Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azrul A, 1996). Pembiayaan kesehatan harus
kuat, stabil, dan selalu berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan
(adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness)
pembiayaan kesehatan itu sendiri. Pengertian pembiayaan tersebut merujuk pada dua sudut
pandang berikut: 1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) yaitu besarnya dana
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana operasional. 2.
Pemakai jasa pelayanan (health consumer) yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat
memanfaatkan suatu upaya kesehatan. Sektor pemerintah dan sektor swasta penyelenggara
kesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara. Total biaya dari
sektor pemerintah dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Hal yang penting dalam pembiayaan kesehatan adalah cara memanfaatkan biaya tersebut
secara efektif dan efisien dari aspek ekonomi dan sosial serta dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu syarat pokok dalam pembiayaan kesehatan yang
harus saling berkesinambungan terdiri atas:
1. Jumlah harus memadai untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan tidak menyulitkan
masyarakat yang memanfaatkannya.
2. Penyebaran harus sesuai dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan
masyarakat.
3. Pemanfaatan harus diatur setepat mungkin agar tercapai efektifitas dan efisiensi pembiayaan
kesehatan.
Cara-cara pembiayaan kesehatan terdiri atas:
1. Out of pocket, yakni masyarakat harus mengeluarkan dari kantong sendiri,
2. Perusahaan tempat pasien bekerja yang membiayai kesehatan pekerjanya,
3. Perusahaan asuransi bagi pasien yang menjadi peserta asuransi tertentu,
4. Charity, yakni sumbangan dari individu atau lembaga sosial, dan
5. Pemerintah yang membayarkan melalui alokasi anggaran untuk pelayanan publik .
Jenis-jenis pembiayaan kesehatan dilihat dari pembagian pelayanan kesehatannya terdiri
atas:
a. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan
pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya mengarah ke pengobatan dan pemulihan dengan
sumber dana dari sektor pemerintah maupun swasta.
b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan/atau
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya mengarah ke peningkatan
kesehatan dan pencegahan dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah.
Pelayanan-pelayanan kesehatan dibiayai dari sumber-sumber seperti:
a. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota)
dengan dana berasal dari pajak umum dan pajak penjualan, pinjaman luar negeri (deficit
financial), serta asuransi sosal.
b. Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial,
pengeluaran rumah tangga, serta communan self help.
Standar kesehatan World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa anggaran
kesehatan harus mencapai 15% dari APBN. Namun, pada tahun 2009 Indonesia telah menaikkan
3 kali lipat anggaran sektor kesehatan dari tahun sebelumnya hanya sebesar 2.64% atau sekitar
Rp 18,8 triliun. Dari dana sebesar itu, 54,1% digunakan untuk biaya pembelian obat dan alat.
Sementara pada UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah
mengatur pembiayaan dengan sistem asuransi.
Penerapan pembiayaan kesehatan dengan sistem asuransi akan menggeser tanggung
jawab perorangan menjadi tanggung jawab kelompok. Sistem asuransi juga akan mengubah
sistem pembayaran dari setelah pelayanan diberikan menjadi sebelum pelayanan diberikan serta
sesudah sakit menjadi sebelum sakit. Sistem asuransi ini menguntungkan masyarakat sebagai
pengguna layanan kesehatan dan menjadi sarana sektor swasta untuk berperan dalam upaya
kesehatan nasional.
Kebijakan Umum Pembiayaan Kesehatan
Tujuan dan Azas Pembiayaan Kesehatan Dalam UU-36/2009 tentang kesehatan
disebutkan beberapa kebijakan umum tentang pembiayaan kesehatan, seperti dikutip berikut ini:
