Anda di halaman 1dari 33

1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)

Materi Pelatihan “Jurnalist Goes To Campus”

Endang L. Achadi, Kusharisupeni et al

Diterbitkan Oleh PDRC FKM UI


2017
1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)
Materi Pelatihan “Journalist Goes To Campus”

Penyusun:
Endang L. Achadi, Prof, Dr, MPH, DrPH
Kusharisupeni, Prof, Dr, MSc, DR
Tirta Prawitasari, Dr, MSc, SpGK
Yustina Anie Indriastuti, DR, Dr, MSc, SpGK
Laurentia Konadi, DR, Dr, MS, SpGK
Asih Setiarini, Ir, MSc, DR
Diah M. Utari, Ir, MKes, DR
Siti Arifah Pujonarti, Ir, MPH
Wahyu Kurnia Yusrin Putra, SKM, MKM

Cetakan pertama: Tahun 2017


ISBN: 978-602-1100-24-0

Diterbitkan oleh:
Positive Deviance Resource Centre (PDRC) FKM UI

Kerjasama antara PDRC FKM UI dan Perhimpunan Dokter Gizi


Medik Indonesia (PDGMI) dengan Danone Indonesia
KATA PENGANTAR

Hingga tahun 2017 pembangunan gizi di Indonesia belum


menunjukkan perubahan yang signifikan. Global Nutrition
Report 2017 memperlihatkan bahwa Indonesia saat ini
mengalami triple burden masalah gizi yaitu stunting, obesitas
dan penyakit tidak (PTM). Sementara itu, Bank Dunia sejak
tahun 2006 telah menegaskan pentingnya gizi sebagai faktor
utama dalam pembangunan sebuah negara. Oleh karenanya
diperlukan suatu kerja bersama dari berbagai pemangku
kepentingan sebagai upaya kolektif dalam penanganan
masalah gizi di Indonesia.

Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor tidak


langsung yang berkontribusi pada keadaan gizi individu dan
masyarakat. Pengetahuan masyarakat yang memadai
tentang gizi dan kesehatan akan mempengaruhi secara
positif pola asuh terhadap anak dan pola hidup masyarakat
yang kemudian akan memperbaiki keadaan gizi dan
kesehatannya. Salah satu sektor yang berperan dalam
peningkatan pengetahuan masyarakat adalah para jurnalis.

i
Sebagai bagian dari perkerjaan profesionalnya, para jurnalis
memiliki andil nyata dalam upaya pencerdasan bangsa.
Jurnalis juga mengambil peran sebagai profesi penting dalam
penyebarluasan hasil kajian ilmiah yang dilakukan oleh para
ahli kepada masyarakat awam. Tanpa kehadiran jurnalis,
hasil kajian ilmiah dan perkembangan ilmu pengetahuan
hanya akan menjadi bahan pembicaraan yang eksklusif. Oleh
karenanya, jurnalis juga memiliki tanggung jawab dalam
menyebarluaskan informasi yang tepat dan akurat kepada
masyarakat sehingga perlahan tetapi pasti masyarakat akan
semakin memahami informasi terkait gizi dan kesehatan yang
benar.

Inisiatif Danone Indonesia yang bekerjasama dengan Positive


Deviance Resource Centre (PDRC) FKM UI dan Perhimpunan
Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) untuk melakukan
Pelatihan dengan tema “Journalist Goes to Campus”
merupakan hal yang patut diapresiasi. Melalui kegiatan ini,
para jurnalis diharapkan akan semakin memahami
perkembangan dan isu terkini seputar gizi dan kesehatan
serta menjadi pihak yang semakin berkontribusi dalam
peningkatan pengetahuan masyarakat seputar gizi dan
ii
kesehatan. Sebagai bagian dari perangkat pelatihan, PDRC
FKM UI dan PDGMI membuat seperangkat materi pelatihan
yang terdiri atas (1) 1000 HPK; (2) Kesehatan Remaja; (3)
Anemia Pada Remaja; (4) Gizi Seimbang: Sejarah dan
Perkembangannya; (5) Gizi Seimbang: Untuk Bayi & Anak
Usia 0-24 bulan.

