Anda di halaman 1dari 11

PAPER

PERBANDINGAN SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN


ANTARA NEGARA TAIWAN DAN INDONESIA

Disusun Oleh:

1. SILFIA ADDINA AKK 25000118410022


2. AYU FERDANI AKK 25000118410023
3. FARIDA HASTUTI SIMKES 25000118410024
4. IMA ARIYANI ARS 25000118410025

MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018
BAB I
PENDAHULUAN

Kualitas layanan di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan menjadi topik yang


banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya jumlah
institusi pelayanan kesehatan, sehingga persaingan semakin kompetitif. Proses
pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan. Biaya
kesehatan merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan
dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat(1). Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan
berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari
pembangunan nasional(2).
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan (health care financing)
yang memadai akan menolong pemerintah di suatu negara mampu memobilisasi
sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta
menggunakannya secara efektif dan efisien. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang
mengutamakan pemerataan akses dan lebih berpihak pada masyarakat miskin akan
mendorong tercapainya akses kesehatan yang universal (Universal Health Coverage
(UHC)(2). Universal Health Coverage (UHC) merupakan sistim penjaminan kesehatan
yang memastikan semua orang menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan
tanpa harus mengalami kesulitan finansial (financial hardship)(3).Konsep UHC timbul
karena adanya keprihatinan terhadap kondisi pengeluaran masyarakat untuk membiayai
pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization, rata-rata orang
menghabiskan 5-10% pendapatan mereka untuk pembiayaan pelayanan kesehatan,
sedangkan orang yang paling miskin dapat membelanjakan sepertiga pendapatannya.
Setiap tahunnya kurang lebih 100 juta orang jatuh miskin dan sekitar 150 juta orang
secara global mengeluarkan biaya kesehatannya secara pribadi(4).Angka tersebut dapat
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan biaya kesehatan. Salah satu upaya
untuk mengatasi masalah finansial dan ketidakmampuanterhadap pembiayaan
pelayanan kesehatan adalah dengan memberlakukan sistim asuransi kesehatan(2).
Pada tahun 2012, Indonesia menyatakan akan mencapai cakupan kesehatan
universal (Universal Health Coverage (UHC)) pada tahun 2019. Perjalanan Indonesia
menuju cakupan kesehatan universal diiringi dengan perubahan sistim pembiayaan
kesehatannya. Pada 1 Januari 2014, pemerintah Indonesia menetapkan Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pengelola asuransi di Indonesia. Hal ini
berarti Indonesia memasuki era baru sistim pembiayaan kesehatan dengan model
"single payer" atau pembayar tunggal untuk menjamin pelayanan kesehatan bagi
semua warga Indonesia atau yang lebih dikenal dengan era Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Sistim ini dianggap sebagai sistim pembiayaan yang adil bagi semua
orang karena pada saat yang sama, sistim akan dapat mengendalikan biaya pelayanan
kesehatan berdasarkan daya belinya(5).
Pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dengan model "single
payer" semakin kontroversional. Hal ini dikarenakan seiring berjalannya waktu,
Indonesia dihadapkan pada isu kesulitan dalam penyelenggaraan pelayanan jaminan
kesehatan nasionalkarena terbatasnya anggaran kesehatan dan kendala lainnya(6).
Oleh karena itu, sebaiknya Indonesia belajar dari negara lain yang menerapkan sistim
pembiayaan kesehatan yang hampir sama, yaitu sistim pembiayaan kesehatan dengan
metode "single payer", misalnya dari negara Taiwan. Taiwan memiliki banyak
pengalaman dalam membangun dan mempertahankan sistim asuransi kesehatan
universal, mulai dari manajemen penyedia layanan hingga pembiayaan dan mengatasi
perubahan sosial ekonomi.Taiwan memiliki peran konstruktif untuk menciptakan
jaringan kesehatan global yang kokoh, sehingga hal ini dapat dijadikan model untuk
negara lain(7).

1
Sistem pembiayaan kesehatan di Taiwan disebut dengan National Health
Insurance (NHI). National Health Insurance (NHI) diperkenalkan di Taiwan pada tahun
1995 dan telah berhasil memberikan layanan kesehatan yang universal dan berkualitas
kepada masyarakat dengan biaya terjangkau(8). Asuransi sosial nasional di Taiwan ini
memiliki sistem pembayar tunggal (single payer) yang dijalankan oleh pemerintah. Dana
NHI sebagian besar berasal dari premi yang berbasis pajak gaji (payroll tax) dan dana
pemerintah(9).Sistim NHI dianggap memudahkan akses kesehatan bagi masyarakat
sehingga melalui sistim ini Taiwan berhasil dalam mensejahterakan dan meningkatkan
taraf hidup warga negaranya, termasuk warga asing yang menjadi residen di Taiwan.

RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat fenomena yang dipaparkan pada bagian pendahuluan, maka


rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana sistem pembiayaan kesehatan
di Taiwan dan di Indonesia.

TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan paper dengan judul “Perbandingan Sistem Pembiayaan


Kesehatan Antara Negara Taiwan Dan Indonesia" adalah mengetahui perbandingan
sistem pembiayaan kesehatan antara Taiwan dan Indonesia, sehingga dapat diperoleh
pembelajaran untuk memperbaiki sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Indonesia.

2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sistem Pembiayaan Kesehatan Di Taiwan

Taiwan adalah sebuah negara dengan luas wilayah 36.193 km2 dan jumlah
penduduk sebanyak 23.224.912 jiwa. Perekonomian Taiwan berkembang pesat dalam
60 tahun terakhir, sehingga hal ini meningkatkan usia harapan hidup masyarakat
Taiwan. Usia harapan hidup orang Taiwan sekitar 75,6 tahun untuk pria dan 81,9 tahun
untuk wanita(9). Meskipun Usia harapan hidup masyarakat Taiwan tinggi, namun biaya
perawatan kesehatan di Taiwan jauh lebih rendah dibandingkan sebagian besar negara
maju di Eropa dan Amerika Utara, yaitu sebesar $1.430 per kapita per tahun,
sedangkan pengeluaran Taiwan di bidang perawatan kesehatan hanya sebesar 6,3%
dari GDP pada tahun 2016(7).
Pada tahun 1986, pemerintah Taiwan mulai merencanakan untuk menyediakan
asuransi kesehatan universal bagi warganya. Hal ini dikarenakan pada saat itu, 41%
penduduk Taiwan (sekitar 8,6 juta orang) tidak berasuransi dan mengeluarkan biaya
yang banyak untuk berkunjung ke fasilitas layanan kesehatan. Pemerintah Taiwan
mengadopsi secara nasional sistem asuransi kesehatan pada Maret 1995, dimana
asuransi yang diterapkan dikenal dengan National Health Insurance (NHI). National
Health Insurance (NHI) merupakan asuransi kesehatan wajib (mandatory system) yang
sebagian besar dibiayai melalui premi dalam bentuk pajak gaji (payroll tax) dan
ditambah pendanaan langsung dari pemerintah(10).
Sebelum sistim NHI dibentuk dan dijalankan di Taiwan, sektor pembiayaan
kesehatan di Taiwan yang berdasarkan asuransi terdiri dari pecahan 13 sistim
independen yang menampilkan premi-premi yang berbeda dan manfaatnya dibedakan
berdasarkan segmen masyarakatnya. Seluruh provider asuransi ini hanya mencakup
60% dari jumlah populasi, sementara sisanya sebanyak 40% terdiri dari penduduk usia
lanjut (usia pensiun), anak-anak, dan pengangguran dimana mereka tidak memiliki
jaminan kesehatan(9).Sistim NHI mengkonsolidasikan semua skema asuransi kecil ke
dalam sistim asuransi nasional tunggal. Tujuan utama dari NHI adalah meningkatkan
efisiensi sistim pembiayaan dan pelayanan kesehatan di Taiwan dan meningkatkan
keadilan sosial dengan meningkatkan cakupan layanan kesehatan(11). Sepuluh bulan
setelah diluncurkannya NHI, sekitar 92,3% masyarakat Taiwan terdaftar dalam program
ini, dan jumlah tersebut meningkat menjadi 98% pada tahun 2002. Pada tahun 2012,
99,6% masyarakat Taiwan sudah tercover NHI(9).

Sistim National Health Insurance (NHI) merupakan single payer dalam sistim
pembiayaan kesehatan di Taiwan. Sistim ini diatur oleh Pemerintah Taiwan dan
dijalankan oleh The Bureau of National Health Insurance.Pemilihan sistim single payer
dalam hal pembiayaan kesehatan di Taiwan merupakan salah satu alasan utama
pemerintah Taiwan untuk memberikan layanan yang efisien dengan harga yang
terjangkau, sehingga masyarakat Taiwan mendapatkan perawatan kesehatan yang
baik(9). Sistim kesehatan nasional dengan menggunakan sistim single payer dapat
dibiayai oleh pajak, premi, pengeluaran pribadi (out of pocket), atau kombinasi dari
ketiganya. Dari awal NHI diterapkan, yakni dari tahun 1995 hingga tahun 2012, Taiwan
menggunakan pembiayaan premi yang berasal dari pendapatan gaji reguler (primer)
masyarakat yang merupakan sekitar 60% dari total pendapatan nasional. Meskipun
demikian, subsidi premi pemerintah berdasarkan perpajakan umum untuk kelompok
populasi tertentu memainkan peran dalam pembiayaan keseluruhan NHI(10).
Basis premi NHI tidak cukup untuk memenuhi pertumbuhan pengeluaran
program. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan keuangan yang serius dan
mengancam stabilitas serta keberlanjutan sistim. Selain itu, pembiayaan premi berbasis
penggajian murni dianggap tidak adil. Oleh karena itu, pada Januari 2013, dilakukan

