Rahmi Lisdeni
1906336271
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
1
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul kepemimpinan strategis ini dengan
lancer. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi ujian kepemimpinan strategis. Dimana
dalam kepemimpinan strategis .
Tak ada gading yang tak retak retak, oleh karena penulis menyadari penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Penulis dengan tangan terbuka menerima berbagai saran yang
bersifat membangun. Terimakasih kepada Ibu Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kepemimpinan
Strategis yaitu Ibu Fajar Ariyanti, SKM, MKM, PHd atas bimbingan dan ilmu.
Rahmi Lisdeni
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
1. Latar belakang
2. Tujuan
BAB II ISI
II.1 Upaya mewujudkan kepemimpinan strategis dan kemampuan berpikir sistem sebagai
kemestian dalam meningkatkan kinerja sistem kesehatan
II.2 Mental model yang dilakukan agar meningkatkan agar tujuan organisasi dapat tercapai
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
4
BAB 1
PENDAHULUAN
dan praktik di abad ke-20, dan memiliki banyak asal dalam berbagai disiplin ilmu seperti
biologi, antropologi, fisika, psikologi, matematika, manajemen, dan ilmu komputer. Istilah
ini dikaitkan dengan berbagai macam variasi ilmuwan, termasuk ahli biologi Ludwig von
Bertalanffy yang mengembangkan Teori Sistem Umum; psikiater Ross Ashby dan
antropolog Gregory Bateson yang memelopori bidang sibernetika; Jay Forrester, sebuah
komputer insinyur yang meluncurkan bidang dinamika sistem; ilmuwan di Santa Fe Institute,
seperti Noble Laureates Murray Gell-Mann dan Kenneth Arrow, yang telah membantu
mendefinisikan sistem adaptif yang kompleks [4]; dan berbagai macam pemikir manajemen,
termasuk Russell Ackoff, seorang pelopor dalam riset operasi pasien, dan Peter Senge, yang
ilmuwan dari banyak tradisi disiplin, dalam banyak kasus memungkinkan mereka untuk
mentransfer metode dari satu disiplin ilmu ke disiplin lainnya (antar-disiplin), atau untuk
berbagai pemangku kepentingan, termasuk peneliti dan mereka dipengaruhi oleh penelitian
(trans-disipliner).
5
Senge (2007) menyatakan bahwa pandangan pemikiran sistem diperlukan untuk dapat
“mampu memahami kompleksitas dinamis dari sistim sosial. Berpikir sistem adalah disiplin
untuk melihat “struktur” yang mendasari situasi kompleks, dan untuk membedakan tinggi
perubahan yang leverage rendah. (Sterman, 2000). Penerapan dan adaptasi prinsip pemikiran
sistem dalam organisasi mungkin sangat menguntungkan.
Konsep pemikiran sistem didasarkan pada filosofi sistem dan menyatakan bahwa ada
aktivitas manusia adalah sistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan (Vickers, 1970).
Sistem berfikir adalah cara memahami realitas yang menekankan hubungan antara bagian-bagian
sistem, bukan bagian itu sendiri (Sterman, 2000). Dari sudut pandang klasik bahwa sistem adalah
kombinasi dari dua atau lebih elemen, ketika setiap elemen dari keseluruhan mempengaruhi
elemen lain dan prilaku setiap elemen mempengaruhi prilaku (Bertalanffy, 1969; Rapoport,
1986). Sejak belajar "Pemodelan dinamika sistem: alat untuk belajar di dunia yang kompleks"
oleh Sterman (2000) telah ditulis, pemikiran sistem dievaluasi.
Studi Gomez dan Probst (1987), Glass dan Mackey (1988), Do¨rner (1989), Ossimitz
(2000), Midgley (2000), Sterman (2000) dan Warren (2002) menunjukkan hal itu berpikir
dinamis sebagai kompetensi berpikir sistem adalah anteseden yang kuat dari kepemimpinan
kinerja. Berpikir dinamis mengacu pada konsepsi prinsip efek penundaan dan hambatan
pertumbuhan, dll. Konsepsi prinsip-prinsip ini menciptakan nilai tambahan dalam sistem
aktivitas pemimpin dinamika, yaitu evaluasi putaran umpan balik ke sistem, identifikasi.
berpikir kritis dan secara kreatif (Senge, 2007). Model mental adalah yang kedua dari lima
disiplin ilmu Senge organisasi pembelajaran (Senge, 1990). Pemahaman model mental
memberikan kesempatan untuk memahami bagaimana orang memahami diri mereka sendiri
(Argyris dan Schon, 1996) dan dunia sekitarnya, memperluas area berpikir dan mengembangkan
6
keterbukaan pikiran yang mengarah pada kesempatan untuk menggunakan kebebasan
bereksperimen. Pada dasarnya, tidak ada solusi yang benar atau salah dalam proses kreatif ini
karena Proses pengambilan keputusan menjadi unik dan mengarah pada peluang untuk
menciptakan keunggulan kompetitif jangka panjang karena melihat dunia asli memungkinkan
Di bidang kesehatan global yang berubah dengan cepat, itu sulit mengetahui apakah
perhatian baru-baru ini terhadap pemikiran sistem hanya mode lain, atau sesuatu yang
menawarkan lebih tahan lama wawasan yang dapat digunakan untuk pemahaman dan tindakan.
Beberapa melihat berpikir sistem sebagai menyediakan bahasa yang kuat untuk berkomunikasi
dan menyelidiki masalah yang kompleks, sementara yang lain dibingungkan oleh kumpulan
teori, metode, dan alat yang cukup besar dan tidak berbentuk. Waktu akan menjawab, tentu saja,
tetapi sementara itu, akan sangat membantu untuk mempertimbangkan alasan kami akan
menggunakan pemikiran sistem di bidang yang sudah menarik atas kumpulan teori, metode, dan
alat yang kaya dari ilmu kesehatan, ilmu sosial, teknik, matematika, dan disiplin ilmu lainnya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah berjalan sejak tahun 2014 lalu
ternyata dalam implementasinya banyak mengalami hambatan. Hambatan bukan hanya dari sisi
internal, melainkan juga dari faktor eksternal. Sebagai suatu sistem yang mengintegrasikan
berbagai pihak baik dari bidang kesehatan, keuangan, sosial, dan sebagainya. Sukses
pelaksanaan SJSN membutuhkan pemimpin yang mengerti keseluruhan aspek yang terkait
pemimpin tersebut tidak hanya mampu menganalisis bagian-bagian dari masalah (berfikir secara
reduksionis) namun juga secara holistik, atau disebut dengan Berfikir Sistem.
7
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa sebagai tenaga kesehatan (atau
calon tenaga kesehatan) perlu mempelajari kepemimpinan, padahal sebenarnya sudah dinyatakan
kompeten di bidangnya? (Ade Heryana, 2019) Untuk menjawab ini penulis mengutip pendapat
Frank J. Lexa dalam bukunya “Leadership Lessons for Health Care Providers” bahwa terdapat
beberapa alasan bagi tenaga kesehatan untuk mempelajari kepemimpinan (Lexa, 2017): 1.
Industri kesehatan mengalami perubahan yang cepat meliputi aspek pelayanan, cara pembayaran,
teknologi, dan kebijakan. Kondisi ini tentu membutuhkan kemampuan memimpin yang kuat
untuk membawa organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan 2. Industri kesehatan memiliki
pelayanan yang kompleks dengan tingkat tekanan dari masyarakat yang tinggi.
Untuk itu dibutuhkan pemimpin yang memiliki strategi dan taktik untuk terus
berkembang dalam kondisi seperti ini. 3. Kepemimpinan memiliki daya magis dalam
menghasilkan kinerja organisasi atau kelompok yang baik. Lalu bagaimana dengan tenaga
kesehatan masyarakat? Memimpin dan berfikir sistem merupakan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki para ahli kesehatan masyarakat saat ini. Dalam Blue Print Uji Kompetensi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Indonesia yang disusun oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI),
untuk melakukan kajian dan analisis; 2) Kemampuan untuk merencanakan dan terampil
Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan. merencanakan dan mengelola sumber dana; dan 8)
Kemampuan untuk memimpin dan berfikir sistem (IAKMI & AIPTKMI, 2012).
