Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi

dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur

tubuh yang maksimal saat dewasa, kemampuan kognitif pada penderita juga

berkurang sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang.

Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan

kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak usia dibawah lima tahun di

Indonesia tingginya rata-rata (Saravina, 2017). Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) mengestimasikan prevalensi balita kerdil (stunting) diseluruh dunia

sebesar 22% atau sebanyak 149,2 juta pada tahun 2020. Tren penurunan

angka stunting dunia turut terdampak saat pandemi (WHO, 2020).

Berdasarkan data pada tahun 2017 Benua Asia dalam Joint Child

Malnutrition Estimates menyumbang sebesar 55% dari populasi balita

stunting yang ada didunia, sedangkan populasi balita stunting sepertiganya

lagi berasal dari Benua Afrika yaitu sebesar 38%,populasi balita sebesar

55% berasal dari Asia Selatan yaitu 58,7% lalu diikuti Asia Tenggara

(14,9%) diposisi kedua, sedangkan proporsi balita stunting terendah yaitu

berasal dari Asia Tengah sebesar 0,9%. Prevalensi balita stunting di Asia

Tenggara yang tertinggi yaitu Timor Leste dengan rata-rata prevalensi

sebesar 50,2%, pada urutan kedua yaitu India sebesar 38,4%. sementara

1
Thailand memiliki rata-rata prevalensi terendah balita dengan stunting yaitu

hanya sebesar 10,5% di Asia Tenggara (WHO, 2018).

Stunting merupakan gambaran gangguan pada sosial ekonomi yang

akan berakibat pada berat badan lahir rendah dan kekurangan gizi pada

masa balita mengakibatkan pertumbuhan tidak sempurna pada masa

berikutnya, stunting merupakan pertumbuhan linier dengan panjang badan

sebesar <-2 z score atau lebih. Menurut penelitian dari Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi stunting

pada tahun 2015 sebesar 29% turun menjadi 26,9% pada tahun 2020,

adapun pada tahun 2013 angka stunting nasional mencapai 37,2%. Namun

angka tersebut masih diatas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO),yaitu 20%. Persentase stunting Indonesia juga lebih tinggi

dibandingkan sejumlah negara Asia Tengggara seperti Vietnam (23%),

Filipina (20%), Malaysia (17%), dan Thailand (16%) (KemenKes RI, 2020).

Daerah dengan stunting tertinggi di Indonesia berada dikawasan

tengah dan timur Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara

Dan Papua. Hampir semua provinsi di pulau tersebut memiliki tingkat

stunting diatas rata-rata nasional. Hanya Kalimantan timur dan Sulawesi

utara yang memiliki tingkat stunting dibawah rata-rata nasional dan

terendah ada di provinsi Sumatra Utara. Hal inilah yang mendorong WHO

menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk atau

stunting (KemenKes RI, 2020).

Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang termasuk dalam

kategori stunting berat diantara 15% provinsi lain di Indonesia, dimana pada
tahun 2018 angka stunting masing-masing 30,8%, angka stunting tertinggi

di Aceh ada di Kabupaten Gayo Lues (42,9%), Kota Subulussalam (41,8%),

dan Kabupaten Bener Meriah (40%), sedangkan angka terendah ada di

Sabang (23,8%) sementara Banda Aceh 23,4%. Jika melihat dari ambang

batas toleransi yang direkomendasikan oleh WHO tentang jumlah stunting,

yaitu hanya 20%, maka tidak ada satupun kabupaten dan kota di Aceh yang

berada dibawah 20% (DinKes Aceh, 2019).

Faktor penyebab stunting ini tidak berlangsung begitu saja saat itu

juga melainkan stunting ini merupakan kondisi dari masalah kurang gizi

yang terjadi pada masa lampau dimulai dari masa remaja yang sudah

mengalami kurang gizi, dilanjutkan pada masa kehamilan kurang asupan

hingga saat melahirkan bayi mengalami kekurangan gizi dan terus berlanjut

ke siklus hidup selanjutnya. Faktor yang berhubungan dengan kejadian

stunting diantaranya pendapatan, pekerjaan keluarga, riwayat ASI ekslusif

dan riwayat BBLR (Nurjannah, 2018).

Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil ini dapat menyebabkan

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada bayi dan kekurangan gizi pada

balita. Kekurangan gizi dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik didalam

maupun diluar masalah kesehatan, baik dari asupan makanan yang tidak

cukup, penyakit infeksi, sanitasi, hingga faktor ekonomi. Ada 2 hal yang

menjadi penyebab langsung, seperti kekurangan asupan gizi dan penyakit

infeksi. Sementara itu, secara tidak langsung asupan gizi yang tidak

memadai dan infeksi disebabkan oleh kemiskinan, tidak adanya aksesibilitas

makanan, pengasuhan yang buruk, kebersihan yang buruk dan pelayanan


kesehatan yang kurang. Di Indonesia sendiri, faktor-faktor yang

memengaruhi terjadinya gizi kurang ialah masih tingginya kemiskinan,

rendahnya kesehatan lingkungan belum optimalnya kerjasama lintar sektor

dan lintas program, melemahnya partisipasi masyarakat, terbatasnya

aksesibilitas pangan pada tingkat keluarga miskin, masih tingginya penyakit

infeksi, belum memadainya pola asuh ibu dan rendahnya akses keluarga

terhadap pelayanan kesehatan dasar (KemenKes RI, 2017).

Rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019

menyebutkan bahwa terdapat empat program prioritas pembangunan

kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah penurunan prevelensi balita

pendek (stunting). Upaya pencegahan pada stunting dapat dimulai sejak

remaja. Remaja putri dapat mulai diberi pengetahuan dan pemahaman

mengenai pentingnya pemenuhan nutrisi saat remaja. Pemenuhan nutrisi

saat remaja dapat mencegah terjadi gizi yang kurang saat kehamilan, nutrisi

yang adekuat saat kehamilan dapat mencegah terjadinya pertumbuhan yang

terhambat pada janin yang dikandung (WHO 2015).

Selain itu pencegahan stunting juga difokuskan pada 1.000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK), yaitu pada Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Anak 0-23

bulan.periode 1.000 HPK merupakan periode efektif dalam pencegahan

terjadinya stunting karena merupakan periode yang menentukan kualitas

kehidupan. Pada 1.000 HPK anak akan mengalami msa “Periode Emas”

dimana pertumbuhan anak akan berlangsung cepat. Oleh karena itu pada

periode ini cakupan gizi harus terpenuhi mulai dari 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi lahirkan (KemenKes RI,

2019).

Pencegahan pada ibu hamil juga dapat dilakukan dengan

memperbaiki gizi ibu hamil, perbaikan gizi yang dapat dilakukan saat

kehamilan yaitu dengan memberikan tablet tambah darah minimal 90 tablet

saat kehamilan, selain itu pada ibu yang mengalami Kurang Energi Kronis

(KEK) perlu mendapatkan makanan tambahan untuk meningkatkan gizi ibu

hamil tersebut. Meningkatkan praktek menyusui juga merupakan salah satu

tindakan untuk mencegah terjadinya stunting. Inisiasi menyusui dini dan

pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dapat memberikan

perlindungan terhadap infeksi gastrointestinal. Pernyataan tersebut

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tiwar yang menyatakan

bahwa anak yang diberi ASI eksklusif kemungkinan menderita stunting

lebih rendah jika dibandingkan anak yang tidak diberi ASI ekslusif

(KemenKes RI 2018).

Studi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bayi yang berjenis

kelamin laki-laki memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting

dibandingkan bayi perempuan. Penelitian juga dilakukan di Nigeria juga

menyebutkan bahwa anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih beresiko

menderita stunting. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa jenis kelamin

anak adalah prediktor yang kuat dari stunting pada anak balita. Status

ekonomi juga berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian stunting pada

anak usia balita bulan, anak dengan keluarga yang memiliki status ekonomi

yang rendah cenderung mendapatkan cenderung mendapatkan asupan gizi


yang kurang. Penelitian lain menunjukkan bahwa kesehatan anak

bergantung pada status sosial ekonomi rumah tangga.

