Penyusun:
Endang L. Achadi, Prof, Dr, MPH, DrPH
Kusharisupeni, Prof, Dr, MSc, DR
Tirta Prawitasari, Dr, MSc, SpGK
Yustina Anie Indriastuti, DR, Dr, MSc, SpGK
Laurentia Konadi, DR, Dr, MS, SpGK
Asih Setiarini, Ir, MSc, DR
Diah M. Utari, Ir, MKes, DR
Siti Arifah Pujonarti, Ir, MPH
Wahyu Kurnia Yusrin Putra, SKM, MKM
Diterbitkan oleh:
Positive Deviance Resource Centre (PDRC) FKM UI
i
Sebagai bagian dari perkerjaan profesionalnya, para jurnalis
memiliki andil nyata dalam upaya pencerdasan bangsa.
Jurnalis juga mengambil peran sebagai profesi penting dalam
penyebarluasan hasil kajian ilmiah yang dilakukan oleh para
ahli kepada masyarakat awam. Tanpa kehadiran jurnalis,
hasil kajian ilmiah dan perkembangan ilmu pengetahuan
hanya akan menjadi bahan pembicaraan yang eksklusif. Oleh
karenanya, jurnalis juga memiliki tanggung jawab dalam
menyebarluaskan informasi yang tepat dan akurat kepada
masyarakat sehingga perlahan tetapi pasti masyarakat akan
semakin memahami informasi terkait gizi dan kesehatan yang
benar.
Desember, 2017
Tim Penyusun,
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar………………………………………………………… i
Daftar Isi………………………………………………………………….. iv
1. Sejarah………………………………………………………………… 1
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin dan Bayi
0-2 tahun……………………………………………………………. 12
a. 1000 HPK dan Status Fisik…………………………… 14
b. 1000 HPK dan Kemampuan Kognitif……………. 16
c. 1000 HPK dan PTM……………………………………… 17
3. Faktor Risiko pada 1000 HPK (pra-hamil, hamil
dan menyusui)……………………………………………………. 20
4. Peran Kesehatan Dan Status Gizi Remaja
Terhadap 1000 HPK…………………………………………….. 22
5. Situasi di Indonesia……………………………………………… 23
6. Kesimpulan………………………………………………………….. 25
Kepustakaan…………………………………………………………….. 26
iv
1. Sejarah
1
fokus pada pengurangan angka stunting pada anak balita.
Mengapa Sekjen PBB? Karena misinya adalah membawa
semua orang dan semua pihak untuk bersama-sama
membantu negara mencapai goal-nya, karena masalah gizi
bersifat multi-faktorial yang tidak bisa diselesaikan hanya
oleh pemerintah apalagi hanya oleh sektor kesehatan saja.
3
Sri Mulyani, tahun 2012 (The World Bank)
… Globally, 165 million children under age 5 suffer from
chronic malnutrition – also known as stunting, or low
height for age. Much of this damage happens in
pregnancy and the first two years of a child’s life. It
means a child has failed to develop in full …
4
a brake on economic growth that could be as
extraordinary as China’s.
5
serta kesiapan untuk belajar, berinovasi dan berkompetisi.
Program ini akan sangat penting untuk memperbaiki kualitas
anak-anak Indonesia ke depan sebagai investasi kita di
sumber daya manusia Indonesia”
6
Orang membicarakan tentang anak yang tumbuh
mengikuti potensi genetiknya, padahal yang
sesungguhnya terjadi adalah anak tumbuh
menyesuaikan diri dengan lingkungannya”.
10
mempunyai risiko Penyakit Jantung lebih tinggi, dan tidak
berhubungan dengan pola hidup dan kondisi kehidupannya.
11
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin dan Bayi 0-2
tahun
12
Gambar 1. ”Jendela kritis” perkembangan Embrio (umur kehamilan 0-8 minggu) dan Fetus (9 minggu sampai lahir)
(Sumber: Sanders, T.A.B. Nutrition and Development: Short and Long Term Consequences for Health. Chapter 4. The Report
of British Nutrition Foundation Task force).
13
Hambatan tersebut dalam jangka panjang akan berisiko
menyebabkan stunting, turunnya kemampuan kognitif dan
risiko menderita PTM pada usia dewasa (gambar 2).
a. Stunting, atau tubuh yang lebih pendek dari seharusnya
untuk umurnya, biasanya terjadi bila bayi/anak
mengalami kekurangan gizi yang berulang dan khronis,
terutama bila terjadi pada usia dini kehidupan. Stunting
bisa diukur sejak bayi dilahirkan. Bayi yang dilahirkan
dengan panjang badan kurang dari 48 cm maka bayi
tersebut termasuk pendek atau stunting untuk umurnya.
Berarti bayi tersebut sudah mengalami kekurangan gizi
yang khronis saat dalam kandungan yang mengakibatkan
terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga panjang
badan lahirnya (PBL) lebih pendek dari seharusnya.
