i
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberi taufik, hidayah, serta inayahnya
sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk juga
dengan kami hingga kami bisa menyelesaikan tugas pembuatan laporan Surveilans Kesehatan
Masyarakat.
Pembahasan pada laporan ini berisi tentang penyakit Demam Berdarah (DBD).
Laporan ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Surveilans Kesehatan Msyarakat,
selain itu Laporan ini juga disusun supaya para pembaca bisa menambah wawasan serta
memperluas ilmu pengetahuan yang ada mengenai penyakit Demam Berdarah (DBD).
Kami juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Munayah Fauziah, SKM, M.
Kes dan Dadang Herdiansyah, SKM, M. Epid selaku dosen pembimbing Mata Kuliah
Surveilans Kesehatan Masyarakat yang sudah membimbing kami supaya kami bisa membuat
karya dalam bentuk laporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga jadi sebuah karya
yang baik dan benar.
Demikianlah proposal ini kami susun, semoga laporan ini bisa bermanfaat untuk kami
selaku penulis dan para pembaca serta memperluas wawasan mengenai pembahasan yang ada
di makalah ini. Dan tidak lupa kami mohon maaf atas kekurangan dari laporan ini. Saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................... 1
ABSTRAK .................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................................. 5
D. Manfaat ........................................................................................................................... 6
E. Ruang Lingkup ............................................................................................................... 6
1
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 29
B. Saran ............................................................................................................................... 29
2
ABSTRAK
DHF/DBD adalah Suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, dapat menimbulkan
kematian yang singkat dan sering menimbulkan wabah. Pada tahun 2016 di Kecamatan Parung
terijadi KLB DBD yang dimana pada tahun 2015 terdapat 88 kasus, namun terjadi peningkatan
yang cukup signifikan pada tahun 2016 yaitu 362 kasus. Pengambilan data surveilans
menggunakan metode Crossectional kualitatif, dengan pengumpulan data skunder Surveilans
DBD di UPT Puskesmas Parung. Total petugas surveilans ada 1 orang dangan sarana dan
prasarana kurang memadai seperti tidak adanya komputer yang memiliki Epi Map, Epi Info dll,
serta pengumpulan data mingguan menggunakan EWEARS dan data bulannya menggunakan
STP.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemic pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat memiliki angkat tertinggi kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus ditahun
2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 2,35 juta kasus di Amerika dimana 37.687 kasus
merupakan DBD berat. Adapun penyebaran diluar daerah tropis dan subtropics seperti di
Eropa. Dimana transmisi local pertama kali dilaporkan di Perancis dan Kroasia pada tahun
2010. Pada tahun 2012, terjadi lebih dari 2.000 kasus DBD memerlukan rawat inap setiap
tahunnya, dimana proporsi penderita sebagian besar adalah anak-anak dan 2,5% diantaranya
dilaporkan meninggal dunia (WHO, 2014).
Menurut World Health Organization, Indonesia menempati urutan pertama Negara dengan
angka kejadian DBD tertinggi di Asia Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara tropis di
kawasan Asia Tenggara seolah menjadi habitat penyakit DBD. Selama 41 tahun terakhir. DBD
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kemenkes, 2010). Departemen
kesehatan Republik Indonesia mencatat insiden DBD per 100.000 penduduk mulai tahun 1968
hingga sekarang menunjukkan kecenderungan peningkatan (Kemenkes, 2010). Seperti pada
tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia,
dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita
meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya
kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. (Infodatin DBD, 2015).