Berdasarkan kajian riset diketahui faktor yang menyebabkan

terjadinya stunting dari ibu yaitu, tingkat pendidikan ibu, dan tinggi badan

ibu. Faktor penyebab stunting dari bayi yaitu riwayat BBLR, jenis kelamin

anak, dan riwayat pemberian ASI ekslusif. Faktor penyebab stunting dari

faktor sosial yaitu status ekonomi. Dengan diketahuinya fakta-fakta tersebut

maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang “Faktor- Faktor yang

berhubungan dengan stunting pada balita di Puskesmas Kuta Alam Banda

Aceh.”

1. 2 Tujuan

1) Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama

yang berhubungan dengan stunting pada anak-anak dibawah umur lima

tahun di Aceh. Data determinasi faktor penyebab stunting pada anak balita

sangat diperlukan untuk membantu pengambil kebijakan Pemerintah dalam

menangani masalah kesehatan masyarakat, khususnya stunting.

2) Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan faktor maternal yaitu berat badan dan tinggi

badan dengan kejadian stunting.

b. Mengetahui hubungan faktor ekonomi yaitu status ekonomi keluarga

dengan kejadian stunting.


c. Mengetahui hubungan faktor menyusui yaitu ASI ekslusif dengan

kejadian stunting.

d. Mengetahui hubungan faktor janin yaitu berat badan lahir dan jenis

kelamin dengan kejadian stunting.

e. Mengetahui besar resiko masing-masing faktor terhadap kejadian

stunting.

f. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian

stunting.

1.3 Manfaat

1) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bukti empiris

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting.

2) Manfaat Praktis

a. Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi

dan kajian bagi peneliti lain atau peneliti selanjutnya.

b. Rumah Sakit / Puskesmas.

Sebagai upaya promotif, preventif, dan skrining untuk menurunkan

prevalensi stunting pada balita di posyandu.

c. Masyarakat / Pasien.

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi

mengenai faktor-faktor penyebab stunting.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan

2.1.1 Pengertian Stunting

Defisiensi kalori dan protein pada balita dibagi menjadi tiga indikator

yaitu gizi kurang (underweight), stunting (pendek) dan wasting (kurus) yang

mana ktiga indikator ini masing-asing menunjukkan riwayat atau bagaimna

perjalanan hingga terjadi kekuragan gizi pada balita (Guyatt, Muiruri,Mburu &

Robins, 2020). Seorang anak yang mengalami stunting dan wasting pada saat

yang bersamaan juga mengalami gizi kurang (underweight) (Myatt et al, 2018.

Gizi kurang (underweight) adalah kodisi yang disebabkan karena anak

menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut) dan disebabkan juga oleh situasi

pendek atau stunting (masalah gizi kronis) (Kemetrian Kesehatan Reprublik

Indonesia, 2017). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang standar antropometri anak, seorang

anak dikategorikan dalam underweight apabila berat badanya (BB/U) berada

dibawah.

Senbanjo et al mendifinisikan stunting a1dalah keadaan status gizi

seseorang berdasarkan z-skor Tinggi Badan (TB) terhadap Umur (U) dimana

terletak pada <-2 s/d 18 Indeks TB/U merupakan indeks antrometri yang

menggambarkan keadaan gizi pada masa lalu dan berhubungan dengan kondisi

lingkungan dan sosial ekonomi. SK MenKes menyatakan pendek dan sangat


pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut

Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan

padanan istilah Stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek).

Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan dapat dilihat dalam waktu

yang relatif lama (Gibson, 2015).

Menurut keputusan menteri kesehatan nomor

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi

anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan

pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) yang merupakan padanan

istilah stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek). Balita pendek

(stunting) dapat diketahui bila seseorang balita sudah diukur panjang atau

tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada

dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan gizi yang berdasarkan

panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar

baku. WHO MGRS (multicenter growth reference study) tahun 2005, nilai z

scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-

scorenya kurang dari -3SD.

