Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Rodent
Kelompok 8
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan petunjuknya sehingga dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul ”Pengamatan Dan Perencanaan Pengendalian Vektor Rodent Di
Di Rt 04 / Rw 01 Dsn. Tamanan Ds. Sukowiyono Kec.Karangrejo
Kab.Tulungagung” Guna memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Pengendalian
Vektor dan Rodent 2018/2019.
Dalam Penyusunan Makalah ini penulis mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zainuddin,Apt., selaku Rektor Institut
Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
2. Ika Rahmawati, S. Kep.Ns., M.Kep., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Ilmu Kesehatn Bhakti Wiyata Kediri.
3. Ibu Reny Nugraheni, S.KM., M.M., selaku kepala prodi S1 Kesehatan
Masyarakat
4. Ibu Marianingsih,S.KM.,M.Kes. dan Bapak Muhammad Anis
Fahmi,S.KM.,M.Kes. selaku dosen mata kuliah Pengendalian Vektor
dan Rodent.
5. Teman-teman kelas S1 KesehatanMasyarakat, yang telah bersama-
sama dengan penulis belajar dan berjuang dalam menuntut ilmu di
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
Penulis menyadari dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu,kritik dan saran dari semua pihak sangatlah penulis harapkan demi
perbaikan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan Makalah
ini dapat memenuhi harapan kita semua.
i
Kediri, 15 Juni 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.3 TUJUAN 2
BAB V PENUTUP 24
5.1 KESIMUPULAN 24
5.2 SARAN 24
iii
DAFTAR PUSTAKA 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
pembahasan yang akan dipaparkan dalam makalah ini dengan:
1. Apa Definisi Dari Vektor?
2. Apa Definisi Dari Rodent?
3. Apa Jenis-jenis Vektor?
4. Apa Jenis-jenis Rodent ?
5. Bagaimana Upaya Pengendalian Vektor dan Rodent?
6. Bagaimana Hasil Pengamatan Vektor dan Rodent yang dilakukan
Di Rt 04 / Rw 01 Dsn. Tamanan Ds. Sukowiyono Kec.Karangrejo
Kab.Tulungagung?
7. Bagaimana Perencanaan Pengendalian Vektor dan Rodent Di Rt 04
/ Rw 01 Dsn. Tamanan Ds. Sukowiyono Kec.Karangrejo
Kab.Tulungagung?
1.3 TUJUAN
a. Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan Apa Pengertian
Dari Vektor
b. Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan Apa Pengertian
Dari Rodent
c. Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan Jenis-jenis Vektor
d. Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan Jenis-jenis Rodent
e. Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan Upaya
Pengendalian Vektor dan Rodent
f. Mahasiswa Mampu Mengetahui Dan Menjelaskan Vektor dan Rodent
yang ada Di Rt 04 / Rw 01 Dsn. Tamanan Ds. Sukowiyono
Kec.Karangrejo Kab.Tulungagung
g. Mahasiswa Mampu Merumuskan Pengendalian Vektor dan Rodent di
Di Rt 04 / Rw 01 Dsn. Tamanan Ds. Sukowiyono Kec.Karangrejo
Kab.Tulungagung
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI VEKTOR
Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang
membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau seorang manusia
kepada binatang lainnya atau manusia lainnya.
Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi
sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa
jenis vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit.
Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka
penyakit tersebut juga tidak akan menyebar (Soulsby dalam Beriajaya).
Timmreck (2004) menyebutkan bahwa vektor adalah setiap
makhluk hidup selain manusia yang membawa penyakit (carrier) yang
menyebarkan dan menjalani proses penularan penyakit, misalnya lalat,
kutu, nyamuk, hewan kecil seperti mencit, tikus, atau hewan pengerat lain.
Vektor menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke
manusia atau hewan lain yang rentan melalui kotoran, gigitan, dan cairan
tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi pada makanan.