8
Penjelasan tersebut menurut penulis cukup memberikan jawaban kenapa tenaga kesehatan
khususnya ahli kesehatan masyarakat perlu mempelajari ilmu kepemimpinan. Bahkan lebih jauh
ahli kesehatan masyarakat perlu dibekali dengan kemampuan berfikir sistem sebagai bekal dalam
1.2 Tujuan
Mencari jawaban bagaimana
Jika anda memegang jabatan sebagai pimpinan manejer di sebuah instansi kesehatan :
9
BAB II
ISI
II.1 Upaya mewujudkan kepemimpinan strategis dan kemampuan berpikir sistem sebagai
kemestian dalam meningkatkan kinerja sistem kesehatan
Kepemimpinan strategis masa kini adalah sebuah kepemimpinan yang dapat memupuk
perubahan kearah yang lebih dalam organisasi pembelajaran, melalui personal mastery; mental
models; team learning; system thinking dan shared vision. Seorang pemimpin yang ideal, mampu
mempergunakan sumber daya non materialnya (pengetahuan, visi, etika, solidaritas dan
kebersamaan) secara efektif. Mampu menterjemahkan visi menjadi kenyataan. Memberikan
kekuasaan pada orang-orang yang dipimpinnya (pemberdayaan). Selalu belajar melalui refleksi
dan praktik. Menciptakan iklim kerja yang dapat meningkatkan pembelajaran dalam tim nya.
Mau mendengarkan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga mereka bisa menjadi mitra.
Sistem merupakan sebuah struktur. Untuk dapat memahaminya, kita mesti tahu
bagaimana ia hidup, berubah ataupun bermodifikasi. Sistem memelihara
keberadaannya dan kesatuannya melalui interaksi antar komponen didalamnya.
Sebuah sistem yang begitu kuat dalam cerita ini dapat dilihat di Johns Hopkins.
Sistem dengan kebijakan yang masih menganut paham rasisme, yang
berdampak pada pembedaan pelayanan, fasilitas dan klasifikasi pekerjaan
antara orang kulit putih dan hitam. Saat itu system ini terpelihara sekian lama
karena masing-masing subsistemnya tetap berinteraksi memelihara kondisi itu.
Tidak ada yang memulai perubahan, ataupun tidak ada interaksi yang
membuatnya bermodifikasi untuk menciptakan kondisi sistem yang baru.
Awal perubahan dimulai ketika Blalock dan Vivien ada di Johns Hopkins.
Interaksi Blalock dan Vivien menciptakan kekuatan untuk memulai perubahan itu.
Kekompakan mereka dalam bekerja dan menciptakan sebuah teknik bedah
10
jantung, menjadikan momentum perubahan positif dan harapan didunia
kedokteran. Sistem di Johns Hopkins dengan prinsip “do not touch the heart”
akhirnya bisa bisa dipatahkan dengan pembuktian dari Blalock dalam
keberhasilan menyelamatkan bayi dengan Blue Baby Syndrome.
Menerapkan sikap dan kebijakan terbuka adalah salah satu cara yang baik untuk menjalin
hubungan dengan staf. Sikap terbuka yang dimaksud di sini adalah lembaga pelayanan kesehatan
mau membuka diri menerima ide dan pendapat dari staf mengenai beberapa hal tertentu. Bahkan
kita juga bisa membuat kebijakan yang memungkinkan staf untuk mengajukan komplain
mengenai sesuatu. Selain membuat staf merasa dihargai, untuk menjalin hubungan dengan staf
juga memungkinkan lembaga pelayanan kesehatan mendapatkan ide dan pendapat baru yang
mungkin saja tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Perusahaan juga bisa mengetahui kendala
apa yang sedang dihadapi oleh staf.
11
B. Berkomunikasi dengan Baik
Untuk bisa menjalin hubungan dengan staf, pastikan staf mengetahui bahwa Anda sebagai
atasan bersedia melakukan komunikasi dengan baik dalam kesempatan apapun. Baik itu
komunikasi langsung, dalam meeting, melalui email atau telepon dan sebagainya. Jangan hanya
mementingkan pekerjaan Anda sendiri tanpa mempedulikan staf.
Bertemu dengan staf tidak cukup hanya melalui meeting atau keperluan kantor saja. Melainkan
berupayalah untuk menyediakan waktu sebanyak atau sebisa mungkin dengan staf untuk
menjalin hubungan baik. Pastikan hadir bagi staf dalam keadaan susah maupun duka. Contoh
kecil yang mudah dilakukan adalah makan siang bersama, ikut merayakan ulang tahun staf,
menjenguk staf yang sakit dan sebagainya.
12
G. Terapkan Peraturan yang Sama Pada Setiap Staf
Jangan memanfaatkan status atau kedudukan yang lebih tinggi untuk bersikap sewenang-
wenang. Ikuti peraturan perusahaan yang sudah ditetapkan layaknya staf lain, atau dengan kata
lain jangan membuat pengecualian untuk diri sendiri.
H. Kejujuran Selalu Berikan Hasil yang Terbaik
Kejujuran adalah hal utama dalam setiap pekerjaan. Ketika Anda berbohong kepada staf,
maka Anda menghancurkan kepercayaan mereka yang kemudian berakibat rusaknya hubungan
kedua belah pihak. Walaupun berkata jujur tidak selalu mudah, namun staf akan menghargai
setiap hal yang Anda ungkapkan tersebut.
4.Dimensi organisasi/strategis
Kepemimpinan sebagai perubahan berkelanjutan, transformasi organisasi, kerja produktif,
kinerja organisasi, pemahaman resistensi terhadap perubahan, titik leverage penemuan, persepsi
kompleksitas dan global konteks.
Perubahan adalah hal yang pasti dan abadi selamanya akan dilakukan oleh setiap
organisasi di dunia ini untuk menjaga eksistensinya, sebagai akibat perubahan zaman. Perubahan
atau berubah secara etimologis dapat bermakna sebagai usaha atau perbuatan untuk membuat
sesuatu berbeda dari sebelumnya. Dalam istilah perubahan organisasi, dikenal juga istilah serupa
yaitu intervensi perubahan (change interventation) adalah sebuah rancangan aksi atau tindakan
untuk membuat inovasi dan merubah sesuatu menjadi berbeda. Dalam kreativitas inovasi
(change again) yaitu individu atau kelompok yang bertindak sebagai katalis atau suatu seseorang
yang bertanggung jawab untuk melakukan manajemen dan menentukan prosedur kerja dalam
organisasi, agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Kurt Lewin, perubahan organisasi merupakan suatu yang sistematis yakni
perubahan dari sesuatu objek yang menarik untuk beberapa akademisi dan praktisi menjadi suatu
objek yang menarik untuk para eksekutif perusahaan untuk kelangsungan hidup organisasi.
Banyak para ahli berpendapat bahwa pengembangan organisasi bertujuan melakukan suatu
perubahan. Maksudnya agar selalu dilakukan, penyempurnaan dalam organisasi sebagai suatu
sarana perubahan yang harus terjadi maka kemudian secara luas pengembangan organisasi dapat
diartikan pula sebagai perubahan organisasi. Dengan demikian, perubahan organisasi merupakan
suatu pendekatan dan teknik perubahan organisasi yang di dalamnya terkandung suatu proses
dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah dan pelaksanaan perubahan organisasi secara
13
berencana. Perubahan organisasi adalah upaya masyarakat, melalui karyawan dalam organisasi
tersebut, bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan yang sama, dengan melakukan perubahan-
perubahan organisasi dalam berbagai aspek. Atau melakukan berbagai penyesuaian dengan
perkembangan zaman yang terus berkembang.
Agar tujuanya dapat tercapai, dan dapat bertahan dalam perubahan besar dunia. Faktor
perubahan organisasi (organization change) terdapat dua faktor, yaitu: 1). Faktor internal dan 2)
Faktor eksternal. Faktor internal merupakan segala keseluruhan faktor yang ada di dalam
organisasi, faktor tersebut dapat mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Proses
kerjasama yang berlangsung dalam organisasi juga kadang-kadang merupakan penyebab
dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut masalah sistem kerjasama dan
dapat pula menyangkut perlengkapan atau peralatan yang digunakan. Sistem kerjasama yang
tidak flexible atau sebaliknya dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. Adalah
penyebab perubahan yang berasal dari dalam organisasi yang bersangkutan yang dapat
mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Misalnya faktor internal seperti: 4 CHANGE
MANAGEMENT: Manajemen Perubahan: Individu, Tim Kerja, Organisasi Perubahan
kebijakan lingkungan. Perubahan tujuan. Perluasan wilayah operasi tujuan melalui
pengembangan segmentasi. Volume kegiatan bertambah banyak. Sikap dan perilaku para
anggota organisasi yang kaku. Faktor eksternal adalah penyebab perubahan yang berasal dari
luar (atau sering disebut lingkungan) organisasi yang dapat mempengaruhi organisasi dan
kegiatan organisasi. Organisasi bersifat responsif terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Oleh karena itu, jarang sekali suatu organisasi melakukan perubahan besar tanpa
adanya dorongan yang kuat dari lingkungannya. Artinya, perubahan yang besar itu terjadi karena
tekanan lingkungan yang menuntut perubahan seperti itu. Beberapa penyebab perubahan
organisasi yang termasuk faktor ekstern adalah perkembangan teknologi, faktor ekonomi dan
peraturan pemerintah.