3
penambahan skema premi didasarkan pada enam sumber pendapatan yang tidak
hanya berdasarkan gaji. Enam sumber pendapatan yang dimaksud diantaranya adalah
bonus, honor profesional, honor tambahan untuk pekerjaan lain, bunga, gratifikasi, dan
yang lainnya. Selain itu, ada program khusus untuk berbagai tingkat subsidi premi dari
pemerintah, terutama bagi populasi berpenghasilan rendah. Tertanggung asuransi
dikelompokkan menjadi enam kategori utama dan 15 sub-kategori berdasarkan
pekerjaan dan penghasilan mereka. Persentase premi yang dibayarkan oleh
tertanggung untuk setiap kategori bervariasi dari 0% untuk warga negara
berpenghasilan rendah hingga 100% untuk pekerja mandiri(11). Skema premi baru
diperkenalkan sebagai bagian penting reformasi besar sistim pembiayaan kesehatan di
Taiwan yang dikenal sebagai Reformasi Jaminan Kesehatan Nasional Generasi Kedua.
Kebijakan pemberlakuan sistim premi ini menarik lebih dari 90% dari total pendapatan
nasional Taiwan dan merupakan peningkatan signifikan dalam kewajaran kontribusi
keuangan berdasarkan kemampuan orang untuk membayar. Pada tahun 2014, pihak
tertanggung, pengusaha, dan pemerintah menyumbang masing-masing sebanyak
36,92%, 29,30%, dan 33,78% dari premi untuk NHI(12).
National Health Insurance (NHI) menerapkan sistim pembayaran pelayanan
kepada Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK)berdasarkan global budget system, yakni
penentuan besar budget per rumah sakit berdasarkan sejumlah indikator. Pada awal
tahun anggaran, NHI Medical Expenditure Committee melakukan negosiasi dengan
Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) untuk kesepakatan alokasi anggaran. NHI
melakukan upaya pencapaian peningkatan kualitas pelayanan kesehatan oleh PPK
dengan menerapkan sistim pembayaran Pay for Performance untuk beberapa jenis
penyakit tertentu. Dalam sistim ini, pembayaran pelayanan kesehatan berdasarkan atas
indikator pencapaian peningkatan kualitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Sistim
pembayaran Pay for Performance yang dipakai dalam NHI juga menjamin pelayanan
kesehatan secara komprehensif, baik pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gigi,
Chinese medicine therapies, persalinan, rehabilitasi fisik, bedah, obat, homecare,
penyakit jiwa, dan lain sebagainya. Pelayanan preventif juga dijamin oleh NHI dengan
pembiayaan bersumber dari anggaran promosi kesehatan dari Biro Promosi
Kesehatan(9).
Sistim administrasi NHI memiliki kontrak dengan semua rumah sakit dan
sebagian besar provider swasta sehingga memungkinkan masyarakat yang tercover
NHI memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
Rumah sakit dan klinik, baik milik pemerintah maupun swasta, yang terakreditasi telah
menjadi provider pelayanan kesehatan, sehingga menjamin tersedianya fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai di Taiwan(9). Setiap masyarakat di Taiwan memiliki
kebebasan memilih di antara semua penyedia layanan ketika mereka mencari
perawatan dan pengobatan. Mereka menikmati akses yang mudah untuk berkunjung ke
dokter, termasuk dokter spesialis. Selain itu, akses masyarakat untuk melakukan
sebuah perawatan kesehatan dilindungi dari tindakan malpraktik(10). Perdana menteri
kesehatan Taiwan, Ching-Chuan Yeh, menyatakan bahwa di Taiwan, setiap kali
seseorang ingin berkunjung ke dokter, maka akan sangat mudah menemukan dokter
sesuai dengan kebutuhan dan keluhan yang diderita. Sebagai contoh, apabila
seseorang memutuskan untuk menemui dokter mata, maka dalam waktu kurang lebih
sepuluh menit, orang tersebut dapat menemukan dokter yang dimaksud, bahkan di
malam hari(13).
Dalam peningkatan kemudahan dan akses layanan kesehatan, setiap warga
negara Taiwan memiliki kartu NHI IC, semacam kartu kesehatan terpadu. Kartu ini
digunakan untuk mengidentifikasi pemilik kartu, menyimpan riwayat medis singkat, dan
untuk menagih perusahaan asuransi nasional terkait biaya pelayanan kesehatan pemilik
kartu. Setiap kali seseorang yang ingin berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan di
Taiwan untuk menggunakan layanan medis harus membawa kartu NHI IC. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan merekap data biaya layanan medis pasien dan rumah