Terima kasih atas kesediaan para pihak yang terlibat dalam


kegiatan “Journalist Goes to Campus” untuk menjadi bagian
dari upaya kolektif peningkatan pengetahuan gizi dan
kesehatan di masyarakat. Semoga langkah kecil ini akan
berdampak besar dalam perbaikan keadaan gizi di Indonesia.

Desember, 2017
Tim Penyusun,

PDRC FKM UI & PDGMI

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar………………………………………………………… i
Daftar Isi………………………………………………………………….. iv
1. Sejarah………………………………………………………………… 1
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin dan Bayi
0-2 tahun……………………………………………………………. 12
a. 1000 HPK dan Status Fisik…………………………… 14
b. 1000 HPK dan Kemampuan Kognitif……………. 16
c. 1000 HPK dan PTM……………………………………… 17
3. Faktor Risiko pada 1000 HPK (pra-hamil, hamil
dan menyusui)……………………………………………………. 20
4. Peran Kesehatan Dan Status Gizi Remaja
Terhadap 1000 HPK…………………………………………….. 22
5. Situasi di Indonesia……………………………………………… 23
6. Kesimpulan………………………………………………………….. 25
Kepustakaan…………………………………………………………….. 26

iv
1. Sejarah

Pada tahun 2010, diluncurkan kerangka kerja Scaling Up


Nutrition Movement yang didukung oleh Sekjen PBB dengan
dikeluarkannya Peta Jalan atau Road Map Scaling Up
Nutrition yang pertama pada bulan September di Gedung
PBB. Inisiatif ini kemudian berkembang menjadi gerakan
global yang disebut Scaling Up Nutrition Movement atau
SUN Movement.

SUN Movement merupakan dorongan global untuk


memperbaiki gizi bagi semua, terutama untuk perempuan
dan anak-anak, yang dilatarbelakangi oleh keprihatinan
terhadap situasi gizi di dunia yang masih diwarnai oleh
tingginya angka kurang gizi pada anak-anak serta
implikasinya terhadap kualitas sumber daya manusia.

SUN Movement didasarkan pada prinsip bahwa semua orang


mempunyai hak terhadap pangan dan gizi yang baik. Oleh
karena itu, visi yang diemban oleh SUN Movement adalah
“dunia tanpa kelaparan dan tanpa malnutrition” dengan

1
fokus pada pengurangan angka stunting pada anak balita.
Mengapa Sekjen PBB? Karena misinya adalah membawa
semua orang dan semua pihak untuk bersama-sama
membantu negara mencapai goal-nya, karena masalah gizi
bersifat multi-faktorial yang tidak bisa diselesaikan hanya
oleh pemerintah apalagi hanya oleh sektor kesehatan saja.

Mengapa SUN Movement fokus pada Stunting?


Stunting, adalah kondisi tubuh yang lebih pendek dari
seharusnya untuk umurnya. Tetapi, makna dari stunting
bukan semata pada ukuran fisik yang pendek, tetapi lebih
pada konsep bahwa proses terjadinya stunting bersamaan
dengan proses terjadinya hambatan pertumbuhan dan
perkembangan organ lainnya, termasuk otak, jantung,
jantung, paru-paru dan organ lainnya, yang dimulai sejak
usia dini, yaitu sejak didalam kandungan sampai usia 2 tahun
pefrtama pasca lahir. Artinya, seorang anak yang menderita
stunting, kemungkinan besar juga telah mengalami
hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya.
Stunting dijadikan indikator karena lebih mudah dan lebih
dini dikenal dibandingkan dengan ekspresi hambatan organ
tubuh lainnya. Sejak lahir seseorang sudah dapat ditentukan
2
stunting atau tidak bila panjang badannya kurang dari 48 cm.
Dipihak lain, hambatan pertumbuhan otak akan
menyebabkan gangguan kognitif, yang baru akan jelas
terlihat pada usia sekolah, sedangkan hambatan
pertumbuhan dan perkembangan organ lain, misalnya
jantung, efeknya baru terlihat saat dewasa.

Keseriusan masalah stunting menjadi perhatian banyak


pimpinan maupun pemerhati stunting di dunia dan
Indonesia. Selain Sekjen PBB, Hillary Clinton saat menjadi
Meneteri Luar Negeri dan Sri Mulyani saat menjadi Direktur
di Bank Dunia maupun setelah menjadi Menteri Keuangan RI
juga memberikan perhatian yang tinggi terhadap stunting.

