Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH 

MATA KULIAH KOMUNIKASI KESEHATAN DAN LAYANAN


DASAR KESEHATAN
ANTROPOLOGI PENCEGAHAN STUNTING PADA ANAK DI INDONESIA

Dosen Pengampu :

1. Dr. Sri Widati, S.Sos., M.Si.


2. Dr. Lynda Hariani, Sp.BP-RE
3. Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep.Ns., M.Kep.

Disusun oleh :
1. Regita Rinata [005221088]
2. Candhya Pradipta [016221045]
3. Muh. Mustafa Pandu Kayana [111221241]
4. Brilliant Azwa Pinasthika [112221065]
5. Ulin Nuha Rivani   [121221208]
6. Syalsabila Aisyah Rahmawati [151221177]
7. Muhammad Bryan Ardiansyah [191221095]
8. Stevani Christy Puspitasari [191221185]
9. Faiha Tsaaqifa [192221115]
10. Ghinaayu Aliyyah Tsaabitah  [432221054]

UNIVERSITAS AIRLANGGA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan bimbingan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Antropologi Pencegahan Stunting Pada Anak di Indonesia”.

Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan, pengarahan, dan dukungan
dari banyak pihak yang telah mendukung hingga selesainya penelitian ini, kami juga
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga, khususnya kepada Ibu Dr. Sri
Widati, S.Sos., M.Si., Ibu Dr. Lynda Hariani, Sp.BP-RE, dan Ibu Dr. Hanik Endang Nihayati,
S.Kep.Ns., M.Kep. selaku dosen mata kuliah Komunikasi Kesehatan dan Layanan Dasar
Kesehatan.

Tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, kami mengharapkan kritik serta saran
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi kami sebagai penulis dan para pembaca sekalian.

Surabaya, 16 November 2022


DAFTAR ISI

ANTROPOLOGI PENCEGAHAN STUNTING PADA ANAK DI INDONESIA................................1


KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................................................7
BAB IV.................................................................................................................................................9
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................9
4.2 Saran.................................................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana yang termaktub dalam RPJMN 2020-2024, Pemerintah menjadikan
program percepatan penurunan stunting pada balita sebagai program prioritas. Target
nasional yang ditetapkan adalah turunnya prevalensi stunting hingga 14% pada tahun 2024.
Wakil Presiden RI sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat
bertugas memberikan arahan terkait penetapan kebijakan penyelenggaraan Percepatan
Penurunan Stunting juga serta memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi dalam
penyelesaian kendala dan hambatan penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting secara
efektif, konvergen, dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di tingkat pusat dan
daerah.
Tingginya angka kejadian stunting di Indonesia telah menjadi perhatian pemerintah
sejak lama. Beberapa penyebab stunting itu sendiri adalah kurangnya asupan yang diserap
oleh tubuh mulai dari masih di dalam kandungan sampai dengan setelah lahir, kurangnya
akses ke pelayanan kesehatan, kurangnya akses air bersih, dan sanitasi. Kesadaran dan
pengetahuan masyarakat tentang stunting menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam
pencegahan stunting di masyarakat.
Dalam mewujudkan percepatan penurunan stunting dan target nasional, antropologi
pencegahan stunting pada masyarakat dapat mendukung tercapainya program tersebut.
Dengan isu tersebut, kami tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Antropologi
Pencegahan Stunting Pada Anak di Indonesia”. 