Tinggi badan dalam kaadaan normal akan bertambah seiring dengan

bertambahnya umur, pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,

relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang

pendek. Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan tanpak

dalam waktu yang relative lama sehingga indeks ini dapat digunakan untuk

menggambarkan status gizi pada masa lalu.


Status gizi pada balita dapat dilihat melalui kalrifikasi status gizi

berdasarkan indeks PB/U atau TB/U dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan PB/U atau TB/U anak


Anak umur 0-60 bulan

indeks status gizi ambang batas

panjang badan sangat pendek < -3 SD

umur(PB/U) dan tinggi pendek - 3 SD sampai < -2 SD

badan menurut umur normal - 2 SD sampai 2 SD

TB/U tinggi > 2 SD

2.1.2 Patofisiologi

Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh

berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah

pangan. Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenalioleh pemerintah,

atau masyarakat bahkan keluarga karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya

kurang gizi tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan

kelaparan seperti kurang gizi pada dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi

pangan melimpah masih mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita.

Kurang gizi pada anak balita sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi

atau hidden hunger.

Stunting merupakan retradasi pertumbuhan linier dengan deficit

dalam panjang atau tinggi badan sebesar -2 Z-score atau lebih menurut buku
rujukan pertumbuhan World Health Statistics (WHO/NCHS) stunting

disebabkan oleh kumulasi episode stress yang sudah berlangsung lama

(misalnya infeksi dan asupan makanan yang buruk), yang kemudian tidak

diimbangi oleh catch up growth (kejar tumbuh).

Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan

berkelanjutan dalam setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subuh (WUS)

dan ibu hamil yang mengalami kekurangan energy kronis (KEK) akan

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan

berlanjut menjadi balita gizi kurang (stunting) dan berlanjut ke usia anak

sekolah dengan berbagai konsekuensinya. Kelompok ini akan menjadi

generasi yang kehilangan masa emas tumbuh kembangnya dari tanpa

penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan lost generation.

Kekurangan gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai dengan seksama,

selain dampak terhadap tumbuh kembang anak kejadian ini biasanya tidak

berdiri sendiri tetapi diikuti masalah defisiensi zat gizi mikro.

2.1.3. Prevelensi Sunting

Stunting merupakan masalah gizi utama yang terjadi pada Negara-

negara berkembang. UNICEF mengemukakan sekitar 80% anak stunting

terdapat di 24 negara berkembang di Asia dan Afrika. Indonesia merupakan

negera urutan kelima yang memiliki prevelensi stunting tertinggi setelah

india, china,Nigeria dan Pakistan. Saat ini prevelensi anak stunting dibawah 5

tahun di asia selatan sekiran 38%.


2.1.4 Dampak Stunting

Menurut laporan UNICEF beberapa fakta terkait stunting dan pengaruhnya adalah

sebagai berikut :

a. Anak - anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam

bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.

Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang

dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar

secara optimal di sekolah dibandingkan anak-anak dengan tinggi badan

normal. Anak-anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan

lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi

baik. Hal ini memberikankan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam

kehidupannya dimasa yang akan datang.

b. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak.

Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat menggaggu pertumbuhan dan

perkembangan intelekual. Penyebab dari stunting adalah bayi berat lahir

rendah. ASI yang tidak memdai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare

berulang, dan infeksi pernafasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar

anak-anak stunting mengkomsumsi makanan yang berada dibawah ketentuan

rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga

miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal diwilayah

pinggiran kota dan komunitas perdesan.

c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting dapat

mengganggu pertymbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang, anak


stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan

pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian

tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara

langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang

melahirkan anak dengan BBLR. Stunting terutama berbahaya pada

perempuan karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan

dan beresiko lebih besar meninggal saat melahirkan.

