Anda di halaman 1dari 22

1.

1 Latar Belakang
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana (UU RI No. 24 Tahun 2007). Manajemen bencana
harus bersifat kesemestaan, melibatkan semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun
masyarakat. Ketiga komponen tersebut harus mampu menjadi pelaku yang setara, semua
harus berperan utama, bukan hanya berperan serta.

Bencana alam merupakan konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami, baik peristiwa
fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi tanah longsor, dan aktivitas manusia.
Ketidakberdayaan manusia akibat kurang baiknya manajemen kesiapsiagaan dan keadaan
darurat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai
kematian (Khambali, 2017 : 1).

Bencana merupakan suatu hal yang sering terjadi di indonesia di karenakan indonesia
menjadi salah satu negara yang tergolong tingkat rawan bencananya tinggi dan bervariasi dari
aspek jenis bencana. Indonesia merupakan negara kepulauan dimana tempat tiga lempeng
besar dunia bertemu yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut menyebabkan indonesia sebagai wilayah aktivitas
kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi. Selain itu bencana alam yang sering
terjadi di Indonesia di antaranya, gempa bumi, tsunami, pergerakan tanah, gunung berapi,
banjir, longsor, angin puting beliung, kekeringan, erosi, abrasi dan masih banyak lainnya
yang sering melanda Indonesia.

Pulau Jawa menjadi wilayah yang paling sering dan rentan mengalami bencana hidrologi
di Indonesia. Banyaknya populasi menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana di Pulau
Jawa. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), sejak tahun 1815-2016,
pulau Jawa telah mengalami 6684 kasus bencana hidrologi (http://dibi.bnpb.go.id/ diakses
pada 27 September 2018). Salah satu faktor utama yang menyebabkan adanya peningkatan
kerentanan adalah tidak tertib dan tidak tepat dalam tata guna lahan. Peningkatan kerentanan
ini akan lebih diperparah bila aparat pemerintah maupun masyarakatnya sama sekali tidak
menyadari dan tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya. Pengalaman
memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam selama ini telah banyak
menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan
bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Sebagai contoh adalah bencana tanah
longsor di Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap.

Tanah longsor adalah proses perpindahan massa batuan (tanah) akibat gaya berat
(gravitasi). Longsor terjadi karena adanya gangguan kesetimbangan gaya yang bekerja pada
lereng yakni gaya penahan dan gaya peluncur. Gaya peluncur dipengaruhi oleh kandungan
air, berat massa tanah itu sendiri dan berat beban bangunan. Kesetimbangan gaya tersebut
diakibatkan karena adanya gaya dari luar lereng yang menyebabkan besarnya gaya peluncur
pada suatu lereng menjadi lebih besar dari gaya penahannya, sehingga menyebabkan massa
tanah bergerak turun.

Tanah longsor terjadi karena dua faktor utama yaitu faktor pengontrol dan faktor pemicu.
Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi material itu sendiri
seperti kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan kekar pada batuan. Faktor
pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut seperti curah hujan,
gempa bumi, erosi lereng dan aktivitas manusia.

Gambar 1. Data kejadian bencana Indonesia

Cilacap merupakan wilayah yang memiliki berbagai potensi bencana. Cilacap menjadi
daerah paling rawan bencana di Jawa Tengah. Sementara di Indonesia Cilacap menempati
posisi ke 17 sebagai daerah paling rawan bencana. Kepala Pelaksana Harian (Lakhar) Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Tri Komara Sidhy
mengungkapkan, 64 desa di Kabupaten Cilacap merupakan daerah rawan longsor. Itu berarti
mencakup lebih dari 22 persen keseluruhan desa di Cilacap, yang berjumlah 283 desa dan
kelurahan. Termasuk salah satunya yaitu kecamatan Cimanggu yang memiliki potensi
bencana cukup tinggi yaitu tanah longsor
(https://www.liputan6.com/regional/read/3134071/penyebab-cilacap-daerah-paling-rawan-
bencana-di-jawa-tengah diakses pada 27 september 2018).

Wilayahnya yang berada di lereng pegunungan Jawa Tengah yang menjulur dari wilayah
timur perbatasan Banyumas dan Brebes hingga perbatasan Jawa Barat. Tingkat kemiringan
yang tinggi menyebabkan wilayah tersebut rawan bencana longsor. Terkait penanggulangan
bencana BPBD Cilacap berharap masyarakat bisa mandiri, agar tidak terlalu bergantung
kepada pemerintah maupun pihak lainnya. Mandiri disini dimaksudkan agar masyarakat
dapat mempersiapkan diri sebelum dan setelah terjadinya bencana.

