Anda di halaman 1dari 26

FAKTOR- FAKTOR KEPATUHAN PEMBAYARAN IURAN PESERTA

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI SURAKARTA

PROPOSAL PENELITIAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Kesehatan
Dosen Pengampu : Dr. Bandi, SE., Msi,Ak

Disusun Oleh:
HELMI NURLAILI
S021802027

PROGRAM PASCASARJANA
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2016 sebanyak 258.704.986 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk 3,24 juta per tahun. Terdapat 27,76 juta jiwa
(10,70%) merupakan penduduk miskin dengan tingkat pengeluaran per kapita
per bulan sebesar Rp 361.990,00. Garis kemiskinan ditetapkan dengan nilai
standar kebutuhan minimum berupa makanan dan non makanan yang harus
dipenuhi seseorang untuk hidup layak (Kemenkes RI, 2017).
Hasil Susenas Maret 2016 menunjukkan bahwa persentase rata-rata
pengeluaran per kapita sebulan yang digunakan untuk kebutuhan pajak,
pungutan dan asuransi hanya sebesar 2,28%. Angka tersebut sangat kecil
dibandingkan dengan pengeluaran terbesar untuk kebutuhan perumahan dan
fasilitas rumah tangga sebanyak 26,60% (Kemenkes RI, 2017).
Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan 34 menyebutkan bahwa setiap
rakyat Indonesia berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas yang layak. Usaha pemerintah
untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk
dilakukan dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang
kesehatan. Hal tersebut tertuang pada UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan bahwa program jaminan
sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk jaminan kesehatan melalui Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Program jaminan kesehatan yang
diselenggarakan telah diberlakukan sejak 1 Januari 2014 yang disebut program
JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional (Kemenkes RI, 2017).
Kepesertaan JKN terbagi menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan
bukan/non PBI. Peserta PBI meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu
sehingga biaya dibayarkan oleh pemerintah. Sedangkan peserta non PBI
meliputi pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah, bukan pekerja,
dan penerima pensiun, termasuk anggota keluarga peserta. Jumlah iuran yang
harus dibayarkan oleh peserta BPJS non PBI setiap bulan berdasarkan Peraturan

1
Presiden Nomor 19 Tahun 2016 yaitu Rp 30.000 untuk kelas III, Rp51.000 untuk
kelas II, dan Rp 80.000 untuk kelas I (Kemenkes RI).
Kepesertaan BPJS Kesehatan per Mei 2017 mencapai 176,74 juta peserta
yang terdiri dari PBI sebanyak 108,99 juta (61,67%) dan non PBI sebanyak
67,76 juta (38,33%). PBI yang berasal dari APBN sebanyak 92 juta peserta
(52%) dan 16,96 juta peserta (9,59%) berasal dari APBD (Databoks, 2017).
BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL). FKTP sebanyak 21.095 unit yang terdiri dari 9.841 puskesmas, 5.495
klinik pratama, 4.586 dokter praktik keluarga, 1.160 dokter gigi, dan 13 rumah
sakit tipe D. Sedangkan FKRTL sebanyak 5.566 unit yang terdiri dari 2.227
rumah sakit (termasuk 197 klinik utama), 2.332 apotek, dan 1.007 optik (Humas,
2017).
Asas yang diusung oleh JKN adalah kegotongroyongan dimana peserta
yang mampu membantu yang kurang mampu serta peserta sehat membantu yang
sakit. Oleh karena itu program ini perlu dijaga keberlanjutannya karena telah
memberikan dampak signifikan dalam membantu masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Pemerintah menargetkan sebanyak 257,5
juta orang menjadi peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2019. Salah satu usaha
yang dapat dilakukan peserta BPJS Kesehatan demi keberlanjutan program JKN
yaitu dengan membayar iuran secara teratur dan tepat waktu (Idris, 2015;
Gumiwang, 2018).
Iuran yang masuk ke BPJS Kesehatan pada tahun 2014 sebanyak Rp 40,7
triliun, sementara manfaat yang dibayarkan Rp 42,6 triliun. Akibatnya
mengalami kekurangan dana/ mismatch sebanyak Rp 2 triliun. Pada tahun 2017
BPJS Kesehatan mengalami kenaikan defisit dari tahun sebelumnya yaitu
mencapai Rp 9 triliun. Hal ini diakibatkan oleh tunggakan pembayaran iuran
sebanyak 10 juta peserta sejak program JKN terbentuk (Idris, 2015; Ardhian,
2017).
Ketidakpatuhan peserta dalam aturan pembayaran iuran tersebut dapat
mengakibatkan pelaksanaan pelayanan kesehatan mengalami kendala. BPJS