14
Mengubah sistem memerlukan cara berpikir yang berbeda dari biasanya. Perlu
kemampuan untuk berpikir secara menyeluruh (berpikir sistem). Berpikir sistem
berarti meletakkan elemen dalam kontek sebuah sistem; mempelajari elemen
untuk mengerti elemen; mempelajari hubungan antar elemen untuk mengerti
sistem; dan mempelajari hubungan sistem sebagai elemen dari sistem elemen
yang lebih besar.
Esensi sistem seperti halnya liukan dan putaran. Perubahan sebagian sistem
akan mengakibatkan perubahan bagian pada sistem yang lain. Sebuah
perubahan dengan pembuktian keberhasilan di satu subsistem yang
mempekerjakan orang kulit hitam sebagai asisten, akhirnya lambat laun
mengubah sub system yang lain dan sistem yang lebih besar lagi. Tampak dalam
cerita Vivien yang sebelumnya tidak diterima oleh kolega – kolega Blalock,
akhirnya ia mendapat pengakuan dan penghargaan dari dari mereka walaupun
dalam kurun waktu yang agak lama
15
Penanganan pengobatan pasien MDR TB jauh lebih sulit dan membutuhkan biaya yang
lebih mahal serta membutuhkan waktu minimal 2 tahun.
3. Dalam rangka mewujudkan kepemimpinan strategis, Pemimpin harus melihat melampaui
tantangan dan, dalam waktu yang sama, mereka harus mengidentifikasi solusi terbaik
untuk berbagai masalah. Untuk solusi sederhana untuk berbagai situasi dimana manajer
kesehatan dihadapkan dengan, perlu bahwa organisasi untuk memiliki pemimpin dengan
beberapa keterampilan dan kompleks.
Menurut Mudrajad Kuncoro, model kepemimpinan strategis mencakup dua aksi :
1. Membimbing organisasi dalam menghadapi perubahan yang terus menerus, dan
2. Menawarkan keahlian manajemen untuk mengatasi perubahan yang terus menerus. Inti
dari kedua aksi itu, bermuara pada perumusanstrategic intent (artikulasi atau karakteristik
yang ingin dicapai organisasi), pengembangkan organisasi, serta pembentukan kultur
organisasi.
Pelaksanaan kepemimpinan strategik yang efektif (Mudrajad Kuncoro)
1. Arah Strategik berarti pengembangan visi jangka panjang, yang seorang pemimpin mesti
mampu untuk membantu pencapaian maksud strategik tersebut,
2. Kompetensi Inti, maksudnya sumber daya dan kapabilitas yang menjadi sumber
keunggulan kompetitif organisasi, sehingga seorang pemimpin strategik harus
membuktikan bahwa kompetensi organisasi ditekankan dalam usaha penerapan strategi,
3. Modal Manusia, menunjuk kepada pengetahuan dan ketrampilan keseluruhan anggota
dan pengurus yang menjadi sumber daya kapital utama bagi perjalanan organisasi,
4. Budaya Organisasi, meliputi kumpulan yang kompleks mengenai ideologi, simbol, dan
nilai inti yang berlaku dan mempengaruhi cara menjalankan organisasi, dan seorang
pemimpin bertugas untuk mempertajam budaya organisasi agar lebih efektif,
5. Praktek Etika, penting dalam proses penerapan strategi karena organisasi yang etis
mendorong dan memungkinkan individu pada seluruh tingkat organisasi untuk
melakukan penilaian etika, dan terakhir
6. Kontrol Organisasi menyediakan parameter strategi dan tindakan koreksi mana yang
akan diterapkan.
16
Mengembangkan Kepemimpinan Stratejik (Prof. Dr. Sedarmayanti)
Salah satu peran kunci kepemimpinan organisasi yang baik yaitu membangun organisasi
dengan cara mendidik dan mengembangkan calon pemimpin baru. Masing-masing calon
nantinya akan menjadi manajer global, agen perubahan, penyusun strategi, motivator, pembuat
keputusan stratejik, innovator dan kolaborator jika kegiatan tersebut tetap bertahan dan
berkembang. Hal ini akan tampak bila melihat kompetisi kunci yang perlu dimiliki dan
dikembangkan manajer masa depan. Kebutuhan yang diharapkan organisasi akan dipenuhi oleh
manajer. Organisasi mengindentifikasi kompetensi sesuai yang perlu dilakukan manajer
Perkembangan lingkungan stratejik tersebut menuntut pemimpin dan kepemimpinan yang solid,
mampu mengantisipasi perkembangan ke depan, membangun visi, misi, dan strategi serta
mengembangkan langkah-langkah kebijakan, sistem kelembagaan dan manajemen pemerintahan
yang relevan dengan kompleksitas perkembangan, permasalahan, dan tantangan yang dihadapi,
baik pada tataran nasional maupun internasional.
Dewasa ini kita dihadapkan pada situasi di mana berbagai peristiwa di dunia yang
biasanya mempengaruhi orang-orang secara perlahan, sekarang menimpa kita hampir secara
serta merta dan sangat kuat. Sistem ekonomi global dewasa ini telah membuat sekitar satu milyar
dari 5,8 milyar penduduk dunia terintegrasi melalui produk dan pasar. Kapasitas atau kompetensi
mengantisipasi perubahan tersebut kini menjadi faktor pembeda antara kepemimpinan dengan
manajemen. Organisasi agar berhasil harus mampu dan mau melakukan perubahan sesuai dengan
perubahan kondisi lingkungan stratejiknya (internal maupun eksternal).
Dengan memperhatikan perbedaan fundamental antara kepemimpinan dan manajemen
terdahulu dapat diidentifikasi asas-asas kepemimpinan yang perlu kita acu dalam pengembangan
kepemimpinan. Apabila manajemen berkaitan dengan penanggulangan kompleksitas usaha
organisasi, dan kepemimpinan berkaitan dengan penanggulangan perubahan, maka terlihat suatu
sebab mengapa kepemimpinan menjadi begitu penting pada akhir-akhir ini. Karena
perkembangan semakin kompetitif dan mudah terombang-ambingnya berbagai organisasi oleh
arus perubahan. Pada masa stabil/mapan seperti pertengahan Abad 20 dan sebelumnya, dengan
adanya administrasi serta manajemen yang baik setiap organisasi bisa bertahan hidup. Namun
pada masa yang intensitas dan frekuensi perubahan yang sangat tinggi seperti pada Abad 21 ini
17
di samping manajemen yang baik juga diperlukan kapasitas dan kualifikasi kepemimpinan yang
handal. Saling hubungan antar kepemimpinan, manajemen dengan instrumentasi menurut fungsi
dan aktivitasnya, dan azas kepemimpinan tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada gambar berikut.
18
Organizational learning
Partisipatory developer
Directive
Pandangan luas
Risk taker
Driveman
Team builder
Inspirational
Manajemen dengan 1. Perencanaan Deduktif
penggalangan kompleksitas penganggaran Planner
Struktur organisasi Budgeting
Penjabaran tugas-tugas Analisis organisasi
Pengangkatan orang- Evaluation Expertise
orang pada tugas/jabatan Using control to enforce
Mengakomodasikan Performance
rencana Efisiensi dan efektif
Mendelegasikan
Arsitektural
tanggung jawab
Menetapkan sistem
penataan
3.Pengawasan dan
pemecahan masalah
Penataan formal dan
informal
Sistem pelaporan
Sistem evaluasi
19
A. Mental Models
1. Definisi Mental Models
Mental karena ia ada (exist) dalam pikiran kita dan membentuk pikiran kita. Models
karena ia kita konstruksikan dari pengalaman kita dalam bentuk peta-peta mental.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Mental Model adalah bagian dari lima
disiplin dari Learning Organization oleh Peter Senge. Beberapa definisi tentang mental
model:
1) “Mental models are deeply held internal images of how the world works, images that
limit us to familiar ways of thinking and acting. Very often, we are not consciously
aware of our mental models or the effects they have on our behavior” (Peter senge);
Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi (paradigma) yang
terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap
dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak atau
mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang
dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-pengalaman yang pernah
dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun
dia dalam bertindak
20
2) Mental Models; melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus menerus, dan
memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat bagaimana gambaran
tersebut berpengaruh pada perilaku.
