Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MATA KULIAH PEMBERDAYAAN GIZI MASYARAKAT


“Pendampingan Keluarga dalam Pemantauan Tumbuh Kembang Anak
sebagai Upaya Penanggulangan Masalah Stunting
Berbasis Pemberdayaan Masyarakat”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1


Anggota Kelompok :
1. Annisa Salsabila (P07131219001)
2. Lutfiana Putri Salikha (P07131219011)
3. Utami Pinayungan (P07131219035)
4. Azizah Nurvita Sari (P07131219041)
5. Yulita Indah Tarina (P07131219046)
6. Yunita Sulistyaningrum (P07131219056)
Program Studi Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas Ridho-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendampingan Keluarga dalam Pemantauan Tumbuh Kembang Anak
sebagai Upaya Penanggulangan Masalah Stunting Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat” tanpa suatu kendala yang berarti. Tak lupa ka
mi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan sec
ara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan makalah in
i.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Tak lupa kami juga berharap agar makalah ini dapat memberikan kontribu
si dalam terlaksananya upaya penanggulangan stunting melalui pendampin
gan keluarga sehingga dapat menekan kejadian stunting di Indonesia.

Kami sebagai penyusun makalah ini merasa bahwa makalah ini ma


sih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengala
man kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan mas
ukan yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 1 Agustus 2021

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................I
DAFTAR ISI..........................................................................................................II
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan..................................................................................................................3
C. Manfaat................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
METODE PELAKSANAAN.................................................................................5
A. Sasaran................................................................................................................5
B. Tenaga.................................................................................................................5
C. Wadah..................................................................................................................5
D. Sumber Dana.......................................................................................................6
E. Kegiatan Pendampingan Keluarga dalam Pemantau Tumbuh Kembang Anak. .6
F. Peran Pemerintah.................................................................................................8
G. Pencatatan dan Pelaporan..................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)1 . Kondisi
gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam
waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini
dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK .
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya
lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat
pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya.
Stunting merupakan permasalahan gizi di dunia, ada 165 juta balita di
dunia dalam kondisi pendek (stunting). Delapan puluh persen balita stunting
tersebar pada 14 negara di dunia dan Indonesia menduduki rangking ke lima
negara dengan jumlah stunting terbesar (UNICEF, 2013). Data stunting di
Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi stunting secara nasional terjadi
peningkatan dari 35,6% (tahun 2010) menjadi 37,2 % (tahun 2013) dan
menjadi 30,8 % (tahun 2018), sedangkan data dari hasil Pemantauan Status
Gizi (PSG) tahun 2017 menunjukkan bahwa persentase balita stunting pada
kelompok balita (29,6%) lebih besar jika dibandingkan dengan usia baduta
(20,1%) (Kemenkes RI, 2018).
Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK,
akan berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting
menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di
dunia dan menyebabkan 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu
hilangnya masa hidup sehat setiap tahun.
Dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh, hambatan
perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh
serta gangguan metabolisme.

1
Dalam jangka panjang, stunting menyebabkan menurunnya kapasitas
intelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat
permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di
usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa.
Selain itu, kekurangan gizi juga menyebabkan gangguan pertumbuhan
(pendek dan atau kurus) dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular
seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung kroner, dan stroke.
Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah
rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting
menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang
berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan
bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian
makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan
untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan
yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).
Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu
dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat
mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi.
Penyebab tidak langsung masalah stunting dipengaruhi oleh berbagai
faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan,
urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan,
pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi
penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup: (a)
Komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan; (b) Keterlibatan
pemerintah dan lintas sektor; dan (c) Kapasitas untuk melaksanakan. Gambar
1.2. menunjukkan bahwa penurunan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.
Upaya Pemerintah dalam mengatasi permasalahan Stunting dengan
mencanangkan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-
PK). Program tersebut diantaranya dengan memperhatikan 1000 Hari Pertama
Kehidupan. Pada pemantauan 1000 Hari Pertama Kehidupan ini dengan