2
akan mengalami defisit sehingga piutang rumah sakit tidak terbayar. Hal tersebut
berdampak pada memburuknya pelayanan kesehatan yang diterima pasien,
seperti ketersediaan obat ataupun pelayanan dokter yang tidak sepenuh hati
karena belum mendapatkan honornya (Asokawati, 2018).
Kepatuhan diartikan sebagai ketaatan individu dalam melaksanakan
perintah atau permintaan, baik verbal maupun non verbal yang bertujuan agar
terjadi keselarasan. Kepatuhan dalam pembayaran iuran merupakan suatu
bentuk perilaku dimana seseorang telah memiliki kemauan untuk membayar
secara tepat berdasarkan waktu yang telah ditetapkan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan peserta menunggak pembayaran iuran, diantaranya ketidaktauan
informasi, terkendala akses lokasi pembayaran, ketidakcukupan keuangan, serta
perilaku yang tidak patuh pada aturan (Fauzia, 2016; Pratiwi, 2016; Idris, 2015).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih
jauh mengenai faktor-faktor kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN di
Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah penelitian adalah
“Apa saja faktor-faktor kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN di
Surakarta?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN di
Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan karakteristik responden
b. Mengidentifikasi faktor-faktor kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN
di Surakarta ditinjau dari faktor predisposisi (pengetahuan, pendapatan,
pengeluaran, persepsi, dan motivasi)
c. Mengidentifikasi faktor-faktor kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN
di Surakarta ditinjau dari faktor pendukung (ketersediaan tempat
pembayaran)

3
d. Mengidentifikasi faktor-faktor kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN
di Surakarta ditinjau dari faktor pendorong (sanksi hukuman)
e. Menganalisis hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, pendapatan,
pengeluaran, persepsi, dan motivasi) terhadap kepatuhan pembayaran
iuran peserta JKN di Surakarta
f. Menganalisis hubungan faktor pendukung (ketersediaan tempat
pembayaran) terhadap kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN di
Surakarta
g. Menganalisis hubungan faktor pendorong (sanksi hukuman) terhadap
kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN di Surakarta
h. Menganalisis pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor
pendorong terhadap kepatuhan pembayaran iuran JKN di Surakarta.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah informasi dan pustaka mengenai faktor-faktor kepatuhan iuran
peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
2. Manfaat Praktis bagi BPJS Kesehatan
a. Memberi informasi mengenai berbagai faktor-faktor kepatuhan iuran
peserta JKN
b. Sebagai salah satu referensi evaluasi untuk meningkatkan kepatuhan
iuran peserta JKN

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kepatuhan
a. Pengertian Kepatuhan
Gibson (1991) mendefinisikan kepatuhan sebagai motivasi seseorang
atau kelompok untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan perintah
atau aturan yang telah ditetapkan. Baron (2003) menambahkan bahwa
kepatuhan merupakan dilakukan karena adanya unsur power. Power
diartikan sebagai suatu kekuatan atau kekuasaan yang berpengaruh pada
seseorang atau lingkungan tertentu. Pengaruh sosial ini dapat berdampak
positif maupun negatif terhadap perilaku individu. Adanya kekuatan dari
pihak berwenang membuat seseorang mematuhi dan melakukan apa
yang diperintahkannya (Desiana, 2017; Fauzia, 2016).
b. Kepatuhan sebagai suatu Perilaku
Sarwono dan Meinarno (2011) menjelaskan terdapat tiga bentuk perilaku
dalam kepatuhan, yaitu:
1) Konformitas (conformity), individu mengubah sikap dan tingkah
lakunya agar sesuai dan diterima oleh norma sosial
2) Penerimaan (compliance), individu melakukan sesuatu atas
permintaan orang lain dengan senang hati setelah adanya komunikasi
persuasif dari orang yang berpengetahuan luas atau yang disukai
3) Ketaatan (obedience), individu melakukan sesuatu atas perintah
orang lain dalam rangka menaati dan mematuhi permintaan orang
tersebut karena adanya unsur power (Fadhilah, 2016).
c. Dimensi Kepatuhan terhadap Peraturan
Blass (1999) mengemukakan bahwa seseorang dapat dikatakan patuh
terhadap orang lain apabila memiliki dimensi kepatuhan yang terkait
dengan sikap dan tingkah laku patuh, yaitu:

5
1) Mempercayai (belief)
Individu percaya bahwa kekuasaan mempunyai hak untuk meminta
dan memerintah. Mereka percaya telah diperlakukan secara adil oleh
pemimpin, percaya pada motif pemimpin, dan menganggap termasuk
bagian dari kelompok yang memiliki peraturan tersebut
2) Menerima (accept)
Individu cenderung mau dipengaruhi oleh komunikasi persuasif dari
orang yang berpengetahuan atau yang disukai serta dilakukan dengan
senang hati
3) Melakukan (act)
Individu melakukan perintah atau permintaan orang lain secara sadar
dengan maksud menerapkan peraturan atau nilai-nilai yang ada
dalam kehidupannya (Fadhilah, 2016).
d. Tipe Kepatuhan
Graham menyebutkan terdapat lima tipe kepatuhan, yaitu:
1) Otoritarian, suatu kepatuhan yang bersifat ikut-ikutan orang lain
2) Conformist, terdiri dari:
a) Conformist directed, penyesuaian diri individu terhadap
masyarakat
b) Conformist hedonist, kepatuhan yang berorientasi pada untung-
rugi
c) Conformist integral, kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan
diri sendiri dengan kepentingan masyarakat
3) Compulsive deviant, kepatuhan yang tidak konsisten
4) Hedonik psikopatik, kepatuhan pada kekayaan tanpa
memperhitungkan kepentingan orang lain
5) Supramoralist, kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap
nilai-nilai moral (Fauzia, 2016).
e. Faktor-faktor Kepatuhan
O’ Sears (2009) mengemukakan terdapat 4 hal yang dapat menimbulkan
kepatuhan individu yaitu:

6
a) Penghargaan atau ganjaran, cara efektif untuk menekan agar
seseorang bersedia melakukan sesuatu dengan menunjukkaan
bahwa kita sangat memperhatikan mereka dan sangat berharap
mereka melakukan hal tersebut.
b) Hukuman atau ancaman, dapat meningkatkan tekanan individu
untuk berperilaku sesuai yang diinginkan.
c) Otoritas atau kekuasaan sah yang memiliki pengaruh pada situasi
atau norma sosial yang berlaku.
d) Harapan seseorang terutama dalam situasi yang terkendali
dimana semua diatur sehingga ketidakpatuhan merupakan hal
yang tidak mungkin timbul (Fadhilah, 2016).
2. Jaminan Kesehatan Nasional
a. Pengertian JKN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang. JKN merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan melalui mekanisme
Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2004.
b. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dalam JKN
Penyelenggara pelayanan kesehatan dalan JKN adalah semua fasilitas
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, berupa fasilitas kesehatan
tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Fasilitas
tingkat pertama meliputi, puskesmas atau yang setara, praktik dokter,
klimik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D pratama atau
yang setara. Sedangkan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
berupa klinik utama atau yang setara, rumah sakit umum, dan rumah sakit
khusus (Permenkes Nomor 71 Tahun 2013).
Fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan
bersifat menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,

7
kebidanan, medis darurat, serta pelayanan penunjang seperti
laboratorium sederhana dan kefarmasian). Sedangkan fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan terdiri dari pelayanan kesehatan tingkat dua
(pelayanan kesehatan spesialistik) dan pelayanan kesehatan tingkat tiga
(pelayanan kesehatan sub spesialistik) (Permenkes Nomor 71 Tahun
2013).
c. Tujuan dan Prinsip JKN
Penyelenggaraan JKN bertujuan agar semua penduduk Indonesia
terlindungi dalam sistem asuransi sehingga dapat memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes RI).
UU SJSN pasal 19 ayat 1 menjelaskan bahwa jaminan kesehatan ini
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan
prinsip ekuitas, yaitu:
1) Kegotongroyongan, peserta yang mampu membantu yang kurang
mampu, serta peserta yang sehat membantu yang sakit atau beresiko
tinggi
2) Kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif, bertujuan agar seluruh
rakyat dapat terlindungi sehingga menumbuhkan keadilan sosial
3) Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan
4) Bersifat nirlaba, dana yang berasal dari iuran peserta dikelola sebaik-
baiknya dalam rangka mengoptimalkan kesejahteraan peserta
d. Manfaat JKN
Manfaat yang diterima peserta bersifat pelayanan kesehatan perorangan
atau medis (pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan medis
yang diperlukan) dan manfaat non medis (akomodasi dan ambulans).
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian
pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, paling sedikit pemberian
penyuluhan mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