Potensi bencana tanah longsor tersebut perlu diantisipasi secara serius baik oleh
masyarakat maupun pemerintahnya. Langkah pencegahan dan penangan terhadap potensi
tanah bergerak atau tanah longsor juga perlu diantisipasi secara cepat dan tepat. Langkah
pertama yang perlu dilakukan yaitu dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bencana. Untuk itu diperlukan upaya yang komprehensif untuk mengurangi
resiko bencana antara lain yaitu dengan menggunakan kegiatan manajemen bencana.
Manajemen bencana bergantung pada pengetahuan masyarakat atau penduduk setempat
karena mereka adalah sumber pertama yang tersedia untuk mengatasi bencana. Kurang
luasnya koordinasi dalam manajemen resiko bencana berbasis masyarakat disebutkan di
seluruh literatur sebagai sumber kegagalan dalam manajemen bencana (combaz, 2013). Di
samping itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk penanggulangan bencana,
tentunya termasuk kontribusi dari kalangan ilmuan.

Menurut Prakash (2012), para ilmuan kebumian (geoscientist) memiliki peran penting,
khususnya di bidang geohazard, untuk menilai adanya kemungkinan bahaya alam seperti
tanah longsor, banjir, gunung berapi dan gempa bumi. Geoscientist tidak hanya menilai
bahaya, tetapi mereka juga dapat memperkirakan konsekuensi potensial jika bahaya ini
terjadi di suatu tempat dan pada waktu tertentu (Ulum, 2014:5).

Sehingga disini diperlukan sinergi antara masyarakat dengan pemerintahnya, maupun


dengan para ilmuan kebumian (geoscientist). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan upaya pencegahan dan Manajemen Bencana di wilayah Kecamatan
Cimanggu, Kabupaten Cilacap.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas bahwa manajemen yang baik
dalam penanggulangan bencana sangat dibutuhkan dalam mengurangi resiko bencana dan
mengurangi beban para korban. Oleh karena itu untuk pemerintah pusat maupun daerah, agar
senantiasa lebih cepat tanggap akan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, sehingga apabila
masyarakat membutuhkan bantuan maka dengan cepat kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.
Begitu juga dengan masyarakat diharapkan dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan
semaksimal mungkin agar tidak menimbulkan kerugian yang terlalu besar. Maka rumusan
masalah yang ingin penulis kemukakan yaitu : Sebarapa pentingkah pembuatan atau
penerapan manajemen bencana dalam upaya pencegahan dan penanggualangan bencana serta
pengurangan resiko bencana di Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap tersebut ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk menganalisis seberapa pentingkah adanya penanggulangan bencana


pada kawasan rawan longsor di Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pentingnya adanya penanggulangan bencana atau


Management Disaster kawasan rawan longsor di Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Cilacap.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan kajian
manajemen bencana dan tingkat kerentanan bencana tanah longsor khususnya untuk
penggunaan pedoman umum pengkajian risiko bencana tanah longsor.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, mengembangkan wawasan dan kemampuan dalam melakukan


penelitian dan menyusun karya tulis, khususnya dalam bidang kajian manajemen
bencana.

b. Bagi peneliti lain, sebagai sumber referensi untuk kepentingan penelitian yang
berkenaan dengan bencana tanah longsor.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelian Terdahulu