3) Model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri
tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya (Suprayogi, 2008).
4) Mental Models, proses bercermin dan meningkatkan gambaran diri tentang dunia luar
dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan.
2. Terbentuknya Model-Model Mental
Konsep model-model mental diciptakan oleh seorang psikolog Skotlandia Kenneth
Craik pada tahun 1940-an. Selanjutnya digunakan oleh para psikolog, ilmuwan koginitif
dan manajer. Menurut beberapa ahli teori kognitif, perubahan-perubahan dalam model-
model mental setiap hari jangka pendek yang terakumulasi dari waktu ke waktu, secara
bertahap akan dicerminkan dalam perubahan-perubahan keyakinan jangka panjang yang
mendalam.
Kenneth Craik, pada tahun 1943 menulis "'model skala kecil' pikiran konstruksi
realitas yang ia gunakan untuk mengantisipasi kejadian, alasan, dan untuk mendasari
penjelasan" (Craik, 1943, dikutip dalam Johnson-Laird, Girotto, & Legrenzi 1998,
Pengantar 1). Johnson-Laird, salah satu pakar terkemuka teori model mental awal,
mendefinisikan model mental sebagai "representasi psikologis situasi nyata, hipotesis,
atau imajiner" (Johnson-Laird et al., 1998, Pengantar, 1). Teks Model Mental (1983)
telah menjadi dasar teoritis dikutip seluruh literatur. Meskipun definisi dan ide-ide
tentang model mental sangat bervariasi, konsep umum adalah bahwa model mental
"menjelaskan mekanisme kognitif untuk mewakili dan membuat kesimpulan tentang
sistem atau masalah yang dibangun seseorang karena ia berinteraksi dengan dan belajar
tentang sistem." (Borgman, 1986).
Maka dapat dikatakan Model Mental adalah : 1) lensa yang kita gunakan untuk
memahami realitas, 2) merupakan kerangka untuk menginterpretasikan realitas, 3)
merupakan struktur yang berhadapan dengan realitas. 4) merupakan dasar bagi pilihan
yang kita ambil dan tindakan yang kita lakukan. Keputusan “logis” sesungguhnya adalah
hasil pembentukan dari realita kini dan keinginan masa depan.
21
Model mental merupakan sesuatu yang cukup alami, yang setiap orang memilikinya,
selalu ada disana apakah kita menyadari atau tidak dan kita selalu melihat dunia melalui
model mental tersebut.
Model mental kita akan selalu mengarahkan semua tindakan kita, model mental
tersebut memiliki stabilitas yang dapat kita andalkan. Karateristik model mental: aktif,
mempengaruhi apa yang kita lihat, penyederhanaan (tidak berhubungan dengan benar
atau salah), teori kita menentukan apa yang kita ukur dan nilai.
Model mental bukan merupakan gambar mental atau model fisik dari sebuah sistem
(Johnson-Laird et al., 1998), melainkan struktur pengetahuan dasar yang memungkinkan
seorang individu untuk membangun persepsi mereka tentang sistem atau domain konten.
Holland, Holyoak, Nisbett, dan Thagard (1986) menggambarkan model sebagai "kumpulan
aturan sinkronis dan diakronis diatur dalam hirarki standar dan dikelompokkan ke dalam
kategori" (dikutip dalam Kearsley, nd, 3). Kategori ini terdiri dari tiga jenis pengetahuan:
deklaratif, struktural, dan prosedural.
Pengetahuan deklaratif adalah "mengetahui apa". Individu dapat mengetahui tentang
sesuatu, tapi belum tentu apa yang harus dilakukan dengan itu atau mengapa. Pengetahuan
struktural merupakan koneksi, atau jaringan, antara pengetahuan deklaratif. Inilah yang
memungkinkan manusia untuk membangun skema dan model mental untuk setiap mata
pelajaran tertentu. Terakhir, pengetahuan prosedural adalah "mengetahui bagaimana
melakukan" sesuatu, memanfaatkan koneksi yang terbuat dari pengetahuan yang dihasilkan
melalui pengalaman (Jonassen, Beissner, & Yacci, 1993). Dengan demikian manusia dapat
menggunakan basis pengetahuan mereka dan melakukan tindakan yang berarti.
Pengetahuan struktural adalah kunci untuk model mental dan bagaimana mereka membantu
individu dalam cara mereka memandang suatu sistem atau domain konten, memberikan
aturan dan koneksi yang mendasarinya.
Model mental diperlukan untuk menangani masalah dan situasi baru (Jonassen dkk,
1993;. Norman, 2002). Mental model memfasilitasi operasi yang benar atau berfungsi
dalam domain konten yang spesifik, tetapi lebih penting mereka menyediakan kemampuan
untuk memprediksi apa yang mungkin akan terjadi berdasarkan tindakan tertentu.
Untuk sekedar mempelajari tugas prosedural atau menghafal daftar informasi tidak
memerlukan latihan hafalan yang keras. Untuk melampaui ini dan berhasil menerapkan
22
atau menggunakan pengetahuan dengan cara yang berbeda mengharuskan adanya
pemahaman prinsip-prinsip dan hubungan mendasar antara pengetahuan yang relevan
sehingga dapat membuat tindakan potensial dan meramalkan hasil. Apa yang terjadi ketika
pemahaman tidak benar, seperti yang sering sampai batas tertentu? "Jika Anda benar-benar
melakukan tugas dan ada masalah, mereka (model) membiarkan Anda mencari tahu apa
yang terjadi. Jika model yang salah, Anda akan salah juga "(Norman, 2002, hal. 71).
Borgman (1986) setuju bahwa model yang sesuai adalah "membantu dan mungkin
diperlukan" ketika model mentalnya benar, tetapi kinerja akan sulit ketika model tidak
memadai. Jadi bagi individu untuk memecahkan masalah dan belajar untuk
mengoperasikan sistem yang kompleks, mereka harus memiliki pengetahuan struktural
akurat dari sistem atau domain konten. "Pemecahan masalah Domain spesifik bergantung
pada pengetahuan struktur yang memadai dari ide-ide dalam domain yang dieksplorasi"
(Jonassen dkk., 1993, hal. 10). Model mental yang berantakan, tidak jelas, akurat, dan
lengkap. Mereka terus berkembang sebagai individu menghadapi pengalaman baru,
membandingkannya dengan apa yang telah mereka lakukan sebelumnya disimpan dalam
model mereka, dan kemudian mengubah gamba rsesuai konseptual mereka.
Johnson-Laird menyatakan "ilmuwan kognitif berpendapat bahwa pikiran membangun
model mental sebagai akibat dari persepsi, imajinasi dan pengetahuan, dan pemahaman
wacana" (Johnson-Laird et al., 1998, Pengantar, 1). Demikian pula, Donald Norman menjelaskan
"dalam berinteraksi dengan lingkungan, dengan orang lain, dan dengan artefak teknologi, orang-
orang membentuk, model mental internal dari diri mereka sendiri dan dari hal-hal ketika mereka
berinteraksi. Model ini memberikan daya prediksi dan jelas untuk memahami interaksi "(Norman,
1983).
23
Menurut Webster Dictionary, definisi pemimpin adalah: ‘a person or things who leads’
(seorang atau sesuatu yang memimpin). Untuk dapat memimpin orang lain dengan baik,
seorang pemimpin tentu saja harus dapat memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu.
Pemimpin dapat dibedakan pada dua hal yaitu: seorang pemimpin dalam arti memimpin diri
sendiri dan kemudian pemimpin yang memimpin orang lain. Seseorang akan sulit untuk
menjadi pemimpin yang baik jika yang bersangkutan tidak dapat memimpin diri sendiri
terlebih dahulu. Sebagai contoh, seorang pemimpin mengharuskan agar semua datang ke
sekolah tepat waktu, sementara ia sendiri selalu datang terlambat. Atau seorang pemimpin
mengatakan berulang-ulang supaya bekerja jangan tergantung proyek, sementara ia sendiri
menunjukkan sikap kurang antusias ketika ada kewajiban pekerjaan yang harus diselesaikan
tetapi sudah tidak ada kompensasi yang dapat diharapkan. Jika hal ini terjadi, maka tipe
pemimpin seperti ini hanya akan menjadi topik pembicaraan yang menarik di antara staf.