4
sakit dapat dengan cepat memproses klaim biaya terkait kepada The Bureau of National
Health Insurance(11).
Berbeda dengan sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia, sistem NHI yang
diberlakukan di Taiwan tidak menerapkan sistim gate keeper (sistim rujukan). Rumah
sakit berupaya mengembangkan mutu pelayanan dan menerapkan strategi pemasaran
yang tepat, sehingga dapat menjadi pilihan utama pasien. Hal ini mengingat bahwa
sistim pelayanan kesehatan di Taiwan memungkinkan pesertanya untuk memilih dokter
atau rumah sakit yang diinginkannya tanpa ada mekanisme rujukan sebagaimana yang
diterapkan di Indonesia(9).
Setelah mempelajari sistim pembiayaan kesehatan di Taiwan, didapatkan
beberapa hal yang menjadi kelebihan dari sistim tersebut.Kelebihan yang dapat menjadi
kekuatan dari sistim NHI di Taiwan, diantaranya adalah aksesibilitas yang bagus karena
masyarakat dapat menemui dokter tanpa harus melalui mekanisme rujukan dimana hal
ini terkait dengan kepuasan pasien yang berkunjung ke fasilitas layanan kesehatan;
cakupan yang komprehensif karena NHI mencakup hampir semua layanan yang dapat
disediakan oleh sistim kesehatan, dari perawatan gigi hingga proses kelahiran, dari
pengobatan barat hingga pengobatan tradisional cina, dan dari layanna pencegahan
hingga perawatan lansia. Selain itu, sistim NHI juga menjangkau masyarakat yang
tinggal di daerah pengunungan dan lepas pantai dengan membayar ekstra untuk
melakukan pengiriman pelayanan kesehatan ke daerah-daerah tersebut tanpa
masyarakatnya harus mengeluarkan biaya pelayanan; waktu tunggu yang singkat
karena terdapat banyak pilihan fasilitas layanan kesehatan yang dapat dikunjungi dan
umumnya waktu tunggu untuk pasien bedah paling lama hanya sekitar satu minggu;
biaya premi yang rendah tanpa mengurangi kualitas pelayanan; dan sistim NHI
menyediakan bank data penelitian nasional tentang klaim NHI dan data administrasi
kesehatan secara lengkap, sehingga dianggap membantu pejabat publik setempat
memantau dampak implementasi kebijakan(8;11).Meskipun demikian masih terdapat
beberapa kekurangan dari sistim NHI di Taiwan, yaitu kualitas kunjungan rawat jalan
yang membludak karena waktu kontak yang singkat antara dokter dan pasien sehingga
masyarakat cenderung memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan sebanyak dua hingga
tiga kali kunjungan untuk mendapatkan kepuasan dalam berkonsultasi; sistim rujukan
yang lemah sebagai akibat dari kemudahan aksesibilitas layanan kesehatan sehingga
peran "gatekeeper" dari dokter keluarga relatif lemah; dan masalah keuangan dimana
banyak teknologi kesehatan dan kefarmasian baru muncul, sehingga memungkinkan
NHI Taiwan tidak dapat menutupi seluruh biaya layanan kesehatan. Masalah keuangan
juga diperumit oleh sistim politik di Taiwan yang harus memiliki persetujuan dari
parlemen dalam pengaturan premi NHI(11).

B. Sistem Pembiayaan Kesehatan Di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan laus wilayah dengan jumlah penduduk pada
tahun 2018 mencapai 265 juta jiwa dengan luas wilayah 1,905 juta km². Pembiayaan
kesehatan di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan dengn negara lainnya
mseskipun saat ini dari data (Kemenku, 2017) kesehatan mendapatkan anggaran
sebesar 5% dari APBN sedangkan untuk pendanaan negara asia tenggara seperti
singapore menglokasikan biaya kesehatan sebesar 14% PDB, Vietnam sebesar 13 %
dan Thailan sebesar 13% (WHO, 2014). Untuk meningkatkan derajat kesehatan suatu
masyarakat menurut World Health Organization (WHO) diperlukan anggaran sebesar
5%-6% dari total APBN disuatu negara, sedangkan untuk mencapai derajat kesehatan
yang ideal diperlukan anggaran sebesar 15%-20% dari APBN(17)
Pembiayaan kesehatan di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970, namun saat
itu indonesia menggunakan sistem ‘’Taxed based” dimana tarif pelayanan kesehatan
highly subsidized sehingga hanya orang-orang tertentu yang dapat menyentuh