No Peneliti Judul Metode Hasil


1 Anwar Sadat Efektivitas kinerja Metode Deskriptif Efektivitas kinerja
(2016). Badan Kualitatif. Teknik pemerintah daerah
Penanggulangan pengumpulan data : dalam
Bencana Daerah Observasi, penanggulangan
dalam Pengurangan Wawancara dan bencana pada Badan
Resiko Bencana di Telaah Penanggulangan
Kota Baubau. Dokumen/Studi Bencana Daerah
Pustaka. Analisa Kota Baubau suatu
data : Metode pencapaian hasil
Kualitatif. yang memuaskan
dalam produktifitas
aparat, kualitas
layanan korban
bencana banjir,
responsivitas dalam
kemampuan aparat
untuk mengenali
kebutuhan korban
bencana.
2 Azmi Sahid Program Metode penelitian Kegiatan pra
Fillah, dkk Penanggulangan deskriptif. Metode bencana yang
(2014). Bencana oleh pengumpulan data : mencakup kegiatan
Disaster metode studi pencegahan,
Management Center pustaka. mitigasi,
(DMC) Dompet kesiapsiagaan, serta
Dhuafa. peringatan dini.
Kegiatan saat terjadi
bencana yang
mencakup kegiatan
tanggap darurat
untuk meringankan
penderitaan
sementara.
Kegiatan pasca
bencana yang
mencakup kegiatan
pemulihan,
rehabilitasi, dan
rekonstruksi.
3 Farichatun Nisa Manajemen Metode Deskriptif Penelitian ini
(2014). Penanggulangan Kualitatif. Teknik menunjukkan bahwa
Bencana Banjir, Sampling partisipasi paling
Puting Beliung dan Purposive. Sumber menonjol yang
Tanah Longsor di data : data primer dilakukan
Kabupaten Jombang dan data sekunder. masyarakat dalam
Teknik penanggulangan
pengumpulan data : bencana adalah
Observasi, partisipasi tenaga
Wawancara, dan dan partisipasi
Dokumentasi. sosial.
Metode analisis
data : reduksi data,
penyadian data dan
penarikan
kesimpulan.
4. Amni Zarkasyi Kajian Mitigasi Metode Deskriptif Mitigasi bencana
Rahman Bencana Tanah Kualitatif. Teknik tanah longsor di
(2015). Longsor di purposive Kabupaten
Kabupaten sampling. Banjarnegara
Banjarnegara dilakukan
secara struktural
maupun non
struktural.
Upaya yang telah
dilakukan untuk
meningkatakan
efektifitas mitigasi
bencana adalah
dengan pembentukan
masyarakat tangguh
serta desa tangguh
bencana.
5 Nikitasari Implementasi Metode deskriptif Dengan adanya
kualitatif.
(2016). Penanggulangan SATLAK PB
Bencana pelaksanaan
(Studi Deskriptif Di penanggulangan
Satlak Pb Dalam bencana bisa
Penanggulangan berjalan baik
Bencana Kota terutama
Surabaya) melalui sistem
kerjanya yaitu
dengan adanya
aplikasi siaga
bencana dan nomor
112 sebagai
nomor resmi tanggap
bencana.
6 Amni Zarkasyi Kapasitas Daerah Metode Kuantitatif Hasil penilaian
Rahman Banjarnegara Dalam dan Kualitatif kapasitas Kabupaten
(2017). Penanggulangan Deskriptif. Teknik Banjarnegara dalam
Bencana Alam purposive penyelenggaraan
Tanah Longsor sampling. penanggulangan
bencana secara
keseluruhan dalam
88 indikator
mencapai 70,45%.
7 Didit Hubungan Metode penelitian Hampir seluruhnya
Damayanti, dkk Pengetahuan korelasional responden memiliki
(2017). Tentang Manajemen dengan pendekatan tingkat pengetahuan
Bencana Dengan Cross Sectional. baik tentang
Prevention Teknik purposive manajemen bencana.
Masyarakat Dalam sampling. Sebagian besar
Menghadapi responden memiliki
Bencana Gunung tingkat Prevention
Meletus Pada Kepala yang baik dalam
Keluarga menghadapi bencana
Di Rt 06/Rw 01 gunung meletus.
Dusun Puncu Desa
Puncu Kecamatan
Puncu-Kediri
8 Umu Siti Kesiapsiagaan Metode survay. Kesiap siagaan
Solikhah Masyarakat dalam Teknik area masyarakat dalam
(2016) Manajemen Bencana sampling dan manajemen bencana
Longsorlahan di teknik purposive longsor di Desa
Desa Gununglurah sampling. Teknik Gununglurah
Kecamatan Cilongok pengumpulan data Kabupaten
Kabupaten dengan angket. Banyumas
Banyumas Teknik analisis menunjukan
data : pengkodean kategori cukup siap
dan tabulasi data. siaga sampai dengan
sangat siap siaga.
9 Heru Sri Analisis Kejadian Koordinasi dengan Kondisi curah hujan
Naryanto Bencana Tanah instansi terkait yan sangat ekstrim
(2017). Longsor tanggal 12 (BNPB, BPBD menjadi salah satu
Desember 2014 di Kabupaten pemicu bencana
Dusun Jemblung, Banjarnegara, tanah longsor di
Desa Sampang, BMKG, PVMBG, Dusun Jemblung.
Kecamatan Universitas, K/L
Karangkobar, terkait). Kajian
Kabupaten referensi/data
Banjarnegara, sekunder. Survei
Provinsi Jawa lapangan.
Tengah
10 Dina Ruslanjari Peran Gender Pada Metode Kuantitatif Adanya kesamaan
(2017). Siklus Manajemen dan Kualitatif. peran dan perbedaan
Bencana Teknik Purposive aset kerja antara
Di Sektor Sosial sampling. Survay, laki-laki dan
Ekonomi Rumah wawancara perempuan di Dusun
Tangga Tani mendalam dan Serut dengan Dusun
(Bencana Alam kajian litelatur. Padasan yang
Gempabumi Dan mempunyai bencana
Letusan Gunung api) berbeda pada siklus
manajemen bencana.
11 Prasetyo The capacity Metode deskriptif Participation interest
Isbandono building of disaster kualitatif. Teknik of the community
(2017). management in purposive dan tended to care on the
Bojonegoro regency. snowball sampling. importance of
Teknik triangulasi. activities disaster
management.
12 Zarni Adia Strategi Mitigasi Pendekatan Dalam pendekatan
Purna, dkk Bencana Alam deskriptif kualitatif. adaptive governance,
(2016). Nonstruktural Di Pengumpulan data : pihak pemerintah
Gunung observasi, dianggap
Bawakaraeng wawancara dan kurang adaptif dalam
Dalam Perspektif dokumentasi menjalankan tugasya
Adaptive dengan metode sebagai leading
Governance snowball sampling. sector karena tidak
adanya
struktur dan posisi
yang berimbang
untuk
mengakomodasi
motif dan isu dari
masing-masing
stakeholders serta
tidak stabilnya
pertukaran
sumber daya dalam
jaringan yang
muncul pada
platform mitigasi
bencana.
13 Didi Ahdi Perencanaan Penelitian Untuk merancang
(2015) Penanggulangan Kualitatif, dengan kerangka pikir agar
Bencana melalui pendekatan perencanaan PB
Pendekatan deskriptif analitis. berbasis MRB bisa
Manajemen Risiko Teknik terintegrasi adalah
pengumpulan data : dengan
observasi, mengidentifikasi
wawancara faktor penghambat
mendalam dan dan pendukungnya,
analisis mengidentifikasi
dokumen/studi tantangan ke depan,
dokumentasi. serta melakukan
telaah pustaka.