“Tujuan pembiyaan kesehatan adalah untuk menyediakan pembiayaan kesehatan yang
berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan
secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya”. “Pembiayaan
kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan kecukupan, menyeluruh, berkesinambungan,
berhasil guna, berdaya guna, menjamin pemerataan, berkeadilan dan transparan serta akuntabel”.
Ada beberapa kata kunci dalam kutipan UU-36/2009 tersebut yang menentukan arah, tujuan dan
azas pembiayaan kesehatan, yaitu sbb: (1) Kecukupan (2) Berkesinambungan (3) Alokasi yang
adil (4) Efektif dan efisien (5) Menyeluruh (komprehensif) (6) Menjamin pemerataan (7)
Transparan dan akuntabel Sistem Kesehatan dan fungsi pembiayaan kesehatan Pembiayaan
kesehatan adalah salah satu fungsi dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), baik menurut
format SKN (Perpres-72/2012) maupun menurut format WHO (2000 dan 2010). Dalam Perpres-
72/2012 disebutkan 7 fungsi yang saling berkaitan dalam SKN, yaitu (i) tata kelola (governance)
yang didukung dengan sistem informasi, (ii) pengelolaan SDM Kesehatan, (iii) pengelolaan
obat/alkes dan makanan/minuman, (iv) Litbangkes, (v) Pemberdayaan masyarakat, (vi)
Pembiayaaan kesehatan dan (vii) sistem pelayanan/upaya kesehatan.
Tujuan SKN adalah “…meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya”. Namun
WHO lebih memerinci tujuan sistem kesehatan tersebut yaitu (i) meningkatkan derajat kesehatan
secara merata, (ii) responsif terhadap ekspektasi masyarakat, (iii) memberikan perlindungan
finansial dan (iv) meningkatkan efisiensi. Di atas disebutkan bahwa pembiayaan adalah salah
satu fungsi dalam SKN. Bank Dunia (2008) menyebutkan 3 fungsi sistem pembiayaan kesehatan,
yaitu (i) collecting, (ii) pooling dan (iii) purchasing. Tiga fungsi tersebut bertujuan dan cocok
untuk memberikan “financial protection” kepada peserta asuransi kesehatan, jadi bukan untuk
program atau upaya kesehatan yang bersifat “public goods”. Dengan perkataan lain, 3 fungsi
tersebut adalah parsial, hanya cocok untuk upaya pelayanan klinis (pengobatan) yang dibiayai
melalui sistem asuransi. UU-36/2009 menetapkan 3 fungsi pembiayaan kesehatan, yaitu: (i)
mobilisasi sumber-sumber pembiayaan, (ii) alokasi anggaran kesehatan dan (iii) pemanfaatan
anggaran kesehatan.
Tentang mobilisasi UU-36 menyebutkan sumber pembiayaan termasuk sumber
pemerintah (APBN dan APBD) dan non-pemerintah (masyarakat dan swasta) serta sumber-
sumber lain yang sah. Tentang alokasi anggaran ditetapkan cukup diskret dalam UU-36 tersebut,
yaitu sbb:
(1) Alokasi untuk kesehatan minimal 5% dari APBN setelah dikurangi gaji
(2) Alokasi untuk kesehatan minimal 10% dari APBD setelah dikurangi gaji
(3) 2/3 dari alokasi untuk kesehatan tersebut (dari APBN maupun APBD) dialokasikan untuk
pelayanan publik.
(4) Pelayanan publik terdiri dari UKM dan UKP. Porsi APBN dan APBD untuk UKP terbatas
untuk subsidi biaya pengobatan bagi penduduk miskin (misalnya dana PBI dari APBN atau
subsidi penduduk miskin dari APBD). Berarti sisa dari jumlah dua pertiga tersebut adalah untuk
UKM.
(5) Karena penduduk miskin/kurang mampu sudah ditanggung oleh APBN (dana untuk PBI),
seharusnya 2/3 alokasi APBD adalah untuk UKM.
(6) UU-36 tidak menetapkan untuk apa yang sepertiga dari alokasi kesehatan tersebut. Dalam
pembahasan persiapan RPP Pembiayaan kesehatan disepakati bahwa jumlah 1/3 tersebut adalah
untuk pengelolaan dan penguatan sistem kesehatan di pusat dan daerah; termasuk pembangunan
infrastruktur kesehatan. Tentang pemanfaatan anggaran kesehatan Perpres-72/2012 menetapkan
bahwa prioritas pemanfaatan APBN dan APBD adalah untuk pelayanan kesehatan yang bersifat
“public goods” (pasal 114). Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat “private goods”
(pengobatan), pembiayaannya diutamakan melalui sistem asuransi, kecuali penduduk miskin
yang tetap memerlukan subsidi APBN dan APBD (pasal 115).