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang perlu mendapat perhatian cukup serius, karena penyakit ini dapat menimbulkan kematian
dengan angka CFR cukup tinggi terutama dalam kondisi KLB. Penyakit ini belum ditemukan
obatnya begitu juga vaksin pencegahannya, cara pemberantasannya adalah dengan
pengendalian vektor baik secara Fisik, Biologi, maupun Kimia. Jumlah penderita penyakit
4
DBD di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 mencapai 37.418 kasus lebih tinggi dibanding tahun
2015 (22.111 kasus). demikian juga dengan risiko kejadian DBD di Provinsi Jawa Barat
mengalami peningkatan tajam dari 47.34/100.000 penduduk menjadi 78.98/100.000
penduduk. Jumlah KematianDBD tahun 2016 mencapai 277 orang dengan CFR sebesar
0.74%, ini menunjukan penurunan dibanding tahun 2015 yang sebesar 0,83% (Dinkes Jawa
Barat, 2016). Untuk jumlah kasus DBD di Kecamatan Parung pada tahun 2015 yaitu
88/100.000 penduduk, namun pada tahun 2016 di Kecamatan parung terjadi peningkatan
kasus DBD yang signifikan yaitu berjumlah 362 kasus, dan pada tahun 2017 kasus DBD di
Kecamatan Parung mengalami penurunan yaitu 8 kasus DBD. Sementara pada tahun 2018
kasus DBD mengalami peningkatan kembali, sesuai pencatatan terakhir pada bulan Oktober
terdapat 21 kasus DBD di Kecamatan Parung.
Dengan memperhatikan pola penyakit demam berdarah di Kecamatan Parung baik itu
terjadi peningkatan maupun penurunan kasus DB, perjalanan kasus ini harus terus dipantau
dan diwaspadai karena DBD merupakan salah satu penyakit yang perjalanan penyakitnya
cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Untuk itu pelaksanaan sistem
surveilans epidemiologi demam berdarah dengue sebagai upaya pemberantasan penyakit
penting untuk dilaksanakan. Apabila kegiatan surveilans epidemiologi DBD di daerah Parung
dilaksanakan dengan baik, diharapkan mampu menekan angka kejadian DBD. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi
DBD di PUSKESMAS Kecamatan Parung tahun 2018 yang dievaluasi berdasarkan atribut
sistem surveilans.
B. Rumusan Masalah
DBD merupakan salah satu penyakit yang perjalanan penyakitnya cepat dan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Untuk jumlah kasus DBD di Kecamatan Parung
pada tahun 2015 yaitu 88/100.000 penduduk, namun pada tahun 2016 di Kecamatan parung
terjadi peningkatan kasus DBD yang signifikan yaitu berjumlah 362 kasus, dan pada tahun
2017 kasus DBD di Kecamatan Parung mengalami penurunan yaitu 8 kasus DBD. Sementara
pada tahun 2018 kasus DBD mengalami peningkatan kembali, sesuai pencatatan terakhir pada
bulan Oktober terdapat 21 kasus DBD di Kecamatan Parung. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi DBD di
PUSKESMAS Kecamatan Parung tahun 2018yang dievaluasi berdasarkan atribut sistem
surveilans.
C. Tujuan
5
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi DBD di
PUSKESMAS Kecamatan Parung yang dievaluasi berdasarkan atribut sistem
surveilans tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui masalah pelaksanaan surveilens epidemiologi dari penyakit
Demam Berdarah Dengue
Untuk mengetahui gambaran epidemiologi dari penyakit Demam Berdarah Dengue
Untuk mengetahui kecenderungan penyakit Demam Berdarah Dengue
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritik
BAB II
LANDASAN TEORI
Kriteria untuk dengue dengan tanda bahaya, terdiri dari: kriteria dengue tanpa tanda
bahaya disertai dengan nyeri pada perut atau tenderness, muntah secara terus- menerus,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan pada mukosa, lesu dan gelisah, adanya pembesaran
hati sampai lebih dari 2 cm, dan adanya kenaikan hematokrit yang terjadi bersamaan
dengan penurunan secara cepat jumlah trombosit dalam darah (World Health
Organization, 2009 dan Sudjana, 2010).
Kriteria untuk dengue berat, terdiri dari: dengue disertai dengan setidaknya satu
gejala/tanda berikut ini, seperti kebocoran plasma berat/fatal yang mendorong kearah syok
(SSD) dan akumulasi cairan dengan kesulitan bernafas; perdarahan hebat sesuai dengan
pertimbangan dokter; dan gangguan organ yang berat/fatal, seperti pada organ hati dengan
AST (aspartate amino transferase) atau ALT (alanine amino transferase) ≥ 1000,
gangguan kesadaran, gangguan jantung, dan organ lainnya. (World Health Organization,
2009 dan Sudjana, 2010).