Mental Models seorang pemimpin :
1. Mental Model Bagi pemimpin yang Memimpin Orang lain
Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari akan
eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Ada beberapa hal yang
dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam mengembangkan mental model
sehingga ia akan lebih berhasil dalam memimpin.
a . Put God at the top priority
Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan
Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi pemimpin
dalam mengembangkan mental model nya. Yang dimaksud dengan meletakkan
Tuhan pada prioritas pertama adalah bukan sekedar mengutamakan dalam
menjalankan ritual-ritual keagamaan tertentu saja, tetapi apa yang dilakukan benar-
benar membuat seseorang selalu ingat bahwa yang menjadi Tuhan dalam hidupnya
adalah benar-benar Tuhan, bukan uang, bukan kekuasaan, bukan popularitas, bukan
kekayaan, atau pun bukan kepandaian. Dengan demikian, sekali pun seseorang
memiliki salah satu diantaranya atau bahkan semuanya, hal
itu tidak membuat orang tersebut merasa harus ditinggikan, dilayani, dan
dinomorsatukan, karena di dalam hati tetap Tuhanlah yang harus ditinggikan,
dilayani, dan dinomorsatukan. Bagi beberapa orang, atau mungkin banyak orang, hal
24
ini bisa dianggap terlalu rohani atau terlalu sok suci untuk disinggung karena
menyangkut masalah Tuhan.
b. Fear of God
Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang
diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘ fear of God’. Mengapa hal ini penting? Apa
bedanya dengan yang pertama? Jika hanya menempatkan Tuhan pada prioritas utama
tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka yang muncul adalah penonjolan ritual-
ritual keagamaan belaka yang kurang memberi pengaruh positif. Tetapi, jika seorang
pemimpin menjadi orang yang fear of God, hal-hal terlarang tidak akan dilakukan
sekalipun tidak ada satu orang pun yang melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa
sekali pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat. Pemimpin yang seperti ini
cenderung tidak mencari pujian, tepuk tangan yang meriah, atau wartawan untuk
menonjolkan kebaikan yang dilakukan. Pemimpin yang takut akan Tuhan juga
memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak ketika atasan mengajak untuk melakukan
pekerjaan tertentu dengan cara yang kurang pas , tanpa takut kehilangan jabatan.
Andaikata sampai benar-benar tidak diberi jabatan atau pekerjaan, pasti ada maksud
lain dibalik itu semua, misalnya menjadi memiliki waktu lebih banyak untuk
melakukan hal-hal yang sifatnya aktualisasi diri, dimana hal ini akan sulit dilakukan
jika yang bersangkutan masih punya banyak pekerjaan karena jabatan yang
dipikulnya. Memberikan fokus pada hal ini akan mempengaruhi terbentuknya mental
model yang melandaskan pada fear of God.
c. Be a giver, not a taker
Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit
dilakukan jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi a dan b di atas. Dapatkah
dibayangkan bahwa seseorang ingin menjadi pemimpin karena ketika posisi itu sudah
di tangan, yang bersangkutan dapat memanfaatkan berbagai hal yang diperlukan
sesuai dengan keinginan pribadi? Demikian juga ketika yang selalu dipikirkan adalah
menjadi a giver , maka mental model yang muncul juga akan mengarah kesana.
Mental model terkait dengan giving principle sangat perlu dikembangkan, karena
memberi merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan bahwa dengan
memberi orang akan merasa memiliki arti dalam hidup (Jamal dan Mc.Kinnon, 2009).
25
d. ‘The Seed must lead’
Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga tidak
akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus, bahkan
cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip be a giver, not a taker,
seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed must
Lead’ (Joel: 2004). Dalam bukunya Your Best Life Now, Joel mengatakan bahwa
the seed always has to lead (biji harus selalu memimpin atau mendahului). Hal ini
diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus menabur benih padi
terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah ditabur terlebih dahulu
sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama yang baik, maka ia harus
menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih dahulu. Keinginan untuk
memanfestasikan the seed must lead akan mempengaruhi seorang pemimpin untuk
memiliki mental model yang menekankan pada hal tersebut.
e. ‘Unbelief leads to disobedience.
Meyer (1995) dalam bukunya ‘Battlefield of Mind’, mengatakan bahwa
ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads to
disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini akan membawa
ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain. Interpretasi lain dari unbelief
leads to disobedience adalah jika pemimpin dapat dipercaya, maka kepatuhan
menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk dapat
dipercaya. Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan masalah uang saja tetapi
dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki tujuan yang jelas. Dengan
memiliki tujuan yang jelas, seorang pemimpin tidak mudah diombang-ambingkan
oleh berbagai kebijakan atau kalangan. Jika bawahan melihat pemimpinnya mudah
diombang-ambingkan, maka akan timbul ketidakpercayaan, seperti diungkapkan oleh
Osteen (2004): ‘if we don’t have a clear goal, we will be easily distracted.’
2. Mental Model yang memimpin Diri Sendiri
Kata memimpin tidak selalu dihubungkan dengan memimpin orang lain. Memimpin
merupakan suatu hal yang juga harus dilakukan setiap orang, tanpa harus menjadi
seorang pemimpin yang memiliki kedudukan tertentu dalam suatu organisasi. Mengapa
demikian? Karena seorang yang tidak dapat memimpin diri sendiri berarti orang tersebut
26
tidak mampu menguasai diri sendiri. Berikut adalah beberapa hal yang dapat membantu
pembentukan mental model terkait dengan memimpin diri sendiri.
a. Discipline your mind
Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana, memikirkan
segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat mempengaruhi keberhasilan
seseorang, karena yang bersangkutan menjadi tidak fokus dalam berpikir. Pikiran
yang liar akan berdampak pada pembentukan mental model yang liar juga.
b. Get rid of lustful thinking
Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang yang
membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat yang sama ia
sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang dikerjakan dapat berhasil sesuai
dengan yang diinginkan, maka sebenarnya ia sedang mempertentangkan antara
keberhasilan yang sedang diusahakan dengan kegagalan yang ada di pikirannya.
Dengan kata lain, ia membuka pintu dan membiarkan musuh (dalam hal ini
kegagalan) memasuki wilayah keberhasilan yang sedang diperjuangkan. Get rid of
lustful thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran dengan hal-hal
yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang akan berpengaruh
pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan.
c. Think a correct thinking and take the trash out.
Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif atau
mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal selanjutnya adalah
mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang bermanfaat, sedangkan hal-hal
yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang kotor tidak dibuang, maka pikiran akan
penuh dan sulit untuk ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya bermanfaat
untuk kemajuan. Ada beberapa hal yang menyebabkan orang tidak dapat memimpin
diri sendiri atau tidak dapat mengendalikan diri sendiri atau pikirannya. Beberapa di
antaranya adalah seperti yang akan dijelaskan oleh Meyer (1995) dalam bukunya
Battlefield of the Mind di bawah ini.
a) Selalu mengatakan: I can’t help it (saya tidak mampu) ; I’m just addicted to
grumbling, faultfinding, and complaining (saya memiliki kebiasaan menggerutu,
menyalahkan orang lain, dan mengeluh).
27
b) Ketidaksabaran. Hal ini sering terjadi karena di dalam diri seseorang tertanam
suatu mental model kuat yang mengatakan bahwa ‘tidak selayaknya saya
menunggu……..(sesuatu atau seseorang), saya berhak untuk mendapatkan segala
sesuatu yang saya inginkan dengan segera’. Jika mental model semacam ini terus
menerus tertanam, maka yang bersangkutan cenderung akan memberontak dan
tidak dapat mengendalikan diri pada saat ia harus menunggu.
c) My behavior may be wrong, but it’s not my fault.