2
melibatkan keluarga. Keluarga memiliki fungsi perawatan atau pemeliharaan
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi tersebut mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
Pemantauan balita pendek ini jarang dilakukan di posyandu sehingga
masyarakat menganggap bahwa pertumbuhan balita hanya cukup dilakukan
dengan penimbangan berat badan. Selain itu, pengenalan stunting juga tidak
didapatkan sejak kehamilan sehingga ibu hamil tidak memahaminya. Mereka
tidak memahami bahwa menjaga status gizi baik sejak kehamilan merupakan
upaya pencegahan stunting.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis berupaya mengatasi masalah
yang ada melalui pemberian pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan fisik
ibu hamil serta melakukan pendampingan kepada keluarga dengan
pendidikan masyarakat. Tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah
meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang status gizi balita, pemantauan
dan cara deteksi melalui pendampingan keluarga tentang upaya mencegah
stunting sejak 1000 hari pertama kehidupan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Terlaksananya pendampingan keluarga dalam pemantauan tumbuh


kembang anak sebagai upaya penanggulangan masalah stunting berbasis
pemberdayaan masyarakat.

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam upaya
penanggulangan masalah stunting melalui pendampingan keluarga
dalam pemantauan tumbuh kembang anak berbasis pemberdayaan
masyarakat.
b. Meningkatnya keterampilan masyarakat dalam upaya
penanggulangan masalah stunting melalui pendampingan keluarga

3
dalam pemantauan tumbuh kembang anak berbasis pemberdayaan
masyarakat.
c. Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam upaya
penanggulangan masalah stunting melalui pendampingan keluarga
dalam pemantauan tumbuh kembang anak berbasis pemberdayaan
masyarakat.
d. Meningkatnya jumlah keluarga yang berupaya menanggulangi
masalah stunting melalui pendampingan keluarga dalam
pemantauan tumbuh kembang anak berbasis pemberdayaan
masyarakat.

C. Manfaat

1. Sebagai bahan pendampingan keluarga dalam upaya penanggulangan


masalah stunting melalui pendampingan keluarga dalam pemantauan
tumbuh kembang anak berbasis pemberdayaan masyarakat.
2. Sebagai bentuk pengembangan program upaya penanggulangan masalah
stunting melalui pendampingan keluarga dalam pemantauan tumbuh
kembang anak berbasis pemberdayaan masyarakat.
3. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman masyarakat
dalam upaya penanggulangan masalah stunting melalui pendampingan
keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang anak berbasis
pemberdayaan masyarakat.

4
BAB II

METODE PELAKSANAAN

A. Sasaran

Ibu hamil dengan usia kehamilan 1000 HPK dan balita sampai usia
2 tahun.

B. Tenaga

Intervensi gizi spesifik memerlukan koordinasi dengan lintas


program seperti tenaga gizi, KIA ibu, KIA anak, gizi, promkes, imunisasi
dan kesling.

C. Wadah

Media yg digunakan dapat berupa Informasi terbaru yang disajikan


dapat digunakan sebagai sumber rujukan, untuk mengetahui sejauh mana
upaya pencegahan stunting yang telah dilaksanakan sebagai wujud
komitmen para pimpinan nasional baik di pusat maupun daerah.
BENAHI GIZI itu merupakan singkatan dari : B Berikan Tablet
Tambah Darah pada ibu hamil dan remaja puteri E Edukasi gizi keluarga
melalui pemberdayaan kearifan lokal N Nutrisi ibu hamil dan balita kurus
A Akses air bersih sanitasi lingkungan yang tersedia dan memenuhi syarat
kesehatan H Hidup sehat dimulai dari diri sendiri I Intervensi gizi pada ibu
hamil KEK G Gerakan masyarakat hidup sehat pada setiap siklus
kehidupan I Intervensi makanan pada balita gizi kurang dan gizi buruk Z
Zink diberikan pada balita I Ingat fokus perhatian 1000 hari pertama
kehidupan melalui pendekatan keluarga.

D. Sumber Dana

Berdasarkan Permenkes tentang Pusat Kesehatan Masyarakat


dijelaskan bahwa pembiayaan kegiatan di puskesmas bersumber dari

5
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) dan sumbersumber lain yang sah dan tidak
mengikat.