2.2 DEFINISI RODENT
Rodent adalah sekelompok hewan mengerat yang mempunyai
peranan penting sebagai sumber, reservoir dan penular serta dalam
penyebaran banyak penyakit menular pada manusia maupun hewan-hewan
domestik, sudah sangat sering terjadi dan terbukti bahwa kemungkinan
penyakit-penyakit yang ditularkannya (kemanusia/hewan) dapat
diperkirakan dan dapat diharapkan berkurang atau menuru dengan cara
mengendalikan dan mengelola populasi rodent yang berkaitan dengan
kemampuannya sebagai pembawa/penyebar dan penular penyakit
(Santoso, 2009).
3
Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit
dan menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun
seluruh bagian luar tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak
mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor.
Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa
dan lalat.
2. Vektor Biologi
Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit
dimana agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah
dalam tubuh vektor. Vektor Biologi terbagi atas 3 berdasarkan
perubahan agent dalam tubuh vektor, yaitu :
a. Cyclo Propagative
Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami
perubahan bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor
maupun dalam tubuh host. Misalnya, plasmodium dalam tubuh
nyamuk anopheles.
b. Cyclo Development
Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami
perubahan stadium hingga mencapai stadium infektif didalam
tubuh vektor tetapi tidak mengalami perkembangbiakan.
Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia.
c. Propagative
Propagative yaitu dimana infeksius agent berkembang biak
didalam tubuh vektor tanpa mengalami perubahan stadium.
Misalnya Agent Pes didalam tubuh Pinjal.
4
1. Kelas crustacea (berkaki 10) : misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang
perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah :
1. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat
- Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
- Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
- Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur Lalat kuda sebagai
vektor penyakit Anthrax
2. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
- Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes
3. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
-Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan
typhus exantyematicus.
Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang
bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain :
1. Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
2. Ordo isoptera, contoh rayap
3. Ordo orthoptera, contoh belalang
4. Ordo coleoptera, contoh kecoa
5
Berdasarkan hubungan dengan manusia penyebaran ekologi tikus
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Jenis domestic
Merupakan jenis tikus yang ada di dalam rumah.
2. Jenis peridomestik
Merupakan jenis tikus yang ada di luar rumah dan
sekitar lahan pertanian, perkebunan, sawah, serta pekarangan
rumah.
3. Jenis silvalit
Merupakan jenis tikus yang habitat dan aktifitas hidup
yang jauh dari lingkungan manusia seperti di hutan.
Jenis-jenis tikus berdasarkan spesiesnya.
1. Rattus Norvegicus (Tikus Got)
2. Rattus Tanezumi (Tikus rumah)
3. Bandicota indica (tikus Wirok)
4. Rattus tiomanicus (tikus pohon)
5. Mencit
6
Vektor atau bukan Vektor yang dapat berbeda pada masing-masing
wilayah. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara pembedahan
maupun pemeriksaan laboratorium, dengan tujuan untuk melihat
dan menganalisis ada tidaknya agen penyebab penyakit (virus,
parasit, bakteri, dan agen lainnya) di dalam tubuh spesies tertentu
tersebut. Jika ditemukan agen penyebab penyakit pada spesies
tertentu maka status kevektorannya positif.
c. Status Resistensi
Status resistensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tingkat kemampuan populasi Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit untuk bertahan hidup terhadap suatu dosis pestisida yang
dalam keadaan normal dapat membunuh spesies Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit tersebut. Definisi tersebut
mengindikasikan bahwa fenomena resistensi terjadi setelah
populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit itu terpapar oleh
pestisida.
Tujuan penentuan status resistensi adalah untuk
menentukan resistensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
terhadap pestisida yang digunakan, mengidentifikasi mekanisme
resistensi yang berperan, dan memberikan pertimbangan dalam
menyusun strategi pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit di lapangan.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi
meliputi faktor genetik, bioekologi, dan operasional. Faktor
genetik antara lain frekuensi, jumlah, dan dominansi alela resisten.