5
pekayanan kesehatan dan kebanyakan fasilitas pelayanan kesehatan dimiliki
pemerintah. Kemudian pada awal tahun 1990 sistem pembiayaan kesehatan berubah
konsep yang lebih “insurance based” dengan adanya askes menjadi asuransi yang
dimiliki oleh kalangan PNS, penerima pensiun, veteran dll, adapun jamsostek yang
diperuntukan bagi semua pekerja sektor BUMN dan Swasta dan Asabri diperuntukan
bagi anggota TNI dan Polri. Lahirnya UU Nomer 40 tahun 2004 yang mengatur bahwa
semua warga negara indonesia harus dijamin oleh satu badan asuransi baik dari askes
maupun jamsostek. Banyaknya perubahan-perubahan ataupun kebiajakn yang
dilakukan pemerintah pada tahun 2014 diberlakukannya Badan Pelaksana Jaminan
Sosial (BPJS) memakai sistem pembiayaan kesehatan yang lebih “Social Insurance
based” (15).
Untuk model pembiayaan kesehatan diindonesia secara umum terbagi atas dua
sistem yaitu Fee for Service (Out of Pocket) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai
sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat
lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketika atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehat berobat. Sistem Health Insurane ini
dapat berupa sistem kapitasi dan sistem Diagnosa Related Group (DRG system).
Kemudian Bergesernya trasnisi pembiayan kesehatan dengan Kesehatan Nasional
(JKN) yang dimulai tahun 2014 pembiayaan kesehatan mengalami peralihan dari
sistem fee for servis menjadi kapitasi untuk pelayanan primer dan paket INA CBG’s
untuk pelayanan sekunder dan tersier.
Sehingga akan menuntut institusi penyedia pelayanan kesehatan lebih efektif
dan efisien dalam melakukan pelayanan. Kendali mutu dan kendali biaya yang
seimbang akan memacu rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang bermutu
dengan biaya yang terjangkau. Namun dalam implementasinya dengan adanya
Jaminan Kesehatan dengan menerapkan mekanisme pembayaran yang menggunakan
INA CBG’s yaitu kendali mutu dan kendali biaya yang diatur lewat permenkes
mengelompokan tarif pelayanan kesehatan sesuai dengan diagnosis penyakit tertentu
dengan sistem paket.
Sistem pembiayaan kesehatan di indonesia yang berlaku saat ini adalah
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai tahun 2014 mengusahakan untuk
dapat mengcover semua masyarakat indonesia yang tidak terjamah oleh asuransi
kesehatan. Secara bertahap pada tahun 2019 dapat menuju Universal Health Coverage
(UHC). Jumlah peserta yang telah mengikuti pogram JKN hampir mencapai 72,9% dari
jumlah penduduk Indonesia dan masih ada sekitar 27,1% lagi masyarakat yang belum
menjadi peserta JKN-KIS untuk bisa terpenuhi sesuai dengan target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2019)
Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk mencapai Universal
Health Coverage (UHC). Diharapkan semua masyarakatnya dapat merasakan
pelayanan kesehatan yang sama dengan asas gotong royong sehingga semua
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang telah diatur tanpa membedakan
mampu dan tidak mampu, karena asas dari JKN adalah gotong royong dimana yang
sehat membantu yang sakit dan yang mampu dapat membantu yang tidak mampu.
Tujuan utama dari adanya Jaminan Kesehatan Nasional secara umum yaitu
mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu. Perubahan pembiayaan menuju Universal Health
Coverage merupakan hal baik namun mempunyai dampak resiko dan dengan adanya
Jaminan Kesehatan Nasional yang saat ini menerapkan sistem berjenjang dimana
masyarakat tidak bisa dengan bebas memilih pelayanan kesehatn yang meraka
inginkan, namun harus melalui FKTP terlebih dahulu jikan di FKTP bisa diatasi maka
pasien tidak akan dirujuk namun jika masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan di
FKTP maka akan dirujuk ke FKT.