10
melakukan kerja bakti dalam PSN. (Sidiek, 2012)
13
E. Surveilans Epidemiologi
Menurut Depkes (2003:15), Surveilans epidemiologi adalah suatu rangkaian proses
pengamatan yang terus menerus sistematik dan berkesinambungan dalam pengumpulan data,
analisis dan interpretasi data kesehatan dalam upaya untuk menguraikan dan memantau suatu
peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan untuk menguraikan dan memantau suatu peristiwa
kesehatan agar dapat dilakukan penanggulangan yang efektif dan efesien terhadap masalah
kesehatan masyarakat tersebut. Dengan demikian kata kunci dalam surveilans kesehatan
masyarakat adalah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, menerapkan, dan
menghubungkan dengan praktik-praktik kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans
epidemiologi adalah teramat penting dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan
penyakit menular, tidak terkecuali pada kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit
DBD. Surveilans Epidemiologi ini berguna untuk mengetahui gambaran epidemiologi dari
penyakit DBD yang sedang berkembang di masyarakat.
Ukuran dasar yang digunakan dalam surveilans epidemiologi mencakup rate (angka), rasio
dan proporsi. Ketiga bentuk perhitungan ini digunakan untuk mengukur dan menjelaskan
peristiwa kesakitan, kematian, dan nilai statistik vital lainnya. Misalnya kesakitan bisa diukur
dengan angka insidensi, prevalensi dan angka serangan, sedangkan kematian bisa diukur
dengan angka kematian. Ukuran epidemiologis selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya faktor person atau orang, yang dinilai disini adalah dari aspek jumlah atau
frekuensi orang yang berkaitan dengan suatu peristiwa, selain itu faktor place atau tempat
adalah faktor yang berkaitan dengan darimana orang-orang yang mengalami peristiwa
tersebut berasal. Faktor time atau waktu adalah periode atau waktu kapan orang-orang
tersebuit mengalami suatu peristiwa. Berikut penjelasan mengenai insiden, attack rate,
prevalens dan proporsi. (Noor, 2008)
1) Incidence Rate (Angka Insidensi)
Incidence rate (angka insidensi) adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang
terjadi dikalangan penduduk pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun)
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut
pada pertengahan tahun jangka waktu yang bersangkutan dalam persen atau permil.
Rumus:
12
Untuk pengukuran incidensi diperlukan penentuan waktu atau saat timbulnya
penyakit. Kegunaan incidence rate adalah dapat mempelajari faktor-faktor penyebab
dari penyakit yang akut maupun kronis. Incidence rate adalah suatu ukuran langsung dari
kemungkinan (probabilitas) untuk menjadi sakit. Dengan membandingkan incidence
rate suatu penyakit dari berbagai penduduk yang berbeda didalam satu atau lebih faktor
(keadaan) maka kita dapat memperoleh keterangan faktor mana yang menjadi faktor
risiko dari penyakit bersangkutan. (Noor, 2008)
2) Attack Rate (Angka Serangan)
Angka serangan adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada
suatu saat tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit tersebut pada saat yang sama dalam persen atau permil. Angka serangan
diterapkan terhadap populasi tertentu yang sempit dan terbatas pada suatu periode,
misalnya dalam suatu wabah. (Noor, 2008)
Rumus:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑒𝑝𝑖𝑑𝑒𝑚𝑖
𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒 = ×𝐾
𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜−𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜
13
4) Proporsi
Proporsi merupakan hubungan antar jumlah kejadian dalam kelompok data yang
mengenai masing-masing kategori dari kelompok itu atau hubungan antara bagian dari
kelompok dengan keseluruhan kelompok yang dinyatakan dalam persen. Oleh karena
itu suatu perbandingan merupakan dasar dari setiap sistem proporsi yaitu suatu nilai
yang memiliki harga tetap, dapat digunakan sebagai pembanding yang lain.
Proporsi umumnya digunakan jika tidak mungkin menghitung angka insidensi,
karena itu proporsi tidak dapat menunjukkan perkiraan peluang keterpaparan atau
infeksi, kecuali jika banyaknya orang dimana peristiwa dapat terjadi adalah sama pada
setiap sub kelompok. Tetapi biasanya hal ini tidak terjadi.
Rumus:
𝑋
𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 = ×𝐾
(𝑋 + 𝑌)
Keterangan:
X = banyaknya kejadian atau orang, dll yang terjadi dalam kategori tertentu atau
sub kelompok dari kelompok yang lebih besar.
Y = Banyaknya kejadian atau orang, dll yang tidak terjadi atau tidak termasuk
dalam kategori yang dimaksud dari kelompok data tersebut.
K = 100 (persen).
(Noor, 2008)
14
pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan
dengan membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin
mudah dan semakin luas (Infodatin DBD, 2016).
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang
DBD menjadi penyakit endemic pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika,
Amerika, Mediterania Timur, Asia tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat memiliki angka tertinggi kasus DBD dengan jumlah kasus telah melewati 1,2
juta kasus di tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan
terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat
(Infodatin DBD, 2016).
Saat ini bukan hanya terjadi peningkatan jumlah kasus DBD, tetapi penyebaran di luar
daerah tropis dan subtropics, contohnya di Eropa, transmisi local pertama kali dilaporkan di
Perancis dan Kroasia pada tahun 2010. Pada tahun 2012, terjadi lebih dari 2.000 kasus DBD
pada lebih dari 10 negara di Eropa. Setidaknya 500.000 penderita DBD memerlukan rawat
inap setiap tahunnya, dimana proporsi penderita sebagian besar adalah anak-anak dan 2,5%
diantaranya dilaporkan meninggal dunia. (Infodatin DBD, 2016)
DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah. Di Indonesia, demam
berdarah pertama kali ditemukan dikota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58
orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia, dengan Angka Kematian
mencapai 41,3%. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia
(Kementerian Kesehatan, 2010).
Incident Rate (IR) penyakit DBD dari tahun 1968-2015 cenderung terus meningkat.
Puncak endemic terjadi setiap sepuluh tahunan, yaitu tahun 1988, 1998, dan 2007. Hal ini
dapat terjadi karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor,
diluar factor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak
126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal
dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak
100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun 2014. Hal
ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga
lingkungan. (Infodatin DBD, 2016).
Incident rate DBD berdasarkan provinsi pada tahun 2015, 3 provinsi tertinggi adalah
Provinsi Bali, yaitu 208,7 per 100.000 penduduk, Provinsi Kalimantan Timur yaitu 183,12
15
per 100.000 penduduk dan Provinsi Kalimantan Tenggara dengan IR sebesar 120,08 per
100.000 penduduk. Sedangkan 3 dengan IR terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur
adalah 0,68 per 100.000 penduduk, Provinsi Maluku sebesar 4,63 per 100.000 penduduk dan
Provinsi Papua Barat IR sebesar 7,57 per 100.000 penduduk. (Infodatin DBD, 2016)
16
BAB III
METODE PENILAIAN
A. Instrumen Penilaian
2. Struktur Organisasi √
a. Komputer √
b. Printer √
c. Formulir Perekaman √
d. Internet √
2. Perangkat Lunak
a. Epi Info √
b. Epi Map √
17
c. Microsoft Office √
2. Puskesmas Pembantu √
3. Dokter Praktik √
4. Perawat √
5. Bidan Desa √
6. Posyandu/Masyarakat √
B. Prosedur Penelitian
18
1. Pengumpulan data
Jenis data : Sekunder
Jenis data yang digunakan dalam surveilans ini adalah data sekunder dimana
pengambilan datanya melalui UPT PUSKESMAS Parung. Data Sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada
(peneliti sebagai tangan kedua).
Cara pengambilan data: Kualitatif
Cara pengambilan data yang digunakan adalah kualitatif, yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-
orang yang diamati
2. Waktu : Rabu, 21 November 2018
3. Tempat : UPT PUSKESMAS Parung
4. Pengolahan dan analisis data
1. Pengolahan dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik, dan chart. Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah
dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software)
seperti excel dan word.
