Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
1. Regita Rinata [005221088]
2. Candhya Pradipta [016221045]
3. Muh. Mustafa Pandu Kayana [111221241]
4. Brilliant Azwa Pinasthika [112221065]
5. Ulin Nuha Rivani [121221208]
6. Syalsabila Aisyah Rahmawati [151221177]
7. Muhammad Bryan Ardiansyah [191221095]
8. Stevani Christy Puspitasari [191221185]
9. Faiha Tsaaqifa [192221115]
10. Ghinaayu Aliyyah Tsaabitah [432221054]
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan bimbingan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Antropologi Pencegahan Stunting Pada Anak di Indonesia”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan, pengarahan, dan dukungan
dari banyak pihak yang telah mendukung hingga selesainya penelitian ini, kami juga
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga, khususnya kepada Ibu Dr. Sri
Widati, S.Sos., M.Si., Ibu Dr. Lynda Hariani, Sp.BP-RE, dan Ibu Dr. Hanik Endang Nihayati,
S.Kep.Ns., M.Kep. selaku dosen mata kuliah Komunikasi Kesehatan dan Layanan Dasar
Kesehatan.
Tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, kami mengharapkan kritik serta saran
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi kami sebagai penulis dan para pembaca sekalian.
3. Dampingi ASI Eksklusif dengan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Sehat
Ketika bayi berusia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping
atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi
mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO
pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain,
sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan
dulu dengan dokter.
A. Stunting
Stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah
median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Tinggi
badan berdasarkan umur rendah, atau tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-
anak lain seumurnya merupakan definisi stunting yang ditandai dengan terlambatnya
pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal
dan sehat sesuai dengan umur anak (WHO, 2006). Stunting dapat diartikan sebagai
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai
indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting diartikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus
dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan
anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi (UNICEF II, 2009; WHO, 2006).
B. Penyebab Stunting
Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses kumulatif menurut beberapa
penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan.
Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak.
Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung.
Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi
sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan
pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008;
Bappenas, 2013).
Faktor Langsung
1) Asupan Gizi Balita
Asupan gizi yang kuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita.
Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami tumbuh kembang dan tumbuh
kejar. Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan
asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya.
Namun apabila intervensinya terlambat balita tidak akan dapat mengejar keterlambatan
pertumbuhannya yang disebut dengan gagal tumbuh. Balita yang normal kemungkinan terjadi
gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak mencukupi. Penelitian yang
menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa konsumsi energi balita berpengaruh
terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level rumah tangga konsumsi energi rumah
tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya anak balita pendek (Sihadi dan
Djaiman, 2011).
2) Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting. Kaitan antara
penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit
infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan
kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Untuk itu penanganan terhadap
penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin akan membantu perbaikan gizi dengan
diimbangi pemenuhan asupan yang sesuai dengan kebutuhan anak balita.
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu pelayanan
kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat
(Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang hubungan penyakit infeksi
dengan stunting yang menyatakan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian
stunting pada anak umur dibawah 5 tahun (Paudel et al, 2012).
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa
stunting adalah kondisi balita yang memiliki panjang atau tinggi badan dibawah standar di
setiap tingkatan umur. Karena masalah stunting utamanya disebabkan oleh adanya pengaruh
dari asupan gizi dari balita dan saat kehamilan bayi, penyakit infeksi, kualitas pelayanan
kesehatan, lingkungan, dan ketersediaan pangan. Maka hal tersebut merupakan hal yang
penting untuk diperbaiki bersama sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang ada.
Oleh karena itu, sudah selayaknya seluruh masyarakat turut serta untuk menjaga
kesehatan diri dan lingkungan bukan karena sebatas patuh terhadap aturan dan kebijakan
pemerintah, namun karena masyarakat sudah sangat menyadari akan pentingnya kesehatan.
Salah satu solusi untuk menurunkan angka stunting di Indonesia dengan antropologi
pencegahan stunting pada masyarakat. Hal ini akan mempercepat proses pemahaman dari
masyarakat agar dapat mencegah pertambahan kasus stunting di Indonesia.
4.2 Saran
Hadi, M. I., Kumalasari, M. L. F., & Kusumawati, E. (2019). Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Indonesia: Studi Literatur. Journal of Health
Science and Prevention, 3(2), 86-93.
Kenali Stunting dan Cara Pencegahannya. (2022). Diakses pada 16 November 2022, dari
https://awalbros.com/anak/kenali-stunting-dan-cara-pencegahannya/
Ramadani, E. (2021). Angka Stunting Balita di Indonesia Masih Tinggi. Diakses pada 16
November 2022, dari https://www.its.ac.id/news/2021/10/16/angka-stunting-balita-di-
indonesia-masih-tinggi/
Wagino. (2022). Program Penurunan Stunting, Apa Susahnya?. Diakses pada 16 November
2022, dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-ternate/baca-artikel/15305/Program-
Penurunan-Stunting-Apa-Susahnya.html#:~:text=Menurut%20Organisasi%20Kesehatan
%20Dunia%20atau,stimulasi%20psikososial%20yang%20tidak%20memadai.
Laili, U., & Andriani, R. A. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting.
Pengabdian Masyarakat Ipteks, 8-12.