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan stunting?
2. Bagaimana analisis kasus stunting pada anak di Indonesia?
3. Bagaimana upaya pencegahan stunting pada anak?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah issue antropologi dan kesehatan terkini di masyarakat memiliki
beberapa tujuan umum, antara lain :
1. Menjelaskan pengertian stunting
2. Memberikan edukasi tentang stunting 
3. Menjabarkan upaya pencegahan kasus stunting pada anak di Indonesia
1.3.2 Tujuan Khusus
Makalah issue antropologi dan kesehatan terkini di masyarakat memiliki
beberapa tujuan khusus, antara lain :
1. Memberikan gambaran tentang stunting
2. Memaparkan analisis kasus stunting pada anak di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antropologi Pencegahan Stunting Pada Anak


   2.1.1 Pengertian Antropologi
       Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti “manusia”, dan logos yang berarti
ilmu. Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11) antropologi berarti “ilmu tentang manusia.”
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya terhadap
penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Solita Sarwono, 1993). Antropologi
Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-
budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya di
sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada
manusia (Foster/Anderson, 1986; 1-3).
        Antropologi Kesehatan adalah studi mengenai konfrontasi manusia dengan penyakit dan
keadaan sakit, dan mengenai susunan adaptif (yaitu sistem medis dan obat-obatan) dibuat
oleh kelompok manusia untuk berhubungan dengan bahaya penyakit pada manusia sekarang
ini. (Landy, 1977).
   2.1.2 Pengertian Stunting
        Stunting adalah suatu keadaan dimana indeks tinggi badan menurut umur dibawah -2
standar deviasi berdasarkan standar WHO. Keadaan ini adalah manifestasi jangka panjang
dari faktor konsumsi diet berkualitas rendah, penyakit infeksi yang terjadi berulang dan
faktor lingkungan. Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita
stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO 20%.
Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia
merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang
sebanyak 9 juta atau 37 % balita Indonesia mengalami stunting (kerdil). 
     Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain
status gizi ibu, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan
kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang
anak. Selain faktor lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal.
Akan tetapi, sebagian besar perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi. Jika gizi tidak
dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek maupun
jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan
fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi
kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan
gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung
koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
2.2 Analisis Kasus Stunting Pada Anak Di Indonesia 
   Dalam upaya penanganan stunting di Indonesia, pemerintah sudah menargetkan Program
Penurunan Stunting menjadi 14% pada tahun 2024 mendatang. Memenuhi target tersebut
merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia di tengah pandemi
ini. Terlebih lagi, aktivitas di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) kurang maksimal saat ini.
Padahal, Posyandu sendiri memiliki peran utama sebagai pemantau tumbuh kembang balita
pada lingkup wilayah yang lebih kecil. Selain itu, kondisi ekonomi di Indonesia selama
pandemi sedang tidak baik-baik saja. 
   Di tengah angka kemiskinan dan pengangguran yang kian meningkat, tak dapat dipungkiri
bahwa peningkatan terhadap prevalensi stunting di Indonesia mungkin saja terjadi. Faktor
ekonomi keluarga berkaitan erat dengan terjadinya stunting pada anak. Hal ini karena kondisi
ekonomi seseorang mempengaruhi asupan gizi dan nutrisi yang didapatkannya. Di Indonesia
sendiri, akses terhadap makanan bergizi seimbang belum merata. Padahal faktor utama
terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). 
   Pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK yang dimulai sejak janin
hingga anak berumur dua tahun. Pemenuhan gizi pada tahap tersebut sangat penting agar
tumbuh kembang anak dapat optimal. Pola asuh orang tua juga berperan penting dalam
mencegah stunting. Oleh karena itu, perlu digencarkan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai bahaya stunting dan cara pencegahannya. Sehingga kelak ketika sudah menjadi
orang tua diharapkan masyarakat dapat berperan dalam mencegah stunting sejak dini.
Sehingga, prevalensi stunting di Indonesia tidak berada di angka mengkhawatirkan lagi.
2.3 Pencegahan Stunting Pada Anak
   Tindakan pencegahan stunting tentu lebih bijak dilaksanakan oleh semua orang di
lingkungannya, terutama yang terdapat anak balita dan pasangan usia muda terhadap
kemungkinan terjadinya stunting. Biaya pencegahan stunting tentu lebih murah dan
dampaknya tentu akan lebih terkendali, daripada apabila sudah terjadi stunting. Berikut ini
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting: 
1.    Memenuhi Kebutuhan Gizi Sejak Hamil 
Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang
sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi maupun suplemen atas
anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga
sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan. 