E. Kegiatan Pendampingan Keluarga dalam Pemantau Tumbuh


Kembang Anak
Pemenuhan gizi yang tidak sesuai baik dalam jumlah maupun
kualitasnya dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan pada anak. Salah
satunya adalah stunting, yaitu gagal tumbuh pada anak balita akibat
kekuragan gizi kronis pada 1000 HPK (Kementerian PPN/ Bappenas,
2018). Kejadian stunting ini dapat diamati dengan pemantauan tumbuh
kembang pada anak. Kegiatan tersebut meliputi pengukuran berat badan
dan panjang badan, interpretasi, dan tindak lanjut. Interpretasi adalah
mengeplot hasil pengukuran pada grafik pertumbuhan anak dengan 3
indikator, yaitu BB/U, PB/U, dan BB/PB sehingga membentuk garis
pertumbuhan (Sumarjono, 2019).
Kegiatan pemantauan tumbuh kembang anak biasanya dilakukan di
Posyandu yang dilaksanakan oleh kader-kader gizi yang sudah terlatih.
Akan tetapi mengingat kondisi pandemic COVID-19 yang masih
berlangsung di Indonesia, kegiatan tersebut untuk sementara ini ditunda
pelaksanaanya. Pemantauan pertumbuhan anak tetap harus berjalan di masa
pandemic ini. Upaya yang dapat dilakukan adalah pemantauan secara
mandiri oleh keluarga dari anak tersebut. Oleh sebab itu, keluarga perlu
memahami bagaimana cara untuk memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak. Keluarga menjadi aktor utama dalam pemenuhan gizi
untuk mendukung perkembangan anak. Segala kebutuhan gizi yang
berhubungan dengan perkembangan fisik dan kognitif anak menjadi
tanggung jawab keluarga dari anak tersebut.
Pemantauan pertumbuhan anak memerlukan keterampilan khusus
dalam mengukur tinggi badan dan berat badan anak. Kemampuan ini perlu
dikuasai oleh keluarga anak baik ibu maupun ayahnya. Oleh sebab itu

6
pelatihan keterampilan pemamtau pertumbuhan anak perlu diajarkan pada
keluarga. Pelatihan pada masa pandemic COVID-19 ini dapat dilakukan
dalam dua cara, yaitu :
1. Pelatihan langsung oleh ahli gizi dengan menerapkan protocol
kesehatan yang ketat untuk mencegah penularan virus Covid-19
2. Pemberian buku panduan yang berisikan SOP (Standard
Operational Prosedure) pengukuran panjang badan dan berat badan dengan
ilustrasi atau gambar proses pengukuran
Selain mampu melaksanakan pengukuran, keluarga juga diharapkan
mampu menginterpretasikan hasil pengukuran. Pada umumnya hal tersebut
dilakukan dengan menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) WHO
namun terdapat alternative lain yang dapat digunakan yaitu kartu
pemantauan pertumbuhan panjang badan pada anak stunting umur 3 – 21
bulan yang dikembangkan oleh Edi Waliyo pada tahun 2020 di Kecamatan
Sejangkung, Kabupaten Sambas.

Kartu ini mudah dipahami dan diketahui taget panjang badan dalam
cm yang harus dicapai oleh anak pada usianya serta terdapat petunjuk pola
makan. Kartu tersebut juga dapat memberikan dorongan dan
tanggungjawab pengasuh terkait dengan pemberian makan untuk
meningkatkan status gizi anak (Waliyo, Agusanty and Nopriantini, 2020).

7
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pendampingan keluarga
dalam pemantauan tumbuh kembang anak yaitu :
a) Meningkatkan peran orang tua dalam rangka menangani dan
mencegah terjadinya stunting (Maryati et al., 2021)
b) Keluarga dapat memantau pertumbuhan anak sesuai dengan garis
pertumbuhan
c) Membantu keluarga dalam memahami pertumbuhan anak
d) Mencegah dan mengurangi kejadian stunting pada anak di masa
pandemic Covid-19

F. Peran Pemerintah
Saat ini Indonesia dihadapkan pada Beban Gizi Ganda atau sering
disebut Double Burden, yang artinya pada saat kita masih terus bekerja keras
mengatasi masalah Kekurangan Gizi seperti kurus, stunting, dan anemia, namun
pada saat yang sama juga harus menghadapi masalah kelebihan gizi atau
obesitas.
Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Salah satu cara mencegah stunting
adalah pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Upaya ini
sangat diperlukan, mengingat stunting akan berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. Akibat kekurangan gizi
pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit diperbaiki.

