terdiri dari actor, konten, konteks dan proses.

Konteks

Aktor
 Individu
 Kelompok
 Organisasi

Konten/Isi Proses

Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan untuk melihat suatu


tatanan hubungan yang kompleks yang berhubungan satu dengan yang lainnnya.
Kebijakan dapat mengacu kepada kebijakan kesehatan atau ekonomi yang disusun
pemerintah dimana kebijakan tersebut digunakan sebagai batasan kegiatan atau suatu
usulan tertentu. Pada kenyataannya, para pelaku dapat dipengaruhi (sebagai seorang
individu atau seorang anggota suatu kelompok atau organisasi) dalam konteks dimana
mereka tinggal dan bekerja; konteks dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: ketidak-
stabilan atau ideologi, dalam hal sejarah dan budaya; serta proses penyusunan kebijakan
bagaimana isu dapat menjadi suatu agenda kebijakan, dan bagaimana isu tersebut dapat
berharga dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan mereka dalam strutur kekuatan, norma
dan harapan mereka sendiri. Dan isi dari kebijakan menunjukan sebagian atau seluruh
bagian ini.
Menurut WHO (2014), Urgensi kebijakan kesehatan sebagai bagian dari
kebijakan publik semakin menguat mengingat karakteristik unik yang ada pada sektor
kesehatan yaitu sektor kesehatan amat kompleks karena menyangkut hajat hidup orang
banyak dan kepentingan masyarakat luas dan ketidakpastian kondisi sakit.
Salah satu kebijakan kesehatan adalah disusunnya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pemerintah mengundangkan UU BPJS membentuk dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan.  BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan berkedudukan dan
berkantor di ibu kota Negara RI.  BPJS dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi
dan kantor cabang di kabupaten/kota. (UU BPJS) diundangkan sebagai pelaksanaan
ketentuan UU SJSN Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005. Tujuan UU BPJS No. 24 Tahun 2011 ini
adalah untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan
dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan anggota keluarganya.
Dibawah ini merupakan penjabaran faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
kesehatan dalam pembentukan UU RI No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.

Aktor Perumusan UU RI No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial.
Proses pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh aktor yaitu posisi dalam struktur
kekuasaan, nilai, pendapat dan harapan pribadi. Konten kebijakan mencerminkan
dimensi tersebut. Konten merupakan substansi dari kebijakan yang secara detail
menggambarkan bagian pokok dari kebijakan tersebut. Aktor merupakan pusat dari
kerangka kebijakan kesehatan. Aktor merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebut suatu individu, kelompok dan organisasi yang memengaruhi suatu kebijakan.
Aktor pada dasarnya memang memengaruhi kebijakan namun seberapa luas dan
mendalam dalam memengaruhi kebijakan tergantung dari kekuasaannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004, batas waktu
paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS
dengan UU No. 40 Tahun 2004 adalah tanggal 19 Oktober 2009, yaitu 5 tahun sejak UU
No. 40 Tahun 2004 diundangkan.
Batas waktu penetapan UU tentang BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40
Tahun 2004 tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah. RUU tentang BPJS tidak selesai
dirumuskan.
DPR RI mengambil inisiatif menyelesaikan masalah ini melalui Program
Legislasi Nasional 2010 untuk merancang RUU tentang BPJS. DPR telah
menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Pemerintah pada 8 Oktober 2010 untuk
dibahas bersama Pemerintah.
DPR RI dan Pemerintah mengakhiri pembahasan RUU tentang BPJS pada
Sidang Paripurna DPR RI tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS disetujui untuk
disahkan menjadi Undang-undang. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada
Presiden pada tanggal 7 November 2011. Pemerintah mengundangkan UU No. 24
Tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011.
Pembentukan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang pertama inisiati
DPR RI melalui Program Legislasi Nasional 2010-2011: RUU tentang BPJS inisiatif
DPR RI 2010 oleh Tim Pansus RUU tentang BPJS, DIM RII tentang BPJS dari
Pemerintah, RUU tentang BPJS (Draft Akhir tanggal 7 November 2011 dan UU No. 24
Tahun 2011 tentang BPJS.
Pembentukan RUU Inisiatif Pemerintah periode tahun 2007-2009: Naskah
Akademik RUU BPJS : Tim dan kelompok Kerja Penyusun Peraturan Perundang-
undangan Pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004, SK Menko Kesra No.
14A/KEP/MENKO/KESRA/VI/2006, Izin Prakarsa Presiden No. B-540/m.Sesneg/D-
4/10/2007, tanggal 2 Oktober 2007.
Konten Undang-undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial berisi mengenai ketemtuan umum, pembentukan dan ruang lingkup, status dan
tempat kedudukan, fungsi, tugas, wewenang, hak, dan kewajiban, pendaftaran peserta
dan pembayaran iuran, organ BPJS, persyaratan. Tata cara pemilihan dan penetapan,
dan pemberhentian anggota dewan pengawas dan anggota direksi, pertanggungjawaban,
pengawasan, pembubaran BPJS, penyelesaian sengketa, hubungan dengan lembaga lain,
larangan, ketentuan pidana, ketentuan lain-lain, ketentuan peralihan, ketentuan penutup.