8
b. Imunisasi dasar, meliputi BCG, DPT-HB, polio, dan campak
c. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi dan tubektomi yang bekerja sama dengan lembaga yang
membidangi keluarga berencana
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari
resiko peyakit tertentu (Perpres Nomor 12 Tahun 2013).
e. Kepesertaan JKN
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 mengatur pengenai
kepesertaan Program JKN yaitu setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran,
meliputi:
1) Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Peserta PBI meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu, yang penetapannya dilakukan berdasarkan ketentuan
peratuan perundang-undangan.
2) Bukan Peneria Bantuan Iuran (non PBI)
Peserta non PBI terdiri dari:
a) Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarga, terdiri atas:
(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
(2) Anggota TNI
(3) Anggota Polri
(4) Pejabat Negara
(5) Pegawai pemerintah non pegawai negeri
(6) Pegawai swasta
(7) Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampai 6 yang
menerima upah
b) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarga
(1) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
(2) Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 yang bukan penerima
upah

9
c) Bukan pekerja dan anggota keluarga
(1) Investor
(2) Pemberi kerja
(3) Penerima pensiun
(4) Veteran
(5) Perintis kemerdekaan
(6) Bukan pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampai 5 yang
mampu membayar iuran
Anggota keluarga yang ditanggung antara lain:
1) Anggota keluarga yang ditanggung oleh peserta Pekerja Penerima
Upah yaitu:
a) Keluarga inti, meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak
kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5
orang.
b) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak
angkat yang sah, dengan kriteria tidak atau belum pernah
menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; belum
berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal.
2) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas)
3) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, meliputi
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua
4) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan seperti
kerabat lain, meliputi saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll
f. Iuran JKN
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 menjelaskan ketentuan mengenai iuran
Jaminan Kesehatan Nasional, yaitu:
1) Iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dibayar oleh pemerintah
2) Iuran peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada
lembaga pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS),

10
anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai
pemerintahan non pegawai negeri sebesar 5% dari gaji atau upah per
bulan, dengan ketentuan 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2%
dibayar oleh peserta
3) Iuran peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja di BUMN,
BUMD, dan swasta sebesar 4,5% dari gaji atau upah per bulan
dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5% dibayar
oleh peserta
4) Iuran untuk keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak ke 4 dan
seterusnya, ayah, ibu, dan mertua sebesar 1% dari gaji per orang per
bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah
5) Iuran bagi kerabat lain (saudara kandung/ ipar, asisten rumah tangga,
dll) dari pekerja penerima upah maupun bukan pekerja sebesar:
a) Rp 25.500 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas III
b) Rp 42.500 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas II
c) Rp 59.500 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas I
6) Iuran bagi veteren atau perintis kemerdekaan, serta janda, duda, dan
anak mereka sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan ruang
III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh pemerintah
g. Ketentuan Pembayaran Iuran JKN
Ketentuan mengenai pembayaran iuran JKN tertuang di Perpres Nomor
12 Tahun 2013, yaitu:
1) Pemberi kerja wajib membayar iuran JKN seluruh peserta yang
menjadi tanggung jawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan
paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
2) Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka iuran dibayarkan pada
hari kerja berikutnya.

11
3) Pembayaran iuran JKN sebagaimana sudah termasuk iuran yang
menjadi tanggung jawab peserta.
4) Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda
administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak
dan dibayar oleh pemberi kerja.
5) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
wajib membayar iuran JKN setiap bulan yang dibayarkan paling
lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
6) Penjaminan akan dihentikan sementara jika keterlambatan
pembayaran iuran lebih dari 6 bulan.
3. Kepatuhan Pembayaran Iuran sebagai Suatu Bentuk Perilaku
a. Pengertian
Kepatuhan dalam pembayaran iuran merupakan suatu bentuk perilaku
dimana seseorang telah memiliki kemauan untuk membayar secara tepat
berdasarkan waktu yang telah ditetapkan (Pratiwi, 2016).
b. Faktor yang mempengaruhi Perilaku
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) menyebutkan
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi manusia, yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku individu, meliputi pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, pendapatan,
pengeluaran, dll.
2) Faktor pendukung (enabling factor), merupakan faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku individu, meliputi
lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan, dll.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor), merupakan faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku individu, meliputi
sikap dan perilaku para tokoh masyarakat yang dijadikan contoh/
acuan berperilaku, peraturan, persepsi, dan motivasi.