Hillary Clinton, tahun 2010 (Menteri LN Amerika):


 ….Nutrition plays the most critical role in a person’s life
during a narrow window of time – the 1,000 days that
begin at the start of a pregnancy and continue through
the second year of life….

3
Sri Mulyani, tahun 2012 (The World Bank)
 … Globally, 165 million children under age 5 suffer from
chronic malnutrition – also known as stunting, or low
height for age. Much of this damage happens in
pregnancy and the first two years of a child’s life. It
means a child has failed to develop in full …

 … Malnutrition diminishes not only the futures of


individuals, but also of nations. ..

Pada tahun 2013 dikeluarkan Peraturan Presiden RI No. 42


tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Peraturan ini telah dilengkapi dengan Dokumen Kerangka
Kebijakan dan Pedoman Perencanaan Program Gerakan
Nasional Sadar Gizi dalam Rangka 1000 HPK.

Lawrence Haddad & E. Achadi (the Jakarta Post, 2015)


 Indonesia is becoming an economic powerhouse in the
region and the world. In contrast, the silent crisis of
malnutrition in Indonesia carries on, corroding and
damaging human hardware and software and acting as

4
a brake on economic growth that could be as
extraordinary as China’s.

Sri Mulyani, tahun 2016 di UI (Menteri Keuangan RI)


 Sekitar 37% balita Indonesia mengalami stunting.
Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang
berkembang. Ini berarti 1 dari 3 anak Indonesia akan
kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan
pekerjaan dalam sisa hidup mereka.
 Ini adalah musibah bagi Indonesia. Tingkat stunting di
Indonesia sangat tinggi dibanding negara tetangga.
Misalnya, tingkat stunting di Thailand adalah 16%, dan di
Vietnam 23%.

Pidato Presiden Jokowi 16 Agustus 2017


“Pemerintah secara konsisten melakukan intervensi untuk
mengurangi dampak kekurangan gizi kronis yang berakibat
pada kegagalan dalam mencapai tinggi baan /normal pada
bayi atau stunting. Hal ini mengingat seribu hari pertama
kehidupan akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang
anak, terkait dengan kemampuan emosional, sosial dan fisik,

5
serta kesiapan untuk belajar, berinovasi dan berkompetisi.
Program ini akan sangat penting untuk memperbaiki kualitas
anak-anak Indonesia ke depan sebagai investasi kita di
sumber daya manusia Indonesia”

Mengapa stunting dan mengapa 1000 Hari Pertama


Kehidupan?

Dr. David Barker yang mengenalkan Barker’s Hypotesis,


memberikan pernyataan yang sangat menarik yang
mendasari pentingnya 1000 HPK, yaitu periode 9 bulan
didalam kandungan sampai usia 2 tahun pertama pasca lahir,
sebagai berikut:

“Di dalam batasan yang luas yang ditentukan oleh gen


yang kita warisi, setiap diri kita mempunyai suatu
rentang pilihan hidup masing-masing. Lingkungan kita,
yaitu di dalam kandungan dan beberapa bulan setelah
lahir, memilihkan jalan khusus untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang kita jalani...

6
Orang membicarakan tentang anak yang tumbuh
mengikuti potensi genetiknya, padahal yang
sesungguhnya terjadi adalah anak tumbuh
menyesuaikan diri dengan lingkungannya”.

Pernyataan Dr.Barker tersebut dengan tegas menyatakan


gen bukan merupakan faktor utama dalam pertumbuhan dan
perkembangan tubuh dan organ yang optimal, tetapi
lingkungan pada usia dini kehidupan.

Hal ini kemudian disebut sebagai 'Fetal Origin Hypothesis'


yang dapat diartikan bahwa penyakit-penyakit kronis
tersebut berasal dari respons tubuh thd kekurangan gizi pd
masa awal kehidupan (fetal stage). Disebut juga DOHaD
(Developmental Origin of Health and Disease), atau
kesehatan dan penyakit bermuara dari periode
perkembangan, yaitu periode 1000 HPK (Barker, Nutrition in
the Womb, 2008).