2.    Beri ASI Eksklusif Sampai Bayi Berusia 6 Bulan 


Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI
ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan
makro. Oleh karena itu, disarankan untuk tetap memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan
kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu dinilai
mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan. 

3.    Dampingi ASI Eksklusif dengan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Sehat 
Ketika bayi berusia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping
atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi
mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO
pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain,
sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan
dulu dengan dokter. 

4.    Terus Memantau Tumbuh Kembang Anak 


Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan
berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak.
Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan
penanganannya. 

5.    Selalu Menjaga Kebersihan Lingkungan 


Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau
lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tidak langsung meningkatkan
peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah
faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu
diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia. 
   Setelah sekian tahun merdeka, sepertinya agak ironis apabila Indonesia masih berkutat
dengan permasalahan yang sangat mendasar tersebut. Namun faktanya berkata demikian,
besarnya wilayah dan jumlah penduduk Indonesia membuat permasalahan yang mendasar
tersebut tidak mudah untuk diselesaikan. Bahkan sesuai dengan data hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan dan BPS, data anak-anak yang mengalami
stunting terdapat pada seluruh wilayah di 34 provinsi di Indonesia. Kasus stunting tidak
hanya berada pada wilayah yang terluar, terdepan dan tertinggal, tetapi juga terdapat pada
wilayah perkotaan yang tingkat pendidikan dan pendapatannya relatif tinggi. 
   Dengan demikian maka tentu ada permasalahan lainnya yang menyebabkan masih tinggi
kasus stunting di Indonesia. Pendidikan atau pengetahuan mengenai cara hidup sehat, sanitasi
yang baik, ataupun mengenai makanan bergizi sudah diajarkan pada pendidikan tingkat dasar
yaitu sejak Sekolah Dasar. Namun sudah menjadi hal yang jamak pada masyarakat bahwa
terdapat jarak antara pengetahuan yang sudah dimiliki oleh seseorang dengan penerapan dari
pengetahuan oleh orang tersebut, belum tentu sejalan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Stunting
   Stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah
median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Tinggi
badan berdasarkan umur rendah, atau tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-
anak lain seumurnya merupakan definisi stunting yang ditandai dengan terlambatnya
pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal
dan sehat sesuai dengan umur anak (WHO, 2006). Stunting dapat diartikan sebagai
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai
indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak. 
   Stunting diartikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus
dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan
anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi (UNICEF II, 2009; WHO, 2006).

B. Penyebab Stunting
  Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses kumulatif menurut beberapa
penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan.
Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak.
Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung. 
   Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi
sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan
pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008;
Bappenas, 2013). 
 Faktor Langsung 
1) Asupan Gizi Balita
Asupan gizi yang kuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita.
Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami tumbuh kembang dan tumbuh
kejar. Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan
asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya.
Namun apabila intervensinya terlambat balita tidak akan dapat mengejar keterlambatan
pertumbuhannya yang disebut dengan gagal tumbuh. Balita yang normal kemungkinan terjadi
gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak mencukupi. Penelitian yang
menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa konsumsi energi balita berpengaruh
terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level rumah tangga konsumsi energi rumah
tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya anak balita pendek (Sihadi dan
Djaiman, 2011). 
2) Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting. Kaitan antara
penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit
infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan
kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Untuk itu penanganan terhadap
penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin akan membantu perbaikan gizi dengan
diimbangi pemenuhan asupan yang sesuai dengan kebutuhan anak balita.
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu pelayanan
kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat
(Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang hubungan penyakit infeksi
dengan stunting yang menyatakan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian
stunting pada anak umur dibawah 5 tahun (Paudel et al, 2012). 