12
c. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pembayaran Iuran
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang berhubungan dengan proses
pembelajaran, dipengaruhi oleh faktor dari dalam (motivasi) dan
faktor dari luar (informasi dan sosial budaya. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Perilaku yang didasari pengetahuan akan mampu bertahan
lebih lama daripada yang tidak didasari pengetahuan). Benjamin S
Bloom (1956) menjelaskan bahwa pengetahuan mempunyai 6
tingkatan, yaitu tahu (know), paham (comprehension), aplikasi
(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi
(evaluation) (Budiman, 2014; Notoatmodjo, 2012).
Peserta JKN yang telah mendapatkan informasi mengenai
pentingnya mengikuti JKN akan meningkatkan keinginan peserta
untuk membayar iuran sesuai ketetapan sebagai kewajiban peserta
asuransi kesehatan. Law enforcement juga dibutuhkan untuk
meningkatkan kepatuhan peserta membayar iuran. Informasi
mengenai sanksi bagi peserta yang terlambat membayar iuran perlu
diketahui peserta. Pembayaran yang melewati jangka waktu yang
telah ditetapkan akan mendapat denda sebesar 2% setiap bulan. Jika
keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 6 bulan maka penjaminan
akan dihentikan sementara (Pratiwi, 2016; Idris, 2015).
2) Pendapatan
Suroto (2000) mengemukakan bahwa pendapatan adalah sumber
penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari dan
sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup dan penghidupan
secara langsung maupun tidak langsung (Hestanto, 2017). Menurut
Sakinah (2014) terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pendapatan masyarakat dengan kesadarannya dalam berasuransi.
Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi
kesadarannya untuk berasuransi dan membayar iuran. Begitu pula

13
dengan pengaruh pendapatan dengan keteraturan masyarakat dalam
membayar iuran JKN. Pendapatan yang rendah dapat menurunkan
keteraturan masyarakat dalam membayar iuran karena masih banyak
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh keluarga sehingga tidak ada
alokasi pendapatan yang digunakan untuk membayar iuran
(Kemenkes RI).
3) Pengeluaran
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah berbagai pengeluaran
konsumsi akhir rumah tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung. Pengeluaran
rumah tangga mencakup pembelian untuk makanan dan bukan
makanan (barang dan jasa) di dalam negeri maupun luar negeri,
termasuk pengeluaran lembaga nirlaba yang tujuan usahanya adalah
untuk melayani keperluan rumah tangga (BPS, 2018).
Afifi (2009) berpendapat bahwa pengeluaran rata-rata perbulan
berhubungan dengan kepemilikan asuransi komersil. Peserta yang
memiliki asuransi merupakan mereka yang sudah bekerja dengan
pendapatan lebih tinggi serta dapat meyeimbangkan pengeluaran
rata-rata antara pengeluaran pangan dan non pangan, sehingga
sebagian besar dari mereka sudah menyisihkan pendapatan yang
digunakan untuk pembayaran asuransi. Namun bagi mereka dengan
pendapatan rendah, sebagian besar tidak bisa meyeimbangkan antara
kebutuhan pangan dan non pangan karena masih lebih
memprioritaskan kebutuhan pangan dibandingkan kebutuhan non
pangan (Pratiwi, 2016).
4) Ketersediaan fasilitas pembayaran
Masyarakat peserta JKN harus membayar iuran pada tempat
pembayaran yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan agar
dapat memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan dan dijamin oleh
BPJS Kesehatan. Ketersedian tempat pembayaran iuran merupakan
salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh

14
pemerintah sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pemerintah
hendaknya menyediakan tempat penbayaran iuran menyebar di
berbagai wilayah sehingga memudahkan peserta mengaksesnya dan
mengurangi waktu tempuh (Kemenkes RI).
Ketersediaan tempat pembayaran iuran JKN yang strategis sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Tempat pembayaran iuran memiliki
hubungan dengan kesinambungan kepesertaan dana sehat. Peserta
yang dapat dengan mudah mengakses tempat pembayaran iuran akan
meningkatkan kesinambungannya dalam menjadi peserta dana sehat.
BPJS Kesehatan hingga saat ini telah bekerja sama dengan beberapa
Bank dan Payment Point Online Bank (PPOB) untuk memudahkan
peserta. Selain itu pembayar iuran juga bisa dilakukan melalui ATM
atau internet banking (Pratiwi, 2016; Idris, 2015).
5) Persepsi
Persepsi menurut Desiderato adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, ataupun hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Asnah (2001) menjelaskan bahwa
persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang telah
bekerja sama dengan badan penyelenggara asuransi kesehatan dapat
mempengaruhi keinginan masyarakat untuk terus membayar iuran
JKN secara teratur. Pengalaman pertama pelayanan kesehatan yang
diterima akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi
seseorang terhadap kebutuhan untuk memperpanjang masa
kepesertaaannya serta keteraturan pembayaran. Peserta yang
memiliki persepsi positif terhadap tempat pelayanan kesehatan akan
meningkatkan keteraturannya dalam membayar iuran karena telah
mendapatkan pelayanan dan pengalaman yang baik sehingga akan
meningkatkan kesinambungan kepesertaan dana sehat tersebut
(Psychology, 2011; Pratiwi, 2016).