Faktor bioekologi meliputi perilaku Vektor, jumlah generasi per
tahun, keperidian, mobilitas, dan migrasi. Faktor operasional
meliputi jenis dan mekanisme pestisida yang digunakan, jenis-jenis
pestisida yang digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi
dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk
formulasi, dan lain-lain. Faktor genetik dan bioekologi lebih sulit
7
dikelola dibandingkan dengan faktor operasional. Faktor genetik
dan biologi merupakan sifat asli serangga sehingga di luar
pengendalian manusia.
d. Efikasi
Efikasi adalah kekuatan pestisida atau daya bunuh pestisida
yang digunakan untuk pengendalian Vektor dewasa dan larva, serta
Binatang Pembawa Penyakit. Pemeriksaan dan pengujian efikasi
pestisida dapat dilakukan sebelum atau pada saat bahan
pengendalian (pestisida) digunakan atau diaplikasikan di lapangan.
Pemeriksaan efikasi dapat menggunakan Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit yang berasal dari lapangan tempat aplikasi
maupun hasil pembiakan di laboratorium.
e. Pemeriksaan Sampel
Pemeriksaan sampel dilakukan untuk mengidentifikasi
spesies, keragaman Vektor serta Binatang Pembawa Penyakit dan
mengidentifikasi patogen yang ada di dalam tubuh Vektor. Sampel
diambil dari lapangan dapat berbentuk pradewasa maupun dewasa.
Sampel dapat diambil dapat menggunakan perangkap (trap)
maupun penangkapan secara langsung.
2. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan
Metode Fisik, Biologi, Kimia, dan Pengelolaan Lingkungan
a. Pengendalian Metode Fisik
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
dengan metode fisik dilakukan dengan cara menggunakan atau
menghilangkan material fisik untuk menurunkan populasi Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit.
Beberapa metode pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit dengan metode fisik antara lain sebagai berikut:
1) Mengubah salinitas dan/atau derajat keasaman (pH) air
Metode ini digunakan terutama untuk pengendalian Vektor
malaria di daerah pantai dengan membuat saluran penghubung
8
pada lagoon sebagai habitat perkembangbiakan Vektor
sehingga salinitas atau derajat keasaman (pH) akan berubah
dan tidak dapat menjadi tempat berkembangbiaknya larva
Anopheles spp.
2) Pemasangan Perangkap
Menggunakan perangkap terhadap vektor pradewasa dan
dewasa serta binatang pembawa penyakit dengan
memanfaatkan media air (tempat bertelur), gelombang
elektromagnetik, elektrik, cahaya, dan peralatan mekanik, juga
dapat menggunakan umpan atau bahan yang bersifat penarik.
3) Penggunaan raket listrik
Raket listrik digunakan untuk pengendalian nyamuk dan
serangga terbang lainnya, dengan cara memukulkan raket yang
mengandung aliran listrik ke nyamuk/serangga lainnya.
4) Penggunaan kawat kassa
Penggunaan kawat kassa bertujuan untuk mencegah kontak
antara manusia dengan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit, dengan cara memasang kawat kassa pada jendela
atau pintu rumah.
b. Pengendalian Metode Biologi
Pengendalian metode biologi dilakukan dengan
memanfaatkan organisme yang bersifat predator dan organisme
yang menghasilkan toksin. Organisme yang bersifat predator antara
lain ikan kepala timah, ikan cupang, ikan nila, ikan sepat,
Copepoda, nimfa capung, berudu katak, larva nyamuk
Toxorhynchites spp. dan organisme lainnya. Organisme yang
menghasilkan toksin antara lain Bacillus thuringiensisisraelensis,
Bacillus sphaericus, virus, parasit, jamur dan organisme lainnya.
Selain itu juga dapat memanfaatkan tanaman pengusir/anti
nyamuk.
c. Pengendalian Metode Kimia
9
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
melalui metode kimia dengan menggunakan bahan kimia
(pestisida) untuk menurunkan populasi Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit secara cepat dalam situasi atau kondisi tertentu,
seperti KLB/wabah atau kejadian matra lainnya.