2. Analisis data.
Analisis data merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena
akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-
ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui
situasi, estimasi dan prediksi penyakit
3. Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data
bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau
penurunan, dan mencari hubungan penyebab penyakit DBD dengan faktor resiko
yang berhubungan dengan kejadian DBD
19
BAB IV
HASIL PENELITIAN
20
22. Kepala puskesmas bernama dr. Dini Sri Agustin, sejak 1 Mei 2017
21
BAB V
PEMBAHASAN
A. Tenaga Kerja Pelaksana Surveilans
Kerjasama lintas program dalam pelaksanaan surveilans cukup baik, dan pihak yang
terlibat dalam kegitan surveilans adalah BIDAN DESA yang berperan melaporkan bila ada
kasus yg terjadi di desa binaan nya, PROMKES yang berperan memberikan penyuluhan,
KESLING yang berperan memantau keadaan lingkungan sekitar, DOKTER yang berperan
mendiagnosa penyakit nya, dan PERAWAT yang berperan memberikan asuhan
keperawatan.
Namun sumber daya manusia yang tidak sesuai seperti penempatan petugas penyakit
tidak menular di bagian administrasi sehingga sering terjadi kesalahan dalam pengumpulan
data. Hanya memeiliki 1 petugas surveilans yang kurang berkompeten (tidak ada sertifikat
pelatihan surveilans) dengan lama kerja sebagai petugas surveilans di UPT Puskesmas
Parung 4 tahun, petugas surveilans di UPT Puskesmas Parung memiliki duoble job seperti
memegang program diare,ispa dan hepatitis, pelaksana perawatan, namun memilki Tim
Reaksi Cepat bilamana terjadi KLB.
Didapatkan hasil observasi dan wawancara, sarana dan prasarana yang mendukung
kegiatan surveilans di UPT Puskesmas Parung kurang memadai. Tidak memiliki alat kantor
yang dikhususkan untuk bagian surveilans seperti komputer, printer, dan formulir
perekaman, namun memiliki jaringan internet di Puskesmas tersebut. Serta tidak didukung
oleh perangkat lunak seperti Epi Info, Epi Map, Microsoft Office dan tidak adanya ruangan
yang dikhususkan untuk menyimpan dokumen surveilans. Namun kegiatan surveilans
didukung dengan sarana dan prasarana formulir pencatatan laporan yang cukup memadai,
seperti adanya formulir laporan penyakit/kasus, formulir standar informasi minimal faktor
risiko pada penyelidikan KLB, dan formulir rekapitulasi hasil penyelidikan KLB.
C. Pelakasanaan Pengumpulan Data Surveilans
22
Surveilans epidemiologi penyakit DBD yang dilakukan di Puskesmas Parung dilakukan
setiap seminggu sekali dengan populasi yang diamati yaitu cakupan wilayah kerja
Puskesmas Parung 6 kelurahan. Informasi yang dikumpulkan yaitu identitas pasien, PE,
hasil lab dan bila pasien di rawat minta keterangan dari RS yg menyatakan pasien DBD.
Informasi didapatkan dari Petugas Puskesmas Parung (bagian promotif dan preventif) dan
Kader (Jika ditemukannya kasus). Serta informasi yang didapat biasanya dilaporkan
melalui WhatsApp, bidan desa atau datang langsung ke Puskesmas.
23
ada campur tangan instansi lain dalam peran serta pembuat kebijakan di wilayah kerja
Anda.
Bila terjadi KLB maka akan langsung dianalisa agar dapat dilakukannya tindakan
sesegara mungkin, dan yang menganalisia adalah petugas surveilans/Tim Reaksi Cepat.
Jika sudah dianalisa maka tindakan selanjutnya adalah datang ke tempat kejadian, mendata
jumlah korban, penyebab, waktu dan tempat kejadian, menangani korban, dan melakukan
perencanaan bila KLB DBD seperti melakukan PE, memantau jentik, Fogging focus,
promotif, preventif, tim gerak cepat, sistem rujukan, kerjasama lintas sector. Data akan
diinterpretasikan setelah dilakukannya pengolahan dalam bentuk excel dan akan
disebarluaskan kepada masyarakat setiap satu bulan 1x dimasing-masing desa di upayakan
promotif dan preventif.