1. Upaya Konkrit Pemerintah Menangani Permasalahan Gizi


Komitmen pemerintah dalam upaya percepatan perbaikan gizi telah
dinyatakan melalui Perpres Nomor 42 Tahun 2013, tanggal 23 Mei 2013,
tentang Gerakan Nasional (Gernas) Percepatan Perbaikan Gizi yang
merupakan upaya bersama antara
pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan
kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi
untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat dengan prioritas pada Seribu

8
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Melalui penetapan strategi utama
Gernas Percepatan Perbaikan Gizi yaitu:
a. Menjadikan perbaikan gizi sebagai arus utama pembangunan
sumber daya manusia, sosial budaya, dan perekonomian.
b. Peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia di
semua sektor baik, pemerintah maupun swasta.
c. Peningkatan intervensi berbasis bukti yang efektif pada
berbagai tatanan yang ada di masyarakat.
d. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk penerapan norma-
norma sosial yang mendukung perilaku sadar gizi.
Dalam mengatasi permasalahan gizi terdapat dua solusi yang dapat
dilakukan, yaitu dengan intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi
spesifik diarahkan untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung
masalah gizi, sedangkan intervensi sensitif diarahkan untuk mengatasi
akar masalahnya dan sifatnya jangka panjang.

2. Penanggulangan Stunting
Pemerintah telah berupaya melakukan advokasi tingkat tinggi yang
berkelanjutan dan kabar baiknya adalah bahwa saat ini gizi menjadi salah satu
prioritas nasional. Pendekatan multi-sektor juga terus dilakukan melalui
program gizi sensitif yang dilaksanakan secara simultan termasuk
pembelajaran dari berbagai program sebelumnya yang sangat berhasil seperti
Posyandu, PKH, PNPM Generasi, Pamsimas. Langkah lainnya adalah
mengupayakan pembiayaan berbasis hasil, yaitu Dana Alokasi Khusus
(DAK) berbasis kinerja di sektor kesehatan dan pendidikan dengan
menggunakan indikatorindikator gizi, mendorong penerapan pembayaran
kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), untuk memperbaiki layanan
gizi, dan mendorong Dana Desa untuk merevitalisasi program gizi
masyarakat. Selain itu juga melakukan advokasi untuk penguatan
kepemimpinan dan kesadaran untuk mengatasi masalah mal nutrisi, kapasitas
untuk merencanakan, melaksanakan, dan memantau program gizi multi

9
sektor secara terpadu, serta penegakan Standar Pelayanan Minimum yang
terkait dengan layanan gizi dengan lebih baik.
Upaya percepatan perbaikan gizi membutuhkan komitmen kuat
dari berbagai pihak, baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi, organisasi
profesi, media massa, dunia usaha/mitra pembangunan, dan masyarakat
secara keseluruhan. Diharapkan kerjasama ini berhasil mencapai satu tujuan
utama yaitu perbaikan generasi masa depan yang sehat dan produktif dan
memiliki daya saing. Dimulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000
HPK anak hingga menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Dalam penanganan stunting dikenal istilah 5 pilar, yakni:
1. Pilar 1: Komitmen dan Visi Pemimpin Tertinggi Negara
2. Pilar 2: Kampanye Nasional Berfokus pada pemahaman,
perubahan perilaku, komitmen politik, dan akuntabilitas
3. Pilar 3: Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program
Nasional, Daerah, dan Masyarakat
4. Pilar 4: Mendorong Kebijakan Nutritional Food Security
5. Pilar 5: Pemantauan dan Evaluasi

Lima pilar penanganan stunting tersebut dilakukan melalui intervensi


spesifik oleh sektor kesehatan dan intervensi sensitif oleh lintas sektor terkait
dengan target yang akan dicapai yakni Tumbuh Kembang Anak Yang
Maksimal (dengan kemampuan emosional, sosial, dan fisik siap untuk
belajar, berinovasi, dan berkompetisi).
Rencana fokus lokasi intervensi terintegrasi tahun 2018 adalah pada 100
kabupaten/kota di seluruh Indonesia. STOP generasi balita stunting di
Indonesia!