Penggunaan bahan kimia dalam pengendalian Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit merupakan elemen yang penting
untuk dipertimbangkan implementasinya dalam pengendalian
penyakit tular Vektor dan Zoonotik. Penggunaan pestisida dalam
pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit juga
merupakan elemen penting dalam strategi pendekatan
pengendalian terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit yang dipilih kombinasinya dengan pengendalian metode
biologi dan pengelolaan lingkungan akan efektif penggunaannya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga mempromosikan
penggunaaan bahan kimia dalam pengendalian Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit secara bijaksana, mempertimbangkan
keamanan, berorientasi target, dan secara efektif.
d. Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan lingkungan meliputi modifikasi lingkungan
(permanen) dan manipulasi lingkungan (temporer).
1) Modifikasi lingkungan (permanen)
Modifikasi lingkungan atau pengelolaan lingkungan
bersifat permanen dilakukan dengan penimbunan habitat
perkembangbiakan, mendaur ulang habitat potensial, menutup
retakan dan celah bangunan, membuat kontruksi bangunan anti
tikus (rat proof), pengaliran air (drainase), pengelolaan sampah
yang memenuhi syarat kesehatan, peniadaan sarang tikus, dan
penanaman mangrove pada daerah pantai.
2) Manipulasi lingkungan (temporer)
10
Manipulasi lingkungan atau pengelolaan lingkungan
bersifat sementara (temporer) dilakukan dengan pengangkatan
lumut, serta pengurasan penyimpanan air bersih secara rutin
dan berkala.
3. Pengendalian Terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit
Pengendalian terpadu merupakan pendekatan yang menggunakan
kombinasi beberapa metode pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit yang dilakukan berdasarkan azas keamanan,
rasionalitas, dan efektifitas, serta dengan mempertimbangkan
kelestarian keberhasilannya.
Penerapan metode terpadu ini dapat dilakukan dengan:
- Biofisika, misalnya melepaskan predator dan pemasangan
perangkap;
- Biokimiawi, misalnya melepaskan predator dan menggunakan
pestisida;
- Bioenviro, misalnya melepaskan predator dan melakukan rekayasa
lingkungan;
- Fisikakimiawi, misalnya pemasangan perangkap dan menggunakan
kelambu berpestisida;
- Biofisikakimiawi, misalnya melepaskan predator, pemasangan
perangkap, dan menggunakan kelambu berpestisida;
- Bioenvirofisikakimiawi, misalnya melepaskan predator, melakukan
rekayasa lingkungan, pemasangan perangkap, dan menggunakan
pestisida;
- dan lain-lain.
11
BAB III
METODELOGI
12
BAB IV
a. Kepadatan Kecoa
13
Setelah dilakukan penyemprotan di area bawah sofa kurang
lebih setelah 2 menit di temukan kecoa yang telah mati di
sekitar area sofa tersebut. Penyemprotan juga dilakukan di
sekitar area tempat sampah. Total kecoa yang didapatkan
setelah dilakukan penyemprotan ada 11 kecoa yang mati.
b. Spesies Kecoa
Jenis kecoa yang ditemukan yaitu periplaneta americana
dewasa. Dimana jenis kecoa ini merupakan jenis kecoa paling
besar memiliki warna abdomen merah kecoklatan, pronotum
kuning keruh, tengahnya terdapat sepasang bercak coklat,
belakang abdomen terdapat sepasang serkus panjang tipis dan
runcing seperti cemeti. Merupakan vektor peyakit
c. Upaya Pegedalian Yang Sudah Dilakukan
Upaya pengendalian kecoa yang telah dilakukan di salah
satu rumah warga di desa sukowiyono meggunakan metode
kimia yaitu melalui semprotan insektisida. Cara ini dinilai
efektif karena langsung bisa membunuh banyak kecoa.
d. Kondisi Satitasi
Hasil pengamatan dari kondisi sanitasi di Rt 04/Rw 01 Dsn.
Tamanan Ds. Sukowiyono Kec. Karangrejo Kab. Tulungagung
diketahui bahwa banyak kecoa yang di temukan di sekitar
tempat sampah dan bawah sofa. Di rumah ini juga ada
tumpukan kardus yang berisikan barang-barang bekas dan juga
lemari yang lama sudah tidak terpakai, kondisi lingkungan
tersebut memungkinkan menjadi tempat persembunyian dan
perkembangbiakan kecoa.