Asuransi di Indonesia
Jenis asuransi di Indonesia sangat banyak dan bervariasi, di antaranya adalah:
1. Asuransi kesehatan Asuransi ini memberi jaminan kesehatan terhadap orang yang
memilikinya. Asuransi ini bisa didapat dari agen asuransi, dari pemerintah, atau dari fasilitas
kesehatan yang diberikan di tempat kerja kita.
2. Asuransi jiwa Asuransi ini bersifat memberi jaminan yang akan terjadi setelah pemilik
asuransi meninggal dunia.
Melalui asuransi ini, keluarga pemilik asuransi yang ditinggalkan tidak dibebankan untuk
menanggung beban lebih berat setelah pemilik asuransi meninggal. Melalui uang dari perusahaan
asuransi tersebut diharapkan dapat meringakan beban keluarga pemilik asuransi yang meninggal.
Asuransi jiwa terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
a. Term Life, yaitu asuransi jiwa yang memiliki perjanjian dalam jangka waktu tertentu.
Cirinya adalah uang setoran preminya akan hangus pada akhir periode perjanjian.
Namun, umumnya nilai uang yang diberikan asuransi ini lebih besar nominalnya.
b. Whole Life, yaitu asuransi jiwa yang memiliki masa pertanggungjawaban seumur
hidup. Preminya biasanya lebih mahal dari pada Term Life. Asuransi ini biasanya
memiliki nilai tunai yang dibayarkan kepada keluarga jika yang tertanggung tidak
meninggal selama masa kontrak. Tetapi nilai yang diterima biasanya lebih kecil.
3. Asuransi pendidikan Asuransi pendidikan memberikan jaminan dan perlindungan kepada
orang yang sedang menempuh pendidikan, biasanya diberikan kepada anak-anak. Asuransi ini
biasanya diberikan bersamaan dengan asuransi jiwa.
4. Asuransi kerugian Asuransi ini disebut juga Non Life Insurance yang diatur dalam Undang
Undang No.2 tahun 1992 untuk menanggulangi kerugian atas suatu usaha
5. Asuransi Kesehatan. Jenis ini adalah asuransi yang paling banyak dan mudah ditemui.
Asuransi kesehatan biasanya diselenggarakan oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan
asuransi jiwa, dan perusahaan asuransi umum. Pada tahun 2009, ada sekitar 116,8 juta penduduk
dari jumlah penduduk sekitar 230 juta penduduk Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan
disediakan oleh PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, PT Asabri, program Jamkesmas, atau
asuransi lain. Sedangkan pada tahun 2010, ada sekitar 120,2 juta penduduk dari jumlah
penduduk sekitar 237 juta penduduk Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan yang
disediakan oleh perusahaan asuransi diatas juga.
Asuransi kesehatan adalah salah satu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin
biaya kesehatan baik dalam pengobatan kesehatan ataupun perawatan kesehatan para anggota
asuransi tersebut. Pada umumnya, jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan asuransi hanya
perawatan bentuk rawat inap dan rawat jalan. Pada umumnya perusahaan asuransi yang
menyelenggarakan program asuransi kesehatan akan bekerja sama dengan rumah sakit baik
secara langsung maupun melalui institusi perantara untuk menyelenggarakan perawatan
kesehatan. Asuransi rawat jalan meliputi biaya dokter, biaya diagnosis/lab, dan biaya obat.
Biasanya, besar biaya yang ditanggung ditentukan dengan limit maksimum untuk setiap
komponen per kunjungan/tahun dan frekuensi maksimum kunjungan dalam satu tahun.