G. Pencatatan dan Pelaporan

1. Pengertian Pencatatan Dan Pelaporan


a. Pengertian Pencatatan

10
Pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu
aktivitas dalam bentuk tulisan. Bentuk catatan dapat berupa tulisan,
grafik, gambar dan suara.
Sistem Pencatatan secara umum terbagi dalam 2 (dua) bagian,
yaitu:
1) Sistem Pencatatan Tradisional adalah sistem pencatatan yang
memiliki catatan masing-masing dari setiap profesi atau petugas
kesehatan, dimana dalam sistem ini masing-masing disiplin ilmu
(Dokter, Bidan, Perawat, Epidemiolog, Ahli Gizi dsb) mempunyai
catatan sendiri-sendiri secara terpisah. Keuntungan sistem ini
adalah pencatatan dapat dilakukan secara lebih sederhana.
Kelemahan system ini adalah data tentang kesehatan yang
terkumpul kurang menyeluruh, koordinasi antar petugas
kesehatan tidak ada dan upaya pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan tuntas sulit dilakukan.
2) Sistem Pencatatan Non-Tradisional adalah pencatatan yang
berorientasi pada masalah (Problem Oriented Record /POR).
Keuntungan sistem ini adalah kerjasama antar tim kesehatan lebih
baik dan menunjang mutu pelayanan kesehatan secara
menyeluruh. Setiap petugas kesehatan dituntut untuk membuat
pencatatan tentang data kesehatan sebaik mungkin.
b. Pengertian Pelaporan
Setiap kegiatan yang dilakukan diakhiri dengan pembuatan
laporan. Laporan adalah catatan yang memberikan informasi tentang
kegiatan tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke pihak yang
berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tersebut.
Pelaporan merupakan cara komunikasi petugas kesehatan yang
dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan tentang hasil dari
suatu kegiatan atau intervensi yang telah dilaksanakan.

11
c. Pengertian Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah indikator keberhasilan suatu
kegiatan. Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program
apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari
pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan informasi yang
berharga dan bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar.
Jadi, data dan informasi merupakan sebuah unsur terpenting dalam
sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara
tentang keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat
pula disimpulkan bahwa pencatatan dan pelaporan merupakan :
1) Suatu kegiatan mencatat dengan berbagai alat/media tentang data
kesehatan yang diperlukan sehingga terwujud tulisan yang bias
dibaca dan dipahami isinya.
2) Salah satu kegiatan administrasi kesehatan yang harus dikerjakan
dan dipertanggungjawabkan oleh petugas kesehatan.
3) Kumpulan Informasi kegiatan upaya pelayanan kesehatan yang
berfungsi sebagai alat/sarana komunikasi yang penting antar petugas
kesehatan.

2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas


Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas mencakup 3 hal:
1) Pencatatan, pelaporan, dan pengolahan;
2) Analisis; dan
3) Pemanfaatan.
Pencatatan hasil kegiatan oleh pelaksana dicatat dalam buku-buku
register yang berlaku untuk masing-masing program. Data tersebut
kemudian direkapitulasikan ke dalam format laporan SP3 yang sudah
dibukukan. Koordinator SP3 di puskesmas menerima laporan-laporan
dalam format buku tadi dalam 2 rangkap, yaitu satu untuk arsip dan yang
lainnya untuk dikirim ke koordinator SP3 di Dinas Kesehatan Kabupaten.

12
Koordinator SP3 di Dinas Kesehatan Kabupaten meneruskan ke masing-
masing pengelola program di Dinas Kesehatan Kabupaten. Dari Dinas
Kesehatan Kabupaten, setelah diolah dan dianalisis dikirim ke koordinator
SP3 di Dinas Kesehatan Provinsi dan seterusnya dilanjutkan proses untuk
pemanfaatannya.
Frekuensi pelaporan sebagai berikut: (1) bulanan; (2) tribulan; (3)
tahunan. Laporan bulanan mencakup data kesakitan, gizi, KIA, imunisasi,
KB, dan penggunaan obat-obat. Laporan tribulanan meliputi kegiatan
puskesmas antara lain kunjungan puskesmas, rawat tinggal, kegiatan
rujukan puskesmas pelayanan medik kesehatan gigi. Laporan tahunan
terdiri dari data dasar yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan
lingkungan, peran serta masyarakat dan lingkungan kedinasan, data
ketenagaan puskesmas dan puskesmas pembantu. Pengambilan keputusan
di tingkat kabupaten dan kecamatan memerlukan data yang dilaporkan
dalam SP3 yang bernilai, yaitu data atau informasi harus lengkap dan data
tersebut harus diterima tepat waktu oleh Dinas Kesehatan Kabupaten,
sehingga dapat dianalisis dan diinformasikan (Santoso, 2008).
Untuk pengembangan efektifitas Sistem Informasi Manajemen
Puskesmas, standar mutu (Input, Proses, Lingkungan dan Output) perlu
dikaji dan dirumuskan kembali, masing-masing komponen terutama proses
pencatatan dan pelaporannya perlu ditingkatkan.