6
Premi yang ditetapkan pemerintah pun berbeda-beda untuk masing-masing
kelas perawatan sesuai dengan Peraturan Presiden No.82 tahun 2018 tentang jaminan
kesehatan besar iuran yang di dapatkan sebesar Rp. 25.500 untuk perawatan kelas 3,
sebesar Rp. untuk perawatan kelas 2 dan sebesar Rp.51.000 untuk perawatan kelas 1
sebesar Rp.80.000 dan bagi peserta yang tidak mampu atau peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) dibayar oleh pemerintah. Bagi peserta pekerja yang menerima
upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dan bagi pekerja bukan
penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayari oleh peserta yang
bersangkutan. Adapun untuk iuran bagi peserta PPU yang terdiri atas pejabat Negara,
pimpinan, anggota dewan perwakilan Raykat Daerah, PNS dll yaitu sebesar 5% dari
upah atau gaji perbulan dengan pembagian 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2%
dibayar oleh peserta(14) Namun dalam pembuatan keputusan penetapan premi dirasa
salah kaprah karena implementasi dilapangan banyaknya masalah seperti
tertunggaknya biaya kesehatan pasien ke pelayanan kesehatan seperti FKTL. Sehingga
perlu dikaji ulang dalam penetapan premi supaya tidak ada yang merasa dirugikan
entah dari pihak masyarakat atupun pada pelayanan kesehatan.
Indonesia adalah negara dari sedikit negara-negara didunia yang belum memiliki
sistem pembiayaan kesehatan yang mantap namun untuk saat ini sedangkan
berjalanannya sistem kesehatan yang berupaya untuk dapat memeratakan pelayanan
kesehatan untuk semua masyarakat. Disamping itu setiap sistem pembiayaaan
kesehatan ada kelebihan dan kekurangnya masing-masing. Kelebihan dari jaminan
kesehatan nasional (JKN) yaitu : biaya yang dikeluarkan murah atau pembayaran premi
murah sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat luas, kemudian yang kurang mampu
di tanggung oleh pemerintah. Kepesertaan yang bersifat wajib untuk semua warga
indonesia, tanpa medical check up yang berbeda dengan asuransi swasta namun ini
juga yang menyebabkan salah satu nya defisit pada pembiayaan kesehatan
kebanyakan orang mendaftaran diri sebagai peserta JKN ketika mereka dalam keadaan
yang sudah sakit sehingga dapat merugikan orang banyak.
Kepesertaan seumur hidup jadi tidak ada batasan umur penggunaan atau
keanggotaan sampai dengan usia berapa. Selain terdapatnya kelebihan adapun
Kekurangan dari Jaminan Kesehatan Nasional yaitu adanya sistem berjenjang sehingga
pasien harus diobati di FKTP terlebih jika di FKTP tidak dapat menolong permasalah
kesehatan yang diderita pasien maka akan dilakukan rujukan ke FKTP. Hal ini juga
memberatkan masyarakat tidak dapat memilih fasilitas kesehatan yang diinginkan.
Kemudian, penggunaan layanan kesehatan JKN hanya berlaku di indonesia tidak dapat
digunakan di luar indonesia, permasalah yang lain adalah antri dan pelayanan cendrung
dibedakan antara masyarakat yang menggunakan JKN dan yang tidak alias dengan
memakai uang pribadi. Sehingga kebanyakan dari masyarakat yang menggunakan
pridbadi supaya cepat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Pembiayaan Kesehatan di Indonesia dan Taiwan
Indikator JKN (BPJS) NHI
Kepesertaan Seluruh Masyarakat Indonesia Seluruh penduduk, kecuali
tanpa terkecuali termasuk bayi narapidana (dicover program
baru lahir dan warga negara pelayanan kesehatan tersendiri),
asing yang tinggal di indonesia termasuk bayi baru lahir
minimal 6 bulan
Premi Berdasarkan pada Undang- Pembiayaan utama NHI
undang yang berlaku yaitu bersumber dari premi peserta dan
tedapat dua kelompok PBI dan denda akibat keterlambatan
Non PBI untuk masyarakat yang pembayaran premi, sesuai dari
kurang mampu di biayai oleh peraturan undang-undang
pemerintah pendapatan NHI bersumber dari
pajak rokok dan lotere. Besaran

7
premi 5,17% dari pendapatan dan
pemerintah berkontribusi dalam
pembayaran premi disesuakan
dengan kategori jenis
kepesertaan
Co payment Jaminan Kesehatan Nasional di NHI di taiwan tidak menerapkan
indonesia menerapkan sistem sistem berjenjang atau rujukan
pelayanan kesehatan yang sehingga pasien bebas untuk
berjenjang sehingga semuanya memilih fasilitas kesehatan yang
diatur dan masyarakat tidak dapat diinginkan.
memilih fasilitas kesehatan sesuai
dengan yang diinginkan
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional NHI menerapkan sistem
pembayaraan menerapkan dua sistem pembayaran pelayanan
pembayaraan untuk FKTP berdasarkan pada global budget
dengan menggunakan sistem system, penentuan besar budget
kapitasi dan FKTL dengan sistem per rumah sakit berdasarkan
INA CBGs yaitu berdasarkan pada sejumlah indikator
paket

Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia kurang lebih sama seperti skema


sistim pembiayaan yang ada di Taiwan. Persamaannya dapat terlihat dari penggunaan
model “single payer” atau pembayar tunggal dalam mekanisme pembiayaannya.
Meskipun demikian, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara Taiwan terkait
pengelolaan sistim pembiayaan kesehatannya. Dengan melihat sistim pembiayaan
kesehatan di Taiwan, Indonesia dapat mengambil beberapa pembelajaran guna
memperbaiki dan meningkatkan kualitas sistim pembiayaan kesehatan yang ada di
Indonesia.
Pelajaran terpenting dari pengalaman Taiwan dalam menerapkan sistem
pembiayaan kesehatan adalah komitmen pemerintah untuk meng-cover biaya
kesehatan warganya agar mencapai keadilan sosial dengan meningkatkan cakupan
layanan kesehatan. Pendekatan sistim pembayar tunggal (single payer) dapat
menawarkan akses yang tepat dan terjangkau kepada semua warga negara untuk
perawatan kesehatan yang dibutuhkan dengan ketentuan yang setara, terlepas dari
status sosial, ekonomi, kesehatan pasien, jenis kelamin, usia, tempat tinggal, dan status
pekerjaan. Pelajaran kedua yang dapat diambil adalah pentingnya berinvestasi terkait
sistim teknologi informasi (TI) kesehatan modern. Sistim TI modern seperti di Taiwan
memungkinkan pemerintah untuk memiliki informasi tentang pemanfaatan dan
pengeluaran biaya kesehatan dalam waktu yang sama (real time) melalui rekapan data
pada id card yang dipegang oleh masing-masing pemilik asuransi. Pelajaran ketiga
yang dapat diambil adalah pengalaman Taiwan dalam hal kebebasan memilih fasilitas
pelayanan kesehatan. Istilah kebebasan memilih ini dikaitkan pada kepuasan yang
tinggi warga negara terhadap sistim pelayanan kesehatan. Melalui mekanisme ini,
seseorang dapat memilih fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dan keluhan
yang dideritanya tanpa harus mengalami kesulitan dalam hal aksesibilitas layanan.
Pelajaran terakhir yang bisa diambil dari sistim pembiayaan kesehatan di Taiwan adalah
pembuat kebijakan tidak boleh melewatkan jendela peluang untuk reformasi kesehatan
dalam skala besar. Hal ini nampak dari kasus pergantian sistim pembiayaan kesehatan
di Taiwan yang menggambarkan bahwa perbaikan bertahap dan konsistensi para
pengambil kebijakan terhadap perbaikan tersebut akan memungkinkan reformasi sistim
pembiayaan kesehatan agar sistim tersebut semakin baik dan ideal bagi negaranya

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia dan taiwan hampir memiliki


kesamaan dimana kedua negara tersebut menggunakan sistem pembiayaan “Singel
Payer” yaitu pembiayaan tunggal pada pembiayaan kesehatan yang perpusata pada
pemerintahan, dimana taiwan sudah dalam Universal Health Coverage (UHC) dan
indonesia baru akan masuk pada tahap UHC. Penetapan premi yang digunakan juga
berbeda indonesia terdapat golongan PBI yang berarti dibiayai oleh pemerintah dan
Non PBI yaitu peserta mandiri sedangkan di taiwan dari sebagian pajak rokok,
masyarakat sendiri ataupun pemerintah dan ditaiwan tidak menetapkan sistem
berjenjang seperti yang ada di indonesia yang menetapkan sistem berjenjang.

B. Saran

Disetiap pembiayaan kesehatan diberbagai negara memiliki kelebihan dan


kekurangannya masing-masing, seperti di taiwan Kelebihan yang dimiliki adalah adalah
aksesibilitas yang bagus karena masyarakat dapat menemui dokter tanpa harus melalui
mekanisme rujukan dimana hal ini terkait dengan kepuasan pasien yang berkunjung ke
fasilitas layanan kesehatan, cakupan yang komprehensif karena NHI mencakup hampir
semua layanan yang dapat disediakan oleh pelayanan kesehatan dibalik kelebihan
terdapat kekurangan diantaranya adalah sistem rujukan yang lemah sebagai akibat dari
kemudahan aksesibilitas layanan kesehatan sehingga peran "gatekeeper" dari dokter
keluarga relatif lemah dan masalah keuangan dimana banyak teknologi kesehatan dan
kefarmasian baru muncul. Negara taiwan dapat lebih bijak atau membuat suatu
kebijakan yang mengatur tentang sistem rujukan untuk menguatkan kembali peran
dokter sebagai gatekeeper dan untuk kemunculan teknologi kesehatan dan
kefarmasiaan yang baru dapat dilakukan dengan membatasi untuk setiap pendirian
kefarmasiaan yang sudah ada dan membuat suatu pembatasan untuk pendirian
kefarmasian yang baru. Pembiayaan kesehatan di indonesia tidak kalah banyak
masalah seperti pemerintah yang defisit kemudian belum terbayarkan biaya kepada
pelayanan kesehatan dalam hal ini seharusnya sistem premi harus lebih diteliti kembali
untuk besaran premi yang harus dibayarkan atau pembayaran dilakukan dengan
besaran jumlah gaji masing-masing masyarkat, kemudian memperbaiki kembali untuk
cakupan penyakit yang dibiayai dan yang tidak dibiayai berdasarkan penanganan yang
dilakukan dan memperbaiki sistem manajemen dalam pengelolaan keuangannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