15
6) Motivasi
John Elder (1998) mendefinisikan motivasi sebagai interaksi antara
perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan
atau mempertahankan perilaku. Maslow (1992) menyatakan motivasi
didasarkan atas tingkat kebutuhan yang disusun menurut prioritas
kekuatannya. Kertayasa (2010) menjelaskan apabila kebutuhan pada
tingkat bawah telah dipenuhi, akan menimbulkan kemauan untuk
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Jika JKN dijadikan sebagai
kebutuhan prioritas maka masyarakat akan dengan teratur membayar
iuran (Pratiwi, 2016; Azi, 2016).
Iriani (2009) berpendapat kemauan seseorang untuk membayar iuran
sangat dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki. Motivasi timbul
karena berbagai hal yang bersifat positif dan negatif. Motivasi positif
dalam membayar iuran dapat timbul karena seseorang ingin
mendapatkan jaminan kesehatan ketika mereka sakit sehingga
peserta akan melakukan pembayaran iuran sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati. Sedangkan motivasi negatif dapat timbul
ketika seseorang memiliki alasan tertentu (belum mengetahui secara
jelas mengenai peraturan, ketentuan, dan manfaat yang akan
diterima) sehingga kemauan peserta rendah untuk melakukan
pembayaran iuran (Pratiwi, 2016).

16
B. Kerangka Teori

a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Sikap
d. Keyakinan
Faktor Predisposisi e. Kepercayaan
f. Pengetahuan
g. Pendapatan
h. Pengeluaran

a. Lingkungan
fisik Kepatuhan Pembayaran
Iuran JKN
Faktor Pendukung b. Ketersediaan
fasilitas
pembayaran
iuran

a. Persepsi
Faktor Pendorong
b. Motivaso

Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti

C. Hipotesis
1. Ada pengaruh antara pengetahuan terhadap kepatuhan pembayaran iuran
peserta JKN. Semakin baik pengetahuan maka kepatuhan semakin baik.
2. Ada pengaruh antara pendapatan keluarga terhadap kepatuhan pembayaran
iuran peserta JKN. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka kepatuhan
semakin baik.

17
3. Ada pengaruh antara pengeluaran rumah tangga terhadap kepatuhan
pembayaran iuran peserta JKN. Semakin tinggi pengeluaran keluarga maka
kepatuhan semakin baik.
4. Ada pengaruh antara ketersediaan fasilitas pembayaran iuran terhadap
kepatuhan pembayaran iuran peserta JKN. Semakin baik ketersediaan
fasilitas pembayaran iutan maka kepatuhan semakin baik.
5. Ada pengaruh antara persepsi terhadap kepatuhan pembayaran iuran peserta
JKN. Semakin baik persepsi peserta maka kepatuhan semakin baik.
6. Ada hubungan antara motivasi terhadap kepatuhan pembayaran iuran peserta
JKN. Semakin tinggi motivasi maka kepatuhan semakin baik.

18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasi dimana peneliti ingin
mencari hubungan antar variabel penelitian. Teknik pengumpulan data
menggunakan metode survei dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
suatu gejala dalam populasi (Dahlan, 2014; Mubarok, 2014).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama
Puskesmas Kota Surakarta pada bulan September 2018 sampai Februari 2019.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi sasaran : seluruh peserta JKN yang berobat ke Puskesmas Kota
Surakarta
2. Populasi aktual : peserta JKN yang berobat ke Puskesmas Kota Surakarta
pada bulan September 2018 sampai Februari 2019.
3. Sampel : peserta JKN yang berobat ke Puskesmas Kota Surakarta pada
bulan September 2018 sampai Februari 2019 sebanyak 204 orang.
Pengambilan sampel menggunakan non probability sampling jenis
accidental sampling.
4. Kriteria inklusi:
a. Pasien yang berobat ke Puskesmas Kota Surakarta
b. Peserta JKN
c. Bersedia menjadi responden
5. Kriteria eksklusi:
a. Tidak bersedia menjadi responden
D. Variabel Penelitian
1. Variabel eksogen (variabel bebas)
a. Pengetahuan
b. Pendapatan keluarga
c. Pengeluaran rumah tangga