3. Tujuan dan Manfaat Pencatatan Dan Pelaporan


a. Tujuan Pencatatan dan Pelaporan
1) Tujuan Umum
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
(SP2TP) bertujuan agar semua hasil kegiatan puskesmas (di
dalam dan di luar gedung) dapat dicatat serta dilaporkan ke
jenjang selanjutnya sesuai dengan kebutuhan secara benar,
berkala, dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya
kesehatan masyarakat. Pengelolaan SP2TP di kabupaten berau

13
masih terkendala dengan rendahnya kelengkapan dan ketepatan
waktu penyampaian laporan SP2TP ke Dinas Kesehatan.
2) Tujuan Khusus
a) Tercatatnya semua data hasil kegiatan puskesmas sesuai
kebutuhan secara benar, berkelanjutan, dan teratur.
b) Terlaporkannya data ke jenjang administrasi berikutnya
sesuai kebutuhan dengan menggunakan format yang telah
ditetapkan secara benar, berkelanjutan, dan teratur.
4. Manfaat Dari Pencatatan Dan Pelaporan
Manfaat pencatatan dan pelaporan antara lain :
1.Memudahkan dalam mengelola informasi kegiatan di tingkat pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota
2.Memudahkan dalam memperoleh data untuk perencanaan dalam
rangka pengembangan tenaga kesehatan
3.Memudahkan dalam melakukan pembinaan tenaga kesehatan
4.Memudahkan dalam melakukan evaluasi hasil

Manfaat pencatatan :
a. Memberikan informasi tentang keadaan masalah / kegiatan
b. Sebagai bahan bukti dari suatu kegiatan / peristiwa
c. Bahan proses belajar dan bahan penelitian
d. Sebagai pertanggung jawaban
e. Bahan pembuatan laporan
f. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
g. Bukti hukum
h. Alat komunikasi dalam pnyampaian pesan serta menggigatkan
kegiatan peristiwa khusus

5. Pengelolaan dari Pencatatan dan Pelaporan


a. Pengelolaan Pencatatan

14
Semua kegiatan pokok baik didalam maupun diluar gedung
puskesmas, puskesmas pembantu, dan bidan di desa harus dicatat.
Untuk memudahkan dapat menggunakan formulir standar yang telah
ditetapkan dalam SP2TP. Jenis formulir standar yang digunakan
dalam pencatatan adalah sebagai berikut :
1) Rekam Kesehatan Keluarga (RKK)
Rekam Kesehatan Keluarga atau yang disebut family folder
adalah himpunan kartu-kartu individu suatu keluarga yang
memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas. Kegunaan
dari RKK adalah untuk mengikuti keadaan kesehatan dan
gambaran penyakit di suatu keluarga.
Pengguna RKK diutamakan pada anggota keluarga yang
mengidap salah satu penyakit atau kondisi, misalnya penderita
TBC paru, kusta, keluarga resiko tinggi yaitu ibu hamil resiko
tinggi, neonatus resiko tinggi (BBLR), balita kurang energi
kronis (KEK).
Dalam pelaksanaannya keluarga yang menggunakan RKK
diberi alat bantu kartu tanda pengenal keluarga (KTPK) untuk
memudahkan pencarian berkas pada saat melakukan
kunjungan ulang.
2) Kartu Rawat Jalan
Kartu rawat jalan atau lebih dikenal dengan kartu rekam
medik pasien merupakan alat untuk mencatat identitas dan
status pasien rawat jalan yang berkunjung ke puskesmas.
3) Kartu Indeks Penyakit
Kartu indeks penyakit merupakan alat bantu untuk mencatat
identitas pasien, riwayat, dan perkembangan penyakit. Kartu
indeks penyakit diperuntukan khusus penderita penyakit TBC
paru dan kusta.
4) Kartu Ibu