24
Surveilans DBD pada puskesmas ini mencakup system pencatatan dan pelaporan
yang cukup jelas yang terdiri dari satu laporan yaitu kejadian DBD di puskesmas
Parung. Setiap minggu ada pendataan dan pelaporan dari Petugas Puskesmas
Parung (bagian promotif dan preventif) dan Kader diwilayah masing-masing (Jika
ditemukannya kasus).
2. Flexibility
Sistem dapat menyesuaikan diri dengan perubahan informasi. Contohnya bila
terjadi KLB maka akan langsung dianalisa agar dapat dilakukannya tindakan
sesegara mungkin, dan yang menganalisia adalah petugas surveilans/Tim Reaksi
Cepat.
3. Acceptability
Sistem surveilans penyakit DBD pada Puskesmas Parung memiliki
akseptabilitasnya cukup baik. Berdasarkan hasil wawancara, penanganan mengenai
KLB DBD cukup baik dan responsif.
4. Sensitivity
Sensitivitas sistem dapat dilihat pada 2 tingkatan yaitu, tingkatan pertama pada
tingkat pengumpulan data. Pada Puskesmas Parung pengumpulan data yang
dilakukan seminggu sekali berjalan dengan baik, tingkatan kedua yaitu kemampuan
system untuk menilai KLB
5. Representativeness
Menguraikan dengan tepat berbagai kejadian / peristiwa kesehatan atau penyakit
sepanjang waktu termasuk penyebaran dalam populasi menurut waktu dan tempat.
System surveilans DBD pada puskesmas ini cukup representatif dimana data kasus
DBD dapat digambarkan secara akurat menurut waktu dan tempat
6. Timelines
Dapat dinilai dalam tersedianya informasi untuk penanggulangan penyakit baik
yang bersifat upaya yang sesegera mungkin ataupun yang bersifat perencanaan
jangka Panjang. Ketepatan pelaporan system surveilans DBD pada Puskesmas
Parung dari segi waktu pelaporan hasil kunjungan pasien direkap oleh petugas
surveilans telah cukup baik. Data selalu tersedia dengan cepat dan tepat waktu.
25
Distribusi Penderita DBD pertahun 2015-2018
400
350 363
300
250
200
150
100
84
50
8 34
0
Interpretasi : Terjadi peningkatan jumlah penderita DBD secara signifikan (KLB) pada
tahun 2016, dimana meningkat jauh sebesar 279 penderita/kasus DBD menjadi 363 kasus
disbanding tahun 2015, pada tahun 2017 terjadi penurunan yang signifikan sebesar 355
kasus DBD menjadi 8 kasus DBD dan di tahun 2018 terdapat 34 laporan kasus DBD di
Puskesmas Parung.
100
41 43
50
5 7 14
3
0
2015 2016 2017 2018
Laki-laki Perempuan
Interpretasi : Peningkatan yang signifikan pada jenis kelamin laki-laki terjadi pada tahun
2016 dimana meningkat jauh sebesar 202 penderita DBD berjenis kelamin laki-laki dan
26
peningkatan pada penderita DBD berjenis kelamin Perempuan di tahun 2016 sebesar 161
penderita. Tampak terjadi KLB di tahun 2016 dibanding dengan tahun 2015 & 2017 terlihat
cukup seimbang antar penderita berjenis kelamin Laki-laki dan Perempuan. Pada tahun
2018 jumlah penderita berjenis kelamin perempuan 2kali lebih banyak dari penderita laki-
laki dengan jumlah 14 kasus.
Interpretasi : Kelompok umur 20-44 tahun menempati tingkat tertinggi penderita DBD di
setiap tahunnya dan peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2016. Kelompok umur
0-1 tahun menempati tingkat terendah penderita DBD di setiap tahunnya.
N. Distribusi Penderita DBD di Puskesmas Parung berdasarkan Tempat (Kelurahan)
pertahun 2015-2018
27
Distribusi Penderita DBD berdasarkan Tempat
pertahun 2015-2018
80 72
70 64
61
58
60
50
50
40 32
30
19
20 15 14 15 13
10
7
10 4 5 3 5
0 0 1 3 0 0 1
0
Pamegarsari Parung Cogreg Waru Waru Jaya Bojong Indah
2015 2016 2017 2018
80
61
60 50 51
42
40 31
23
20 11 14 118 11
7 10 7 10 8 55 41
0 00 20 00 01 00 00 01 1 00 030 0 0000 0
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Interpretasi : Kejadian DBD paling tinggi terjadi di bulan Februari sepanjang tahun 2015-
2018 yaitu sebanyak 111 kasus dan bulan November menempati tingkat tertendah penderita
28
DBD di sepanjang tahun 2015-2018 sebanyak 0 kasus (tidak ada kejadian DBD).