19
d. Ketersediaan sarana prasarana
e. Persepsi
f. Motivasi
2. Variabel endogen (variabel terikat)
Kepatuhan pembayaran iuran JKN
E. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Kategori Skala
Ukur
1 Pengetahuan Hal-hal atau informasi Kuesio a. Baik : > 50% Ordinal
yang diketahui mengenai ner b. Kurang : ≤ 50%
JKN
2 Persepsi Pandangan atau Kuesio a. Positif : > 50% Ordinal
penafsiran berdasarkan ner b. Negatif : ≤ 50%
kesimpulan informasi
yang didapatkan tentang
JKN
3 Motivasi Dorongan baik dari Kuesio a. Tinggi : > 50% Ordinal
dalam maupun luar yang ner b. Rendah : ≤ 50%
mempengaruhi perilaku
membayar iuran JKN
secara teratur
4 Ketersediaan Ada tidaknya tempat Kuesio a. Baik : > 50% Ordinal
fasilitas pembayaran iuran JKN ner b. Kurang : ≤ 50%
pembayaran yang memadai dan
iuran terjangkau
5 Pendapatan Penghasilan berupa Kuesio a. Tinggi : ≥ Ordinal
uang/barang untuk ner Rp 1.668.700
memenuhi kebutuhan b. Rendah : <
sehari hari dalam kurun Rp 1.668.700
waktu satu bulan
6 Pengeluaran Pembelian rumah tangga Kuesio Total pengeluaran = Rasio
berupa barang/jasa ner pengeluaran pangan +
dalam kurun waktu satu pengeluaran non
bulan pangan

F. Alat dan Bahan Penelitian


1. Instrumen
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpul data ke
tujuh variabel, yaitu pengetahuan, persepsi, motivasi, ketersediaan sarana
prasarana, pendapatan, pengeluaran, dan sanksi yang didapat.

20
2. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi
suatu instrumen agar pengukuran penelitian tepat. Pertanyaan yang tidak
valid diperbaiki dengan mengubah kalimat menjadi lebih singkat dan jelas
sesuai isi atau makna pertanyaan. Teknik korelasi yang dipakai pada uji
validitas adalah Product Moment dimana pertanyaan dikatakan valid jika r
hitung > r tabel (Sugiyono, 2014).
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur
dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat ukur hendaknya memiliki
kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten jika
digunakan beberapa kali pada objek yang sama. Uji reliabilitas menggunakan
Alpha Cronbach dimana pertanyaan dikatakan reliabel jika r hitung ≥ r tabel
(Sugiyono, 2014).
G. Teknik Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu kegiatan mengubah data menjadi data yang
memberikan informasi ke tingkat yang lebih tinggi, meliputi:
a. Editing
Peneliti memeriksa daftar pernyataan pada kuesioner serta menyisihkan
data responden sesuai kriteria inklusi da eksklusi.
b. Coding
Peneliti mengelompokkan jawaban responden ke dalam beberapa
kelompok/ kategori. Klasifikasi dilakukan dengan menandai masing-
masing jawaban berupa angka-angka, selanjutnya dimasukkan ke dalam
lembar jawaban.
c. Processing
Peneliti memasukkan data ke dalam program software komputer yaitu
SPSS 21 for Windows serta menganalisisnya.

21
d. Cleaning
Peneliti melakukan koreksi data setelah dilakukannya pengecekan atas
kemungkinan kesalahan kode ataupun ketidaklengkapan data.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-
masing variabel. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel. Karakteristik responden yaitu usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis kepesertaan JKN, lama
keikutsertaan JKN, dll.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan. Uji yang digunakan pada analisis adalah uji Sommers’d
(variabel skala ordinal dan ordinal) dan Kolmogorov Smirnov (variabel
skala ordinal dan rasio).