2.1.5 Faktor- Faktor Penyebab Stunting

a. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan

perkembangan jangka panjang anak balita, pada penelitian yang dilakukan

oleh anisa menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

berat lahir dengan kejadian stunting pada balita dikelurahan lakibaru, bayi

yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2500 gram, bayi dengan berat badan lahir

rendah akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan

serta kemungkinan terjadi kemunduran fungsi intelektualnya selain itu bayi

lebih rentan terkena infeksi dan terjadi hipotermi. Banyak penelitian yang

telah meneliti tentang hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting

diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan di Yogyakarta menyatakan hal

yang sama bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian

stunting, selain itu, penelitian yang dilakukan di Malawi juga menyatakan

prediktor terkuat kejadian stunting adalah BBLR.


b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin menetukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi untuk

seseorang. pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein

dibandingkan wanita. Pria lebih sanggup mengerjakan pekerjaan berat yang

tidak biasa dilakukan wanita. Anak perempuan cenderung lebih rendah

kemungkinannya menjadi stunting dan severe stunting dari pada anak laki-

laki, selain itu bayi perempuan dapat bertahan hidup dalam jumlah lebih

besar dari pada bayi laki-laki. Dikebanyakan Negara berkembang dan

termasuk Indonesia. Anak perempuan memasuki masa puber dua tahun lebih

awal dari pada anak laki-laki, dan dua tahun juga merupakan selisih dipunck

kecepatan tinggi antara kedua jenis kelamin.

Studi kohort di Ethiopia menunjukkan bayi dengan jenis kelamin

laki-laki memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting dibandingkan bayi

perempuan. Anak laki-laki lebih beresiko stunting dan tau underweight

dibandingkan anak perempuan. Beberapa penelitian di Sub-Sahara Afrika

menunjukkan bahwa anak laki-laki prasekolah lebih beresiko stunting

dibanding rekan perempuan. Dalam hal ini tidak diketahui apa alasannya.

Dalam dua penelitian yang dilakukan di Libya serta Banglades dan

Indonesia, menunjukkan bahwa prevelensi stunting lebih besar pada anak

laki-laki dibandingkan anak perempuan. Hasil penelitian lainnya

menunjukkan bahwa jenis kelamin anak adalah faktor prediktor yang kuat

dari stunting dan severe stunting pada anak usia 0-23 bulan 0-59 bulan.

Anak perempuan memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan anak laki-
laki dalam hal ini, selama masa bayi dan masa kanak-kanak, anak

perempuan cenderung lebih rendah kemungkinannya menjadi stunting dan

severe stunting, selain itu bayi perempuan dalam bertahan hidup dalam

jumlah besar daripada bayi laki-laki dikebanyakan Negara berkembang

termasuk Indonesia.

c. ASI Eksklusif

ASI Eksklusif menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu ekslusif adalah

pemberian air susu ibu tanpa menambahkan dan atau menggantikan dengan

makanan atau minuman lain yang diberikan kepada bayi sejak baru

dilahirkan selama 6 bulan. Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan telah dapat

terpenuhi dengan pemberian ASI saja. Menyusui ekslusif juga penting

karena pada usia ini, makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh enzim-

enzim yang ada didalam usus selain itu pengeluaran sisa pembakaran

makanan belum biasa dilakukan dengan baik karena ginjal belum sempurna.

Manfaat dari ASI Ekslusif ini sendiri sangat banyak mulai dari

peningkatan kekebalan tubuh pemenuhan kebutuhan gizi murah,mudah dan

bersih, higienis serta dapat meningkatkan jalinan dan ikatan batin anatara ibu

dan anak. Penelitian yang dilakukan di Kota Banda Aceh menyatakan bahwa

kerjadian stunting disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga,

pemberian ASI yang tidak ekslusif, pemberian MP-ASI yang kurang baik,

imunisasi yang tidak lengkap dengan faktor yang paling dominan

pengaruhnya adalah pemberian ASI yang tidak ekslusif.


