Anda di halaman 1dari 21

FAKTOR RESIKO STUNTING PADA TUMBUH KEMBANG DAN

KECERDASAN ANAK

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan perkembangan, karena
terdapat keterkaitan dan berhubungan dengan kesehatan dan kecerdasan ( Proverawati dan
Erna, 2010). Menurut Aries et al. (2012) status gizi bayi dan balita merupakan salah satu
indikator kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan kempok bayi dan
balita sangat terhadap berbagai penyakit kekurangan gizi.

Stunting (pendek) merupakan ganguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya


malnutrisi asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang
ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U)merupakan suatu
keadaan dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah badan yang berada di bawah minus
dua standar deviasi (<-2SD). Apabila masalah stunting di atas 20% maka merupakan
masalah kesehatan masyarakat dari tabel status gizi WHO child growh standard (WHO,
2012).

Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan dinegara


berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations InternationalChildren’s
Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalami stunting. Sekitar 40% anak di
daerah pedesaan mengalami pertumbuhanyang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF
mendukung sejumlah inisiasi untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk
gizi melalui peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN) di
mana program ini mencangkup pencegahan stunting. Stunting didefinisikan sebagai
keadaan tubuh yang pendek dan sangatpendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah
median panjang atau tinggi badan. Stunting juga sering disebut sebagai Retardasi
Pertumbuhan Linier (RPL) yang muncul pada dua sampai tiga tahun awal

kehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh dari asupan energidan
zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi, karena dalam keadaan normal,
berat badan seseorang akan berbanding lurus atau linier dengan tinggi badannya. Ada 178
juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan pertumbuhan
standar WHO. Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh
negara berkembang sebesar 31,2%. Prevalensianak stuntingdibenua Asia sebesar 30,6%
dan di Asia Tenggara sebesar 29,4%.

Permasalahan stunting di Indonesia menurut laporan yang dikeluarkan oleh


UNICEF yaitu diperkirakan sebanyak 7,8 juta anak mengalami stunting, sehingga UNICEF
memposisikan Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang
mengalami stunting tinggi. Data Riset Kesehatan Dasarpada tahun 2013 diketahui bahwa

1
prevalensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2 %, dimana terdiri dari 18,0 %
sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak 1,6 %
pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %).(3-5)

Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan


pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan,
kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Anak usia 3 tahun yang
stunting severe (-3 < z ≤ 2) pada laki-laki memiliki kemampuan membaca lebih rendah 15
poin dan perempuan 11 poin dibanding yang stunting mild (z > -2). Hal ini mengakibatkan
penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat
melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan
menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah
(economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena
itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja,
tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga
akan menjadi beban negara.

Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi balita
stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18 % sanagt pendek dan 19,2% pendek)
yang berarti terjadi peningkatan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%) dan stunting
di Indonesia termasuk masalah karena prevalensi stunting nasional masih diatas toleransi
yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO) 2010 yang hanya 20% dan menyebutkan
kondisi konsumsi makanan ibu hamil dan balita tahun 2016-2017 menunjukkan di
Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari 10 ibu hamil kurang kalori. Stunting
apabila terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun), maka berakibatan
pada perkembangan otak yang tidak baik. Hal tersebut di masa yang akan datang dapat
berakibatkan pada penurunan kemampuan intelektual dan produktivitas, peningkatan
resiko penyakit degeneratif dan kelahiran bayi dengan berat lahir rendan atau prematur
(Todaro dan Smith, 2009; Sari, et al., 2010; caulfield et al., 2006).

Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu,
kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan
hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses
sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
anak.

Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah
dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi remaja
perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu
butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih. Dengan
kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Tumbuh kembang anak adalah suatu proses yang sifat nya kontinu, yang dimulai
sejak didalam kandungan hingga dewasa. Didalam proses perkembangan anak terdapat
masa-masa kritis, dimana pada masa tersebut diperlukan suatu stimulasi yang berfungsi
agar potensi si anak berkembang. Berkembang anak akan optimal jika terdapat interaksi
2
sosial yang sesuai dengan kebutuhan anak di berbagai tahap perkembangannya. (Adriana :
2013) Pertumbuhan adalah bertambah besarnya sel seluruh bagian tubuh dan faktor genetik
dianggap sebagai penentu potensi bawaan saling berpengaruhi dengan lingkungan ( Rohan
e-siyoto : 2013)

Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara


menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya
dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, di
mana individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat,
tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perseorangan
maupun secara kelompok. Penyuluhan gizi merupakan suatu pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu / masyarakat yang diperlakukan dalam peningkatan /
mempertahankan gizi baik. Salah satunya adalah pentingnya pengetahuan tentang stunting
sejak usia produktif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik faktor resiko Stunting pada anak usia kurang dari 5
tahun ?
2. Apa saja faktor resiko yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia
kurang dari 5 tahun
3. Apa hubungan antara tumbuh kembang anak dengan kejadian stunting?
4. Apa hubungan antara kecerdasan anak dengan kejadian stunting?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor resiko stunting pada tumbuh kembang anak dan
kecerdasan anak di Puskesmas
2. Tujuan Khusus
- Sebagai bahan praktek pendidikan gizi
- Untuk mengetahui karakteristik faktor resiko stunting pada anak kurang
dari 5 tahun
- Untuk mengetahui apa saja faktor resiko yang mempengaruhi kejadian
stunting pada anak kurang dari 5 tahun
- Untuk mengetahui hubungan antara tumbuh kembang anak dengan kejadian
stunting
- Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan anak dengan kejadian
stunting