Ada pembatasan yang diberlakukan perusahaan asuransi, yaitu mewajibkan rujukan
dokter umum sebelum kunjungan ke dokter spesialis dan juga pembatasan dimana
pertanggungan hanya diberikan bila pelayanan kesehatan dilakukan oleh penyedia layanan yang
terdaftar. Asuransi rawat jalan biasanya hanya merupakan manfaat tambahan dari asuransi rawat
inap. Sedangkan asuransi rawat inap meliputi biaya rawat inap di rumah sakit, seperti biaya
kamar, jasa dokter, obat obatan, laboratorium/penunjang diagnostik, pembedahan, dll.
Penggolongan asuransi rawat inap ini dilakukan berdasarkan kelas kamar.
Ada berbagai alasan masyarakat menolak untuk mengikuti sebuah asuransi, salah satunya
karena masyarakat menganggap kalau asuransi itu seperti bentuk taruhan yang berlaku selama
adanya ikatan. Taruhan ini seperti adanya perbedaan biaya yang dibayar masyarakat terhadap
perusahaan asuransi dibandingkan dengan jumlah kejadian yang akan diterima masyarakat.
Kejadian ini seperti taruhan yang berbanding 1 dengan 10, dimana masyarakat hanya sekali
mengalami kejadian yang perlu asuransi sedangkan yang sudah dibayar masyarakat ke
perusahaan asuransi sudah sepuluh kali. Hal inilah yang ada di pikiran beberapa orang sehingga
susah untuk ikut asuransi. Sebenarnya, asuransi menjadi cara untuk mengelola risiko dan upaya
preventif untuk mencegah ketidakmampuan penduduk membiayai pelayanan medis yang mahal.
Setiap orang memiliki kesempatan sakit yang tidak pasti, dan menyebabkan adanya biaya untuk
membayar upaya pemulihan sakit tersebut.
Biasanya, masyarakat tidak menyediakan biaya untuk pelayanan kesehatan setiap
bulannya di dalam rumahnya. Sehingga masyarakat akan kesulitan saat terjadi kesakitan
mendadak dan tidak ada biaya. Oleh karena itu, perusahaan asuransi kesehatan mengelola
asuransi kesehatan untuk risiko-risiko negatif, seperti memastikan adanya penggantian biaya
pemulihan kesehatan saat sakit. Perusahaan asuransi akan memperhitungkan risiko yang melanda
masyarakat untuk menghitung besar premi yang harus dibayarkan seseorang.
Risiko-risiko yang dapat diasuransikan pada asuransi kesehatan adalah:
1. Risiko yang bersifat murni (pure), yaitu risiko yang spontan, tidak dibuatbuat, tidak disengaja,
atau dicari-cari dan tidak dapat dihindari dalam jangka pendek. Risikonya ini memang timbul
karena sebuah kebetulan atau kecelakaan. Contohnya, penyakit kanker yang membutuhkan
perawatan yang lama dan mahal, serta tidak pernah diharapkan oleh si penderita. Sehingga
penyakit ini dapat diasuransikan.
2. Risiko yang bersifat definitif, yang berarti bahwa risiko dapat ditentukan kejadiannya secara
pasti dan jelas serta dapat dipahami berdasarkan bukti kejadiannya. Contohnya, sakit dan
kematian dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter, dan kecelakaan lalu lintas dibuktikan
dengan surat keterangan polisi.
3. Risiko bersifat statis, yaitu probabilitas kejadian relatif statis atau konstan tanpa dipengaruhi
perubahan politik dan ekonomi negara. Contohnya, penyakit kanker relatif statis dan tidak
dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik, walaupun untuk jangka panjang risiko serangan
jantung dipengaruhi keadaan ekonomi karena makanan yang dikonsumsi.
4. Risiko berdampak finansial, yang dapat diasuransikan karena dapat diperhitungkan