Tidak mau bertanggungjawab atas tindakannya dan mencoba untuk mengalihkan
perhatian dengan menyalahkan orang lain. Mental model semacam ini cenderung
membawa seseorang pada suatu kehidupan yang sulit untuk diatur (wildness
living ).
d) Self-pity
Self-pity merupakan suatu sikap yang cenderung mengasihi diri sendiri. Hal ini
terjadi karena didukung oleh pikiran yang memusatkan hanya pada diri sendiri
dan bukan orang lain. Orang dengan sikap semacam ini sulit untuk diajak maju,
karena ia hidup di masa lampau, dan terjebak dalam perangkap masa lalu yang
melukainya.
e) I don’t deserve God’s blessings because I am not worthy
Pandangan negatif tentang diri sendiri akan mempengaruhi seseorang dalam
mencoba menjalani kehidupan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan setiap kali ada
anugerah yang ditawarkan kepada orang tersebut, ia selalu merasa tidak layak.
Akibat memiliki mental model yang selalu merasa tidak layak seperti di atas, ia
kehilangan anugerah yang memang sudah dialokasikan untuknya.
3. Mind is the leader or forerunner of all actions
Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang
dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang dipikirkan
terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki pikiran yang bijaksana
untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana pula. Jika seseorang ingin maju,
maka orang tersebut harus memiliki mental model yang memampukan dia untuk
memimpin diri sendiri dengan benar.
28
C. Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Mental Models Pemimpin
1. Deception
Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada tiga
hal yaitu:
a) Self-Deception:
Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa berubah.
Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri sendiri. Pada
kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan, misalnya perubahan umur,
perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang selalu mengatakan: ‘ Ya….apa
boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya, kondisi sudah tidak dapat diubah
lagi .’ Ini adalah contoh lain dari self-deception . Sekalipun mungkin kondisi yang
dialami masih tetap sama, tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah cara
berpikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk
berubah. Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan
manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah.
b) Deceiving others
Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan orang
lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi, orang sering
harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk supaya tidak
menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut sebagai ‘white lie’ .
Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie . A lie atau sebuah
kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya
melakukan ‘white lie’ , apa pun alasannya.
c) Deceived by others
Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by others
Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan oleh pemimpin,
maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak boleh terjadi
pada seorang pemimpin. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan
tinggi untuk mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari
keuntungan dengan memanfaatkan kelemahannya.
29
2. Boundaries atau pembatas.
Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries yang
harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri. Setiap orang perlu
membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak perlu merasa tersinggung
ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya . Seorang pemimpin yang tidak membuat
boundaries akan repot sendiri dan kehabisan waktu karena harus menanggapi semua
orang yang mendatanginya.
3. Making Decision
Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusan
Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting, kurang
penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa, dengan
pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat keputusan. Seorang
pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan seakurat mungkin, karena
keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain. Meyer dalam artikelnya yang
berjudul ‘ Unplug the flow of forgiveness’ mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini
merupakan hasil dari keputusan yang dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan
penting yang dapat meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf
secara tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan
‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai seorang
pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah sadar.
4. Obedience or disobedience, both are costly
Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal
yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada orang,
tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam menegakkan kejujuran
dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk memberatkan, tetapi kalau ditinjau
lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang
dalam menegakkan kejujuran di bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi
yang keras di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan
memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak.
Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih mudah
baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model yang positif pula.
30
Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal dalam mencapai
keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang kepala Puskesmas untuk
menekankan pentingnya mengembangkan mental model yang positif. Kepala puskesmas
sebagai seorang pemimpin dengan mental models yang baik akan menciptakan keberhasilan
dari dalam terlebih dahulu sebelum akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi
kenyataan.
31
c. Fungsi pusat pelayanan kesehatan stara pertama.
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan yang terdiri dari kegiatan
peyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta upaya
kesehatan masyarakat yang terdiri dari kegiatan pencegahan penyakit (preventif)
dan pemeliharaan kesehatan (promotif) (Depkes RI, 2004).
Puskesmas akan dapat menjalankan fungsinya jika pemimpinnya memiliki model
Kepemimpinan dengan mental Models yang positif.
Puskesmas sebagai sebuah institusi/organisasi yang memiliki struktur organisasi yang
jelas dimana terdapat kepala puskesams beserta staf yang bertanggungjawab bersama-sama
untuk mencapai tujuan dari Puskesmas itu sendiri. Puskesmas sebagai ujuk tombak
pelayanan kesehatan, menjadi pelayanan primer dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat khusunya di wilayah kerjanya.
Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsi dan programnya dibutuhkan pemimpin yang
memiliki kepemimpinan dengan mental models yang positif. Pemimpin yang mampu
meningkatkan motivasi dari stafnya dan menjadi contoh perilaku yang baik, seperti disiplin
masuk kantor, berkomunikasi yang baik, kepemimpinan yang jujur penuh keikhlasan dan lain
sebagainya.
10 Mental Models yang harus dimiliki oleh kepala Puskesmas sebagai penjabaran dari
Mental Model seorang Pemimpin:
1) Jujur. Menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya. Dalam hal ini
perilaku manipulatif tidak akan menumbuhkan kepercayaan;
2) Kompeten . Merupakan tindakan para pemimpin yang berbasis pada akal-fikiran, sikap
dan prinsip-prinsip moral. Atau tidak membuat keputusan berdasarkan keinginan,
perasaan, atau faktor emosional lainnya yang bersifat terlalu subyektif;
3) Berpandangan ke depan. Memiliki tujuan dan visi masa depan. Pemimpin yang efektif
membayangkan (memiliki obsesi dan imajinasi) apa yang mereka inginkan dan
bagaimana mendapatkannya. Mereka biasanya memilih prioritas yang berasal dari nilai-
nilai dasar mereka. Suatu visi harus dimiliki oleh totalitas organisasi;
4) Menginspirasi. Mampu menunjukkan kredibilitas dan orijinalitas dalam segala hal yang
ia lakukan. Menunjukkan keteladanan dan ketahanan dalam mental, fisik, dan stamina
32
spiritual, yang dengan bekal kredibilitas ini seorang pemimpin akan mudah menginspirasi
orang lain untuk meraih puncak prestasi baru, dan akan mempertaruhkan reputasinya bila
diperlukan;
5) Cerdas. Gemar dan rakus membaca, haus belajar, dan senantiasa mencari tugas yang
menantang;
6) Adil (fairness). Mampu menunjukkan perlakuan yang adil bagi semua orang. Menyadari
bahwa prasangka adalah musuh keadilan.Bersikap empati dan peka terhadap perasaan,
nilai-nilai, kepentingan, dan kesejahteraan orang lain;
7) Berwawasan luas. Menyukai keragaman, kaya perspektif dan memiliki pandangan jauh
kedepan;
8) Berani. Memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, meski menghadapi risiko atau
rintangan yang berat. Selalu menampilkan ketenangan dan kepercayaan diri meski dalam
kondisi stres;
9) Lugas. Memiliki penilaian yang baik tentang berbagai persoalan, dan menggunakannya
untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat; dan
10) Imajinatif. Mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat, dengan menggunakan
pemikiran, rencana, dan metode yang tepat pula. Juga mampu menampilkan kreativitas
dengan menciptakan tujuan baru yang lebih baik, sekaligus menemukan ide inovatif dan
solusi atau resolusi baru untuk memecahkan masalah.
Sepuluh karakter model mental yang positif tersebut, bila diterapkan oleh Kepala
Puskesmas maka akan bisa memotivasi bawahannya untuk bekerja dan menghasilkan kinerja
yang maksimal dengan tingkat kepuasan kerja yang baik.
Dalam konsep kepemimpinan, pemimpin yang mampu memotivasi bawahannya
untuk menjalankan hal yang positif demi tercapainya tujuan organisasi dinamakam
Kepemimpinan Transformasional.
2. Konsep Kepemimpinan Transformasional
Konsep awal tentang Kepemimpinan Transformasional ini dikemukakan oleh Burn
yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah peroses dimana
pimpinan dan para bawahannya berusaha untuk mencapai tingkat moralitas dan motivasi
yang lebih tinggi. Untuk memperjelas posisi kepemimpian transformasional
(mentransformasi nilai-nilai) ia membedakannya dengan kepemimpinan transaksional
33
(jual beli nilai-nilai). Dalam pengertian lainnya, pemimpin transformasional mencoba
untuk membangun kesadaran para bawahannya dengan menyerukan cita-cita yang besar
dan moralitas yang tinggi seperti kejayaan, kebersamaan dan kemanusiaan.
Seorang pemimpin dikatakan transformasional diukur dari tingkat kepercayaan,
kepatuhan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat para pengikutnya. Para pengikut
pemimpin transformasional selalu termotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik lagi
untuk mencapai sasaran organisasi.