B. TIKUS
14
Gambar 3. Lubang tikus di Pematang Sawah
15
Gambar 5. Lubang tikus sekitar sawah
16
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan ditemukan
beberapa lubang tikus di area sawah dan sekitarnya. Lubang tikus menjadi
sarang hewan rodentia, sehingga tidak mengherankan lagi jika petani
sering mejumpai keberadaan tikus disekitar sawah.
Kerusakan tanaman padi oleh serangan tikus selalu menjadi masalah
bagi petani. Resiko kerugian seperti gagal panen akibat serangan hama
tikus, penyakit leptospirosis juga semakin meningkat jika tidak segera
dilakukan pengendalian.
a. Kepadatan Tikus
Dalam pemantauan kepadatan tikus masih dalam proses
pemasangan perangkap sehingga belum didapatkan hasilnya,
dikarenakan persawahan tersebut baru saja selesai panen dan
melakukan penanaman kembali. Tetapi jika dilihat dari sarang
tikus yang diperoleh, terdapat 4 lubang tikus di area
persawahan tersebut.
b. Spesies Tikus
Dari hasil pengamatan kelompok kami di DI RT 04/RW 01
Dsn.Tamanan Ds.Sukowiyono Kec.karangrejo Kab.
Tulungagung di dapatkan adanya tikus dengan spesies
Rattusargentiventer ,tikus sawah sendiri yaitu Tikus berukuran
sedang, cenderung lebih kecil daripada tikus got, dengan
panjang 30-40cm (termasuk ekor). Warna rambut coklat
kekuningan. Perutnya berambut kelabu dengan tepi putih. Ia
membuat sarang di lubang-lubang tanah. Hewan ini adalah
jenis hama pengganggu pertanian tanaman utama dan sulit
dikendalikan karena ia mampu "belajar" dari tindakan-tindakan
yang telah dilakukan sebelumnya. Hewan ini diketahui cerdas
dan sering digunakan dalam penelitian perilaku hewan.
c. Upaya Pegedalian Yang Sudah Dilakukan
Pengendalian tikus yang telah dilakukan di sawah desa
sukowiyono antara lain:
1. Penimbunan lubang tikus dengan tanah
17
Hal ini dilakukan untuk menutup tempat hidup tikus
sehingga tikus tidak dapat lagi menggunakan tempat
tersebut sebagai sarang untuk berkembangbiak
2. Penggunaan racun tikus
Racun tikus ini diletakkan disekitar sarang tikus
tersebut, untuk jumlahnya disesuaikan dengan sarang
tikus yang ada di sawah tersebut. Diletakkan di dekat
sarangnya karena dinilai akan mudah ditemukan oleh
tikus tersebut dan dapat segera dimakan. Tetapi cara
pengendalian ini jika dilakukan di sawah kurang efektif
karena tidak bisa membunuh tikus secara besar -
besaran dan cepat.
3. Trap Barrier System (TBS)
Saat masa panen selesai, area persawahan tersebut
di bersihan untuk persiapan penanaman selanjutnya.
Setelah itu tanaman perangkap di tanam 3 minggu lebih
awal daripada tanaman padi di sekelilingnya, saat
tanaman perangkap di tanam lahan di sekelilingnya
masih olah tanah dan persemaian. Perbedaan umur
tanaman tersebut mampu menarik tikus untuk
mendatangi petak TBS. Penempatan perangkap
diletakkan di dekat habitat tikus sawah tersebut.
Bentuk perangkap ini yaitu pagar plastik di topang
dengan bambu yang di tancapkan setiap 1 meter dan
ujung bawahnya selalu terendam air. Serta di setiap
sudut petak TBS terdapat perangkap tikus, sehingga
tikus langsung masuk ke dalam perangkap. Petak harus
selalu terendam air agar tikus tidak bisa melubangi
pagar dan jangan sampai ada tumbuhan liar yang dapat
digunakan tikus untuk mema
d. Kondisi Satitasi
Hasil pengamatan dari kondisi sanitasi di persawahan Dsn.