15
Kartu ibu merupakan alat bantu untuk mengetahui identitas,
status kesehatan, dan riwayat kehamilan sampai kelahiran.
5) Kartu Anak
Kartu anak adalah alat bantu untuk mencatat identitas, status
kesehatan, pelayanan preventif-promotif-kuratif-rehabilitatif
yang diberikan kepada balita dan anak prasekolah.
6) KMS Balita, Anak Sekolah
Merupakan alat bantu untuk mencatat identitas, pelayanan,
dan pertumbuhan yang telah diperoleh balita dan anak
sekolah.
7) KMS Ibu Hamil
Merupakan alat untuk mengetahui identitas dan mencatat
perkembangan kesehatan ibu hamil dan pelayanan kesehatan
yang diterima ibu hamil
8) KMS Usia Lanjut
KMS usia lanjut merupakan alat untuk mencatat kesehatan
usia lanjut secara pribadi baik fisik maupun psikososial, dan
digunakan untuk memantau kesehatan, deteksin dini penyakit,
dan evaluasi kemajuan kesehatan usia lanjut.
9) Register
Register merupakn formulir untuk mencatat atau merekap
data kegiatan didalam dan di luar gedung puskesmas, yang
telah dicatat di kartu dan catatan lainnya. Ada beberapa jenis
register sebagai berikut :
1) Nomor indeks pengunjung puskesmas
2) Rawat jalan
3) Register kunjungan
4) Register rawat inap
5) Register KIA dan KB
6) Register kohort ibu dan balita
7) Register deteksi dini tumbuh kembang dan gizi

16
8) Register penimbangan batita
9) Register imunisasi
10) Register gizi
11) Register kapsul beryodium
12) Register anak sekolah
13) Sensus harian: kunjungan, kegiatan KIA, imunisasi, dan
penyakit.

6. Pengelolaan Pelaporan
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan
masyarakat No.590/BM/DJ/Info/Info/96, pelaporan puskesmas
menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan Januari sampai dengan
Desember dalam tahun yang sama. Formuler pelaporan dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/beban kerja di puskesmas.
Formulir Laporan dari Puskesmas ke Dati II
a. Laporan Bulanan
1) Data Kesakitan (LB 1)
2) Data obat-obatan (LB 2)
3) Data kegiatan gizi, KIA/KB, dan imunisasi termasuk
pengamatan penyakit menular (LB 3)
b. Laporan Sentinel
Berikut adalah bentuk laporan sentinel.
1) Laporan bulan sentinel (LB 1S)
Laporan yang memuat data penderita Penyakit Yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD31), penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Dan diare,
menurut umur dan status imunisasi. Puskesmas yang
memuat LB 1S adalah puskesmas yang ditunjuk yaitu
satu puskesmas dari setiap DATI II dengan periode
laporan bulan serta dilaporkan ke dinas kesehatan DATI

17
II, Dinas kesehatan DATI I dan pusat (Ditjen PPM dan
PLP).
2) Laporan bulanan sentinel (LB 2S)
Dalam laporan ini memuat data KIA, gizi, tetanus
neonatorum, dan penyakit akibat kerja. Laporan bulanan
sentinel hanya diperuntukkan bagi puskesmas rawat
inap. Laporan ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan DATI
I.
c. Laporan Tahunan
Laporan tahunan meliputi :
1) Data dasar puskesmas (LT-1)
2) Data kepegawaian (LT-2)
3) Data peralatan (LT-3)

7. Mekanisme atau Alur Pencatatan dan Pelaporan


A) Mekanisme atau Alur Pencatatan
Pencatatan dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung. Di dalam
gedung, loket memegang peranan penting bagi seorang pasien
yang berkunjung pertama kali atau yang melakukan kunjungan
ulang dan dapat Kartu Tanda Pengenal, kemudian pasien
disalurkan pada unit pelayanan yang akan dituju. Apabila di luar
gedung pasien dicatat dalam register dengan pelayanan yang
diterima.
B) Mekanisme atau Alur Pelaporan
Laporan dari puskesmas pembantu dan bidan di desa
disampaikan ke pelaksana kegiatan di puskesmas. Pelaksana
merekapitulasi yang dicatat baik di dalam maupun di luar gedung
serta laporan yang diterima dari puskesmas pembantu dan bidan di
desa. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan dimasukkan ke
formulir laporan sebanyak dua rangkap, untuk disampaikan
kepada koordinator SP2TP yang kemudian diolah dan