22
DAFTAR PUSTAKA

Ardhian, Miftah. (2017). BPJS kesehatan klaim defisit rp 9 triliun akan ditambal
apbn 2017. https://katadata.co.id/berita/2017/11/03/bpjs-kesehatan-klaim-
defisit-rp-9-triliun-akan-ditambal-apbn-2017. Minggu, 27 Mei 2018 pukul
10:44:25.
Azi, Zaki F. (2016). Motivasi dalam promosi kesehatan.
https://www.scribd.com/document/322025766/Motivasi-Dalam-Promosi-
Kesehatan. Selasa, 22 Mei 2018 pukul 10:06:26.
Asokawati, Okky. (2018). Utang bpjs kesehatan perburuk layanan kesehatan.
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/19784/t/Utang+BPJS+Kesehatan+Perb
uruk+Layanan+Kesehatan. Kamis, 24 Mei 2018 pukul 21:36:38.
Badan Pusat Statistik. (2018). Pengeluaran konsumsi rumah tangga.
https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=istilah/view&id=2388. Selasa, 22 Mei
2018 pukul 09:15:41.
Idris, Fachmi. (2015). Rutin bayar iuran sebagai bentuk gotong royong. Jakarta:
Info BPJS Kesehatan. Ed. 27.
__________________. Rutinitas peserta membayar iuran penting untuk menjaga
keberlanjutan jkn. Jakarta: Info BPJS Kesehatan. Ed. 27.
Budiman. (2014). Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan sikap dalam penelitian
kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dahlan, Sopiyudin. (2014). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan deskriptif,
biavariat, dan multivariat, dilengkapi aplikasi menggunakan spss. Edisi ke 6.
Jakarta: Epidemiologi Indonesia.
Databoks. (2017). Separuh peserta bpjs kesehatan penerima bantuan iuran.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/05/26/separuh-peserta-
bpjs-kesehatan-dibiayai-abpn. Kamis, 24 Mei 2018 pukul 23:20:14.
Desiana, CK. (2017). Pengaruh sanksi dan keadilan prosedural terhadap kepatuhan
pajak orang pribadi dengan tingkat kepercayaan sebagai variabel pemediasi.
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta: Yogyakarta.

23
Fadhilah, FF. (2016). Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dan gaya
pengasuhan ustadzah dengan kepatuhan terhadap peraturan pada santriwati
mts pondok pesantren modern islam assalaam sukoharjo. Skripsi. Fakultas
Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Fauzia, Riris. (2016). Hubungan self control dengan kepatuhan tata tertib pada
siswa madrasah aliyah. Skripsi. Fakultas Psikologi dan Kesehatan.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel: Surabaya.
Gumiwang, Ringkang. (2018). Daftar masalah yang bikin bpjs kesehatan terseok-
seok. https://tirto.id/daftar-masalah-yang-bikin-bpjs-kesehatan-terseok-seok-
cCGi. Kamis, 24 Mei 2018 pukul 22:46:02.
Hestanto. (2017). Pengertian pendapatan. http://www.hestanto.web.id/pengertian-
pendapatan/. Selasa, 22 Mei 2018 pukul 08:31:50.
Humas. (2017). Percepat validasi data peserta pbi, pbjs kesehatan integrasikan
sistem informasi dengan kemensos. https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2017/529/Percepat-Validasi-Data-
Peserta-PBI-BPJS-Kesehatan-Integrasikan-Sistem-Informasi-dengan-
Kemensos. Kamis, 24 Mei 2018 pukul 23:17:45.
Kemenkes RI. (2016). Inilah perubahan dalam perpres 19 tahun 2016.
http://www.depkes.go.id/article/print/16031800003/inilah-perubahan-
dalam-perpres-19-tahun-2016.html. Minggu, 20 Mei 2018 pukul 12:26:45.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil kesehatan indonesia tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. Buku pegangan sosialisasi jaminan kesehatan nasional
(jkn) dalam sistem jaminan sosial nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Mubarok. (2014). Metode penelitian survei.
https://ahmadmubarok212.wordpress.com/metode-penelitian-survei/. Rabu,
23 Mei 2018 pukul 09:08:27.
Notoatmodjo S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Edisi revisi
2012. Jakarta: Rineka Cipta.

24
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
Psychology, I. (2011). Pengertian persepsi.
http://chatifanaima.blogspot.co.id/2011/11/pengertian-persepsi.html . Selasa,
22 Mei 2018 pukul 09:44:00.
Pratiwi, AN. (2016). Faktor yang mempengaruhi keteraturan membayar iuran pada
peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) kategori peserta mandiri. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember: Jember.
Riviyastuti, A. (2018). Seluruh warga solo terkaver jaminan kesehatan pada
februari 2018. http://www.jatengpos.com/2018/01/seluruh-warga-solo-
terkaver-jaminan-kesehatan-pada-februari-2018-886034. Kamis, 03 Mei
2018. 22:08:04.

25

Anda mungkin juga menyukai