KECERDASAN ANAK
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan perkembangan, karena
terdapat keterkaitan dan berhubungan dengan kesehatan dan kecerdasan ( Proverawati dan
Erna, 2010). Menurut Aries et al. (2012) status gizi bayi dan balita merupakan salah satu
indikator kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan kempok bayi dan
balita sangat terhadap berbagai penyakit kekurangan gizi.
kehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh dari asupan energidan
zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi, karena dalam keadaan normal,
berat badan seseorang akan berbanding lurus atau linier dengan tinggi badannya. Ada 178
juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan pertumbuhan
standar WHO. Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh
negara berkembang sebesar 31,2%. Prevalensianak stuntingdibenua Asia sebesar 30,6%
dan di Asia Tenggara sebesar 29,4%.
1
prevalensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2 %, dimana terdiri dari 18,0 %
sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak 1,6 %
pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %).(3-5)
Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi balita
stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18 % sanagt pendek dan 19,2% pendek)
yang berarti terjadi peningkatan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%) dan stunting
di Indonesia termasuk masalah karena prevalensi stunting nasional masih diatas toleransi
yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO) 2010 yang hanya 20% dan menyebutkan
kondisi konsumsi makanan ibu hamil dan balita tahun 2016-2017 menunjukkan di
Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari 10 ibu hamil kurang kalori. Stunting
apabila terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun), maka berakibatan
pada perkembangan otak yang tidak baik. Hal tersebut di masa yang akan datang dapat
berakibatkan pada penurunan kemampuan intelektual dan produktivitas, peningkatan
resiko penyakit degeneratif dan kelahiran bayi dengan berat lahir rendan atau prematur
(Todaro dan Smith, 2009; Sari, et al., 2010; caulfield et al., 2006).
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu,
kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan
hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses
sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
anak.
Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah
dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi remaja
perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu
butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih. Dengan
kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Tumbuh kembang anak adalah suatu proses yang sifat nya kontinu, yang dimulai
sejak didalam kandungan hingga dewasa. Didalam proses perkembangan anak terdapat
masa-masa kritis, dimana pada masa tersebut diperlukan suatu stimulasi yang berfungsi
agar potensi si anak berkembang. Berkembang anak akan optimal jika terdapat interaksi
2
sosial yang sesuai dengan kebutuhan anak di berbagai tahap perkembangannya. (Adriana :
2013) Pertumbuhan adalah bertambah besarnya sel seluruh bagian tubuh dan faktor genetik
dianggap sebagai penentu potensi bawaan saling berpengaruhi dengan lingkungan ( Rohan
e-siyoto : 2013)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik faktor resiko Stunting pada anak usia kurang dari 5
tahun ?
2. Apa saja faktor resiko yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia
kurang dari 5 tahun
3. Apa hubungan antara tumbuh kembang anak dengan kejadian stunting?
4. Apa hubungan antara kecerdasan anak dengan kejadian stunting?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor resiko stunting pada tumbuh kembang anak dan
kecerdasan anak di Puskesmas
2. Tujuan Khusus
- Sebagai bahan praktek pendidikan gizi
- Untuk mengetahui karakteristik faktor resiko stunting pada anak kurang
dari 5 tahun
- Untuk mengetahui apa saja faktor resiko yang mempengaruhi kejadian
stunting pada anak kurang dari 5 tahun
- Untuk mengetahui hubungan antara tumbuh kembang anak dengan kejadian
stunting
- Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan anak dengan kejadian
stunting
D. Manfaat
3
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan resiko stunting
2. Sebagi sumber pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran di
masa mendatang
3. Sebagai masukan untuk posyandu tersebut
Bab II
4
Tinjauan Pustaka
A. PENGERTIAN STUNTING
Status gizi merupakan keadaan yang disebabkan oleh keseimbangan antara jumlah
asupan gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi bilogis seperti
pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas dan pemeliharaan kesehatan (jahari, 2004).