Beberapa dekade yang lalu, penyakit degeneratif atau


disebut juga sebagai Penyakit Tidak Menular (PTM) dikaitkan
dengan keturunan dan gaya hidup “nyaman” seperti makan
7
enak dan tidak banyak melakukan aktivitas. Oleh karena itu,
PTM diasosiasikan sebagai “penyakit orang kaya”. Contoh
PTM yang sering menjadi masalah di masyarakat adalah
Penyakit Jantung, Diabetes, Tekanan Darah Tinggi dan Stroke.
Kini diyakini bahwa ada faktor lain yang lebih mendasar
selain gaya hidup. Pendapat ini muncul saat tahun 1980an,
Profesor Dr. David J. Barker, melakukan penelitian tentang
penyakit Jantung di dua daerah di Inggris, yaitu daerah yang
sebagian besar penduduknya miskin dan daerah yang
sebagian besar penduduknya tidak miskin. Saat itu Prof
Barker memperkirakan bahwa penyakit jantung akan lebih
banyak ditemukan di daerah yang sebagian besar
penduduknya tidak miskin. Dugaan tersebut meleset karena
kenyataannya terbalik, penyakit jantung lebih banyak
ditemukan di daerah yang sebagian besar penduduknya
miskin.

Penelitian tersebut memicu penelitian-penelitian lainnya,


yang hasilnya semakin memperkuat hasil penelitian Prof
Barker, dan tidak hanya tentang penyakit jantung tetapi juga
penyakit khronis lainnya seperti Stroke, Diabetes, dan
Tekanan Darah Tinggi. Dari hasil-hasil penelitian tersebut
8
timbul pertanyaan mengapa PTM lebih banyak ditemukan di
kelompok masyarakat miskin?

Hasil berbagai penelitian mengerucut pada suatu fenomena,


yaitu bahwa risiko terjadinya PTM berawal sejak seseorang
berada didalam kandungan, yang didasarkan pada bukti-
bukti bahwa mereka yang lahir dengan berat badan yang
kecil lebih banyak yang menderita penyakit khronis. Bayi
yang lahir dengan berat dan panjang badan yang rendah
mengindikasikan bahwa bayi telah mengalami hambatan
pertumbuhan selama di dalam kandungan. Bukti selanjutnya
menunjukkan bahwa, tidak hanya di dalam kandungan tetapi
pengaruh tersebut berlanjut juga sampai usia 2 tahun.
Periode inilah yang disebut sebagai periode 1000 Hari
Pertama Kehidupan, yaitu kira-kira 270 hari selama di
dalam kandungan dan 730 hari selama 2 tahun pertama
kehidupan.

Dalam periode ini terjadi pembentukan dan


pengembangan semua bagian dan organ- organ tubuh,
maka periode ini menjadi sangat penting, artinya
kekurangan atau kelebihan gizi pada periode ini akan
9
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan semua
organ tubuh.

Yang dimaksud dengan pertumbuhan dalam hal ini adalah


pertambahan besar atau panjang secara fisik, sementara
yang dimaksud perkembangan adalah perkembangan fungsi
organ, misalnya kecerdasan yang menunjukkan fungsi otak,
serta fungsi ginjal dan jantung, dan organ lainnya.

Beberapa bukti pendukung lainnya


Penelitian terhadap 15.000 laki-laki dan perempuan di Eropa
yang lahir 50 tahun sebelumnya (sebelum tahun 1930), 3000
diantaranya sudah meninggal dan hampir separonya
meninggal karena serangan jantung, proporsi yang meninggal
lebih tinggi pada orang yang lahir dengan berat badan lahir
lebih rendah. Semakin rendah berat badan lahir, semakin
tinggi risiko penyakit jantung. Batas BBL kurang dari 3 kg
ternyata menjadi penting.

Studi terhadap 100.000 perawat di Amerika, menunjukkan


bahwa mereka yang lahir dengan BB lebih rendah

10
mempunyai risiko Penyakit Jantung lebih tinggi, dan tidak
berhubungan dengan pola hidup dan kondisi kehidupannya.

Di Amerika Serikat Penyakit jantung lebih tingggi di wilayah


negara bagian yang miskin dibandingkan wilayah kaya,
contohnya di West Virginia yang miskin, prevalensi penderita
penyakit jantung lebih tinggi (10%) dengan dibandingkan di
Colorado yang kaya (5%). Selanjutnya didalam setiap negara
bagian, orang miskin mempunyai risiko lebih tinggi dibanding
yang kaya.