d. Faktor Ekonomi

Azwar (2020), mengatakan pendapatan keluarga adalah jumlah uang

yang dihasilkan dan jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk membiayai

keperluan rumah tangga selama satu bulan. Pendapat keluarga yang

memadai akan menunjang perilaku anggota keluarga untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan keluarga yang lebih memadai. Beberapa faktor

penyebab masalah gizi adalah kemiskinan, kemiskinan dinilai mempunyai

peran penting yang bersifat timbal balik sebagai sumber permasalahan gizi

yakni kemiskinan menyebabkan kekurangan gizi sebaliknya individu yang

kurang gizi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong

proses kemiskinan.

Hal ini disebabkan apabila seseorang mengalami kurang gizi maka

secara langsung akan menyebabkan hilangnya produktifitas kerja karena

kekurangan fisik, menurunnya fungsi kognitif yang akan mempengaruhi

tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi keluarga. Dalam mengatasi masalah

kelaparan dan kekurangan gizi, tantangan yang dihadapi adalah

mengusahankan masyarakat miskin, terutama ibu dan anak balita

memperoleh bahan pangan yang cukup dan gizi yang seimbang dan harga

yang terjangkau.

Standar kemiskinan yang digunakan BPS bersifat dinamis,

disesuaikan dengan perubahan/pergeseran pola konsumsi agar realitas yaitu

ukuran garis kemiskinan nasional adalah jumlah rupiah yang diperlukan

oleh setiap individu untuk makanan setara 2.100 kilo perhari dan untuk
memenuhi kebutuhan makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan,

pendidikan, transportasi dan aneka barang/jasa lainnya.

e. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat membawa seseorang

untuk memiliki ataupun meraih wawasan dan pengetahuan seluas-luasnya.

Orang-orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan

dan pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan dengan orang-orang

yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Anak-anak yang lahir dari

orang tua yang terdidik cenderung tidak mengalami stunting dibandingkan

dengan anak yang lahir dari orang tua yang tingkat pendidikan rendah.

Penelitian yang dilakukan di Nepal mengatakan bahwa anak yang

terlahir dari orang tua yang berpendidikan berpotensi lebih rendah

menderita stunting dibandingkan anak yang memiliki orang tua yang tidak

berpendidikan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Haile

yang menyatakan bahwa anak yang terlahir dari orang tua yang memiliki

pendidikan tinggi cenderung lebih mudah dalam menerima edukasi

kesehatan selama kehamilan, misalnya dalam pentingnya memenuhi

kebutuhan nutrisi saat hamil dan pemberian asi eksklusif selama 6 bulan.

f. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Kata antropometri berasal bahasa latin antropos dan metros.

Antropos artinya tubuh dan metos artinya ukuran, jadi antrometri adalah

ukuran dari tubuh. pengertian dari sudut pandang gizi antropometri adalah
hubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi, berbagai jenis ukuran

tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal

lemak dibawah kulit.

Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi

seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat

objektif atau sebjektif. Data yang telah dikumpulkan kemudian

dibandingkan dengan baku yang telah tersedia, penilaian status gizi.

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penialaian status

gizi secara langsung yang paling sering digunakan dimasyarakat.

Antrometri dikenal sebagai indikator penilaian status gizi dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan

penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara

antrometri merupakan penilaian status gizi secara antrometri merupakan

penilaian status gizi secara langsung yang paling sering digunakan di

masyarakat. antropometri dikenal sebagai indikator untuk penilaian status

gizi perrseorangan maupun masyarakat. pengukuran antropometri dapat

dilakukan oleh siapa saja dengan hanya melakukan latihan sederhana, selain

itu antropometri memiliki metode yang tepat, akurat karena memiliki

ambang batas dan rujukan yang pasti mempunyai prosedur yang sederhana

dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.

Jenis ukuran tubuh yang paling sering digunakan dalam survey jenis

ukuran tubuh yang paling sering digunakan dalam survey gizi adalah berat
badan, tinggi badan dan lingkar lengan yang disesuaikan dengan usia anak.