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan
kualitas hidup. Untuk itu, program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi
konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Muchtadi, 2002).
Sedangkan menurut Almatser (2003) Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan gizi.
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek sehingga
melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan (Manary & Solomons,
2009). Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik
sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (Fitri, 2012).
Saat ini stunting pada anak merupakan salah satu indikator terbaik untuk menilai
kualitas modal manusia di masa mendatang. Kerusakan yang diderita pada awal
kehidupan, yang terkait dengan proses stunting, menyebabkan kerusakan permanen.
Keberhasilan tindakan yang berkelanjutan untuk mengentaskan kemiskinan dapat diukur
dengan kapasitas mereka untuk mengurangi prevalensi stunting pada anak-anak kurang
dari lima tahun. Berat lahir berkontribusi mengurangi pertumbuhan anak dalam dua tahun
pertama kehidupan, akan mengakibatkan stunting dalam dua tahun, yang akhirnya
tergambar pada tinggi badan saat dewasa. Peningkatan fungsi kognitif dan perkembangan
intelektual terkait dengan peningkatan berat lahir dan pengurangan dalamstunting. Efek
negatif berat lahir rendah pada pengembangan intelektual ditekankan pada kelompok sosial
ekonomi rendah, dan dapat diatasi dengan perbaikan lingkungan.
Kegagalan pertumbuhan pada saat awal kehidupan akan menyebabkan tinggi badan
pada saat dewasa kurang kecuali ada kompensasi pertumbuhan (catch-up growth) di masa
anak-anak.
Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan
perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita
dinyatakan sebagai masa kritis dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas, terlebih pada periode 2 tahun pertama merupakan masa emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal, oleh karena itu pada masa ini perlu
perhatian yang serius ( Azwar,2004).
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang
dan minus dua standar deviasi (-2 SD) di bawah rata-rata dari standar (WHO,2006). Ini
adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran
gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Di
seluruh dunia, 178 juta anak berusia kurang dari 5 tahun menderita stunting dengan
mayoritas di Asia Tengah Selatan dan sub-Sahara Afrika. Stunting merupakan masalah
kesehatan masyarakat utama dinegara berpendapatan rendah dan menengah karena
hubungan nya dengan peningkatan resiko selama masa kanak-kanak. Selain menyebabkan
5
kematian pada masa kanak-kanak, stunting juga mempengaruhi fisik dan fungsional dari
tubuh ( The Lancet, 2008).
Pada tahun 2003, 27,5% anak balita di Indonesia menderita kurus sedang dan berat
atau hanya 10 poin persentase lebih rendah dari pada tahun 1989, hampir setengah nya
stunting. Tahun 2005, untuk semua negara-negara berkembang, yang diperkirakan 32%
(178 juta) anak-anak usia kurang dari 5 tahun memiliki skor TB/U dengan niali Z Score
kurang -2 (WHO, 2006; De Onis, M. et al. 2006). Prevalensi tertinggi dalam subkawasan
PBB adalah Afrika Timur dan menengah masing-masing 50% dan 42% dengan jumlah
terbanyak anak-anak dipengaruhi oleh stunting 74 juta tinggal di Asia Tengah Selatan.
Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis, yang menghambat pertumbuhan
linier. Biasanya, pertumbuhan goyah dimulai pad sekitar usia enam bulan, sebagai transisi
makanan anak yang sering memadai dalam jumlah dan kualitas, dan peningkatan paparan
dari lingkungan yang meningkatkan terkena penyakit. Terganggunya pertumbuhan bayi
dan anak-anak karena kurang memadainya asupan makanan dan terjadinya penyakit infeksi
berulang, yang mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan meningkatkan kebutuhan
metabolik (Caufield et al, 2006).
B. PENGUKURAN STUNTING
6
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi
(Siagan A, 2010).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (z score).
Stunting dapat diketahui bila seseorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada
dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan dengan balita
seumurannya (Hastono,2006). Perhitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO
(Litbangkes,2013).