Peningkatan jumlah penderita DBD yang signifikan terjadi pada tahun 2016 di setiap
bulannya di tahun 2016.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada tahun 2015 di Kecamatan Parung terdapat yaitu 88 kasus DBD, namun pada
tahun 2016 di Kecamatan parung terjadi peningkatan kasus DBD yang signifikan yaitu
362 kasus, dan pada tahun 2017 kasus DBD di Kecamatan Parung mengalami penurunan
yaitu 8 kasus DBD. Sementara pada tahun 2018 kasus DBD mengalami peningkatan
kembali, sesuai pencatatan terakhir pada bulan Oktober terdapat 21 kasus DBD di
Kecamatan Parung. Kegiatan surveilans di Kecamatan Parung cukup baik, dari mulai
pelaporan yang tepat waktu, pendataan kasus berkerjasama antar berbagai sektor dan
menanganan KLB yang cukup baik.
B. Saran
Kelemahan dari penelitian ini adalah kurang lengkapnya data pada tahun 2018
sehingga masih adanya kemungkinan meningkatnya kasus hipertensi pada tahun tersebut
serta kurangnya wawancara secara mendalam kepada petugas terkait akibat minimnya
petugas. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar lebih memperhatikan data yang
diperoleh serta menganalisa lebih mendalam terhadap kasus yang diteliti
Selain itu, berdasarkan observasi kurangnya sarana dan prasarana menjadi salah
satu hambatan pada surveilans di Puskesmas Parung tahun 2018, diharapkan untuk
29
melengkapi sarana dan prasara kegiatan surveilans agar mempermudah kegiatan
surveilans. Dan diharapkan penambahan SDM surveilans agar kegiatan surveilans semakin
efektif dan efisien, serta diharapkan pengadaan pelatihan surveilans dari pihak Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor agar semaikin berkompeten para petugas surveilans di daerah
Kabupaten Bogor. Dan tak lupa upaya peningkatan pelaporan berbasis teknologi dan
penyederhanaan laporan, diperlukan pengadaan software yang dapat diakses secara online
sehingga mampu menghubungkan Puskesmas Parung ke tingkat pusat secara langsun.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar, dkk. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Topik Utama Demam Berdarah
Dengue. Jakarta. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI. Vol. 2
Dinas Kesehatan. 2016. Profil Kesehatan Jawa Barat. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi jawa
barat.
http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?cid=1-17042500004&id=demam-
berdarah-dengue-dbd- diakses tanggal 0 Desember 2018, 16:07 WIB.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi,
Volume 2. Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan.
Noor, N.N. 2008. Epidemiologi. Jakarta : Edisi Revisi. Rineka Cipta.
PUSDATIN. 2015. Infodatin DBD 2015. Jakarta: KEMENKES RI
Sejati, E.W., 2015. Hubungan Pengetahuan Tentang Demam Berdarah Dengue Dengan
Motivasi Melakukan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Puskesmas
Kalijambe Sragen. Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Sidiek, A., 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Penyakit DBD Terhadap
Kejadian Penyakit DBD Pada Anak. Universitas Diponegoro.
Sudjana, Primal & Sukowati, Supratman. 2010. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah
Dengue Dewasa. Buletin Bendela Epidemiologi. Vol. 2
WHO (2009). Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
http://who.com/Dengue. Diakses tanggal 8 Desemebr 2018, 15:52 WIB
WHO (2011). Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
http://who.com/Dengue. Diakses tanggal 8 Desemebr 2018, 15:53 WIB
WHO (2014). Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
http://who.com/Dengue. Diakses tanggal 8 Desemebr 2018, 12:06 WIB
30
LAMPIRAN
31
Struktur Tim Reaksi Cepat
32
33