Biasanya bayi yang mengalami PBL rendah, mempunyai
berat badan lahir yang juga rendah (BBLR). Sebagian bayi
dilahirkan dengan PBLR dan/atau BBLR bukan karena
kekurangan zat gizi, tetapi karena lahir sebelum
waktunya (premature). Bila bayi tersebut panjang badan
dan berat badannya rendah tetapi ringan, dan setelah
lahir mendapatkan ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan
dan setelah usia 6 bulan mendapatkan makanan
14
pendamping ASI yang adekuat, maka pertumbuhan bayi
tersebut bisa saja mengejar ketertinggalannya, dan
tumbuh dengan baik.
15
tumbuh optimal karena mungkin panggulnya sempit
yang dapat membatasi pertumbuhan janin. Akibatnya,
terjadi siklus stunting antar generasi, yaitu dari ibu ke
anaknya. Inilah yang menimbulkan pendapat seolah-olah
stunting semata-mata adalah keturunan.
b. Kemampuan Kognitif
Pertumbuhan dan perkembangan otak sebagian besar
terjadi pada periode 1000 HPK. Bila terjadi kekurangan
gizi yang khronis maka jumlah sel-sel otak yang terbentuk
lebih sedikit dari yang seharusnya, sehingga fungsinya
terganggu. Namun demikian, setelah 2 tahun masih ada
fungsi-fungsi otak yang masih berkembang, sehingga ada
peluang untuk memperbaiki fungsi kognitif, melalui
stimulasi dan asupan gizi yang baik, walaupun peluang
tersebut lebih kecil dibandingkan perbaikan pada periode
1000 HPK. Inilah yang menjadi alasan mengapa program
PAUD (Program Anak Usia Dini) masih bermanfaat untuk
meningkatkan fungsi kognitif anak.
16
c. Penyakit Tidak Menular (PTM)
PTM seperti Diabetes, Hipertensi, Stroke, Penyakit
Jantung dan gagal ginjal merupakan penyakit yang
dikaitkan dengan kekurangan gizi sejak usia dini. Hal ini
disebabkan karena pada periode kritis pertumbuhan dan
perkembangan organ terjadi kekurangan zat gizi,
sehingga organ-organ tersebut berisiko tidak tumbuh dan
berkembang optimal. Akibatnya, fungsi organ-organ
tersebut kurang optimal dan lebih rentan terhadap
penyakit. Barker bahkan menyatakan bahwa risiko PTM
ini tidak hanya terjadi antar generasi (dari bu ke
anaknya), tetapi trans-generasi (dari nenek ke cucunya).
Inilah yang mungkin menimbulkan pendapat bahwa
penyakit-penyakit tersebut sepenuhnya karena
“keturunan”.
Bagaimanakah mekanismenya?
Janin mempunyai sifat plastis atau lentur, yaitu
mempunyai kemampuan penyesuaian yang sangat baik
terhadap lingkungannya, termasuk lingkungan yang
kekurangan zat gizi. Janin yang tidak mendapatkan zat gizi
yang cukup dari ibunya saat masih berada di dalam
17
kandungan akan melakukan penyesuaian dengan
mengurangi pertambahan sel dan mengurangi ukuran sel-
selnya. Hal tersebut disebut sebagai Developmental
Plasticity, yaitu plastisitas yang terjadi disaat pertumbuhan
dan perkembangan tubuh dan organ terjadi. Sayangnya,
sekali penyesuaian tersebut terjadi, maka perubahan
tersebut bersifat permanen, sulit untuk bisa diperbaiki
kembali, karena jumlah sel tidak bisa ditambah lagi bila
melewati masanya, sehingga organ-organ tubuh yang
dibentuknya menjadi lebih kecil dari seharusnya, demikian
pula fungsinya menjadi tidak optimal.
20
Gambar 3. Kerangka Konsep Terjadinya Masalah Gizi Pada Balita
21
4. Peran Kesehatan Dan Status Gizi Remaja Terhadap 1000
HPK
22
5. Situasi di Indonesia
23
Terkait dengan kemampuan kognitif anak Indonesia, hasil
asesmen yang dilakukan oleh PISA OECD tahun 2015
terhadap anak usia 15 tahun dari 70 negara di dunia
menempatkan Indonesia sebagai Negara ke 62 dalam hal
kecerdasan berdasarkan kemampuan tentang ilmu
pengetahuan. Bandingkan dengan Singapura yang
menempati posisi pertama, Vietnam di posisi ke 8 dan
Thailand di posisi 54.
24
6. Kesimpulan
Dari ulasan diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagi berikut:
1) Masalah gizi di Indonesia terjadi sejak usia dini,
masalah gizi lebih besar pada kelompok miskin.
2) Tingginya penyakit tidak menular terutama pada
kelompok miskin, mengindikasikan bahwa bukan
gaya hidup dan bukan keturunanlah yang memegang
peranan. Empat PTM terkait gizi menjadi penyebab
utama kematian. Tingginya PTM ini paralel dengan
besarnya masalah gizi di usia dini
3) Kemampuan kognitif atau kecerdasan yang rendah
juga parallel dengan besarnya masalah gizi di usia
dini
4) Memperbaiki masalah gizi sejak dini, yaitu kelompok
periode 1000 HPK (ibu hamil, bayi 0-2 tahun) dan
kelompok yang akan menjadi calon ibu (remaja
puteri) merupakan keharusan karena terkait dengan
kualitas bangsa di masa mendatang.
25
KEPUSTAKAAN
27