Pengukuran yang sering dilakukan untuk keperluan perorangan dan keluarga

adalah pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) atau Panjang

Badan (PB). Indeks Antropometri adalah pengukran dari beberapa parameter

yang merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih

pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Indeks antrometri yang

umum dikenal yaitu berat badan menurut tinggi badan menurut umur

(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Indikator BB/U menunjukkan secara sensitiv status gizi saat ini (saat

diukur) karena mudah diubah, namum indikator BB/U tidak spesifik karena

berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi

badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator

BB/TB menggambarkan secara sensitiv dan spesifik status gizi saat ini.

2.1.6 Penatalaksanaan

Menurut Khoeroh dan Indriyanti, (2017) beberapa cara yang dapat dilakukan

untuk mengatasi stunting yaitu:

1) Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu

setiap bulan.

2) Pemberian makanan tambahan pada balita.

3) Pemberian vitamin A.

4) Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.


5) Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2

tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.

6) Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan

minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat

meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi banyak pasien.

7) Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siap

guna yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi

kekurangan gizi.

2. 1 7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif dan Kusuma, (2016) mengatakan pemeriksaan

penunjang untuk stunting antara lain:

1) Melakukan pemeriksaan fisik.

2) Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar kepala.

3) Melakukan penghitungan IMT.

4) Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total,

elektrolit serum.
2.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses yang bertujuan

untuk memperoleh informasi dari klien, sehingga masalah keperawatan dapat

dirumuskan secara akurat. (subekti, 2016). Fokus pengkajian pada anak

stunting adalah :

1. Identitas pasien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, nama orang tua,

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua. Tanyakan sejelas mungkin

identitas anak kepada keluarga, agar dalam melakukan asuhan keperawatan

tidak terjadi kesalahan objek.

2. Keluhan utama

Ibu mengatakan bahwa anaknya susah makan, berat badan sulit naik.

3. Riwayat penyakit sekarang

Ibu mengatakan terkadang anak enggan untuk makan, dan makan dalam

porsi yang sedikit, setelah makan biasanya anak cepat kenyang.

4. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Tidak ada masalah saat hamil dan tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu,

persalinan dilakukan secara normal, berat badan anak saat lahir normal
5. Riwayat kesehatan lalu

Keluarga mengatakan bahwa anak mudah lelah, tidak pernah mengalami

penyakit kronis hingga mengalami infeksi yang berat, anak mengikuti

kegiatan posyandu secara rutin dan imunisasi secara lengkap

6. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga mengatakan bahwa di dalam kelurga tidak ada yang mengalami

penyakit yang sama

7. Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan rumah cukup bersih, sanitasi di lingkungan sekitar

rumah cukup bersih, pembuangan sampah bekas rumah tangga berada

disebrang jalan rumah pasien

8. Riwayat sosial

Kondisi sosial ekonomi dari keluarga tercukupi, tingkat pendidikan orang

tua sampai dengan sekolah menengah pertama

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan berupa hasil pengukuran lingkar kepala, lingkar lengan atas,

tinggi badan, berat badan dan nilai z-score TB/U.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi

yang berkaitan dengan kesehatan.


Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien stunting adalah :

1) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengasorbsi nutrient

(D.0019).

2) Risiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan perubahan status nutrisi

(kelebihan atau kekurangan) (D.0139)

3) Resiko infeksi dibuktikan dengan malnutrisi (D.0142)

4) Defisit Perawatan Diri: makan berhubungan dengan kelemahan (D.0109)

5) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Setelah pengumpulan data pasien, mengorganisasi data dan menetapkan

diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini

perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang

digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap

perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan

tindakan keperawatan. Sedangkan menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

intervensi merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang

didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,

pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas.