Konteks Undang-undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial
Faktor pendidikan, ekonomi, dan budaya ternyata bukan menjadi masalah besar
bagi masyarakat saat ini. Faktor sosial yang menyangkut kesejahteraan, dan kesehatan
masyarakat merupakan masalah yang jauh lebih penting untuk diperhatikan. Karena
seperti kita ketahui bahwa taraf kesejahteraan hidup sangat berdampak pada tingkat
kesehatan dari masyarakat itu sendiri. Bagi mereka yang memiliki hidup dengan taraf
kesejahteraan baik, pola hidup serta kesehatan mereka cenderung lebih terjaga,
sedangkan bagi mereka yang hidup dengan taraf kesejahteraan kurang, mereka biasanya
kurang peduli atau bahkan tidak menjaga pola hidup dan kesehatan mereka.
Bila seseorang diserang oleh penyakit, apalagi harus dirawat di rumah sakit
dalam jangka waktu yang lama, pastinya membutuhkan biaya yang besar. Bagi
masyarakat golongan keatas tentu hal yang biasa saja, karena mereka mempunyai
pendapat yang tinggi. Namun berbeda halnya dengan orang miskin atau berpenghasilan
rata-rata, ini menjadi masalah besar dalam hidupnya.
Disinilah kewajiban negara untuk memberikan pelayanan publik guna
meningkatkan kesejahteraan sosial. Secara resmi Pemerintah telah memberlakukan
BPJS tersebut pada tanggal 1 Januari 2014 berdasarkan pasal 60 ayat 1 UU nomor 24
tahun 2011 tentang BPJS. BPJS ini yang memberikan pelayanan sosial, terutama di
bidang asuransi kesehatan. Mulai tahun 2014 ini, tidak ada lagi PT. Askes (persero)
selaku jasa asuransi yang mengurusi asuransi kesehatan dan kemudian beralih kepada
BPJS Kesehatan. Kedepannya BPJS Kesehatan ini berlaku untuk seluruh wilayah
Indonesia dan bisa digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Proses Penyusunan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (UU BPJS) adalah amanat dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk membentuk
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Karena Badan Penyelenggara Jaminan harus
dibuat dengan Undang-Undang. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS adalah
transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk terselenggaranya Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial ini membentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Adanya kedua BPJS tersebut jangkauan
kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap.
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial disahkan pada tanggal 25 November 2011 di Jakarta oleh Presiden Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono. UU 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
diundangkan oleh Menkumham Amir Syamsudin pada tanggal 25 November 2011 di
Jakarta.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial maka mencabut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mencabut Undang- Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3468).
Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 34
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
X/MPR/2001, Presiden ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional
dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh
dan terpadu.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional
perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan
prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati- hatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana
Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar- besarnya kepentingan Peserta.
Pembentukan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini
merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara
Nomor 007/PUU- III/2005, guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan
BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Undang-
Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan
pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT
Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI
(Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti
adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan
kewajiban.

Anda mungkin juga menyukai