18
dimanfaatkan untuk tindak lanjut yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja kegiatan.
Pengolahan data SP2TP di Dati II menggunakan perangkat
lunak yang ditetapkan oleh Depkes. Laporan SP2TP dari
puskesmas yang diterima dinas kesehatan Dati II disampaikan
kepada pelaksana SP2TP untuk direkapitulasi / entri data. Hasil
rekapitulasi dikoreksi, diolah, serta dimanfaatkan sebagai bahan
untuk umpan balik, bimbingan teknis ke puskesmas dan tindak
lanjut untuk meningkat kinerja program. Hasil rekapitulasi data
setiap 3 bulan dibuat dalam rangkap 3 (dalam bentuk soft file)
untuk dikirimkan ke dinas kesehatan Dati I, kanwil depkes
Provinsi dan Deoartemen Kesehatan.
Laporan Dati I dikirimkan ke Dinas Kesehatan Dati 1 dan
Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi serta Pusat (Ditjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat) dalam bentuk rekapitulasi dari
laporan SP2TP. Laporan tersebut meliputi :
a. Laporan Triwulan
1) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LB1
2) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LB2
3) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LB3
4) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LB4
b. Laporan Tahunan
1) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LT-1
2) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LT-2
3) Hasil entri data / rekapitulasi laporan LT-3

8. Prosedur Pengisian Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Terpadu


Puskesmas (SP2TP)
Prosedur pengisian SP2TP, yaitu:
A) Formulir SP2TP mengacu pada formulir cetakan 2006 baik bulanan
maupun tahunan.

19
B) Pada formulir SP2TP diisi oleh masing-masing penanggung jawab
program.
C) Penanggung jawab program bertangung jawab penuh terhadap
kebenaran data yang ada.
D) Hasil akhir pengisian data di ketahui oleh kepala puskesmas.
E) Di dalam pengentrian ke komputer dapat dilakukan oleh petugas yang
ditunjuk atau staf pengelola program bersangkutan.
F) Data pada formulir SP2TP agar diarsipkan sebagai bukti didalam
pertangungjawaban akhir minimal 2 tahun.
G) Semua data diisi berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh
puskesmas.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2018. Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting


Terintregrasi di Kabupaten / Kota. Jakarta: Kementerian Perencanaan
dan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional

“Bersama Cegah Stunting”. Warta Kesmas Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia. Edisi 02 tahun 2018

Ismiyati. 2019. Pendampingan Keluarga dalam Upaya Mencegah Stunting.


Poltekkes Kemenkes Banten
Nugroho, M.R., Sasongko, R.N. and Kristiawan, M., 2021. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Usia Dini di Indonesia.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), pp.2269-2276.
Kementerian PPN/ Bappenas (2018) ‘Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan
Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota’, Rencana Aksi Nasional dalam
Rangka Penurunan Stunting: Rembuk Stunting, (November), pp. 1–51.
Available at: https://www.bappenas.go.id.

Maryati, S. et al. (2021) ‘Pendampingan Parenting Dalam Pemenuhan Gizi Anak


Baduta Untuk Pencegahan Stunting’, 0231, pp. 113–121. Available at:
http://nersmid.unmerbaya.ac.id/index.php/nersmid/article/view/86.

Rofiqoh E. F., SKM. “Hand Out IV Kesehatan Masyarakat”. Akademi


Kebidanan Al-Ishlah Cilegon

Sumarjono (2019) ‘Optimalisasi Pemantauan Pertumbuhan Sebagai Salah Satu


Upaya Pencegahan Stunting Pada Anak Balita ( 0-2 tahun )’, UGM
Public Health Symposium, 34(4), p. 2.

Waliyo, E., Agusanty, S. F. and Nopriantini, N. (2020) ‘Kartu pemantauan


pertumbuhan panjang badan dapat meningkatkan nilai z-skor PB/U
pada anak stunting’, Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of

21
Nutrition), 9(1), pp. 11–18. doi: 10.14710/jgi.9.1.11-18.

22

Anda mungkin juga menyukai