2.2 Administrasi Publik dalam Manajemen bencana (Disaster Management)

Caiden (1982) administrasi publik merupakan seluruh kegiatan administrasi untuk


segenap urusan publik (administration for the public affairs) (Caiden, 1982:7).
Penyelenggaraan atas segenap kepentingan publik dan masalah publik yang ada pada suatu
negara, merupakan ruang lingkup kegiatan administrasi publik.

Begitu luasnya bidang persoalan yang dicakup aktivitas administrasi publik tidak hanya
mencakup aktivitas lembaga eksekutif saja. Akan tetapi mencakup aktivitas yang berkenaan
dengan hal-hal yang bersifat ke-publik-an yang diselenggarakan oleh lembaga eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif (Parmudji, 1987:22).
Penyelenggaraan urusan publik dan kepentingan publik tersebut, secara operasional
sehari-hari umumnya lebih banyak dilakukan oleh “birokrasi pemerintah” (public bureacracy)
yang ada di lingkungan eksekutif. Karena itu, dalam arti lebih sempit seperti ditegaskan
Dimock dan Koening (1973) administrasi publik dapat dapat didefinisikan sebagai kegiatan
eksekutif dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan (Hadjon, 1994:5). Penegasan senada
juga diajukan Nigro dan Nigro (1970) yang mendefinisikan administrasi publik sebagai apa
yang dilakukan oleh pemerintah, terutama lembaga eksekutifnya, dalam memecahkan
masalah-masalah kemasyarakatan (Darwin, 1993:5).

Secara umum masyarakat/komunitas merupakan pelaku utama serta penerima manfaat


dalam proses pembangunan yang berkelanjutan dan sekaligus dalam pengurangan risiko
bencana. Tindakan manajemen bencana merupakan bagian yang penting dan strategis dalam
aksi kemanusiaan.

Seringnya situasi bencana melanda kondisi masyarakat, menjadikannya sebagai common


and public problem yang menuntut kehadiran tindakan intervensi kolektif sebagaimana
menjadi domain administrasi publik. Sebagai pola tindak intervensi yang kolektif,
administrasi publik dituntut mampu memainkan peran yang menjadi tanggung jawabnya
dalam manajemen bencana.

Dalam hal ini administrasi publik terutama ditujukan bagi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, berperan dalam upaya penanggulangan
bencana yaitu dengan memberikan informasi sedini mungkin tentang langkah-langkah
penanganan bencana kepada masyarakat, baik pada tahap Pra-Bencana, Tanggap Darurat
(saat bencana) maupun Pasca Bencana sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang
waspada dan tangguh terhadap bencana.

2.3 Manajemen Bencana (Disaster Manajemen)


1. Definisi Manajemen Bencana

Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus menerus dimana pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana, mengambil
tindakan segera setelah bencana terjadi, dan mengambil langkah-langkah untuk pemulihan
(Susanto 2006:10). Hal ini merupakan proses penting dalam menyikapi dalam pengambilan
tindakan dan penyelesaian pasca bencana. Oleh karena itu, Proses lintas sektoral yang
terintegrasi dan berkelanjutan dalam rangka mencegah dan mengurangi akibat bencana,
meliputi mitigasi, kewaspadaan, tanggapan terhadap bencana serta upaya pemulihan (Warto
2002:23).

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.

Nick Carter (1991) dalam bukunya yang berjudul Disaster Management : A Disaster
Manager’s Handbook, yang terdiri dari enam tahapan dalam manajemen bencana yaitu
prevention (pencegahan), mitigation (peringanan), preparedness (kesiapsiagaan), disaster
impact (dampak bencana), response (tanggapan), recovery (pemulihan), dan development
(pembangunan) (Carter 1991:56).
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi
hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri
peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi
peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana.
Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa
dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian
material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat
setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar. Disaster terdiri dari
2(dua) komponen yaitu Hazard dan Vulnerability;
a. Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak
atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata
pencaharian, kerusakan lingkungan. Misalalnya : tanah longsor, banjir, gempa-bumi,
letusan gunung api, kebakaran dll;
b. Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi
kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau
ancaman bencana;
Sedangkan resiko kerentanan adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang
disebabkan oleh hazards dan vulnerability.
2. Model Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang
rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi dari
kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk
menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya
hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:
a. Disaster management continuum model.
Model ini merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang
jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam
model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,
preparedness, dan early warning.
b. Pre-during-post disaster model.
Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat
kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah
bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.
c. Contract-expand model.
Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana
(emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early
warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada
kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih
dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation,
reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
d. The crunch and release model.
Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi
bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi
meski hazard tetap terjadi.
e. Disaster risk reduction framework
Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik
dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi
risiko tersebut.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya
pelaksanaan penanggulangan bencana yang terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko
dan dampak bencana. Di dalam pelaksanaan penangulangan bencana (disaster management)
risiko bencana adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang disebabkan oleh hazards
(bahaya) dan vulnerability (kerentanan). Ancaman bahaya, terutama ancaman bahaya yang
berasal dari alam bersifat tetap karena merupakan bagian dari dinamika proses alami
pembentuk struktur bumi, baik dari tenaga internal maupun tenaga eksternal. Sedangkan
tingkat kerentanan suatu daerah dapat dikurangi melalui berbagai usaha peningkatan
kesiapsiagaan, mitigasi struktural maupun non struktural, sehingga kemampuan dalam
menghadapi ancaman tersebut dapat meningkat. Penyelenggaraan penanggulangan bencana
melalui beberapa tahap yaitu :
a. Pra-bencana
Dalam tahapan ini menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana di bagi ke dalam dua tahap yaitu :
1) Situasi tidak terjadi bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana dapat
dilakukan melalui penelitian dan pengembangan kebencanaan. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi: 1) Perencanaan
penanggulangan bencana, 2) Pengurangan risiko bencana, 3) Pencegahan, 4) Pemaduan
dalam perencanaan pembangunan, 5) Persyaratan analisis risiko bencana, 6) Pelaksanaan dan
Penegakan rencana tata ruang dan ketentuan pendirian bangunan, 7) Pendidikan dan
pelatihan.
2) Situasi terdapat potensi bencana
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam situasi terdapat potensi bencana di
dalam Undang-undang No.24 Tahun 2007 dalam Pasal 44 meliputi tahapan: Kesiapsiagaan
dan Mitigasi.
b. Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
c. Pasca bencana
Pasca bencana adalah situasi setelah tanggap darurat bencana dalam Tahapan ini yang
menjadi focus adala pemulihan dan pembangunan kembali baik masyarakat maupun fasilitas-
fasilitas umum yang ada di masyarakat. Dalam tahapan pasca dibagi menjadi dua tahapan,
yaitu: Rehabilitasi dan rekonstruksi.
2.4 Kerangka Pikiran/Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen bencana sangat diperlukan dalam mencegah dan mengurangi risiko bencana yang
sering terjadi Kecamatan Ciamanggu Kabupaten Cilacap.

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Djam’an Satori (2011: 23)
mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor
fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses
suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang
beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambargambar, gaya-gaya, tata cara suatu
budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.
Selain itu, Sugiono (2012: 9) juga mengemukakan penelitian kualitatif sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 73), penelitian deskriptif kualitatif ditujukan
untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat
alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik,
kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, Penelitian deskriptif tidak memberikan
perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan
menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-satunya perlakuan yang diberikan
hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Berdasarkan keterangan dari beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian deskriptif kualitatif yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data yang bersifat
apa adanya tanpa ada dalam kondisi tertentu yang hasilnya lebih menekankan makna. Di sini,
peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena penelitian ini
mengeksplor fenomena bencana alam terutama bencana tanah longsor. Maksud peneliti
menggunakan metode penelitian ini untuk mendeskripsikan dan memperoleh pemahaman
menyeluruh dan mendalam tentang kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Cilacap.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap, berdasarkan
pertimbangan sabagai berikut:
1. Kecamatan Cimanggu menjadi salah satu kecamatan yang rawan terjadi bencana
tanah longsor.
2. Peneliti mempertimbangkan waktu, biaya dan tenaga karena lokasi tersebut terjngkau
oleh peneliti.
3.3 Fokus Penelitian
Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif bertujuan untuk memberikan batasan dalam
pengumpulan data, sehingga peneliti dapat lebih memfokuskan penelitian terhadap masalah-
masalah yang menjadi tujuan penelitian. Melalui fokus penelitian, informasi yang terdapat
dilapangan dapat dipilih sesuai dengan kajian permasalahan. Penetapan fokus yang jelas dan
mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang harus
dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah atau dibuang.
Fokus penelitian ini ialah kapabilitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Cilacap berdasarkan Laporan tahunan pelaksanaan program kerja tahun 2017
yang meliputi:
a) Kelembagaan
1. Struktur Organisasi, pembagian peran, tugas, tanggung jawab dalam lembaga BPBD
Kabupaten Cilacap.
2. Jaringan (networking) BPBD dengan SKPD lainnya dalam penanggulangan bencana
Kabupaten Cilacap.
b) Sumber Daya Manusia
1. Memiliki sumber daya manusia yang relatif cukup dalam penanggulangan bencana di
Kabupaten Cilacap.
2. Memberikan pelatihan – pelatihan kepada personel yang dimiliki.
c) Keuangan
Memiliki Sumber daya keuangan yang cukup dalam mendukung semua aktivitas
manajemen bencana .
d) Teknis
1. Memiliki sistem logistik manajemen bencana yang cukup dalam penanganan bencana.
2. Pemberian informasi kepada masyarakat tentang potensi bencana yang terjadi
3. Pemberian pendidikan manajemen bencana kepada masyarakat
3.4 Sasaran Penelitian, Teknik Penentuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Teknik purposive sampling ini adalah teknik mengambil informan atau narasumber dengan
tujuan tertentu sesuai dengan tema penelitian karena orang tersebut dianggap memiliki
informasi yang diperlukan bagi penelitian. Dalam hal ini peneliti memilih informan yang
dianggap mengetahui permasalahan yang akan dikaji serta mampu memberikan informasi
yang dapat dikembangkan untuk memperoleh data.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab permasalahan
penelitian. Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan digunakan untuk mendapatkan data-data primer yang berupa deskripsi faktual,
cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta
konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi dan berhubungan dengan fokus penelitian.
Adapun observasi yang peneliti lakukan yaitu mengamati secara langsung kegiatan dan
perilaku stakeholder yang terlibat dalam kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Cilacap dalam penanggulangan bencana diKabupaten Cilacap khususnya
di Kecamatan Cimanggu.

b. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus
penelitian. Dimana wawancara dapat dilakukan baik secara terstruktur dengan menggunakan
panduan wawancara (interview guide), maupun wawancara bebas (tidak terstruktur)
bersamaan dengan observasi. Instrumen yang digunakan untuk melakukan wawancara ini
adalah tape recorder, kemudian dilengkapi juga dengan catatan-catatan kecil peneliti serta
foto-foto. Pada proses ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan
kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap. Dimana
pertanyaan yang diajukan tersebut diharapkan dapat membantu peneliti menemukan jawaban
dari rumusan penelitian yang mengacu pada fokus penelitian yang telah di tetapkan
sebelumnya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah arsip-arsip yang dimiliki oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, kemudian dari laporan
status lingkungan hidup daerahKabupaten Cilacap, dan peraturan-peraturan pemerintah yang
telah ditetapkan mengenai penanggulangan bencana, baik di pusat maupun daerah
khususnyaKecamatan Cimanggu, serta dari buku-buku atau literatur yang sesuai dengan
bahasan penelitian.
3.6 Jenis dan Sumber Data
Dalam setiap penelitian, peneliti dituntut untuk menguasai teknik pengumpulan data
sehingga menghasilkan data yang relevan dengan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan jenis data kualitatif dari sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sugiyono, 2012:225). Sumber primer ini berupa catatan hasil wawancara
yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan. Selain itu, penulis juga melakukan
observasi lapangan dan mengumpulkan data dalam bentuk catatan tentang situasi dan
kejadian di perpustakaan.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara
langsung kepada pengumpul data. Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan
lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain (Sugiyono,
2012:225). Data ini digunakan untuk mendukung infomasi dari data primer yang diperoleh
baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan. Penulis juga
menggunakan data sekunder hasil dari studi pustaka. Dalam studi pustaka, penulis membaca
literatur-literatur yang dapat menunjang penelitian, yaitu literatur-literatur yang berhubungan
dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah, Djam’an Satori, 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung,


Alfabeta.
Anggito, Albi dan Johan Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV
Jejak.
Fitrah, Muh dan Luthfiyah. 2017. Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas dan Studi Kasus.
Sukabumi: CV Jejak
Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Kerja BPBD Kabupaten Cilacap, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2017.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif R dan D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta
Ulum, M. Chazienul. 2014. Manajemen Bencana : Suatu Pengantar Pendekatan Proaktif.
Malang : Tim UB Pres.

Agustina, Dwi. 2017. Kolaborasi Antara Aparatur Birokrasi Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Forum Pengurangan Risiko Bencana FPRB DIY dalam
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Ilmiah Ilmu Administrasi. Volume 9, Nomor 01, Maret 2017.
Ahdi, Didi. 2015. Perencanaan Penanggulangan Bencana Melalui Pendekatan Manajemen
Risiko. Vol. 5, No. 1, 2015.
Asri, Aji Kusumaning, dkk. 2015. Dual mitigation system : database system combination of
EWS and APRS for disaster management (case study: Malang southern coast).
Procedia - Social and Behavioral Sciences. 227 ( 2016 ) 435 – 441.
Banerji, Priyanka dan Nidhi Singh. 2013. Comparative Analysis of Disaster Management
between Japan & India. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM).
Volume 13, Issue 6 (Sep. - Oct. 2013).
Damayanti, Didit. dkk. 2017. Hubungan Pengetahuan Tentang Manajemen Bencana Dengan
Prevention Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Gunung Meletus Pada Kepala
Keluarga Di Rt 06/Rw 01 Dusun Puncu Desa Puncu Kecamatan Puncu-Kediri . Jurnal
Ilmu Kesehatan. Vol. 5 No. 2, Mei 2017.
Fauzie, W. Z dan S Sariffuddin. 2017. The Role Local initiatives in Community Based
Disaster Risk Management in Kamijen, Semarang City. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science.
Fillah, Azmi Sahid, dkk. 2014. Program Penanggulangan Bencana Oleh Disaster
Management Center (Dmc) Dompet Dhuafa. Jurnal Riset dan PKM. Vol. 3, No. 2.
2014 : 155-291.
Gupta, Lokesh Kumar, dkk. 2014. Disaster Management- Construction and Designing of
Earthquake Resistant Buildings in Aligarh City (A Case Study). International Journal
of Advanced Earth Science and Engineering 2014, Volume 3, Issue 1, pp. 171-182,
Article ID Sci-178 ISSN: 2320 – 3609.
Haryanto, Heru Sri. 2017. Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor Tanggal 12 Desember
2014 Di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten
Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Alami. Vol. 1, No. 1, Tahun 2017.
Herianto, Ridwan. dkk. 2014. Community Based Disaster Management. Prosiding Ks: Riset
& Pkm. Vol. 2 No. 3 hal. 301-444.
Hilman, Yusuf Adam. 2017. Disaster Management Concept of Muhammadiyah Disaster
Management Centre in Ponorogo, Indonesia. Jurnal Ilmu Pemerintahan. 8 (1), April
2018, 65-81.
Huq, Shohid Mohammad Saidul. 2016. Community Based Disaster Management Strategy In
Bangladesh: Present Status, Future Prospects And Challenges. European Journal of
Research in Social Sciences. Vol. 4 No. 2, 2016.
Ikatan Ahli Kebencanaan Indoneisa. 2016. Indeks Kerentanan Banjir Berbasis Prediksi Iklim
Untuk Mitigasi Kebencanaan Banjir Jangka Panjang Di Daerah Aliran Sungai (Das)
Bengawan Solo. Jurnal Riset Kebencanaan Indonesia. Vol. 2 No. 1, Mei 2016: 1-7.
Intarti, Yuni Arti, dkk. 2013. Towards Disaster Management in Indonesia Case Studies:
Jakarta and Yogyakarta Provinces. International Journal of Disaster Recovery and
Business Continuity.
Isbandono, Prasetyo, dkk. 2017. The capacity building of disaster management in Bojonegoro
regency. Journal of Physics: Conf. Series 953 (2018) 012162.
Islam, Rabiul, dkk. 2016. A Review on Mechanism of Flood Disaster Management in Asia.
International Review of Management and Marketing. Vol 6, Issue 1, 2016.
Kartika, Shanti Dwi. 2017. Regulatory Problems of Disaster Management in Indonesia.
Jurnal Dinamika Hukum. Vol 17, No 1, January 2017.
Khambali. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Khan, Muhammad Gohram, dkk. 2017. Disaster Management Risk Perception Of Local
Communities. Jurnal Kemanusiaan Vol. 26 Iss. 1 (Special Edition).
Mursidi, Andi dan Deffi Ayu Puspito Sari. 2017. Management of Drought Disaster in
Indonesia. Jurnal Terapan Manajemen dan Bisnis. Volume 3 Number 2 October
2017. Page 165-171.
Nikitasari. 2016. Implementasi Penanggulangan Bencana (Studi Deskriptif di SATLAK PB
Dalam Penanggulangan Bencana Kota Surabaya). Jurnal Kebijakan dan Manajemen
Publik. Volume 4, Nomor 3, September – Desember 2016.
Nisa, Farichatun. 2014. Manajemen Penanggulangan Banjir, Puting Beliung dan Tanah
Longsor di Kabupaten Jombang. JKMP (ISSN. 2338-445X). Vol. 2, No. 2, September
2014, 103-220.
Pramono, Muhammad Fajar, dkk. 2017. Penerapan Manajemen Krisis Dalam Pengelolaan
Bencana Longsor Banaran, Pulung, Ponorogo. Journal of social dedication. Vol. 1,
Nomor. 1, November 2017.
Purna, Zarni Adia, dkk. 2016. Strategi Mitigasi Bencana Alam Non Struktural di Gunung
Bawakaraeng dalam Perspektif Adaptive Governance. Jurnal Analisis. Vol 5, No 1:
25 – 30, Juni 2016.
Purnama, Sang Gede. 2017. Modul Manajemen Bencana. Bali : Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Rahman, Amni Zakarsyi. 2017. Kapasitas Daerah Banjarnegara Dalam Penanggulangan
Bencana Alam Tanah Longsor. Jurnal Ilmu Sosial. Vol. 16 | No. 1 | Februari 2017 |
Hal. 1-8.
Rambe, Aisyah. 2016. Analisis Pemberdayaan Pegawai Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kota Medan. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 6 (1) Juni (2016) : 20-30.
Raza, Ali dan Sirajul Haq. 2015. National Disaster Management Authority in Pakistan: Role
of Pakistan Army in Disaster Management. Journal of Social and Administrative
Sciences. Volume 2 maret 2015.
Ruslanjari, Dina, dkk. 2017. Peran Gender Pada Siklus Manajemen Bencana Di Sektor Sosial
Ekonomi Rumah Tangga Tani (Bencana Alam Gempabumi Dan Letusan Gunungapi).
Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 78-93.
Sadat, Anwar. 2016. Efektivitas Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam
Pengurangan Resiko Bencana Di Kota Baubau. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol. 1 No.
1 April 2016.
Solikhah, Siti Umu, dkk. 2016. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Manajemen Bencana
Longsor lahan di Desa Gununglurah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
Jurnal Geo Edukasi. Vol. 5, No.1, March 2016 (1 - 7).
Sugiyanto dan Musoli. 2018. Disaster Management for Children Protection. International
Journal of Engineering & Technology.
Sari, Deffi Ayu Puspito dan Rizky Afriano. 2017. The Integration Of Cultural Resources
Management In Disaster Management At Special Region Province Of Yogyakarta.
Sinergi. Volume 7, Nomor 2 Maret 2017.
Zarkasyi, Amni R. 2015. Kajian Mitigasi Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten
Banjarnegara. Jurnal Manajemen dan Kebijakan Publik. Vol. 1, No. 1, Oktober 2015.
http://dibi.bnpb.go.id/. (diakses pada 27 September 2018).
https://radarbanyumas.co.id/waspadai-potensi-bencana-longsor/. (diakses pada 27 September
2018).
https://radarbanyumas.co.id/cilacap-tempati-rangking-tiga-nasional-rawan-bencana/. (diakses
pada 27 September 2018).
https://www.bnpb.go.id/bpbd-kab-cilacap. (diakses pada 27 September 2018).
https://www.liputan6.com/regional/read/3134071/penyebab-cilacap-daerah-paling-rawan-
bencana-di-jawa-tengah. (diakses pada 27 September 2018).

Anda mungkin juga menyukai