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang
melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang
dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai
kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia
bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan
pribadinya pada saat itu.
Lebih lanjut, kepemimpinan transformasional lebih mengandalkan pertemuan visi
kedepan yang dibangun berdasarkan konsesus bersama antara pemimpin dan anggota.
Oleh karena itu pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang bertugas untuk
memberikan visi gerakan dan kemudian mendiseminasikan kepada anggotanya; peminpin
justru menjadi interpreter (penerjemah) visi bersama para anggotanya untuk di
transformasikan dalam bentuk kerja nyata kolektif yang mutual.
34
sebuah organisasi. Direkomendasikan bahwa Pemimpin di Puskesmas dalam hal ini
Kepala Puskesmas menggunakan pola kepemimpinan Transformasional. Gaya
Transformasional selalu memberi motivasi bagi para bawahannya sehingga bawahannya
dapat senantiasa memberikan kinerja terbaiknya demi kemajuan institusi. Sementara
pemimpin yang mampu menumbuhkan motivasi adalah pemimpin dengan Mental
Models yang positif seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gaya kepemimpinan
Transformasional adalah gaya yang paling baik diterapkan di Puskesmas sebagai
manifestasi dari konsep New Leadership.
II.3Langkah-langkah dilakukan untuk mewujudkan visi bersama?
Apa itu ‘visi bersama’?Visi bersama dimaknai sebagai visi yang menggambarkan
komitmen seluruh pegawai dari suatu organisasi. Visi bersama merupakan resultan dari diskusi
terhadap visi masing-masing anggota suatu organisasi, dimana visi resultan ini merupakan
sintesis kreatif dari setiap visi perseorangan yang muncul. Layaknya sebuah berlian dengan
berbagai muka/irisannya, maka setiap orang dapat melihat visinya sebagai salah satu muka/irisan
dari berlian
Avery (2008) menyimpulkan bahwa kesamaan visi adalah sekumpulan nilai yang penting
bagi mempertahankan kelompok yang berjuang untuk kepemimpinan organik. Baum et al.
(1998) juga menyarankan itu semua atribut visi perlu dimasukkan ke dalam pernyataan visi
untuk menciptakan sebuah visi efektif untuk mendorong kinerja tim. Jelas bahwa visi merupakan
elemen penting untuk mengarahkan dan memelihara disiplin tim. Visi memiliki banyak definisi
yang ada literatur (Avery, 2008; Conger, 1999; Locke et al., 1994; Mumford dan Strange, 2005;
35
Yukl, 1998). Conger (1999) mendefinisikan visi bersama sebagai keadaan tujuan yang
diidealkan dicapai di masa depan. Yukl (1998) mengidentifikasi bahwa visi melibatkan kedua
definisi tujuan dan strategi untuk mencapai tujuan ini dan visi bersama didefinisikan sebagai
tujuan anggota dalam tim untuk menghasilkan tujuan organisasi yang jelas dan mempromosikan
perubahan yang diperlukan dalam organisasi sehingga tim dapat mencapai masa depan yang
diinginkan
hasil.
Berbagi secara efektif dan mendapatkan dukungan terhadap visi organisasi adalah
tanggung jawab penting seorang CEO rumah sakit. Mengorganisir upaya di sekitar visi bersama
membantu menyatukan semua orang di sekitar tujuan bersama dan mencegah pelepasan, yang
dapat mengarah pada perawatan di bawah standar., Adapun lima langkah untuk berkomunikasi
1. Komunikasikan visi. Langkah pertama dalam menciptakan visi bersama adalah CEO
meluncurkan upaya tersebut," "[Dia] harus menjadi suara dari visi itu. Itu membantu
2. Atur pertemuan kelompok. Selanjutnya, pimpinan rumah sakit harus membentuk beberapa
forum kelompok untuk membahas visi tersebut. Pertemuan ini memberikan kesempatan
mengkomunikasikan peran setiap orang dalam mencapai misi dan visi rumah sakit.
Dapatkah anggota tim Anda, rekan kerja mengartikulasikan visi tersebut? Apakah mereka
36
tahu apa itu, apa artinya? Apakah itu akurat? Jika tidak, inilah saatnya Anda memberikan
kejelasan.
3. Membuat visi "nyata" bagi karyawan sangat penting untuk mendapatkan dukungan, Setiap
karyawan harus merasakan keterkaitan dengan misi dan visi. Setiap karyawan harus melihat
bagaimana peran mereka sebagai komponen kunci dalam pelaksanaan tujuan strategis
organisasi. Eksekutif rumah sakit dapat mewujudkan visi tersebut dengan secara jelas
memfasilitasi proses ini karena memiliki contoh konkret tentang kemampuan orang lain
4. Pertemuan ini harus melibatkan perwakilan dari departemen yang berbeda untuk
memberikan berbagai perspektif dan untuk menunjukkan bagaimana setiap individu dapat
silo adalah salah satu hambatan terbesar untuk mengembangkan visi bersama. Pimpinan
rumah sakit perlu mendobrak silo dan menyatukan semua orang untuk menyelaraskan tujuan
dan nilai.
5. Jadwalkan pertemuan individu. Meskipun CEO dan tim kepemimpinan eksekutif harus
mendorong visi tersebut, ini sebenarnya merupakan upaya akar rumput oleh setiap individu,
menurut Ms. Larson. Pimpinan departemen harus bertemu satu lawan satu dengan staf untuk
mengembangkan tujuan garis pandang - tujuan yang secara langsung berhubungan dengan
pencapaian tujuan keseluruhan organisasi. Misalnya, jika bagian dari visi rumah sakit adalah
untuk meningkatkan kepuasan pasien, tujuan garis pandang bagi perawat dapat menanyakan
setiap pasien apakah ada hal lain yang dapat dia lakukan untuk membuat pasien lebih
nyaman.
37
6. Libatkan kritikus. Setiap rumah sakit akan memiliki setidaknya satu kritikus yang akan
melihat visi tersebut sebagai "hanya lain" inisiatif yang dipaksakan padanya. Alih-alih
mencoba untuk menekan atau mengabaikan individu, pimpinan rumah sakit harus
melibatkan kritikus dalam memahami apa yang menjadi perhatiannya dan menjelaskan
bagaimana inisiatif ini berbeda dari proyek sebelumnya. Salah satu strateginya adalah
menanyakan kritikus apa yang harus berbeda tentang visi - apa yang rumah sakit harus
lakukan secara berbeda agar berhasil. "Keluarkan kritik, lihat pertanyaan apa yang mereka
miliki, apa yang akan mereka lakukan secara berbeda. Jadikan mereka bagian dari proses;
7. Follow up. Sangat penting bagi para pemimpin layanan kesehatan untuk menindaklanjuti
dengan karyawan setelah tujuan garis pandang dibuat untuk memberi tahu mereka tentang
kemajuan, pimpinan rumah sakit perlu terlebih dahulu menciptakan cara untuk mengukur
kemajuan. Departemen juga harus melaporkan kemajuan secara teratur sehingga visi
tersebut tetap "diingat" setiap hari. Setelah meminta masukan dari tim, mereka berhak
komunikasi upaya mereka, mereka mendapatkan validasi bahwa apa yang mereka lakukan
menjadi tantangan bagi para pemimpin perawatan kesehatan yang sibuk, proses tersebut
pada akhirnya dapat mengarah pada organisasi yang lebih bersatu dan sukses yang
39
c. Kumpulkan dan diseminasikan hasil
d. Jangan ‘memberitahukan’ dan ‘mendiskusikan’ secara simultan
Langkah ini memiliki keterbatasan, yaitu penggunaan asumsi bahwa visi dibangun dari
manajemen puncak untuk keseluruhan organisasi. Padahal, pada tingkatan menengah dan
bawah suatu organisasi, elemen yang signifikan dari suatu visi hampir selalu bersifat lokal,
terikat pada suatu tim, unit kerja, atau tempat. Visi bersama yang paling kuat adalah ketika visi
tersebut dibangun dari dasar, menghubungkan visi local dengan partnernya di seluruh
organisasi.
5. Kreasi Bersama (co-creating)
Pada langkah ini, setiap pimpinan dan anggota organisasi bekerja untuk sesuatu yang
ingin mereka bangun. Setiap bagian dari organisasi memiliki orientasi kreatif terhadap
visi bersama. Bila suatu organisasi telah melakukan hal ini, maka organisasi tersebut
telah siap untuk menikmati manfaat-manfaat yang terbangun melalui proses visi bersama.