finansialnya. Contohnya, pada kecelakaan yang menyebabkan ada biaya perawatan dan
kehilangan penghasilan akibat meninggal atau cacat, maka segalanya akan ditanggung pihak
asuransi.
5. Risiko measurable atau quantifiable, yaitu risiko dapat diperhitungkan secara akurat.
Contohnya, seseorang yang sakit dapat menerangkan lokasi terjadi, waktu kejadian, jenis
penyakit, tempat perawatan, dan biaya yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan dapat
ditanggung oleh pihak asuransi.
6. Risiko besar, dimana derajat risiko itu relatif dan dapat berbeda setiap tempat dan waktu.
Besar risiko yang dapat ditanggung oleh pihak asuransi harus memenuhi syarat ukuran yang
ditawarkan pihak asuransi. Biasanya, asuransi kesehatan akan menjamin pelayanan kesehatan
secara komprehensif karena adanya kaitan risiko dengan biaya yang kecil dan pelayanan yang
perlu biaya besar. Contohnya, seseorang yang menderita DBD akan ditanggung pengobatannya
hingga ke pengobatan lanjutan.
Manfaat asuransi kesehatan adalah:
1. Mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan,
2. Mengubah peristiwa tidak pasti menjadi pasti dan terencana,
3. Membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang dengan cara
perangkuman risiko.
Dengan asuransi ini, terjadilah sikap saling tolong menolong, yakni yang sehat menolong
yang sakit dan yang kaya membantu yang miskin. Ada bermacam-macam asuransi kesehatan,
seperti asuransi kesehatan perorangan, asuransi kesehatan keluarga, dan asuransi kesehatan
karyawan perusahaan.
Namun asuransi kesehatan yang sering digunakan adalah kedua macam proteksi asuransi
berikut ini.
1. Asuransi yang menyediakan perlindungan rawat inap di rumah sakit, terdiri atas dua
macam.
a. Proteksi dengan sistem kartu (klaim dengan kwitansi asli), yang berarti bahwa bila dirawat
inap maka pembayarannya cukup dengan menunjukkan kartu provider, sehingga seluruh biaya
rumah sakit ditanggung asuransi. Kelas perawatan disesuaikan dengan premi yang dibayar.
Proteksi ini cocok bagi pegawai swasta, wiraswasta atau pekerja lepas yang belum mempunyai
proteksi rawat inap.
b. Proteksi dengan sistem reimbursement, yang berarti bahwa bila saat dirawat, terlebih dahulu
membayar seluruh biaya rumah sakit, lalu diklaim ke pihak asuransi. Proteksi ini berupa
tunjangan rawat inap harian. Misalnya, bila dirawat lima hari, maka lima hari itu dikalikan
dengan besar tunjangan per hari. Proteksi ini cocok untuk orang yang sudah mempunyai asuransi
dari perusahaan, karena proteksi reimbursement ini hanya untuk menambah kekurangan biaya
rawat inap saja.
2. Proteksi terhadap penyakit kritis. Proteksi ini cocoknya bagi orang dewasa yang
umurnya di atas 40 tahun karena sudah rentan terkena berbagai penyakit. Ada dua macam
proteksi ini.
a. Proteksi sakit kritis, yang berarti hanya memberi proteksi saat penyakit sudah mencapai
stadium kritis. Bila masih stadium awal dan menengah maka belum bisa diklaim. Namun, jika
meninggal dunia dan belum pernah klaim, maka asuransi penyakit kritis ini bisa menjadi
santunan meninggal ke ahli waris.
b. Proteksi sakit kritis di semua stadium, yang berarti memberi proteksi sakit kritis mulai dari
stadium awal, menengah, hingga akhir. Namun, jika meninggal dunia dan tidak pernah diklaim,
maka asuransi ini tidak bisa memberi santunan meninggal ke ahli waris.