Klasifikasi Status Gizi Stunting berdasarkan indikator Tinggi Badan per Umur (TB/U)
Sangat Pendek : Z score < -3,0
Pendek : Z score ≥ -3,0 s.d Z score < -2,0
Normal : Z score ≥ -2,0
Umur
Umur adalah suatu angka yang mewakili lamanya kehidupan seseorang. Usia dihitung
saat pengumpulan data, berdasarkan tanggal kelahiran. Apabila lebih hingga 14 hari maka
dibulatkan ke bawah, sebaliknya jika lebih 15 hari maka dibulatkan ke atas.
Tinggi badan
Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh dan panjang
tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada dua macam yaitu: ‘stadiometer
portabel’ yang memiliki kisaran pengukur 840-2060 mm dan ‘harpenden stadiometer digital’
yang memiliki kisaran pengukur 600-2100 mm.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki dan aksesoris kepala,
kedua tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan pantat menempel di dinding,
pandangan mata mengarah ke depan sehingga membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis
imaginasi dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian
dalam). Bagian alat yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian verteks).
Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien inspirasi maksimum pada
saat diukur untuk meluruskan tulang belakang.
Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya panjang badan diukur
jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran
panjang badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun
diukur dalam keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi 1 cm sebelum diplot pada grafik
pertumbuhan.
Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan dilakukan
pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat
dipercaya dan sahih untuk mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang
lengan atas (upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee height). Semua pengukuran
di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm.
7
1. Beberapa gejala dan tanda lain yang terjadi kalau anak mengalami gangguan
pertumbuhan:
Berat badan tidak naik, bahkan cenderung menurun
Perkembangan tubuh terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak
perempuan)
Anak mudah terkena penyakit infeksi
Ketika dewasa nanti, bahkan dilaporkan bahwa anak pendek akan memiliki tingkat
produktifitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Ya, stunting adalah
masalah gizi yang berdampak hingga anak berusia lanjut usia apabila tidak ditangani
segera.
Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa dikembalikan seperti
semula. Maksudnya, ketika seorang anak sudah stunting atau pendek sejak ia masih balita,
maka pertumbuhannya akan terus lambat hingga ia dewasa.
3. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak yang menderita
Stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi
beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan
kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi
pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit
diperbaiki. Masalah Stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu
panjang yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.
- Dampak Stunting terbagi menjadi 2 yaitu:
Dampak Stunting Jangka pendek
- Kesehatan
Mortalitas dan Morbiditas
- Perkembangan
kognitif, motorik, dan perkembangan bahasa
- Ekonomi
Biaya pengeluaran kesehatan untuk perawatan kesehatan
8
Dampak Stunting Jangka Panjang
- Kesehatan
Tinggi tidak berkembang, penyakit degeneratif, reproduksi
- Perkembangan
Kinerja sekolah dan kapasitas belajar
- Ekonomi
Kapasitas dan produktivitas kerja
9
pada saat kehamilan berkurang,dimana akan berpengaruh pada zat gizi bayi
yang dikandungnya (Adriani & Kartika, 2013).
5. Pemberian ASI
Penelitian yang dilakukan oleh (Paudel et al,2012) menyatakan bahwa
pemberian asi tidak eksklusif memiliki resiko 6,9 kali terjadinya stunting pada
bayi.sedangkan penelitian oleh (Arifin dkk,2012) menghasilkan bahwa balita
dengan asi tidak eksklusif mempunyai resiko 3,7 kali lebih besar terkena
stunting dibanding balita dengan asi eksklusif.
7. Pola Asuh
Pola asuh yang kebanyakan orangtuanya berkerja sehingga anak lebih sering
diasuh oleh neneknya. Pola asuh nenek cenderung memberikan pola makan
sesuai dengan kemauan neneknya berdasarkan kebiasaan turun menurun.