Tips penguasaan model ‘Kreasi Bersama’:
a. Mulailah dengan visi personal
b. Perlakukan setiap orang secara seimbang
c. Cari keteraturan, bukan kesepakatan
d. Bangun saling ketergantungan dan diversitas antar tim
e. Hindari sampling
f. Kondisikan seseorang bicara hanya untuk dirinya
g. Harapkan dan tuntut reverence untuk masing-masing
h. Pertimbangkan memakai ‘visi interim’ untuk membangun momentum
i. Fokus pada dialog, tidak hanya pada pernyataan visi Bergerak menuju ‘Kreasi
Bersama’ : Visi Bersama dalam Konteks yang
Lebih Luas
Proses penciptaan visi bersama memiliki keuntungan intrinsik, yaitu timbulnya perasaan
puas dan terpenuhi pada setiap bagian organisasi dengan menjadi bagian dari suatu proses
kreatif yang secara langsung membentuk masa depan individual dan kolektif mereka.
Bukan tidak mungkin hal ini juga akan merambah di komunitas/masyarakat/bangsa,
dimana saat ini dunia sedang mengalami proses redistribusi mendasar kekuasaan dan
kewenangan dalam institusi sosial dan politik. Proses redistribusi ini esensial bagi
kelangsungan institusi dan mungkin masyarakat itu sendiri. Dengan memperhatikan
perkembangan masyarakat seperti ini, maka hanya tinggal menunggu waktu untuk sebuah
organisasi memenuhi keinginan terdalam setiap individu akan kesesuaian aspirasi mereka
dalam tujuan yang lebih luas.
Kejujuran
Kesetiaan
kepedulian
Keterbukaan
Komunikasi
Keberanian
Keahlian
kemandirian
visioner
Integritas
Cerdas
keterlibatan
Kesungguhan
Manfaat
Kebahagiaan
Kesejahteraan
keb
41
g. Pilih 3 dari 7 “penyakitk/kebutaan” ketidakmampuan belajar (seven disabilities) (6 penyakit
selain/I am my position) yang dikemukakan oleh Peter Senge dalam System Thinking.
Sebutkan dan berikan contoh sesuai dengan kondisi riil di institusi tempat anda bekerja atau
secara umum di sector kesehatan,
3 dari penyakit kebutaan ketidak mampuan belajar dan 6 penyakit selain iam position
a. Penyebab di luar sana bukan dari diri saya (The enemy is out there)
Contoh di suatu tempat, penyebab di luar sana bukan berasal dari diri saya. Misalnya
seorang staf selalu mengkambinghitamkan temannya kepada atasannya karena tidak
berhasilnya suatu program. Misalnya di suatu Puskesmas, seorang staf selalu
menyalahkan tenaga dokter atas tidak berhasilan penerapan yang komprehensif. Padahal
tenaga dotkter dan perawat ini selalu melaksanakan tepat waktu dengan mencari pasien
dari rumah ke rumah dan mengobatinya. Tenaga dokter dan perawat tersebut berharap
dengan program tersebut penularan dapat ditekan, mencegah kematian dan kecacatan,
mencegah kekambuhan dan terjadinya kekebalan, penyediaan dan distribusi OAT (Obat
Anti TBC) serta alat kesehatan, pencacatan dan pelaporan kasus, serta upaya promosi
kesehatan dan pencegahan di lingkungan kerja.
42
pada Bulan November atau Desember sekarang masih menjadi perdebatan publik. Bagi
penganut paham bahwa uji klinik fase ke-3 belum menampakkan hasil nyata maka
mereka akan menganggap bahwa pemberian Covid 19 merupakan tindakan tergesa-gesa.
6. Mitos tim manajemen
Pada fase ini anggota tim takut berbeda atau kalau setuju atau bertanya takut
menggoncangkan tim. Seringkali karena terdesak sumber daya: team menghindari
pendapat yang yang berbeda, karena takut menghadapi hal yang tidak menyenangkan.
Sedangkah tim yang solid pasti menyelesaikan masalah.
Kuasa besar atasan terhadap masa depan karier pegawai memberi kesan kalau
kepuasan atasan adalah nomor satu; seorang staf berkualitas jika tidak disukai oleh
atasan juga bisa menghadapi risiko karier mandek. Fenomena karier seperti ini menjadi
salah satu alasan besar munculnya pegawai-pegawai ABS (Asal Bapak Senang) atau
AIS (Asal Ibu Senang)
Di beberapa lingkungan kerja, menjadi pegawai ABS dianggap sebagai satu-
satunya cara agar tidak dipinggirkan atau didepak bos, entah itu karena karakter atasan
yang keras kepala atau pegawai yang kurang percaya diri. Karena itu, bagi mereka,
menjadi pegawai ABS tak lebih dari sekedar trik untuk bertahan di perusahaan.
Namun, tidak sedikit juga individu ambisius yang berharap jalan suksesnya
dimuluskan dengan sengaja menjilat dan berusaha menyenangkan atasan, termasuk
mengiyakan semua opini dan permintaan beliau. Di dalam sebuah tim ternyata tidak
disarankan hal seperti di atas karena akan memperlambat proses pencarian akar masalah.
Misalnya dalam sebuah rapat kader posyandu di Puskesmas. Kepala puskesmas bertanya
kepada timnya kenapa cakupan D/S atau kedatangan partisipasi kader dalam penimbangan
balita di sebuah Puskesmas berkurang dibandingkan tahunsebelumnya dan menanyakan
siapa kader yang malas untuk melakukan tupoksinya. Karena rasa segan, akhirnya semua
peserta bungkam.
Contoh dari karena terdesak sumber daya antara lain sebagai berikut : ketika awal
munculnya pandemi Covid19 di Indonesia terjadi kelangkaan masker yang sesuai standar.
Padahal menurut tim Satgas Covid 19 (Satuan Gugus tugas Covid19) bahwa dalam
melayani pasien tenaga medis harus menggunakan masker sesuai standar. Tapi karena
43
terdesak kekurangan sumber daya masker maka para tenaga medis menggunakan masker
biasa yang daya tahan terhadap percikan virusnya rendah.
kedewasaan pribadi, nilai-nilai dan sikap pribadi dan pembelajaran berkelanjutan; dan
. kepemimpinan sebagai pemikiran dan gaya hidup: filosofi hidup, kesehatan spiritual,
. kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menciptakan visi kolektif masa depan: inspirasi,
44
perubahan, titik leverage penemuan, persepsi kompleksitas dan global
konteks; dan
kedewasaan pribadi, nilai-nilai dan sikap pribadi dan pembelajaran berkelanjutan; dan
45
. kepemimpinan sebagai pemikiran dan gaya hidup: filosofi hidup, kesehatan spiritual,
. kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menciptakan visi kolektif masa depan: inspirasi,
konteks; dan
KESIMPULAN
Suatu sistem dibangun atas dasar kesepakatan bersama, dengan pola interaksi dan
keterhubungannya yang sesuai terhadap karakteristik individu-individu penyusun sistem
46
tersebut. Tidak dapat dipungkiri, sampai tingkat tertentu, bahwa suatu sistem tidak akan
sanggup meliput seluruh aspek dari individu-individu penyusunnya. Pada tingkat
tersebut, individu-individu penyusun sistem harus menyesuaikan dan menciptakan
keselarasan terhadap karakter sistem yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Mental Models Assessment for education. (online), diakses tanggal 11 januari 2015
47
Bass, B.M & Riggio,R.E.(2006).Transformational leadership. New Jersey: LEA. Publlisers
Marwah
.
Bass, B.M.(1990). Bass & Stogdill’s : Handbook of leadership. Theory,research & managerial
application”. 3 rd Ed. New York : The Free Press : A division of Macmillan, Inc.
Johnson P & Laird and Ruth Byrne, 1998. Mental Model Website, (0nline), diakses tanggal 11
Januari 2015
Marquardt, Michael J. 1996. Building The Learning Organization. Palo Alto CA: Davies-Black
Publishing, Inc.
Rosalina dkk, 2012, Mental Models. (online), diakses tanggal 11 januari 2015
Rahmah Ummiati, 2012. Kritikal review Kepemimpinan Dalam Organisasi. (online), diakses
tanggal 11 Januari 2015
Osteen, Joel. 2004. Your Best Life Now . New York: Faith Words.
Senge Peter, 1996. Disiplin Kelima Seni dan Praktek dari Organisasi pembelajar. Binarupa
Aksara, Jakarta
48
49