Tamanan Ds. Sukowiyono Kec. Karangrejo Kab. Tulungagung
18
di temukan lubang-lubang di sepanjang pematang sawah dan
tanggul irigasi, tempat tersebut menjadi tempat yang baik bagi
tikus sawah untuk bersembunyi dan berkembang biak, di
samping itu tikus sawah lebih mudah untuk mencari makan,
terlebih mendekati waktu panen.
19
2. Menutup Celah Celah Dinding
Menutup celah dinding rumah dapat
dilakukan agar kecoa tidak dapat masuk
kedalamnya yang menjadikan sarang dan tempat
perkembangbiakan kecoa tersebut.
b. Pengelolaan Lingkungan (Manipulasi Lingkungan)
Kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan
kecoa yang dapat dilakukan dengan cara membersihkan secara
rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti
tempat sampah, di bawah kulkas, dibawah sofa dan tempat
tersembunyi lainnya.
B. TIKUS
Pengendalian tikus sawah dapat dilakukan dengan :
a. Metode Fisik
1. Melakukan Perburuan Massal (Gropyokan)
Gropyokan atau pemburuan secara masal dan serentak
dilakukan pada awal tanam oleh seluruh petani dengan cara
melakukan penggalian sarang, pengukulan, dan pembunuhan
terhadap tikus. Dengan melakukan Gropyokan secara masal
dan serentak dapat memperkecil kemungkinan tikus untuk
melarikan diri
20
dilakukan supaya tempat-tempat tersebut tidak dijadikan sarang
oleh hama tikus.
21
BAB IV
PENUTUP
5.1 KESIMUPULAN
Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari
seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau
manusia lainnya. Rodent adalah sekelompok hewan mengerat yang
mempunyai peranan penting sebagai sumber, reservoir dan penular serta
dalam penyebaran banyak penyakit menular pada manusia maupun hewan-
hewan domestic.
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di RT 04/RW 01
Dsn.Tamanan Ds.Sukowiyono Kec.Karangrejo Kab.Tulungagung Vektor
dan Rodent yang mendominasi wilayah tersebut adalah Kecoa dan Tikus.
Adapun perencanaan pengendalian untuk Vektor Kecoa seperti
Pemasangan Perangkap Kecoa (lem perangkap, perangkap botol bekas,
perangkap toples bekas), Menutup Celah-celah dinding, pembersihan
lingkungan. Serta perencanaan pengendalian untuk Rodent Tikus seperti
melakukan pemburuan masal, Meminimalisasi ukuran pematang,
pembersihan lingkungan.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan perencanaan pengendalian
terhadap Vektor dan Rodent pengendalian tersebut harus dilakukan secara
terpadu dan dilaksanakan dalam jangka panjang dengan pemantauan yang
dilakukan secara berkala.
22
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2004. Pengendalian Tikus dengan Sistem Bubu
Perangkap (TBS) di Lahan Sawah Irigasi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian Pengembangan
Pertanian. Dikutip dari :
http://www.litbang.pertanian.go.id/download/36/file/Bagian-1.pdf
Irawati, Jumini dkk. 2014. Efektivitas Pemasangan Berbagai Model Perangkap
Tikus Terhadap Kebersihan Penangkapan Tikus Di Kelurahan
Bangetayu Kulon Kecamatan Genuk Kota Semarang Tahun 2014.
Semarang: Universitas Negeri Semarang. Dikutip dari :
https://e-journal.unair.ac.id/IJPH/article/download/6055/pdf
Kementerian Pertanian Badan Litbang Pertanian. 2015. Sistem Bubu TBS untuk
Pengendalian Tikus Sawah. Jakarta Selatan. Dikutip dari :
http://www.litbang.pertanian.go.id/info-aktual/2303/file/Sistem-Bubu-
TBS-dan-LTBS-P.pdf
Subagyo, Agus dkk. 2013. Jurnal Densitas dan Identifikasi Lalat Serta Upaya
Pengendaliannya di Pasar Tradisional Purwokerto.
23