11
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin dan Bayi 0-2
tahun

Setelah pembuahan telur oleh sperma, terbentuk cikal-


bakal organ-organ tubuh sampai usia janin 8 minggu.
Selanjutnya semua cikal bakal organ tersebut tumbuh dan
berkembang menjadi organ yang akan siap berfungsi
setelah lahir, seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal dan
tulang. Sebagian besar organ telah tumbuh sempurna pada
akhir kehamilan. Sebagian organ belum selesai
pertumbuhan dan perkembangannya saat lahir, misalnya
otak dan otot. Setelah lahir, penyempurnaan organ tubuh
seorang bayi akan berlanjut sampai usia bayi 2 - 3 tahun.
Selanjutnya pertumbuhan tulang-tulang berlanjut sampai
usia dewasa. (Gambar 1)

Bila pada periode pembentukan cikal bakal organ dan


pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya bayi
mengalami kekurangan gizi karena suplai dari ibunya yang
kurang saat dalam kandungan maka pertumbuhan dan
perkembangan organ-organ tersebut akan terhambat.

12
Gambar 1. ”Jendela kritis” perkembangan Embrio (umur kehamilan 0-8 minggu) dan Fetus (9 minggu sampai lahir)
(Sumber: Sanders, T.A.B. Nutrition and Development: Short and Long Term Consequences for Health. Chapter 4. The Report
of British Nutrition Foundation Task force).
13
Hambatan tersebut dalam jangka panjang akan berisiko
menyebabkan stunting, turunnya kemampuan kognitif dan
risiko menderita PTM pada usia dewasa (gambar 2).
a. Stunting, atau tubuh yang lebih pendek dari seharusnya
untuk umurnya, biasanya terjadi bila bayi/anak
mengalami kekurangan gizi yang berulang dan khronis,
terutama bila terjadi pada usia dini kehidupan. Stunting
bisa diukur sejak bayi dilahirkan. Bayi yang dilahirkan
dengan panjang badan kurang dari 48 cm maka bayi
tersebut termasuk pendek atau stunting untuk umurnya.
Berarti bayi tersebut sudah mengalami kekurangan gizi
yang khronis saat dalam kandungan yang mengakibatkan
terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga panjang
badan lahirnya (PBL) lebih pendek dari seharusnya.
Biasanya bayi yang mengalami PBL rendah, mempunyai
berat badan lahir yang juga rendah (BBLR). Sebagian bayi
dilahirkan dengan PBLR dan/atau BBLR bukan karena
kekurangan zat gizi, tetapi karena lahir sebelum
waktunya (premature). Bila bayi tersebut panjang badan
dan berat badannya rendah tetapi ringan, dan setelah
lahir mendapatkan ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan
dan setelah usia 6 bulan mendapatkan makanan
14
pendamping ASI yang adekuat, maka pertumbuhan bayi
tersebut bisa saja mengejar ketertinggalannya, dan
tumbuh dengan baik.

*PBBH: Pertambahan Berat Badan Hamil

Gambar 2. Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Gangguan Gizi


pada Masa Janin dan Usia Dini
(Sumber: Modifikasi dari Rajagopalan S, Nutrition and Challenges in the
next decade Food and Bulletin vo.24 no 23, 2003)

Akibat dari stunting tidak berhenti pada anak yang


kemudian menjadi dewasa. Bila anak yang stunting
adalah seorang perempuan dan kemudian hamil, maka
bayi yang dikandungnya mempunyai risiko untuk tidak

15
tumbuh optimal karena mungkin panggulnya sempit
yang dapat membatasi pertumbuhan janin. Akibatnya,
terjadi siklus stunting antar generasi, yaitu dari ibu ke
anaknya. Inilah yang menimbulkan pendapat seolah-olah
stunting semata-mata adalah keturunan.

b. Kemampuan Kognitif
Pertumbuhan dan perkembangan otak sebagian besar
terjadi pada periode 1000 HPK. Bila terjadi kekurangan
gizi yang khronis maka jumlah sel-sel otak yang terbentuk
lebih sedikit dari yang seharusnya, sehingga fungsinya
terganggu. Namun demikian, setelah 2 tahun masih ada
fungsi-fungsi otak yang masih berkembang, sehingga ada
peluang untuk memperbaiki fungsi kognitif, melalui
stimulasi dan asupan gizi yang baik, walaupun peluang
tersebut lebih kecil dibandingkan perbaikan pada periode
1000 HPK. Inilah yang menjadi alasan mengapa program
PAUD (Program Anak Usia Dini) masih bermanfaat untuk
meningkatkan fungsi kognitif anak.