Pengasuhan yang kurang memadai seperti pemberian makan yang kurang yang
tepat sejak bayi hingga balita menyebabkan balita lebih sering menderita
sakit,akibat terganggunya pencernaan karena usus bayi yang masih rentan
kondisi sakit yang terlalu lama mengakibatkan berat badan balita cepat turun
dan memudahkan balita menjadi kurang gizi (Adriani & Kartika,2013).
8. Usia Ibu
Dalam penelitian (Rosha dkk,2010) menunjukkan bahwa ibu yang berusia 20-
30 tahun memiliki anak stunting sebesar 56,7 %. Fenomena yang menarik disini
adalah ibu yang berusia 20-30 tahun memiliki anak stunting yang lebih besar
jumlahnya daripada ibu berusia 31-50 tahun.
10
kejadian stunting pada anak tidak terjadi (EL Taguri et al,2009). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Rosha dkk,2010) mengungkapkan bahwa ibu
dengan tingkat pendidikan kurang dari SMP memiliki resiko lebih besar
memilki anak dengan status stunting dibanding dengan ibu yang berpendidikan
lebih dari SMP.
11
Ini Prevalensi Stunting di Indonesia. Di sumatera selatan 40,4 % balita menggalami
Stunting daerah yang paling banyak Stunting ada di Ogan Komring Ulu.
12
Bab III
Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan
Puskesmas Talang Ratu adalah salah satu puskesmas yang terletakdiwilayah kerja
kota Palembang. Puskesmas ini terletak di Kecamatan Ilir Timurtepatnya di kelurahan 20
Ilir Timur D-IV Kota Palembang. Selanjutnya kami akanmenjabarkan gambaran umum
tentang Puskesmas Talang Ratu dibawah ini.
Sejarah Perkembangan Puskesmas Talang Ratu
Puskesmas Talang Ratu sebelum menjadi Puskesmas, dahulunya
merupakan balai pengobatan yang berdiri tahun 1965. Pada awal berdiri balai pengobatand
ipimpin oleh Bapak Amin sampai tahun 1966. Kemudian pada tahun 1966sampai 1970
balai pengobatan tersebut dipimpin Bapak Tiyo.Pada tahun 1970 balai pengobatan menjadi
Puskesmas Pembantu yanginduknya di Puskesmas Dempo, Puskesmas ini dipimpin oleh
dr. Ahmad Tiartahun 1970 - 1975. Kemudian pada tahun 1975, Puskesmas Pembantu
digantimenjadi Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Talang Ratu yang diresmikan
padaTahun 1984 tetapi tidak membawahi Puskesmas lainnya.
Letak Geografi
Puskesmas Talang Ratu Palembang adalah salah satu puskesmas
yang berada di Kecamatan Ilir Timur tepatnya di kelurahan 20 Ilir Timur D-IV.Puskesmas
ini terletak di Jalan Letnan Murod No.986 Rt.13A Km.5, danmempunyai luas wilayah 96
Ha atau 0,96 Km2. Lokasinya sangat mudahdijangkau oleh masyarakat. Tidak ada kendala
untuk menjangkau PuskesmasTalang Ratu ini, karena dilewati kendaraan angkutan umum.
Masyarakat biasanyamenempuh perjalanan ke puskesmas dengan berjalan kaki,
menggunakan becak,sepeda motor, mobil, atau angkutan umum.
13
B. Waktu dan Tempat
Hari / tanggal : Kamis, 8 November 2018
C. Petugas penyuluhan
Mahasiswa Aktif Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang Prodi DIV Gizi
D. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Stunting
2. Hubungan Stunting Tumbuh Kembang dan kecerdasan Anak
3. Faktor Penyebabnya Stunting
4. Data Stunting di Indonesia
E. Metode Penyuluhan
Ceramah dan Tanya Jawab
n % n % n % n %
BAIK
KURANG
TOTAL
14
RERATA
Bab IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
B. Saran
15
Stunting bisa dicegah dengan pemberian ASI sampai anak usia dua tahun serta
mencegah berat bayi lahir rendah melalui pemberian asupan gizi yang seimbang untuk ibu
sebelum dan saat hamil.
Daftar Pustaka
Addair, L. S., & Guilkey, D. K. (1997). Age-spesific determinants of stunting in
filipino children . The journal of nutrition,172 (2), 314 320.
Adriani, M., & Kartika, V. (2013). Pola asuh makan pada balita dengan status gizi
kurang di jawa timur jawa tengah kalimantan tengah , tahun (2011). Buletin penelitian
sistem kesehatan , 16 (2 Apr).
Agresti, A (2002). Categorycal data analisis second edition. Newyork : John
Willey & Sons.
Arifin, D. Z., Irdasari, S. Y., & Sukandar, H. (2012) Analisis sebaran dan faktor
resiko stunting pada balita di kabupaten Purwakarta (2012). Jurnal. Departments Ilmu
Keseshatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandung.
Aristman. Gizi dalam daur kehidupan : buku ajar ilmu gizi , ed. 2. Jakarta
:EGC,2008.
EL Taguri, A., Betilmal, I., Mahmud, S. M., Monem Ahmed, A., Goulet, O., Galan,
P., & Hereberg. S., (2009). Risk factors for stunting among under-fives in Libya. Public
Health Nutrition, 12(08), 1141-1149.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=66906&ftyp=potongan&p
otongan=S2-2013-322447-chapter5.pdf
http://eprints.undip.ac.id/53775/3/Annisa_Nailis_FR_22010112130136_Lap.KTI_
Bab2.pdf
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi%20pra
%20rakerkesnas%202018/Pakar%20Stunting.pdf
file:///C:/Users/acewr/Downloads/file.pdf
http://wwwrorowashilatur.blogspot.com/2015/05/pengertian-stunting.html
http://repository.unimus.ac.id/1976/3/BAB%20II.pdf
Litbangkes, (2013) Riset Kesehatan Dasar (2013). Jakarta : Litbangkes , Kemenkes
RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Kementrian Keseshatan Tahun
2015-2019. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Kesmas. (2015, Juli 17). Faktor Penyebab dan Dampak Stunted Terhadap
Kesehatan Indonesian Public health[online]. Diambil 3 November 2015 dari
http://www.indonesian-publichealth.com/2015/07/dampak-dan-penyebab-stunted.html
Nadiyah, N., Briawan, D., & Martianto, D. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada
Anak Usia 0-23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa barat, Dan Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi
dan Pangan , 9(20, 125-132.
Paudel, R., Pradhan B., Wagle R.R., Pahari D.P., Onta S.R., (2012). Risk Factors
for Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study in Nepal.
Kathmandu Univ Med J, 39(3),18-24.
16
Rosha, B. C., Hardiansyah, H., & Baliwati, Y. F.,(2012). Analisis Determinan
Stunting Anak 0-23 Bulan pada Daerah Miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jurnal
Penelitian Gizi dan Makanan, 35(1), 32-41.
Suhardjo , Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,2003.
LAMPIRAN
Lampiran I
Susunan Panita penyuluhan
Seksi Acara
Koordinator : Hafsa Putri
Anggota : Viska
Dyah Aulia H.
Seksi perlengkapan
Koordinator : Sahira N.C
Anggota : Alya Rahma
Seksi Dokumentasi
Koordinator : Milenia
Anggota : Tansika
Seksi Konsumsi
Koordinator : Widiyah
Anggota : Indah Lestari
17
Lampiran II
3 Transportasi Rp 20.000
Total Rp 70.000
Mengesahkan Menyetujui
18
Hana Yuniarti, SKM, M.Kes Susyani, S.SiT, M.Kes
Lampiran III
Jadwal Kegiatan
19
Lampiran IV
20
Lampiran V
Surat Keterangan
21