(1) Trisnantoro, L. (2016). "Refleksi 2016 Dan Outlook Pembiayaan kesehatan Dan
Jaminan Kesehatan Nasional 2017" (online)
(https://kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id/diskusi-refleksi-2016-dan-outlook-
pembiayaan-kesehatan-dan-jkn-2017/, diakses pada 29 November 2018).
(2) Setyawan, F.E.B. (2018). Sistem Pembiayaan Kesehatan. Jurnal Berkala Ilmiah
Kedokteran Dan Kesehatan, 2(4), 57-70.
(3) Direktorat P2PTM Kemenkes RI. (2018). "Pengertian Universal Health Coverage
(UHC)" (online) (http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/pengertian-
universal-health-coverge-uhc, diakses 29 November 2018).
(4) World Health Organization. (2016). "Annex B: Tables of Health Statistics By
Country, Who Region And Globally" (online)
(http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/2016/EN_WHS2016_
AnnexB.pdf?ua=1, diakses pada 29 November 2018).
(5) Pisani, E., Olivier Kok, M., & Nugroho, K. (2016). Indonesia's Road To Universal
Health Coverage: A Political Journey. Journal of Health Policy and Planning,
32(2), 267-276. doi:[10.1093/heapol/czw120].
(6) Hendayana, D. (2017). "Serba-Serbi BPJS Kesehatan: Problematika Dan Saran
Solusi" (online)
(https://www.kompasiana.com/dddadan/59db2d03adbe2f17811c0cb2/serba-serbi-
bpjs-kesehatan-problematika-dan-saran-solusi, diakses pada 29 November 2018).
(7) Taiwan Today. (2018). “Asuransi Kesehatan Nasional Taiwan: Sebuah
Percontohan Untuk Cakupan Kesehatan Universal” (online)
(https://nspp.mofa.gov.tw/nsppid/news.php?post=132865&unit=434, diakses pada
29 November 2018).
(8) National Health Insurance Administration, Ministry of Health and Welfare, Taiwan.
(2016). "Universal Health Coverage In Taiwan" (online)
(https://www.nhi.gov.tw/Resource/webdata/21717_1_UnversalHealthCoverage-
2.pdf, diakses pada 29 November 2018).
(9) Indrayathi, P.A. (2016). "Bahan Ajar Pembiayaan Kesehatan Di Berbagai Negara"
(online)
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/89c9a676764a4639389510
799b81ac4b.pdf, diakses pada 29 November 2018).
(10) Cheng, T.M. (2014). Analysis & Commentary: Reflections On The 20th
Anniversary of Taiwan's Single-Payer National Health Insurance System. Journal
of Health Affairs, 34(3): 502-510.
(11) Tai-Yin Wu, et all. (2010). An Overview of The Healthcare System In Taiwan.
London Journal of Primary Care, 3, 115-119.
(12) Lee CH. (2014). Application of PE and HTA in pharmaceutical benefit
management under Taiwan’s NHI. Address to: International Society for
Pharmaceutical and Outcomes Research Educational Roundtable, Assess Policy
and Innovative Biological Medicines in Asia. Beijing; 2014 Sep 7.
(13) Cheng, T.M. (2009). Lessons from Taiwan's Universal National Health Insurance:
A Conversation With Taiwan's Health Minister, Ching-Chuan Yeh. Journal of
Health Affairs, 28(4), 1035-1044.
(14) Peraturan Presiden No.82 tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan
(15) Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Jaminan Kesehatan Nasional
(16) Kementerian Keuangan tahun 2017
(17) (17) Sitorus, Estherlina dan Atik Nurwahyuni. (2017). Analisis Pembiayaan
Kesehatan Bersumber Pemerintah Kota Serang Tahun 2014 – 2016. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 6 (3) https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/download/
29661/17801, diakses pada 30 November 2018).

10

Anda mungkin juga menyukai