16
c. Penyakit Tidak Menular (PTM)
PTM seperti Diabetes, Hipertensi, Stroke, Penyakit
Jantung dan gagal ginjal merupakan penyakit yang
dikaitkan dengan kekurangan gizi sejak usia dini. Hal ini
disebabkan karena pada periode kritis pertumbuhan dan
perkembangan organ terjadi kekurangan zat gizi,
sehingga organ-organ tersebut berisiko tidak tumbuh dan
berkembang optimal. Akibatnya, fungsi organ-organ
tersebut kurang optimal dan lebih rentan terhadap
penyakit. Barker bahkan menyatakan bahwa risiko PTM
ini tidak hanya terjadi antar generasi (dari bu ke
anaknya), tetapi trans-generasi (dari nenek ke cucunya).
Inilah yang mungkin menimbulkan pendapat bahwa
penyakit-penyakit tersebut sepenuhnya karena
“keturunan”.

Bagaimanakah mekanismenya?
Janin mempunyai sifat plastis atau lentur, yaitu
mempunyai kemampuan penyesuaian yang sangat baik
terhadap lingkungannya, termasuk lingkungan yang
kekurangan zat gizi. Janin yang tidak mendapatkan zat gizi
yang cukup dari ibunya saat masih berada di dalam
17
kandungan akan melakukan penyesuaian dengan
mengurangi pertambahan sel dan mengurangi ukuran sel-
selnya. Hal tersebut disebut sebagai Developmental
Plasticity, yaitu plastisitas yang terjadi disaat pertumbuhan
dan perkembangan tubuh dan organ terjadi. Sayangnya,
sekali penyesuaian tersebut terjadi, maka perubahan
tersebut bersifat permanen, sulit untuk bisa diperbaiki
kembali, karena jumlah sel tidak bisa ditambah lagi bila
melewati masanya, sehingga organ-organ tubuh yang
dibentuknya menjadi lebih kecil dari seharusnya, demikian
pula fungsinya menjadi tidak optimal.

Sebagai contoh jumlah sel-sel nefron ginjal akan berkurang


pada keadaan janin kurang gizi, yang pada usia dewasa
dapat menyebabkan penyakit hipertensi. Selanjutnya,
hipertensi sendiri merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit lain seperti penyakit jantung dan stroke. Demikian
pula dengan organ lainnya. Hal ini ditunjang oleh bukti dari
berbagai penelitian yang menguatkan kesimpulan
bahwa orang yang mempunyai berat badan lahir
yang rendah akibat kekurangan gizi di dalam
kandungannya, mempunyai risiko menderita penyakit
18
kronis atau PTM yang lebih tinggi.

Banyak yang menganggap bahwa PTM semata-mata


merupakan penyakit keturunan dan akibat gaya hidup.
Tetapi nyatanya banyak keluarga miskin yang ternyata
menderita PTM walaupun pada umumnya gaya hidupnya
(seperti makan enak dan kurang aktivitas) tidak berisiko
untuk terjadinya PTM. Sebagai contoh, persentase penyakit
hipertensi pada masyarakat Indonesia usia 18 tahun keatas
adalah sekitar 32%. Hampir tidak ada perbedaan antara
orang paling miskin dan paling kaya ( 30.5 % dan 33 %), yang
menunjukkan bahwa tingginya persentase pada kelompok
masyarakat termiskin tidak berhubungan dengan gaya
hidup makan berlebihan dan sedikit beraktivitas fisik.

Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh kekurangan gizi


pada awal kehidupan terhadap risiko terjadinya PTM ini
lebih besar dibandingkan dengan pengaruh gaya hidup pada
usia dewasa seperti makan makanan yang mengandung
banyak lemak, kurang makan sayuran dan buah-buahan dan
kurang banyak melakukan aktivitas. Demikian pula
dibandingkan dengan faktor keturunan.
19
3. Faktor Risiko pada 1000 HPK (pra-hamil, hamil dan
menyusui)

Faktor risiko terjadinya masalah gizi pada Balita (gambar 3)


dapat dimulai saat didalam kandungan dan beberapa tahun
setelah lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan dan
panjang badan yang rendah (BBLR dan PBLR) membawa
risiko berkelanjutan. Bayi dengan BBLR dan terutama yang
PBLR menunjukkan bahwa bayi tersebut telah mengalami
kekurangan gizi yang khronis saat didalam kandungan.
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang lahir dengan BBLR
dan PBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk tetap
mengalami masalah gizi.

Bayi setelah dilahirkan, baik dengan atau tanpa masalah gizi


saat dilahirkan, akan mengalami masalah gizi bila asupannya
tidak adekuat dan sering mengalami penyakit infeksi.

20
Gambar 3. Kerangka Konsep Terjadinya Masalah Gizi Pada Balita

Oleh karena itu, periode didalam kandungan dan 2 tahun


pertama setelahnya perlu mendapatkan perhatian oleh
karena merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat penting.

21
4. Peran Kesehatan Dan Status Gizi Remaja Terhadap 1000
HPK

Remaja puteri merupakan kelompok yang akan menjadi


seorang ibu. Oleh karena itu status kesehatan dan status
gizi remaja dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan janinnya apabila dia hamil. Ibu yang
pendek, ibu yang kurus sebelum kehamilannya dan ibu
Anemia merupakan faktor-faktor yang sangat penting
pengaruhnya. Anemia pada ibu hamil merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya prematuritas dan
Restriksi pertumbuhan intra-uterin (IUGR/Intra Uterine
Growth Restriction), dan meningkatkan risiko terjadinya
anemia pada bayi di usia dini. Ibu yang kurus sebelum
kehamilannhya mempunyai risiko bayi yang
dikandungnya tidak tumbuh optimal karena ibunya tidak
mempunyai cadangan energi yang mencukupi. Oleh
karena itu, seorang calon ibu seharusnya tidak anemia
dan tidak kurus.

22
5. Situasi di Indonesia

Prevalensi stunting di Indonesia (37%) dan wasting/kurus


(12%) dari data Riskesdas 2013, lebih besar pada kelompok
miskin. Prevalensi tsb menempatkan Indonesia sebagai
Negara yang mempunyai jumlah balita stunting ke 5
terbanyak dan jumlah balita kurus ke 4 terbanyak di dunia.
Bila dikaitkan dengan proses terjadinya stunting yang
bersamaan dengan hambatan pertumbuhan dan
perkembangan semua organ tubuh, maka bisa diperkirakan
bahwa banyak anak Indonesia yang juga mengalami risiko
mempunyai kemampuan kognitif rendah dan risiko
menderita PTM di usia dewasa.

Di pihak lain, prevalensi PTM di Indonesia cukup tinggi dan


saat ini beberapa PTM terkait gizi merupakan penyebab
kematian tertinggi di Indonesia. Stroke, Penyakit jantung dan
pembuluh darah, Diabetes dan komplikasinya, serta
Hipertensi dengan komplikasinya merupakan penyebab
kematian pertama, kedua, ketiga dan kelima terbesar.

23
Terkait dengan kemampuan kognitif anak Indonesia, hasil
asesmen yang dilakukan oleh PISA OECD tahun 2015
terhadap anak usia 15 tahun dari 70 negara di dunia
menempatkan Indonesia sebagai Negara ke 62 dalam hal
kecerdasan berdasarkan kemampuan tentang ilmu
pengetahuan. Bandingkan dengan Singapura yang
menempati posisi pertama, Vietnam di posisi ke 8 dan
Thailand di posisi 54.

Analisis data dari 13 provinsi (Indonesia Family Life Survey)


oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tinggi badan pada usia dini dengan kemampuan intelektual
anak di usia selanjutnya.