Asuransi Kesehatan di Indonesia


Asuransi kesehatan di Indonesia ada berbagai jenis, seperti asuransi dari pemerntah bagi
rakyat dan asuransi kesehatan dari perusahaan bagi tenaga kerjanya. Ada begitu banyak macam
ataupun jenis asuransi kesehatan di Indonesia yang dilindungi oleh Undang Undang. Saat
sekarang ini, jaminan sosial dan jaminan kesehatan di Indonesia telah diatur dalam Undang
Undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Undang Undang ini,
asuransi kesehatan dibedakan pengertiannya dengan jaminan kesehatan.
Jaminan kesehatan adalah sebuah bentuk jaminan yang berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan pelayanan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan asuransi kesehatan adalah sebuah jenis
produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau pelayanan perawatan para
anggota asuransi kesehatan tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang
BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Pengertian BPJS
menurut UU No. 40 Tahun 2004 tersebut adalah:
1. badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1 angka
6),
2. badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum),
3. pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat 1). BPJS mengelola Jaminan Sosial
Nasional. Pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, pasal 5 dikatakan bahwa BPJS yang
dibentuk Undang-Undang ini terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Sedangkan pada pasal 6 dijelaskan bahwa, BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan
kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian. Pada awalnya PT ASKES (Persero)
dan PT JAMSOSTEK (Persero) beralih dari badan usaha milik negara menjadi badan hukum
publik BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015.
Transformasi yang ada di BPJS ini diatur dalam UU BPJS sebagai berikut. 1. PT ASKES
(Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat 1). 2. PT JAMSOSTEK (Persero)
berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan mulai tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat 1). 3. PT
ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran
pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 65 ayat 1).
4. PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran
pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 65 ayat 1). Proses selanjutnya yang dilakukan adalah
membubarkan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) tanpa likuidasi. Sedangkan
PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS.
Sasaran UU BPJS ini adalah seluruh rakyat Indonesia.
Kelompok peserta yang dikelola BPJS Kesehatan ada dua kelompok, yaitu:
1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), terdiri dari fakir miskin dan orang tak mampu,
2. Peserta non-PBI, yang terdiri dari para Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional
Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), karyawan perusahaan swasta,
pekerja mandiri, bukan pekerja seperti veteran, penerima pensiun, dan lain-lain.
Iuran kepesertaan di BPJS adalah sebagai berikut.
1. Semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara langsung menjadi peserta BPJS sejak 1 Januari
2014. Iurannya adalah 2% potongan gaji ditambah subsidi pemerintah 3% dengan menjamin
maksimal lima orang yang terdiri dari suami, istri, dan tiga anak.
2. TNI dan POLRI membayar iuran 2% dari gaji, setelah pensiun hak ini tetap sampai dengan
meninggal.
3. Pekerja formal swasta membayar 2% dari penghasilannya per bulan dan 3% dibayar oleh
perusahaan.
4. Bagi pekerja sektor nonformal membayar iuran sebesar Rp59.500,- per orang per bulan untuk
rawat inap di kelas 1; Rp42.500,- per orang per bulan untuk rawat inap di kelas 2, dan Rp 25.500
per orang per bulan untuk rawat inap di kelas 3.
5. Iuran penduduk miskin dan orang tak mampu ditanggung pemerintah. Pelayanan kesehatan
untuk peserta di BPJS diberikan di fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang
menjalin kerjasama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal
23 ayat 1).
Namun, bila dalam keadaan darurat, maka pelayanan kesehatan dapat diberikan pada
fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial
(Pasal 23 ayat 2). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini wajib memberikan kompensasi untuk
memenuhi kebutuhan medik peserta yang berada di daerah yang belum tersedia fasilitas
kesehatan yang memenuhi syarat. Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk uang tunai (UU No.
40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3 dan penjelasannya).
Pada pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan
pelayanan kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan penjelasannya). Sistem kendali
mutu berarti sejumlah karyawan dengan pekerjaan sejenis yang bertemu secara berkala untuk
membahas dan memecahkan masalah masalah pekerjaan dan lingkungannya dengan tujuan
meningkatkan mutu usaha dengan menggunakan perangkat kendali mutu. Sedangkan sistem
kendali biaya adalah proses atau usaha yang sistimatis untuk menetapkan standar pelaksanaan
dengan tujuan perencanaan, sistem informasi umpan balik, membandingkan pelaksanaan nyata
dengan perencanaan, menentukan dan mengatur penyimpangan, serta melakukan koreksi
perbaikan sesuai rencana, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan efisien dalam penggunaan
biaya.

2.2 Metode Pembiayaan Kesehatan


Terdapat beberapa metode sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh
beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:

1. Direct Payments by Patients


Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara langsung
besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya. Pada
umumnya sistem ini akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara lebih hati-
hati, serta adanya kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk menarik
konsumen atau free market. Meskipun tampaknya sehat, namun transaksi kesehatan pada
umumnya bersifat tidak seimbang dimana pasien sebagai konsumen tidak mampu
mengenali permasalahan dan kebutuhannya, sehingga tingkat kebutuhan dan penggunaan
jasa lebih banyak diarahkan oleh provider. Sehingga free market dalam pelayanan
kesehatan tidak selalu berakhir dengan peningkatan mutu dan efisiensi namun dapat
mengarah pada penggunaan terapi yang berlebihan.
2. User payments
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan kesehatan baik
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya dengan model informal
adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga kelompok yang menjadi pengecualian
telah diatur secara formal oleh pemerintah dan provider. Bentuk yang paling kompleks
adalah besaran biaya yang bebeda setiap kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan
kesehatan yang diberikan (biasanya terjadi untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta).
Namun model yang umum digunakan adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-
episode sakit bersifat tetap.
3. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak terjadi risk
pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan ditanggung oleh individu
sesuai dengan tingkat penggunaannya, namun individu tersebut mendapatkan bantuan
dalam mengelola pengumpulan dana (saving) dan penggunaannya bilamana
membutuhkan pelayanan kesehatan. Biasanya model ini hanya mampu mencakup
pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan pelayanan kesehatan yang bersifat kronis
dan kompleks yang biasanya tidak bisa ditanggung oleh setiap individu meskipun dengan
mekanisme saving. Sehingga model ini tidak dapat dijadikan model tunggal pada suatu
negara, harus didukung model lain yang menanggung biaya kesehatan lain dan pada
kelompok yang lebih luas.

4. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu pada
provider kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider kesehatan
lain misalnya: mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara formal atau
tidak diatur besaran, jenis dan mekanisme pembayarannya. Besaran biaya biasanya
timbul dari kesepakatan atau banyak diatur oleh provider dan juga dapat berupa
pembayaran dengan barang. Model ini biasanya muncul pada negara berkembang dimana
belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan pembiayaan yang mampu mencakup
semua golongan masyarakat dan jenis pelayanan.
5. Insurance Based
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan utama dimana
individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan. Konsep asuransi
memiliki dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko kesakitan pada satu individu
pada satu kelompok serta adanya sharing looses secara adil. Secara sederhana dapat
digambarkan bahwa satu kelompok individu mempunyai resiko kesakitan yang telah
diperhitungkan jenis, frekuensi dan besaran biayanya. Keseluruhan besaran resiko
tersebut diperhitungkan dan dibagi antar anggota kelompok sebagai premi yang harus
dibayarkan. Apabila anggota kelompok, maka keseluruhan biaya pelayanan kesehatan
sesuai yang diperhitungkan akan ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama.
Besaran premi dan jenis pelayanan yang ditanggung serta mekanime pembayaran
ditentukan oleh organisasi pengelola dana asuransi.

2.3 Pembiayaan kesehatan berkontribusi dalam perkembangan ekonomi dan sosial

Dampak krisis ekonomi di Indonesia sampai saat ini meluas ke seluruh bidang kehidupan,
termasuk bidang pelayanan kesehatan. Dilema yang dihadapi pelayanan kesehatan, disatu pihak
pelayanan kesehatan harus menjalankan misi sosial, yakni merawat dan menolong yang sedang
menderita tanpa memandang sosial, ekonomi, agama dan sebagainya. Namun dipihak lain pelayanan
kesehatan harus bertahan secara ekonomi dalam menghadapi badai krisis tersebut. Oleh sebab itu
pelayanan kesehatan harus melakukan reformasi, reorientasi dan revitalisasi. (Juanita,2002).
Reformasi kebijakan pembangunan kesehatan telah selesai dilakukan sebagaimana telah
tertuang dalam Visi, Misi, Strategi dan Paradigma baru pembangunan kesehatan yang populer dengan
sebutan Indonesia Sehat. Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah memberi arah baru
pembangunan kesehatan di Indonesia. Jika diperhatikan kebijakan dan sistem baru hasil reformasi
tersebut tampak banyak perubahan yang akan dilakukan, dua diantaranya yang terpenting adalah
perubahan pada subsistem upaya kesehatan dan perubahan pada subsistem pembiayaan kesehatan.
(Gotama I, Pardede D, 2010).
Penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangandalam

subsistem pembiayaan kesehatan dilakukan untuk membiayai UKM dan UKP penduduk miskin dengan
mobilisasi dan dari masyarakat, pemerintah dan public-private mix. Sedangkan untuk penduduk
mampu, pembiayaan kesehatan masyarakat terutama dari masyarakat itu sendiri dengan mekanisme
jaminan kesehatan baik wajib maupun sukarela. (Gotama I, Pardede D,2010).

Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan
ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Berdasarkan
pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu berdasarkan:
Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini bahwa biaya kesehatan dari
sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni
pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia
pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh
biaya operasional (operationalcost).
Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi persoalan utama para
pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut serta, yakni
dalam rangka terjaminnyapemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk
pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya
kesehatan. (Azwar, A. 1999).
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat
vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari
pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses
(equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh karena itu
reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada
kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan
(equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
(Departemen Kesehatan RI,2004).
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing) akan
menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan
kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif.
Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat
miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses yang universal. Pada
aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan mempunyai kontribusi pada
perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat
mahal baik pada negara maju maupun pada negara berkembang. Penggunaan yangberlebihan
dari pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi
adalah salah satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan pelayanan
kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan lemahnya kemampuan dalam
penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor management of resources and
services). (Departemen Kesehatan RI,2004).

Anda mungkin juga menyukai