Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh


semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan
sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan
dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.

Dewasa ini, dari beberapa masalah mengenai gizi kurang dan gizi lebih stunting masih
menjadi priorita kementrian kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan anak di masa yang
akan datang. Angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas
2013 menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah
adanya tren peningkatan proporsi obesitas pada orang dewasa sejak tahun 2007 sebagai
berikut 10,5% (Riskesdas 2007), 14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 didapatkan bahwa daerah dengan persentase
stunting pada balita tertinggi di indonesia terdapat di provinsi NTT dengan 42,6% dan daerah
dengan persentase status gizi gemuk pada balita paling tinggi terdapat di daerah papua
dengan persentase 13,2%

Konsumsi makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan


kecerdasan anak sehingga konsumsi makan berpengaruh besar terhadap status gizi anak
untuk mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan stunting?

2. Apa yang menyebabkan terjadinya stubting?

3. Apa saja gejala dari stunting?

4. Apa dampak yang di timbulkan dari stunting?

1
5. Bagaimana cara penanganan stunting?

6. Bagaimana cara pemerintah dalam menanggulangi masalah stunting?

7. Apa yang dimaksud dengan obesitas?

8. Apa saja parameter penilaisan status gizi dalam penentuan obesitas?

9. Apa saja etiologi dari obesitas?

10. Apa resiko yang akan terjadi apabila mengalami obesitas?

11. Bagaimana tatalaksanan dalam penanganan obesitas?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan stunting

2. Mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya stubting

3. Mengetahui apa saja gejala dari stunting

4. Mengetahui pa dampak yang di timbulkan dari stunting

5. Mengetahui bagaimana cara penanganan stunting

6. Mengetahui bagaimana cara pemerintah dalam menanggulangi masalah stunting

7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan obesitas

8. Mengetahui apa saja parameter penilaisan status gizi dalam penentuan obesitas

9. Mengetahui apa saja etiologi dari obesitas

10. Mengetahui apa resiko yang akan terjadi apabila mengalami obesitas

11. Mengetahui bagaimana tatalaksanan dalam penanganan obesitas

BAB II
2
PEMBAHASAN

A. Stunting
1. Pengertian stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun)
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan
gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi,
kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat
pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan
(TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre
Growth Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi
(stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted).

Angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013
menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018
didapatkan bahwa daerah dengan persentase stunting pada balita tertinggi di indonesia
terdapat di provinsi NTT dengan 42,6%

2. Penyebab terjadinya stunting


Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi. Intervensi paling menentukan pada
1.000 HPK (1000 Hari Pertama Kehidupan).
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik
• Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
• 60 % dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
• 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makana Pengganti ASI
2..Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc (ante natal care), post
natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
• 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di Pendidikan Aanak Usia Dini
• 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
• Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di
2013)
• Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
3. Kurangnya akses ke makanan bergizi
• 1 dari 3 ibu hamil anemia
• Makanan bergizi mahal
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
• 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
• 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih

3. Gejala stunting pada anak


3
1. Tanda pubertas terlambat
2. Perfoma buruk pada tes perhatian dan memori belajar
3. Pertumbuhan gigi terlambat
4. Pertumbuhan badan terlambat
5. Wajah tambah lebih muda dari suai

4. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting:


 Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh
 Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah
sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua

5. Cara penanganan stunting

Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif pada
sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun.

 Intervensi Gizi Spesifik

Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan
intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan.

I. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:

1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan
protein kronis.

2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.

3. Mengatasi kekurangan iodium.

4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.

5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.

II. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:

1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).


4
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

III. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:

1. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian
MP-ASI.

2. Menyediakan obat cacing.

3. Menyediakan suplementasi zink.

4. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.

5. Memberikan perlindungan terhadap malaria.

6. Memberikan imunisasi lengkap.

7. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

 Intervensi Gizi Sensitif

Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan
berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah
masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari
PertamaKehidupan (HPK).

1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.

2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.

3. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.

4. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)

7. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.

8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.

9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.

5
10. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.

11. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.

12. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.

6. kebijakan dan program terkait intervensi stunting yang telah dilakukan


Terkait upaya untuk mengurangi serta menangani pervalensi stunting, pemerintah di
tingkat nasional kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan serta regulasi yang diharapkan
dapat berkontribusi pada pengurangan pervalensi stunting,termasuk diantaranya:
 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025 (Pemerintah
melalui program pembangunan nasional ‘Akses Universal Air Minum dan Sanitasi
Tahun 2019’, menetapkan bahwa pada tahun 2019, Indonesia dapat menyediakan
layanan air minum dan sanitasi yang layak bagi 100% rakyat Indonesia).
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 (target penurunan
prevalensi Stunting menjadi 28% pada 2019).
 Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011.
 Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan.
 Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif.
 Peraturan Presiden (Perpres) No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi.
 Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang
Pemberian Ais Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di Indonesia.
 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan
Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.
 Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
 Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.
 Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari
Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK), 2013.
 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013.

B. Obesitas
1. Pengertian
Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu ob yang berarti ‘akibat dari’ dan
esum artinya’ makan’. Oleh karena itu obesitas dapat didefenisikan sebagai akibat dari pola
makan yanng berlebihan (Adams et al.,2002;Syarif,2003). Menurut WHO (1998), Obesitas
adalah suatu keadaan terjadinya penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Dengan

6
kata lain, Obesitas dapat diartikan sebagai suatu kelaian atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan lemak tubuh secara berlebihan.
Program untuk penangan obesitas di Indonesia kurang menjadi perhatian pemerintah
saat ini. Terbukti dengan adanya peningkatan persentase obesitas dari tahun ke tahun.
Peningkatan proporsi obesitas pada orang dewasa sejak tahun 2007 sebesar 10,5% (Riskesdas
2007), 14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018).
Obesitas dibagi menjadi dua berdasarkan tempat penumpukan lemaknya, yaitu
obesitas tipe pir dan obesitas tipe apel. Obesitas tipe pir terjadi apabila penumpukan lemak
lebih banyak terdapat di daerah pinggul, sementara itu obesitas tipe apel terjadi apabila
penumpukan lemak lebih banyak terdapat lebih banyak pada peurt.
Obesitas tipe apel lebih beresiko mengalami gangguan kesehatan terutama yang
berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Hal ini terjadi karena lokasi perut lebih dekat
dengan jantung dari pada pinggul.oleh karena itu, banyak yang menganggap bahwa obesitas
tipe pir lebih baik dari pada tipe apel.
Obesitas tipe pir lebih banyak dialami oleh wanita. Sementara itu, obesitas tipe apel
lebih banyak dialami oleh laki laki. Akan tetapi, hal ini tidak bersifat mutlak karena banyak
wanita yang juga mengalami obesitas tipe apel, terutama setelah mereka mengalami
menopause.

2. Penilaian status gizi pada obesitas


Diagnosa obesitas dapat di tegakkan melalui penilaian status gizi secara langsung,
penilaian status gizi adalah pemerikasaan terhadap keadaan gizi seseorang . penilaian status
gizi secara langsung antara lain dapat dilakukan dengan metode antropometri.
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia . ditinjau dari sudut pandang gizi,
antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur (Supariasa, 2002). Metode antropometri yang dapat
digunakan untuk menentukan obesitas pada seseorang antara lain indeks massa tubuh(IMT),
Skinfold thinckness(SKF), rasio lingkar pinggang pinggul(RLPP)

1. Indeks massa tubuh (IMT)


Obesitas pada orang dewasa ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). IMT
adalah pengukuran antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai
dengan standar normal atau ideal, IMT didapatkan dengan cara membagi berat badan (kg)
dengan tinggi badan (m2)
IMT = BB (kg)
TB X TB (m2)

7
Pengukuran berat badan dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan microtoice. Seseorang dapat
dikatakan obesitas apabila orang tersebut mempunyai IMT sekitar 30 kg/m2

2. Skinfold Thickness (SKF)


Obesitas adalah kelebihan lemak di dalam tubuh. Skinfold thickness adalah
pengukuran lemak tubuh. Pengukuran lemak tubuh dilakukan melalui pengukuran ketebalan
lemak bawah kulit (skinfold) pada beberapa bagian tubuh. Menurut supariasa (2002), bagian
tubuh yang dapat diukur ketebalan lemaknya, antara lain lemak pada bagian lengan atas
(triceps dan biceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), ditengah garis
ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung
lutut (suprapateral) dan pertengahan tungkai bawah (medial calf).
Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil lipatan kulit dan lemak dengan
menggunakan ujung telunjuk dan ibu jari. Selanjutnya, menarik lipatan kulit dengan hati-hati
agar terpisah dari otot di bawahnya dan menggunakan kaliper untuk mengukur tebal lipatan
kulit. Kaliper tidak boleh terlalu ditekan karena dapat membuat ketidaknyamanan subjek dan
mengurangi pengukuran tebal lipatan kulit.
Kaliper adalah alat yang digunakan untuk mengukur SKF yang berasal dari logam dan
plastik. Harga dari kaliper bervariasi tergantung dari asal bahan (logam atau plastik),
keakuratan, presisi, dan rentang pengukuran. Contoh kaliper berkualitas tinggi ialah kaliper
merek Harpenden, Lange, Holtain, dan Lafayette. Kaliper-kaliper tersebut memberikan
tekanan yang konstan (-10 g/mm2), rentang pengukran 0-60 mm, dan presisi 0,2 mm (1,0
untuk Harpenden dan Lange) (Heyward, 1996).

3. Rasio Pinggang Pinggul


Rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP) merupakan metode yang dapat digunakan
untuk menentukan status obesitas seseorang. Berdasarkan distribusi penimbunan lemak di
bawah kulit dan jaringan adiposa intra abdominal ( Waspadji, 2003).
RLPP adalah perbandingan antara lingkar pinggang yang diukur pada bagian terkecil
dari perut secara horizontal dengan lingkar panggul yang diukur melewati bagian paling
maksimal dari panggul. Lingkar pinggang dan lingkar panggul di ukur dengan pita metlin dan
diukurd secara langsung Standar lingkar pinggang panggul seorang pria dikatakan obesitas
apabila > 0,90 sedangkan wanita > 0,80.

3. Etiologi obesitas
a. Faktor fisiologi :
- Pemasukan energi lebih dari yang dibutuhkan
- Pengeluaran energi sedikit

8
- Etnik terutama bila mengadopsi gaya hidup barat

b. Faktor genetik :
- Kekurangan leptin
- Kekurangan zat
- Sindrom ptader-willi

c. Faktor kebiasaan :
- konsumsi fast food
- konsumsi makanan tinggi lemak
- sering ngemil
- konsumsi alkohol
- kurang teraturnya pola makan
d. Obat obatan
e. Faktor lingkungan :
- Pemasaran makanan berdensitas tinggi dan soft drink
- Aktifitas sosial kurang
- Perubahan gaya hidup (kurang aktivitas)
f. Faktor sosial :
- Kurangnya olahraga
- Gaya hidup sedentari
- TV
- Game komputer
- Kehamilan
- Anak obesitas menjadi dewasa obesitas
g. Faktor endokrin :
- Hipertiroid
- Hipotiroid
- Polycistic
- Kekurangan hormon pertumbuhan

4. Resiko Obesitas
a. Peradangan empedu/ batu empedu
b. Otak : menimbulkan stroke
c. Gagal jantung oleh penyakit jantung koroner
d. Sistem hormon rusak yaitu insulin yang menjadi pemicu DM
e. Kanker
f. Gangguang pernapasan

5. Tatalaksana obesitas
Dapat dilakukan secara komprehensif meliputi:
a. Terapi prilaku
b. Diet rendah energi seimbang
c. Olahraga
d. Farmako terapi
e. bedah

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Obesitas adalah suatu keadaan terjadinya penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan. Dengan kata lain, Obesitas dapat diartikan sebagai suatu kelaian atau
penyakit yang ditandai dengan penimbunan lemak tubuh secara berlebihan.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 didapatkan bahwa daerah dengan


persentase stunting pada balita tertinggi di indonesia terdapat di provinsi NTT dengan
42,6% dan daerah dengan persentase status gizi gemuk pada balita paling tinggi
terdapat di daerah papua dengan persentase 13,2%

B. Saran

10
Disarankan kepada pembaca agar ikut serta membantu pemerintah dalam
upaya penurunan angka stunting dan obesitas di Indonesia

Daftar pustaka

Kepmenkes 1995/MENKES/SK/XII/2010
Sudargo,Toto.dkk. 2014. Pola Makan dan Obesitas. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf

http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Binder_Volume1.pdf

http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-dari-riskesdas-
2018.html

11
12

Anda mungkin juga menyukai