24
6. Kesimpulan
Dari ulasan diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagi berikut:
1) Masalah gizi di Indonesia terjadi sejak usia dini,
masalah gizi lebih besar pada kelompok miskin.
2) Tingginya penyakit tidak menular terutama pada
kelompok miskin, mengindikasikan bahwa bukan
gaya hidup dan bukan keturunanlah yang memegang
peranan. Empat PTM terkait gizi menjadi penyebab
utama kematian. Tingginya PTM ini paralel dengan
besarnya masalah gizi di usia dini
3) Kemampuan kognitif atau kecerdasan yang rendah
juga parallel dengan besarnya masalah gizi di usia
dini
4) Memperbaiki masalah gizi sejak dini, yaitu kelompok
periode 1000 HPK (ibu hamil, bayi 0-2 tahun) dan
kelompok yang akan menjadi calon ibu (remaja
puteri) merupakan keharusan karena terkait dengan
kualitas bangsa di masa mendatang.

25
KEPUSTAKAAN

1. PISA 2015 Results in Focus. The Organization for Economic


Co-operation and Development (OECD) 2016.
2. Endang L. Achadi. Seribu Hari yang Menentukan Masa Depan
Bangsa. Pidato Pengukuhan Guru Bdesar dalam Bidang Ilmu
Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, 4 Januari 2014
3. David Barker. Nutrition in the Womb: how better nutrition
during development will prevent heart disease, diabtes and
stroke: The developmental origins of health and disease. The
Barker Foundation. 2008
4. Barker, D.J.P. (2008). Nutrition in the Womb: How Better
Nutrition During Development Will Prevent Heart Disease,
Diabetes and Stroke. The Developmental Origins of Health
and Disease (DOHAD): A all for action. The Barker Foundation
5. Barker, D.J.P. (2011). Developmental Origins of Chronic
Disease. Public Health 126 (2012) 185-189. The Royal Society
for Public Health. Published by Elsevier Ltd.
6. Barker, D.J.P. and Lackland, D.T. (2003). Prenatal Influences
on Stroke Mortality in England and Wales. Stroke.
2003;34:1602-1603; doi:
10.1161/01.STR.0000079180.81161.53 (originally published
online June 19, 2003)
7. Barker, D.J.P.(2007). The Origins of The Developmental
Origins Theory (Symposium). J Intern Med 2007; 261: 412–
417. doi: 10.1111/j.1365-2796.2007.01809.x
8. Barker, D.J.P., Bergmann, R.L. and Ogra, P.L. (2008). The
Window of Opp/ortunity: Pre-pregnancy to 24 Months of
Age. Nestle Nutrition Institute Workshop Series Pediatric
Program, Vol. 61. KARGER
9. Barker, D.J.P., Human Growth and Cardiovascular Disease.
(2008). Dalam: Barker, D.J.P., Bergmann, R.L., and Ogra, P.L.
The Window of Opportunity: Pre-pregnancy to 24 Months of
26
Age. Nestle Nutrition Workshop Series Pediatric Program, Vol.
61
10. Barker, D.J.P., Osmond, C., Kajantie, E. and Eriksson, J.G.
(2009). Growth and Chronic Disease: Findings in the Helsinki
Birth Cohort. Annals of Human Biology, September-Oktober,
36(5): 445-458
11. Bhutta, Z.A., Tahmeed Ahmed, Robert E Black, Simon
Cousens, Kathryn Dewey, Elsa Giugliani, Batool A Haider,
Betty Kirkwood,Saul S Morris, H P S Sachdev, Meera Shekar,
for the Maternal and Child Undernutrition Study Group.
“Maternal and Child Undernutrition 3. What Works?
Interventions for Maternal and Child Undernutrition and
Survival”. DOI:10.1016/S0140-6736(07)61693-6 (Published
online January 17, 2008)
12. Black, R.E., Lindsay H. Allen, Zulfiqar A. Bhutta, Laura E. Caulfi
eld, Mercedes de Onis, Majid Ezzati, Colin Mathers, Juan
Rivera, for the Maternal and Child Undernutrition Study
Group. “Maternal and Child Undernutrition: Global and
Regional Exposures and Health Consequences”.
www.thelancet.com (Vol. 371, January 19, 2008)
13. The World Bank. Indonesia Economic Quarterly. Upgraded
June 2017

27

Anda mungkin juga menyukai