 Faktor Tidak Langsung 


1) Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan asupan nutrisi
dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita di Indonesia masih
di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat mengakibatkan balita perempuan dan
balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3
cm lebih pendek dari pada standar rujukan WHO 2005 (Bappenas, 2011). Oleh karena itu
penanganan masalah gizi ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan saja namun juga
melibatkan lintas sektor lainnya. 
2) Status Gizi Ibu Saat Hamil
Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut dapat terjadi
sebelum kehamilan maupun selama kehamilan. Beberapa indikator pengukuran seperti 1)
kadar hemoglobin (Hb) yang menunjukkan gambaran kadar Hb dalam darah untuk
menentukan anemia atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan
gizi masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK atau tidak; 3) hasil pengukuran berat badan
untuk menentukan kenaikan berat badan selama hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu
sebelum hamil (Yongky, 2012; Fikawati, 2010).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada makalah di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa
stunting adalah kondisi balita yang memiliki panjang atau tinggi badan dibawah standar di
setiap tingkatan umur. Karena masalah stunting utamanya disebabkan oleh adanya pengaruh
dari asupan gizi dari balita dan saat kehamilan bayi, penyakit infeksi, kualitas pelayanan
kesehatan, lingkungan, dan ketersediaan pangan. Maka hal tersebut merupakan hal yang
penting untuk diperbaiki bersama sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang ada.

Oleh karena itu, sudah selayaknya seluruh masyarakat turut serta untuk menjaga
kesehatan diri dan lingkungan bukan karena sebatas patuh terhadap aturan dan kebijakan
pemerintah, namun karena masyarakat sudah sangat menyadari akan pentingnya kesehatan.
Salah satu solusi untuk menurunkan angka stunting di Indonesia dengan antropologi
pencegahan stunting pada masyarakat. Hal ini akan mempercepat proses pemahaman dari
masyarakat agar dapat mencegah pertambahan kasus stunting di Indonesia.

4.2 Saran

Stunting merupakan suatu polemik kesehatan pada masyarakat di Indonesia yang


masih cukup sulit untuk ditekan karena beberapa faktor seperti faktor kemiskinan, peran
posyandu yang kurang maksimal, kurangnya akses pelayanan kesehatan, dan ketersediaan
pangan yang mempengaruhi asupan gizi yang diterima oleh bayi. Oleh karena itu, alangkah
baiknya pemerintah dan khususnya masyarakat melakukan upaya untuk mencegah terjadinya
stunting pada anak karena biaya pencegahan stunting pastinya akan lebih kecil. Upaya
pencegahan stunting sebagai berikut : 
1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
2. Memberi ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
3. Dampingi ASI eksklusif dengan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Sehat 
4. Terus memantau tumbuh kembang anak
5. Selalu menjaga kebersihan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, P. (2015). Antropologi Kesehatan. Diakses pada 16 November 2022, dari


https://blog.unnes.ac.id/prestia/2015/11/04/antropologi-kesehatan/

Hadi, M. I., Kumalasari, M. L. F., & Kusumawati, E. (2019). Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Indonesia: Studi Literatur. Journal of Health
Science and Prevention, 3(2), 86-93.

Kenali Stunting dan Cara Pencegahannya. (2022). Diakses pada 16 November 2022, dari
https://awalbros.com/anak/kenali-stunting-dan-cara-pencegahannya/

Ramadani, E. (2021). Angka Stunting Balita di Indonesia Masih Tinggi. Diakses pada 16
November 2022, dari https://www.its.ac.id/news/2021/10/16/angka-stunting-balita-di-
indonesia-masih-tinggi/

Wagino. (2022). Program Penurunan Stunting, Apa Susahnya?. Diakses pada 16 November
2022, dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-ternate/baca-artikel/15305/Program-
Penurunan-Stunting-Apa-Susahnya.html#:~:text=Menurut%20Organisasi%20Kesehatan
%20Dunia%20atau,stimulasi%20psikososial%20yang%20tidak%20memadai.

Laili, U., & Andriani, R. A. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting.
Pengabdian Masyarakat Ipteks, 8-12.

UNICEF II, 2009; WHO, 2006


UNICEF, 2008; Bappenas, 2013 dari http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/888/2/BAB
%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai