Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH GIZI IBU HAMIL, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN

PMBA TERHADA KEJADIAN STUNTING DI KABUPATEN MAJENE

TAHUN 2021

NURBAYANI

0055101152021

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Baelakang Masalah


Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator untuk mengukur
status gizi kronik yang menghambat pertumbuhan dan disebabkan oleh
malnutrisi jangka panjang. Batasan stunting menurut WHO yaitu tinggi badan
menurut umur berdasarkan Z-score sama dengan atau kurang dari -2 SD di
bawah rata-rata standar. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 2 tahun 2020, Indeks PB / U atau TB / U digunakan untuk
menggambarkan tinggi atau pertumbuhan tinggi badan anak berdasarkan
usianya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek atau sangat
pendek karena kekurangan gizi atau sering sakit. Nilai Z untuk kategori
pendek adalah -3 SD sampai <-2 SD, dan kategori sangat pendek <-3 SD
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Masalah kesehatan masyarakat dianggap  berat bila prevalensi stunting
sebesar 30– 39% dan serius bila prevalensi stunting  ≥40% (WHO, 2013).
Berdasarkan data dari UNICEF, pada tahun 2018 tercatat 21,9% atau sekitar
149 juta anak dibawah 5 tahun di dunia mengalami stunting, namun angka ini
sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada
tahun 2000 yaitu 32,6%. Lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal
dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.
Dari 81,7 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia
Selatan (57,9%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,8%) (United
Nations Children’s Fund, World Health Organization and Group, 2019).
Indonesia merupakan negara ketiga tertinggi rata-rata prevalensi
stunting tahun 2005-2017 setelah India dan Timor leste (WHO, 2018). Di
indonesia angka prevalensi stunting Tahun 2018 sebesar 30,8% dengan rincian
kategori pendek 19,3% dan sangat pendek 11,5%, Tahun 2019 12,1 % dengan
kategori pendek 8,6% Sangat Pendek 3,5% Tahun 2020 sebesar 10,9 %
dengan kategori pendek 7,6% dan Sangat Pendek 3,3% (Pemantauan Status
Gizi, 2021).
Secara nasional angka prevalensi stunting mengalami penurunan
secara signifikan begitu pula dengan tingkat Provinsi terutama Provinsi Nusa
Tenggara Timur, tahun 2018 Sebesar 42,7% menjadi 22,6% di tahun 2020
NTB Tahun 2018 Sebesar 33,% turun menjadi 21,7% di Tahun 2020,
Sulawesi Barat Tahun 2018 41,6 % turun menjadi 19,3% di tahun 2020, akan
tetapi Di Kabupaten Majene prevalensi stunting Tahun 2020 sebesar 34,3 %
(Pemantauan Status Gizi, Kemenkes 2021).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh status gizi ibu hamil terhadap kejadian stunting pada
anak usia 6 – 24 bulan di Kab. majene Tahun 2021
2. Apakah ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian stunting
pada anak usia 6 – 24 bulan di Kab. majene Tahun 2021
3. Apakah ada pengaruh pemberian MP ASI terhadap kejadian stunting pada
anak usia 6 – 24 bulan di Kab. majene Tahun 2021
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui fator yang menpengaruhi kejadian stunting pada anak
usia 6-24 bulan di Kabupaten Majene Tahun 2021
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengaruh status gizi ibu hamil terhadap kejadian
stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kabupaten Majene tahun 2021
b) Untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kabupaten Majene
tahun 2021
c) Untuk mengetahui pengaruh pemberian Makanan pendamping ASI
terhadap kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kabupaten
Majene tahun 2021

D. Manfaat
1. Manfaat Ilmiah
a) Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak
usia 6-24 bulan disuatu daerah yang mempunyai masalah kesehatan.
b) Memberikan tambahan literatur ilmih terkait stunting di suatu
kabupaten yang mempunyai masalah kesehatan
c) Mendukung perkembangan ilmu pengetahuan bidang gizi dan
kesehatan masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan advokasi bagi
pemerintah dan penentu kebijakan program gizi terkait dengan
kejadian stunting di Kabupaten Majene
b) Merupakan bukti ilmiah dalam upaya pencegahan stunting di
Kabupaten Majene.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang Stunting
1. Pengertian Stunting
Stunting atau pendek atau yang sering disebut kerdil merupakan
kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah lima tahun (balita) akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23
bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang badan atau tinggi
badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi
anak seumurnya. (Kementerian PPN/Bappenas, 2018b). Stunting dan
kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK tidak hanya
menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang
akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan saat ini dan produktifitas anak
di masa dewasanya (Ditjen Kesmas, 2018).
2. Penyebab Stunting
Mengacu pada teori dan konsep WHO yang telah dimodifikasi oleh
(Stewart et al., 2013) dalam kerangka konsekuensi, penyebab dan
kontekstual stunting yang diklasifikasikan menjadi lima faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian stunting, yaitu : faktor rumah tangga dan
keluarga, faktor makanan pendamping asi yang tidak memadai, faktor
praktek pemberian ASI yang tidak memadai, faktor penyakit infeksi dan
faktor sosial dan masyarakat.
Faktor rumah tangga dan keluarga termasuk di dalamnya adalah
kekurangan gizi selama pra konsepsi, kehamilan dan menyusui, perawakan
ibu yang pendek, infeksi, kehamilan remaja, kesehatan mental, IUGR
(Intra Uterine Growth Retard) dan kelahiran prematur, jarak kelahiran
yang pendek, hipertensi, aktifitas dan stimulasi yang tidak memadai pada
anak, perawatan yang buruk, sanitasi dan persediaan air yang tidak
memadai, kerawanan pangan, alokasi makanan dalam rumah tangga yang
tidak sesuai, pendidikan pengasuh yang rendah, kekayaan rumah tangga,
perawakan ayah pendek, ayah dan ibu merokok dan banyaknya anggota
rumah tangga
Faktor makanan pendamping ASI yang tidak memadai meliputi,
kualitas mikronutrien yang buruk, keragaman makanan dan asupan
makanan sumber hewani yang kurang, kandungan anti nutrisi, rendahnya
kadar energy dari makanan pendamping, pemberian makanan yang jarang,
pemberian makanan yang tidak memadai selama dan setelah penyakit,
konsistensi makanan, pemberian makanan yang tidak cukup, pemberian
makanan yang tidak responsif, makanan dan air yang terkontaminasi,
praktik kebersihan yang buruk, serta persiapan dan penyimpanan makanan
yang tidak aman.
Faktor praktek pemberian ASI yang tidak memadai, termasuk
menunda IMD (Inisiasi Menyusu Dini), tidak ASI esklusif dan
menghentikan pemberian ASI terlalu dini.
Faktor penyakit infeksi meliputi infeksi thypus, penyakit diare,
enteropathy, kecacingan, infeksi saluran pernafasan, malaria, nafsu makan
berkurang karena infeksi, peradangan, demam, imunisasi lengkap atau
tidak lengkap.
Faktor sosial dan masyarakat meliputi, harga pangan dan kebijakan
perdagangan, peraturan pemasaran, stabilitas politik, kemiskinan,
pendapatan dan kekayaan, layanan keuangan, lapangan kerja dan mata
pencaharian, akses ke layanan kesehatan, penyedia layanan kesehatan
yang berkualitas, ketersediaan pasokan, infrastruktur, sistem dan kebijakan
layanan kesehatan, akses ke pendidikan berkualitas, guru berkualitas,
pendidikan kesehatan yang berkualitas, infrastruktur (sekolah dan lembaga
pelatihan), kepercayaan dan norma, jaringan dukungan sosial, pengasuh
anak (orang tua dan bukan orang tua), status wanita, proses dan produksi
makanan, ketersediaan makanan kaya mikronutrien, keamanan dan
kualitas pangan, infrastruktur dan layanan air dan sanitasi, kepadatan
penduduk, perubahan iklim dan urbanisasi
3. Dampak Stunting
Stunting pada usia dini terutama pada periode 1.000 HPK akan berdampak
pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting menyebabkan organ
tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal. Dampak jangka
pendek dari stunting yaitu, menyebabkan gagal tumbuh, hambatan
perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik
tubuh serta gangguan metabolisme. Sedangkan dampak jangka panjang,
stunting menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual. Gangguan
struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen dan
menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah
yang akan berpengaruh pada produktiftasnya saat dewasa, gangguan
pertumbuhan dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular
(Kementerian PPN/Bappenas, 2018a).
4. Pencegahan Stunting
Berdasarkan (Permenkes, 2016) Upaya Penurunan Prevalensi Balita
Pendek (Stunting) Dalam rangka menurunkan prevalensi balita pendek
(stunting), dilakukan kegiatan sebagai berikut :
a) Ibu Hamil dan bersalin
1) Intervensi pada 1000 hari pertama kehidupan anak.
2) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu.
3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.
4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori,
protein, dan mikronutrien (TKPM).
5) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).
6) Pemberantasan kecacingan.
7) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat ke dalam Buku
KIA.
8) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan
ASI eksklusif.
9) Penyuluhan dan pelayanan KB.

b) Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita.
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) untuk balita.
3) Menyelenggarakan simulasi dini perkembangan anak.
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
c) Anak Usia Sekolah
1) Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
2) Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.
3) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
4) Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba.
d) Remaja
1) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi
narkoba.
2) Pendidikan kesehatan reproduksi.
e) Dewasa muda
1) Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB).
2) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular). c.
Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba
5. Pengukuran Stunting
Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) yang merupakan padanan
istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Ukuran
panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang
diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka
hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm (Kementrian
Kesehatan, 2010)
Istilah panjang badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara
berbaring (belum bisa berdiri). Anak yang berusia 0-2 tahun diukur
dengan ukuran panjang badan. Alat ukur yang digunakan adalah
infantometer dan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm (Par’i, Wiyono dan
Harjatmo, 2017).
Pengukuran panjang badan dilakukan dengan menggunakan
infantometer. Subjek dalam posisi terlentang dengan benar, wajah
menghadap ke atas, dengan kepala dan tubuh sejajar dengan sumbu papan
pengukur panjang. Kedua bahu harus rapat dengan permukaan papan
(Gamabr 2.3). Satu pemeriksa berada di bagian kepala subjek menjaga
kepala subjek agar tidak bergerak dan tetap menempel dipermukaan atas
alat. Pemeriksa kedua berdiri di sisi subjek dengan memegang kedua lutut
subjek dalam posisi lurus, tanpa menggunakan alas kaki dengan telapak
kaki lurus ke atas. Tarik papan penggeser sampai menempel dipermukaan
telapak kaki hingga tumit. Baca hasil pengukuran pada melimeter terdekat.
Untuk menilai status gizi baduta maka angka panjang badan setiap
baduta dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) baku
antropometri balita dengan menggunakan tabel standar antropometri
penilaian status gizi anak usia 0 – 60 bulan berdasarkan jenis kelamin
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2020
tentang Standar Antropometri Anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score
masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita.
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Panjang Badan atau Sangat Pendek
<-3 SD
Tinggi Badan menurut (Severely Stunted)
Umur (PB/U atau Pendek (Stunted) -3 SD s/d <-2 SD
TB/U) anak usia 0 - 60 Normal -2 SD s/d +3 SD
bulan Tinggi > + 3 SD
Sumber : (Permenkes, 2020)
6. Angka Kecukupan Gizi Anak Usia 6-24 Bulan
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia
yang selanjutnya disingkat AKG adalah suatu nilai yang menunjukkan
kebutuhan rat-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi
hampir semua orang dengan karakteristik tertentu yang meliputi umur,
jenis kelamin, tingkat aktifitas fisik dan kondisi fisiologis untuk hidup
sehat (RI, 2019).
AKG digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan pemangku kepentingan untuk menghitung kecukupan gizi
penduduk di daerah, menyusun pedoman konsumsi pangan, menilai
konsumsi pangan pada penduduk dengan karakteristik tertentu,
menghitung kebutuhan pangan bergizi pada penyelenggaraan makanan
institusi, menghitung kebutuhan pangan bergizi pada situasi darurat,
menetapkan Acuan Label Gizi (ALG), mengembangkan indeks mutu
konsumsi pangan, mengembangkan produk pangan olahan, menentukan
garis kemiskinan, menentukan besaran biaya minimal untuk pangan
bergizi dalam program jaminan sosial pangan, menentukan upah minimum
dan kebutuhan lainnya (RI, 2019)
B. Tinjauan Pustaka Status Gizi
1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. (Supariasa, dkk 2012). Dalam buku Prinsip Dasar Ilmu Gizi,
status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ibu hamil adalah suatu keadaan fisik
yang merupakan hasil dari konsumsi, absorpsi dan utilisasi berbagai
macam zat gizi baik makro maupun mikro (Almatsier, 2009). Status gizi
ibu hamil adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh ibu hamil
sebagai akibat pemasukan konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
yang digunakan oleh tubuh untuk kelangsungan hidup dalam
mempertahankan fungsi-fungsi organ tubuh. Status gizi ibu hamil dapat
diketahui dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA).
Pengukuran LILA cukup representatif, dimana ukuran LILA ibu hamil erat
dengan IMT ibu hamil yaitu semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti pula
dengan semakin tinggi IMT ibu. (Hidayati, 2012)
2. Faktor yang mempengaruhi gizi ibu hamil
Faktor yang memengaruhi gizi ibu hamil diantaranya (Proverawati 2009),
yaitu:
a. Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan
Ibu hamil biasanya lebih memperhatikan zat gizi untuk keluarganya
padahal ibu hamil harus lebih serius pada dirinya dalam penambahan
zat gizi demi pertumbuhan dan perkembangan janin.
b. Status ekonomi
Ekonomi seseorang memengaruhi dalam pemilihan makanan yang
akan dikonsumsi sehari – harinya. Seorang dengan ekonomi yang
tinggi kemudian hamil maka kebutuhan gizi yang dibutuhkan
tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu
semakin terpantau.
c. Pengetahuan zat gizi dalam makanan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ibu akan memengaruhi dalam
pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada perilakunya.
Ibu dengan pengetahuan yang baik, kemungkinan akan memberikan
gizi yang cukup bagi bayinya.
d. Status kesehatan
Status kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap nafsu
makannya. Seorang ibu yang dalam keadaan sakit otomatis aan
memiliki nafsu makan yang berbeda dengan ibu yang dalam keadaan
sehat.
e. Aktifitas
Seseorang dengan gerak yang aktif memerlukan energi yang lebih
besar daripada mereka yang hanya duduk diam. Setiap aktifitas
memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang
dilakukan, energi yang dibutuhkan juga semakin banyak.
f. Berat badan
Berat badan seorang ibu yang sedang hamil akan menentukan zat
makanan yang diberikan agar kehamilannya dapat berjalan lancar.
Pada trimester I harus ada penambahan berat badan meskipun ibu
hamil dalam kondisi mual dan muntah yang tidak karuan.
g. Umur Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang
hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.
Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus
berbagi dengan janin yang dikandung.
3. Penilaian status gizi
Menurut (Supariasa, dkk 2012) penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak
langsung. Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari
data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk
menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi
kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Menurut
(Kristiyanasari, 2010) yang dikutip dalam buku Gizi Ibu Hamil, ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil antara lain memantau penambahan berat badan selama hamil,
mengukur LILA untuk mengetahui apakah seseorang menderita KEK dan
mengukur kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita
anemia gizi. Penilaian status gizi ibu hamil antara lain:
a. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Menurut Depkes RI, (1994) yang dikutip dalam buku Penilaian Status
Gizi, pengukuran LILA yang dilakukan pada kelompok wanita usia
subur (WUS) dan ibu hamil adalah salah satu cara deteksi dini
mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis (KEK).
KEK merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
kekurangan energi dan protein dalam waktu yang lama (menahun).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan
status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA dapat dilakukan
oleh masyarakat awam karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan oleh siapa saja (Supariasa, 2012).
a) Tujuan
Menurut (Supariasa dkk, 2012) beberapa tujuan pengukuran LILA
mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun calon ibu dan
masyarakat umum. Tujuan tersebut adalah :
a) Mengetahui risiko KEK pada ibu hamil maupun calon ibu
untuk menapis wanita yang berisiko melahirkan berat bayi lahir
rendah (BBLR).
b) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih
berperan dalam penanggulangan KEK.
c) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya
perbaikan gizi WUS yang menderita KEK.
e) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran
WUS yang menderita KEK.
Perubahan LILA selama masa kehamilan tidak terlalu besar sehingga
pengukuran LILA pada masa kehamilan masih bisa dilakukan untuk
melihat status gizi ibu hamil sebelum hamil. (Ariyani, 2012) dalam
(Andriani, 2015).
b) Ambang Batas
Pengukuran LILA dengan menggunakan pita LILA dengan
ketelitian 0,1 cm dan ambang batas LILA WUS dengan risiko
KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila kurang dari 23,5 cm,
artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan
akan melahirkan bayi dengan BBLR. BBLR mempunyai risiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan
perkembangan anak.
adapun nilai ambang batas LILA dapat diliha pada Tabel 1.1
Tabel 1.1
Kalsifikasi Resiko KEK Menurut LILA WUS

No Nilai Ambang Klasifikasi Resiko


Batas
1 <23,5 Beresiko
2 ≥23,5 Tidak Beresiko
Supariasa, 2012

c) Cara Pengukuran LILA


Menurut (Supariasa, 2012) dalam buku Penilaian Status Gizi
pengukuran LILA dilakukan dengan urutan yang telah ditetapkan.
Ada 7 urutan pengukuran LILA, yaitu :
a) Tetapkan posisi bahu dan siku
b) Letakkan pita antara bahu dan siku
c) Tentukan titik tengah lengan
d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
e) Pita jangan terlalu ketat
f) Pita jangan terlalu longgar
g) Cara pembacaan skala yang benar
Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku
lengan kiri (kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan
harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam
keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan
baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat Nilai Ambang
Batas LILA (cm) KEK < 23,5 Risiko ≥ 23,5 Tidak berisiko
sehingga permukaannya sudah tidak rata

b. Penambahan Berat badan Selama Hamil


Seorang ibu hamil mengalami kenaikan berat badan selama kehamilan
sebanyak 10 – 12 kg. Pada trimester I pertambahan berat badan ibu
tidak mencapai 1 kg tapi tetap harus ada kenaikan berat badan. Setelah
mencapai trimester II pertambahan berat badan semakin banyak yaitu
sekitar 3 kg dan pada trimester III sekitar 6 kg. Penambahan berat
badan tersebut terjadi disebabkan karena adanya pertumbuhan janin,
plasenta dan air ketuban. Kenaikan berat badan yang ideal untuk
seorang ibu yang gemuk yaitu 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu yang tidak
gemuk. Jika berat badan ibu tidak normal maka akan memungkinkan
terjadinya keguguran, bayi besar, lahir premature, BBLR, gangguan
kekuatan rahim saat kelahiran (kontraksi) dan perdarahan setelah
kelahiran. (Kristiyanasari, 2010)

c. Kadar Hemoglobin
Kadar Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa
pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan jumlah Hb/100ml darah dapat digunakan sebagai
indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Penilaian status gizi
dengan kadar Hb merupakan penilaian status gizi secara biokimia.
Fungsinya untuk mengetahui satu gangguan yang paling sering terjadi
selama kehamilan yaitu anemia gizi. (Supariasa dkk, 2012) Kadar Hb
yang dibawah normal dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil.
Anemia pada ibu hamil adalah kondisi dimana kadar hemoglobin
berada di bawah 11 g/dl pada trimester I dan III atau di bawah 10,5
g/dl pada trimester II. (Rizky dkk, 2017).
4. Zat Zat Gizi Yang harus Dipenuhi Ibu hamil
a) Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting karena merupakan sumber
energi utama.Tubuh ibu hamil memerlukan cukup persediaan energi
setiap menit selama 280 hari untuk pertumbuhan janin dan untuk
membentuk sel tubuh oleh 16 protein. Karbohidrat seperi beras,
serelia, dan gandum adalah sumber energi utama. Sebaiknya setengah
dari energi berasal dari karbohidrat. Bila karbohidrat tidak tercukupi
maka energi akan diambil dari protein. Agar kebutuhan energi ibu
hamil terpenuhi, maka disarankan untuk makan 3 porsi karbohidrat
atau serat makanan setiap hari (seiris roti sama dengan satu porsi
karbohidrat/serat makanan). Pilihlah makanan yang diperkaya dan
terbuat dari padi-padian, misalnya gandum. Makanan dari padi-padian
lebih kaya gizi dan serta dibandingkan dengan produk olahan lainnya.
Serta sangat penting, terutama bagi ibu hamil yang sering mengalami
kesulitan buang air besar. Makanan berserat tinggi seperi padi-padian,
buah segar dan sayuran segar dapat mengatasi kesulitan buang air
besar tersebut. Meskipun serat bukan zat gizi tetapi keberadaannya
sangat diperlukan. Serat tidak dapat dicerna manusia tetapi dapat
dicerna oleh bakteri dan organisme lain (Eva Ellya Sibagariang, 2010).
Jenis-jenis karbohidrat terdiri dari:
1) Monosakarida/gula sederhana yang terdiri dari atas jumlah atom C
yang sama dengan molekul air, yang termasuk kedalam
Monosakarida adalah Glukosa, Fruktosa, Galaktosa.
2) Disakarida terdiri atas dua unit monosakarida yang terikat satu
sama lain melalui kondensasi. Yang termasuk disakarida yaitu
sukrosa, maltosa, laktosa, trehalosa.
3) Polisakarida adalah jenis karbohidrat komplek ini dapat
mengandung sampai tiga ribu unit gula sederhana yang tersusun
dalam bentuk rantai panjang lurus dan bercabang terutama adalah
glukosa. Jenis karbohidrat yang termasuk 17 polisakarida adalah
pati, dekstrin. Glikogen, polisakarida non pati/serat (Almatsier,
2005).

b) Protein
Protein adalah bagian sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air, fungsi protein yaitu membangun serta memelihara
sel-sel dan jaringan tubuh. Klasifikasi protein dapat dilakukan
berdasarkan:
1) Protein bentuk serabut adalah rendahnya daya larut mempunyai
kekuatan mekanis yang tinggi dan tahan terhadap enzim
pencernaan tedapat dalam unsur-unsur srtuktur tubuh. Protein
bentuk serabut ada 4 bagian yaitu kolagen (protein utama jaringan
ikat), elastin (terdapat dalam urat, otot, arteri dan jaringan elastin),
kreatin (protein rambut dan kuku), miosin (protein utama serat
otot).
2) Protein Globular berbentuk bola terdapat dalam cairan jaringan
tubuh, mudah larut dalam larutan garam dan asam encer. Ada 4
yaitu albumin, globulin, histon dan proktamin.
3) Protein Konjugasi adalah protein sederhana yang terikat dalam
bahan- bahan non asam amino. Ada 4 yaitu nukleoprotein,
lipoprotein, fosofoprotein, metaloprotein (Praverawati, 2009)
Selama hamil, ibu memerlukan semua zat gizi. Oleh karena itu,
kebutuhan energi, protein, vitamin, mineral bertambah. Komponen sel
tubuh ibu dan janin sebagian besar terdiri dari protein. Perubahan
dalam tubuh ibu, seperti plasenta juga memerlukan protein. Agar
semua kebutuhan zat gizi terpenuhi, perlu makan semua jenis
golongan makanan yang terdapat dalam pedoman gizi seimbang.
Selama kehamilan, diperlukan tambahan protein, rata-rata 17
gram/hari. Akan tetapi, karena pada trimester pertama ibu hamil
belum bisa makan normal, maka kebutuhan protein belum bisa
terpenuhi. Diharapkan 1 g/kg berat badan protein dapat terkonsumsi.
Pada trimester kedua, ibu hamil sudah mulai mempuyai nafsu makan.
1,5 g/kg berat badan protein/hari diperkirakan dapat terpenuhi.
Pada trimester terakhir nafsu makan ibu hamil sudah besar, bahkan
kadang-kadang sampai harus dibatasi untuk menghindari kegemukan
dan memudahkan proses melahirkan (melahirkan dalam kondisi
kegemukan berisiko). Pada trimester ketiga ini, protein bisa mencapai
2 g/kg berat badan/hari. Yang penting protein harus mencapai 15%
dari kebutuhan seluruh energi.
Jenis protein yang dikonsumsi sebaiknya yang mempunyai nilai
biologis tinggi seperi daging, ikan, telur, tahu, tempe, kacang-
kacangan, biji-bijian, susu, dan yogurt. Bila seorang ibu tersebut
adalah seorang vegetarian dan biasa mengkonsumsi banyak kacan-
kacangan, biji-bijian, sayuran dan buah-buahan, maka ibu tersebut
tidak akan mengalami masalah kekurangan protein.
c) Lemak
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang tediri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, oksigen yang mempunyai sifat dapat larut pada zat-
zat pelarut tertentu, lemak dalam makanan memegang peranan penting
adalah lemak netral atau trigliserida yang molekulnya asam lemak
yang di ikatkan pada gliserol terebut dengan ikatan ester. Klasifikasi
lemak yaitu:
1) Menurut struktural kimiawinya yaitu lemak Netral (trigliserida),
Fosfolipida, lesitin,sfingomilin
2) Menurut Sumbernya (bahan makanan) yaitu lemak hewani dan
lemak nabati
3) Menurut Konsistensinya yaitu lemak padat dan lemak cair
4) Menurut wujudnya yaitu lemak tidak terlihat dan lemak terlihat.
Adapun fungsi lemak dalam tubuh adalah terutama sebagai
cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbulkan di
tempat-tempat tertentu. Asam lemak tak jenuh ganda merupakan zat
gizi yang ensensial bagi kesehatan kulit dan rambut, lemak sebagai
sumber utama energi dan sebagai pelarut vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K (Praverawati, 2009).
d) Vitamin
Vitamin adalah zat-zat organik komplek yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak bisa dibentuk oleh tubuh,
vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan
pemeliharaan kehidupan, jenis vitamin yaitu:
1) Vitamin larut dalam lemak yang termasuk dalam kelompok ini
adalah vitamin A,D,E,K.
2) Vitamin yang larut dalam air, yang termasuk dalam kelompok ini
adalah vitamin C, tiamin, riboflavin, piridoksin, folat dan B12
(Almatsier, 2001).
e) Mineral
Mineral berperan pada pertumbuhan tulang dan gigi. Bersama dengan
protein dan vitamin, mineral membentuk sel darah dan jaringan tubuh
yang lain. Mineral yang sangat dibutuhkan selama kehamilan adalah
sebagai berikut :
1) Kalsium
Pada kelompok dewasa usia 19-29 tahun, kebutuhan kalsium rata-
rata 800 mg/hari. Wanita hamil memerlukan lebih banyak kalsium.
Penyerapan kalsium selama kehamilan lebih banyak dibandingkan
saat tidak hamil. Kalsium diperlukan terutama pada trimester III
kehamilan. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin sekitar
250 mg/hari serta untuk persediaan ibu hamil sendiri agar
pembentukan tulang janin tidak mengambil dari persediaan
kalsium ibu. Sumber kalsium dapat diperoleh dari susu dan hasil
olahannya ikan/hasil laut, sayuran berwarna hijau dan kacang-
kacangan.
2) Zat besi
Kebutuhan zat besi selama kehamilan sangat tinggi, khususnya
trimester II dan III. Kebutuhan zat besi dapat dipenuhi dengan
tambahan pil besi dengan dosis100 mg/hari. Pada trimester I belum
ada kebutuhan yang mendesak, sehingga kebutuhannya sama
dengan wanita dewasa yang tidak hamil.
Zat besi penting untuk pembentukan hemoglobin. Untuk
meningkatkan masa hemoglobin diperlukan zat besi sekitar 500 mg
(termasuk simpanan) karena selama kehamilan volume darah
meningkat sampai 50%. Pada masa melahirkan ada zat besi yang
hilang sebanyak 250 mg, belum termasuk untuk janin dan plasenta.
Kekurangan harus dipenuhi selama trimester II dan III.
Sumber zat besi adalah makanan yang berasal dari hewan yaitu
daging, ayam dan telur serta kacang-kacangan, biji-bijian dan
sayuran hijau. Agar absorbsi zat besi lebih baik, perlu adanya
vitamin C yang banyak terdapat pada jeruk, macam-macam jus,
brokoli, tomat. Kekurangan zat besi yang umum diderita ibu hamil
dapat meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur atau bayi
dengan berat badan rendah dan ibunya yang menderita anemia.
3) Seng
Seng merupakan mineral mikro esensial, seng diperlukan untuk
fungsi sistem reproduksi, pertumbuhan janin, sistem pusat syaraf
dan fungsi kekebalan tubuh. Kekurangan seng akan menghambat
pertumbuhan janin dalam kandungan, bahkan tidak akan menutupi
kemungkinan terjadinya kretinisme (cebol) pada bayi yang
dilahirkan. Selain itu, konsumsi seng yang tidak mencukupi akan
mempengaruhi daya pengecap dan pembau si ibu. Hal ini akan
berakibat pada penurunan nafsu makan si ibu.
Selama kehamilan, kebutuhan seng meningkat sampai dua kali
lipat dibandingkan saat tidak hamil. Seng terdapat dalam bahan
makanan dari hewan, misalnya daging, makanan dari laut dan
unggas, serta padi-padian. Kebutuhan seng akan tercukupi apabila
konsumsi protein cukup.
4) Asam folat
Semua zat gizi diperlukan selama masa kehamilan, namun asam
folat merupakan salah satu vitamin B yang perlu mendapat
perhatian. Asam folat diperlukan untuk membentuk sel baru.
Setelah konsepsi, asam folat membantu mengembangkan sel syaraf
dan otak janin. Konsumsi asam folat yang cukup pada minggu-
minggu sebelum konsepsi dan 3 bulan pertama kehamilan (periode
kritis) dapat mengurangi risiko kelainan susunan syaraf pada bayi.
Kelainan bisa serius, bahkan fatal. Karena itu, sedapat mungkin hal
ini dihindari.
Asam folat tidak bisa disimpan dalam tubuh, harus diberkan setiap
hari, kebutuhan 0,4 mg/hari. Sumber asam folat adalah hati,
sayuran berwarna hijau, jeruk, kembang kol, kacang
kedelai/kacang-kacangan lain, roti gandum, serelia dan ragi (Eva
Ellya Sibagariang, 2010).
5) Air
Air adalah nutrien. Air merupakan bagian sistem transportasi
tubuh. Air mengangkut zat gizi keseluruh tubuh termasuk plasenta
dan membawa sisa makanan ke luar tubuh. Jika ibu hamil
mengalami muntah-muntah, maka disarankan untuk minum cairan
sebanyak mungkin, minimal 3 liter/hari ( Eva Ellya Sibagariang,
2010).
5. Kebutuhan gizi Ibu hamil
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan
untuk wanita tidak hamil, kegunaan makanan tersebut adalah:
a) Untuk pertumbuhan janin yang ada dalam kandungan.
b) Untuk mempertahan kesehatan dan kekuatan badan ibu sendiri.
c) Supaya luka persalinan lekas sembuh pada masa nifas.
d) Guna mengadakan cadangan untuk proses laktasi.
Jumlah makanan yang dikonsumsi bukanlah jaminan bahwa ibu hamil
telah mempunyai asupan gizi yang seimbang. Konsumsi makanan yang
tepat sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil dan
janin yang dikandungannya. Kualitas makanan jauh lebih penting
dibandingkan kuantitas. Janin hidup dari makanan yang dikonsumsi oleh
ibu. Kuncinya adalah perencanaan menu dan pola makanan yang teratur
(Eva Ellya Sibagariang, 2010).
Menurut Huliana (2001) kebutuhan gizi pada ibu hamil meliputi :
a) Kebutuhan Protein
Kebutuhan tambahan protein tergantung kecepatan pertumbuhan
janin.Trimester I dan II
b) Kebutuhan energi
Tambahan energi selama hamil sangat diperlukan bagi komponen fetus
maupun perubahan yang terdapat pada dirinya sendiri, kurang lebih
27.000 kkal atau 100 kkal/hari dibutuhkan selama hamil. Pada wanita
berumur 25- 50 tahun pemberian 2000 kkal/hari jika sedang hamil
ditambah 300 kkal.
c) Kebutuhan vitamin dan mineral
Pertumbuhan janin yang baik dibutuhkan berbagai vitamin dan
mineral. Persentase tambahan gizi ibu hamil ialah energi 15%, protein
68%, vitamin A 25%, vitamin D 100%, vitamin E 25%, Vitamin C
33%, B Complek 40%, 26 tiamin 25%, riboflavin 15%, Niasi 30%,
piredoksin 100%, asam folat 33%, fosfor dan magnesium 50%, zat
besi 30% dan iodium 16%.
C. Tinnjauan Pustaka ASI Eksklusif
1. Pengertian Asi Eksklusif
ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein,lactose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah
kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Haryono dan
Setianingsih, 2014). Pada usia 6 bulan pertama, bayi hanya perlu diberikan
ASI saja atau dikenal dengan sebutan ASI eksklusif (Maryunani, 2010).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi 0-6 bulan tanpa
pemberian tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, madu, air
teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya,
bubur susu, biskuit, dan nasi tim (Haryono dan Setianingsih, 2014).
ASI diproduksi dalam korpus alveolus yaitu unit terkecil yang
memproduksi susu, selanjutnya dari alveolus air susu akan diteruskan ke
dalam saluran yang disebut duktus laktiferus. Setelah persalinan, produksi
susu dipengaruhi oleh isapan mulut bayi yang mampu merangsang
prolaktin keluar. ASI merupakan cairan susu yang diproduksi ibu yang
merupakan makanan terbaik untuk kebutuhan gizi bayi. Pengertian ASI
eksklusif adalah pemberian air susu ibu, segera setelah persalinan sampai
bayi berusia 6 bulan tanpa tambahan makanan lain, termasuk air putih.
Pemberian mineral, vitamin, maupun obat boleh diberikan dalam bentuk
cair sesuai anjuran dokter. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan bayi
masih belum sempurna, khususnya usus halus pada bayi masih berbentuk
seperti saringan pasir, pori-pori pada usus halus ini memungkinkan protein
atau kuman akan langsung masuk dalam sistem peredaran darah dan dapat
menimbulkan alergi. Pori-pori dalam usus bayi ini akan menutup setelah
berumur 6 bulan. Setelah usia bayi mencapai 6 bulan, bukan berarti
pemberian ASI dihentikan, bayi diberikan makanan pendamping lain
secara bertahap sesuai dengan usianya dan ASI tetap boleh diberikan
sampai anak berusia 2 tahun.
2. Komposisi ASI Eksklusif
Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi komposisi ASI adalah stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi
dan diit ibu. Air susu ibu menurut stadium laktasi adalah kolostrom, ASI
transisi/peralihan dan ASI matur (Fikawati dkk, 2015).
a) Kolostrum
Cairan pertama kali yang keluar dari kelenjar payudara, mengandung
tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan
duktus dari kelenjar payudara sebelum dan sesudah masa
puerperium.Kolostrom keluar pada hari pertama sampai hari keempat
pasca persalinan.Cairan ini mempunyai viskositas kental, lengket dan
berwarna kekuning-kuningan. Cairan kolostrom mengandung tinggi
protein, mineral garam,vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan
antibodi yang tinggi dibandingkan dengan ASI matur. Selain itu,
kolostrom rendah lemak dan laktosa.Protein utamanya adalah
immunoglobulin (IgG, IgA, IgM) berguna sebagai antibodi untuk
mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit. Volume
kolostrom antara 150-300 ml/24 jam. Meskipun kolostrom hanya
sedikit volumenya, tetapi volume tersebut mendekati kapasitas
lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Kolostrom berfungsi sebagai
pencahar ideal yang dapat mengeluarkan zat-zat yang tidak terpakai
dari usus bayi baru lahir dan mempersiapkan kondisi saluran
pencernaan agar siap menerima makanan yang akan datang (Nugroho,
2011).
b) ASI Peralihan
Merupakan peralihan dari kolostrom sampai menjadi ASI matur. ASI
peralihan keluar sejak hari ke 4-10 pasca persalinan.Volumenya
bertambah banyak dan ada perubahan warna dan komposisinya. Kadar
immunoglobulin menurun, sedangkan kadar lemak dan laktosa
meningkat (Nugroho, 2011).
c) ASI Matur
ASI yang keluar dari hari ke 10 pasca persalinan sampai
seterusnya.Komposisi relative konstan (adapula yang menyatakan
bahwa komposisi ASI relative mulai konstan pada minggu ke 3 sampai
minggu ke 5), tidak mudah menggumpal bila dipanaskan.ASI pada
fase ini yang keluar pertama kali atau pada 5 menit pertama disebut
sebagai foremilk. Foremilk lebih encer, kandungan lemaknya lebih
rendah namun tinggi laktosa, gula protein, mineral dan air (Nugroho,
2011).

Untuk lebih jelas perbedaan kadar gizi yang dihasilkan kolostrum, ASI
transisi dan ASI matur dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1
Komposisi Kandungan ASI
No Kandungan Kolostrum ASI Peralihan ASI Matur
1 Energi (Kg kla) 57 63 65
2 Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7
3 Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
4 Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
5 Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2

(Elisabeth dan Endang, 2017)

3. Kandungan Zat gizi ASI


a) Karbohidrat
Karbohidrat pada ASI berbentuk laktosa (gula susu) yang sangat tinggi
dibandingkan dengan susu formula. Jumlah laktosa yang lebih banyak
terkandung dalam ASI membuat rasa ASI menjadi lebih manis
dibandingkan dengan susu formula. Laktosa akan difermentasikan
menjadi asam laktat dalam pencernaan bayi, suasana asam memberi
beberapa keuntungan bagi pencernaan bayi, antara lain:
1) Menghambat pertumbuhan bakteri patologis.
2) Memacu pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam
organik dan mensitesis protein.
3) Memudahkan terjadinya pengendapan dari Ca-caseinat. d)
Memudahkan absorbsi dari mineral seperti kalsium, fosfor, dan
magnesium
b) Protein
ASI mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan dengan susu
formula, namun protein ASI yang diebut “whey” ini bersifat lebih
lembut sehingga mudah dicerna oleh pencernaan bayi. 13 Protein
dalam ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi
mengandung laktoglobulin dan bovibe serum albumin yang lebih
sering menyebabkan alergi pada bayi. (Rukiyah Aiyeyeh,dkk,2011)
c) Lemak
Kadar lemak antara ASI dengan susu formula relatif sama, namun
lemak dalam ASI mempunyai beberapa keistimewaan antara lain:
1) Bentuk emulsi lemak lebih sempurna karena ASI mengandung
enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida
kemudian menjadi monogliserida sehingga lemak dalam ASI lebih
mudah dicerna dalam pencernaan bayi.
2) ASI mengandung asam lemak tak jenuh yaitu omega-3, omega-6,
dan DHA yang dibutuhkan oleh bayi untuk membentuk jaringan
otak.
d) Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan. Kandungan mineral dalam ASI
adalah konstans, tetapi ada beberapa mineral spesifik yang kadarnya
dipengaruhi oleh diit ibu. Kandungan zat besi dan kalsium paling stabil
dan tidak dipengaruhi oleh diit ibu. Mineral lain adalah kalium,
natrium, tembaga, mangan, dan fosfor.
e) Vitamin
Vitamin dalam ASI cukup lengkap, vitamin A, D, dan C cukup,
sedangkan golongan vitamin B, kecuali riboflavin dan asam
pantothenik kurang. Vitamin lain yang tidak tekandung dalam ASI
bergantung pada diit ibu
f) Air ASI
Air ASI terdiri dari 88% air, air berguna untuk melarutkan zat-zat yang
terkandung dalam ASI. Kandungan air dalam ASI yang cukup besar
juga bisa meredakan rasa haus pada bayi.
4. Manfaat ASI Eksklusif
Menurut Haryono dan Setianingsih (2014) manfaat ASI Eksklusif bagi
bayi, antara lain:
a) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi
bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. Jumlah kolostrum
yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari
pertama kelahiran. Walaupun sedikit tetapi cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada
bayi. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi,
mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran
b) Membantu mengeluarkan mekonium (feses bayi)
c) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas terkontaminasi,
Immunoglobin A (IgA) dalam ASI kadarnya tinggi yang dapat
melumpuhkan bakteri pathogen E.Coli dan berbagai virus di saluran
pencernaan
d) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
e) Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri E.Coli,
salmonella dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak
daripada susu sapi
f) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 1.000 sel
per mil. Terdiri dari 3 macam, yaitu: Bronchus Asociated Lympocite
Tisue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocite Tisue
(GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated
Lympocite Tisue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
g) Faktor Bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen untuk
menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Bakteri ini
menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan
h) Interaksi antara ibu dan bayi dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan psikologik bayi. Pengaruh kontak langsung ibubayi:
ikatan kasih saying ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti
sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas
karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut
jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih di dalam rahim.
i) Interaksi antara ibu-bayi dan kandungan gizi dalam ASI sangat
dibutuhkan untuk perkembangan sistem saraf otak yang dapat
meningkatkan kecerdasan bayi. ASI mengandung berbagai zat gizi
yang bisa meningkatkan kecerdasan bayi, seperti asam lemak esensial,
protein, vitamin B kompleks, yodium, zat besi, dan seng.
Manfaat ASI Eksklusif bagi ibu antara lain:
a) Mengurangi terjadinya perdarahan dan anemia.
b) Menunda kehamilan
c) Mengecilkan rahim
d) Lebih cepat langsing kembali
e) Mengurangi resiko terkena kanker
f) Tidak merepotkan dan menghemat waktu
g) Memberi kepuasan bagi ibu.
h) Risiko osteoporosis dapat dipastikan lebih kecil bagi wanita yang
telah hamil dan menyusui bayinya. Selama hamil dan menyusui
akan terjadi proses pengeroposan tulang, namun tulang akan cepat
pulih kembali bahkan akan lebih baik dari kondisi tulang semula
karena absorpsi kalsium, kadar hormon paratiroid, dan kalsitriol
serum meningkat dalam jumlah besar.
i) ASI lebih murah dan ekonomis dibandingkan dengan susu formula.
j) ASI lebih steril dibadingkan dengan susu formula yang terjangkit
kuman dari luar.
k) Ibu yang menyusui akan memiliki hubungan emosional yang lebih
kuat dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui bayinya.
l) ASI merupakan kontrasepsi alami yang dapat menunda kehamilan
ibu
5. Dampak Tidak diberikan ASI Eksklusif
Dampak bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif akan lebih rentan
untuk terkena penyakit kronis, seperti jantung, hipertensi, dan diabetes
setelah ia dewasa serta dapat menderita kekurangan gizi dan mengalami
obesitas (Arifa Y, dan Shrimarti R.D, 2017). Sementara untuk ibu sendiri
akan beresiko mengalami kanker payudara, mengeluarkan biaya lebih
mahal apabila bayi maupun ibu terkena penyakit , karena memang
beresiko rentan terhadap penyakit. Selain itu untuk biaya susu formula
menggantikan ASI pada bayi.

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Berfikir
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
ibu hamil. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Gizi
ibu hamil adalah makanan sehat dan seimbang yang harus dikonsumsi ibu
selama masa kehamilannya, dengan porsi dua kali makan orang yang tidak
hamil.Kecukupan tenaga dan protein apabila tidak memenuhi bisa
mengakibatkan KEK, dengan ukuran lingkar lengan atas (LILA) kurang dari
23,5cm. Wanita hamil yang mengalami kekurangan energi kronis akan
menyebabkan BBLR apabila penanganannya terlambat mengakibatkan
kekerdilan.
Terdapat tiga penyebab utama seorang anak menjadi stunting yaitu
asupan makan yang kurang (ASI dan MP-ASI), Status gizi ibu hamil, Dimana
ketiga penyebab utama ini saling berhubungan satu dengan lainnya.

B. Kerangka Konsep
Rancangan bentuk laporan ini yaitu variabel bebas dan terikat.Variabel bebas
terdiri dari status gizi ibu pada masa kehamilan, Pemberian ASI Eksklusif, ,
pemberian MPASI. Untuk variabel terikatnya ialah kejadian balita pendek
pada umur 0-24 bulan. Uraian tersebut memunculkan faktor terjadinya tinggi
badan tidak sesuai dengan umur yaitu faktor ibu (status gizi ibu pada masa
kehamilan, ASI eksklusif, pemberian MP-ASI,. Berdasarkan landasan teori di
atas disimpulkan sebagai berikut:

Pengetahuan Ibu

Status Gizi Ibu hamil

Pemberian ASI STUNTING 0 -


Eksklusif 24 Bulan

Pemberian MP ASI

Riwayat Penyakit
Infeksi

Keterangan :
: Variabael yang diteliti

: Variabel Yang tidak di teliti

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif.


No Variabel Defenisi Operasional Kriteria Objektif Skala
1. Stunting Stunting adalah Kondisi Stunting Ordinal
gagal tumbuh pada anak : <-3 SD s/d <-2
usia di bawah umur 2 SD Normal : -2
Tahun akibat kekurangan SD s/d +3 SD
gizi kronis dan infeksi
berulang terutama pada
periode 1.000 Hari
Pertama Kehidupan.
2. Status Gizi Ibu Status Gizi adalah gizi Resiko Tinggi : Ordinal
Hamil Ibu selama hamil Jika LILA < 23,5
CM
Resiko Rendah :
Jika LILA ≥ 23,5
cm
3 ASI Eksklusif ASI Eksklusif adalah Resiko Tinggi : Ordinal
memberikan ASI saja Tidak ASI
tanpa makanan dan Eksklusif
minuman lain kepada Resiko Rendah :
bayi sejak lahir sampai ASI Eksklusif
usia 6 bulan
4 Pemberian MP Pemberian MP ASI Resiko tinggi : MP Ordinal
ASI adalah pemberian MP ASI diberikan
ASI sesuai jenis dan tidak sesuai
jumlah MP ASI yang Resiko rendah :
dibutuhkan berdasarkan MP ASI diberikan
usia sampel Sesuai

D. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh status gizi ibu saat hamil dengan kejadian stunting
2. Ada pengaruh Pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting
3. Ada pengaruh Pemberian MP ASI dengankejadian stunting

BAB IV
METODE PENELTIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan peneltian studi analitik dengan desain cros
sectional yaitu penelitian unuk mengetahui pengaruh status gizi ibu hamil,
pemberian ASI Ekslusif dan Pemberian MP ASI dengan kejadian stunting
pada anak berusia 0-24 bulan di Kab. Majene Tahun 2021.
Rancangan cros secsional dalam penelitian ini di gambarkan sebagai
berikut :

Efek (+)

Faktor Resiko
(+)

Efek (-)

Populasi

Efek (+)

Faktor Resiko
(-)

Efek (-)

B. Tempat dan waktu.


Penelitian di lakukan di Kabupaten Majene Provinsi Suawesi Barat dan
dilaksnakan pada periode Januari sampai April 2021
C. Populasi dan sampel.
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak yang ada di
kabupaten majene yang berumur 0-24 bulan .
2. Teknik pengambilan Sampel yaitu dengan menggunakan cluster
random sampling, dimana pengambilan sampel di bagi dari kecamatan
Banggae Timur, kec. Banggae, Kec. pamboang, Sendana,
Tammero’do, Tubo Sendana, malunda dan Ulumanda.
3. Cara perhitungan Sampel
Z2 p(1-p)
n=
d2
n= 1,962 0,5(1-0,5) = 3,84 x0,5 x0,5
0,052 0,0025
n = 384

Anda mungkin juga menyukai