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan kunjungan Intervensi utama
berhubungan sebanyak 3 kali selama 45-60 Manajemen nutrisi
dengan menit diharapkan keluarga Observasi :
ketidakmampuan mampu merawat klien agar 1. Identifikasi status nutrisi
mengasorbsi status nutrisi dapat membaik 2. Identifikasi makanan yang disukai
nutrient kriteria hasil : 3. Monitor asupan makanan
1) Status Nutrisi membaik 4. Monitor berat badan Terapeutik
2) Porsi makanan dari yang 5. Lakukan oral hygiene sebelum
tidak habis menjadi habis makan, jika perlu
3) Kekuatan otot 6. Berikan makanan tinggi serat untuk
mengunyah meningkat mencegah konstipasi
4) Nafsu makan meningkat 7. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
8. Berikan suplemen makan, jika perlu
Edukasi
9. Anjarkan diet yang diprogramkan
2 Risiko gangguan Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit keperawatan 3x24 jam Observasi :
dibuktikan diharapkan keluarga mampu 1. Identifikasi penyebab gangguan
dengan perubahan merawat klien agar risiko integritas kulit (mis. Perubahan
status nutrisi gangguan integritas kulit sirkulasi, perubahan status nutrisi,
menurun. penurunan kelembapan, suhu
Kriteria hasil : lingkungan ekstrem, penurunan
1. Integritas kulit dan mobilitas) Terapeutik
jaringan meningkat 2. Bersihkan perineal dengan air
2. Elastisitas meningkat hangat, terutama selama periode
3. Hidrasi meningkat diare
4. Tekstur kulit meningkat 3. Gunakan produk berbahan petroleum
atau minyak pada kulit kering
4. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
5. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion, serum)
7. Anjurkan minum air yang cukup
8. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
9. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama Pencegahan Infeksi
dibuktikan keperawatan 3x24jam Observasi :
dengan malnutrisi diharapkan keluarga mampu 1) Monitor tanda dan gejala infeksi
merawat klien agar risiko infeksi lokal dan sistemik
menurun Edukasi
Kriteria hasil 2) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
1) Tingkat Infeksi menuru 3) Ajarkan meningkatkan asupan
2) Kebersihan tangan nutrisi
meningkat
3) Kebersihan badan
meningkat
4) Nafsu makan meningkat
4 Defisit Perawatan Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama Dukungan perawatan diri:
Diri: makan keperawatan 3x24jam makan Observasi :
berhubungan diharapkan keluarga mampu 1) Identifikasi diet yang dianjurkan
dengan merawat klien agar defisit 2) Monitor kemampuan menelan
kelemahan perawatan diri : makan Terapeutik
meningkat 3) Siapkan makanan dengan suhu yang
Kriteria hasil meningkatkan nafsu makan
1) Perawatan Diri : makan 4) Sediakan makanan dan minuman
meningkat yang disukai
2) Mempertahankan
kebersihan diri
meningkat
3) Mempertahankan
kebersihan mulut
meningkat
4) Kemampuan makan
meningkat
5 Defisit Setelah dilakukan kunjugan Intervensi Utama Edukasi Kesehatan
Pengetahuan sebanyak tiga kali selama 45-60 Observasi :
berhubungan menit diharapkan keluarga 1) Identifikasi kesiapan dan
dengan kurang mampu mengenal masalah kemampuan menerima informasi
terpapar informasi kesehatan klien agar tingkat Terapeutik
pengetahuan membaik 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan
Kriteria hasil sesuai kesepakatan
1) Tingkat Pengetahuan 3) Berikan kesempatan bertanya
membaik Edukasi
2) Kemampuan 4) Ajarkan strategi yang dapat
menjelaskan digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
suatu topik meningkat
3) Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat

2.2.4 Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Seperti tahap – tahap yang lain dalam

proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain

validasi (pengesahan) rencana keperawatan, menulis/mendokumentasikan rencana

keperawatan, melanjutkan pengumpulan data, dan memberikan asuhan

keperawatan.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terahir dalam proses keperawatan yang

merupakan kegiatan sengaja dan terus-menerus yang melibatkan klien atau pasien

dengan perawat dan anggota tim kesehatan lainnya

Anda mungkin juga menyukai