Proposal Tesis
DisusunOleh :
TRI HARTATI
NPM. 18420025
PENDAHULUAN
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam
tubuh anak (Endah, 2015). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
(Endah, 2015).
pada tahun 2015 memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar
penduduk dunia atau 1 dari delapan orang penduduk dunia menderita gizi
seluruh dunia, dilihat dari segi wilayah, lebih dari 70 persen kasus gizi buruk
pada anak didominasi oleh Negara Asia, sedangkan 26 persen di Afrika dan 4
persen di Amerika Latin serta Karibia. Setangah dari 10,9 juta kasus kematian
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi
kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016
yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Buletin Jendela, 2018).
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi
badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari
WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan
dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Buletin Jendela, 2018).
Seratus tujuh puluh delapan juta anak didunia yang terlalu pendek
Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh negara
dimana terdiri dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti
telah terjadi peningkatan sebanyak 1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun
obesitas dua kali lebih tinggi dari pada remaja yang tinggi badannya normal
(Riskesdas 2010). Anak yang mengalami stunting pada dua tahun kehidupan
pertama dan mengalami kenaikan berat badan yang cepat, berisiko tinggi
atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh
ekonomi, kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa
depan anak. Anak usia 3 tahun yang stunting severe (-3 < z ≤ 2) pada laki-laki
dibanding yang stunting mild (z > -2). Hal ini mengakibatkan penurunan
intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat
pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang
berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
mendatang jika saat ini banyak anak Indonesia yang menderita stunting.
Bangsa ini akan tidak mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi
dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada
kecerdasan yang lebih baik, akan memberikan daya saing yang baik dibidang
(Aryastami, 2017).
terdapat 3 situasi yang dapat menyebabkan stunting yaitu : situasi ibu dan
calon ibu, situasi bayi dan balita, serta situasi sosial ekonomi dan lingkungan
Ditinjau dari situasi ibu dan calon ibu, Kondisi kesehatan dan gizi ibu
pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting. Faktor lainnya pada ibu
yang mempengaruhi adalah postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang
terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi yang kurang pada
saat kehamilan. Situasi bayi dan balita Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir
gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini
dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. Sedangkan dari sisi
pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) hal yang perlu diperhatikan
sosial dan ekonomi Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga
untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat
pendek meningkatnya morbiditas. Bila masalah ini bersifat kronis, maka akan
siklus kehidupan) maka anak yang mengalami kurang gizi diawal kehidupan
(periode 1000 HPK) memiliki risiko penyakit tidak menular pada usia dewasa
Gerakan 1000 HPK merupakan upaya Pemerintah dalam perbaikan gizi anak.
Periode ini disebut golden periode atau waktu yang kritis dimana jika tidak
Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang bermula sejak saat
konsepsi hingga anak berusia 2 tahun, merupakan masa paling kritis untuk
memperbaiki perkembangan fisik dan kognitif anak. Status gizi ibu hamil dan ibu
menyusui, status kesehatan dan asupan gizi yang baik merupakan faktor penting
risiko kesakitan pada bayi dan ibu. Ibu hamil dengan status gizi kurang akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, penyebab utama terjadinya bayi
pada masa dewasa. (World Bank, 2012) Status gizi pada 1000 HPK akan
Ibu dan bayi memerlukan gizi yang cukup dan berkualitas untuk
menjamin status gizi dan status kesehatan; kemampuan motorik, sosial, dan
kognitif; kemampuan belajar dan produktivitasnya pada masa yang akan datang.
Anak yang mengalami kekurangan gizi pada masa 1000 HPK akan mengalami
penularan kurang gizi dan kemiskinan pada generasi selanjutnya .(World Bank,
gizi pada 1000 HPK merupakan prioritas utama untuk meningkatkan kualitas
kehidupan generasi yang akan datang (Bappenas RI, 2012). Intervensi pada 1000
HPK difokuskan pada 2 jenis intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik dan
kegiatan yang cukup cost effective khususnya untuk mengatasi masalah gizi
sensitif dan spesifik dan harus diselesaikan secara integratif melalui koordinasi
yang baik antar berbagai sektor terkait, serta didasarkan pada akar masalah yang
ada (Ulfani, 2011). Untuk itu, agar dapat merencanakan intervensi gizi fokus
gizi yang dihadapi oleh kelompok sasaran 1000 HPK di wilayah yang
anak usia 100 hari pertama kehidupan di Wilayah Kerja Puskesmas Lampung
terhadap kejadian stunting pada anak usia 100 hari pertama kehidupan di
kuantitatif.
setelah dua tahun, kerena tumbuh kejar (catch up) masih akan
dimulai dari paruh kedua masa bayi dan berlanjut sampai maturitas, dan
fase pubertas dimana pertumbuhan anak akan berlanjut. Pada tiap fase
tumbuh kembang anak setelah masa gagal tumbuh awal masih bisa
telah dicanangkan.