D. Manfaat
3
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan resiko stunting
2. Sebagi sumber pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran di
masa mendatang
3. Sebagai masukan untuk posyandu tersebut

Bab II

4
Tinjauan Pustaka

A. PENGERTIAN STUNTING

Status gizi merupakan keadaan yang disebabkan oleh keseimbangan antara jumlah
asupan gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi bilogis seperti
pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas dan pemeliharaan kesehatan (jahari, 2004).
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan
kualitas hidup. Untuk itu, program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi
konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Muchtadi, 2002).
Sedangkan menurut Almatser (2003) Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan gizi.
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek sehingga
melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan (Manary & Solomons,
2009). Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik
sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (Fitri, 2012).
Saat ini stunting pada anak merupakan salah satu indikator terbaik untuk menilai
kualitas modal manusia di masa mendatang. Kerusakan yang diderita pada awal
kehidupan, yang terkait dengan proses stunting, menyebabkan kerusakan permanen.
Keberhasilan tindakan yang berkelanjutan untuk mengentaskan kemiskinan dapat diukur
dengan kapasitas mereka untuk mengurangi prevalensi stunting pada anak-anak kurang
dari lima tahun. Berat lahir berkontribusi mengurangi pertumbuhan anak dalam dua tahun
pertama kehidupan, akan mengakibatkan stunting dalam dua tahun, yang akhirnya
tergambar pada tinggi badan saat dewasa. Peningkatan fungsi kognitif dan perkembangan
intelektual terkait dengan peningkatan berat lahir dan pengurangan dalamstunting. Efek
negatif berat lahir rendah pada pengembangan intelektual ditekankan pada kelompok sosial
ekonomi rendah, dan dapat diatasi dengan perbaikan lingkungan.
Kegagalan pertumbuhan pada saat awal kehidupan akan menyebabkan tinggi badan
pada saat dewasa kurang kecuali ada kompensasi pertumbuhan (catch-up growth) di masa
anak-anak.
Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan
perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita
dinyatakan sebagai masa kritis dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas, terlebih pada periode 2 tahun pertama merupakan masa emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal, oleh karena itu pada masa ini perlu
perhatian yang serius ( Azwar,2004).
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang
dan minus dua standar deviasi (-2 SD) di bawah rata-rata dari standar (WHO,2006). Ini
adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran
gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Di
seluruh dunia, 178 juta anak berusia kurang dari 5 tahun menderita stunting dengan
mayoritas di Asia Tengah Selatan dan sub-Sahara Afrika. Stunting merupakan masalah
kesehatan masyarakat utama dinegara berpendapatan rendah dan menengah karena
hubungan nya dengan peningkatan resiko selama masa kanak-kanak. Selain menyebabkan

5
kematian pada masa kanak-kanak, stunting juga mempengaruhi fisik dan fungsional dari
tubuh ( The Lancet, 2008).
Pada tahun 2003, 27,5% anak balita di Indonesia menderita kurus sedang dan berat
atau hanya 10 poin persentase lebih rendah dari pada tahun 1989, hampir setengah nya
stunting. Tahun 2005, untuk semua negara-negara berkembang, yang diperkirakan 32%
(178 juta) anak-anak usia kurang dari 5 tahun memiliki skor TB/U dengan niali Z Score
kurang -2 (WHO, 2006; De Onis, M. et al. 2006). Prevalensi tertinggi dalam subkawasan
PBB adalah Afrika Timur dan menengah masing-masing 50% dan 42% dengan jumlah
terbanyak anak-anak dipengaruhi oleh stunting 74 juta tinggal di Asia Tengah Selatan.
Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis, yang menghambat pertumbuhan
linier. Biasanya, pertumbuhan goyah dimulai pad sekitar usia enam bulan, sebagai transisi
makanan anak yang sering memadai dalam jumlah dan kualitas, dan peningkatan paparan
dari lingkungan yang meningkatkan terkena penyakit. Terganggunya pertumbuhan bayi
dan anak-anak karena kurang memadainya asupan makanan dan terjadinya penyakit infeksi
berulang, yang mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan meningkatkan kebutuhan
metabolik (Caufield et al, 2006).

B. PENGUKURAN STUNTING

6
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi
(Siagan A, 2010).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (z score).
Stunting dapat diketahui bila seseorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada
dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan dengan balita
seumurannya (Hastono,2006). Perhitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO
(Litbangkes,2013).
Klasifikasi Status Gizi Stunting berdasarkan indikator Tinggi Badan per Umur (TB/U)
Sangat Pendek : Z score < -3,0
Pendek : Z score ≥ -3,0 s.d Z score < -2,0
Normal : Z score ≥ -2,0

 Umur
Umur adalah suatu angka yang mewakili lamanya kehidupan seseorang. Usia dihitung
saat pengumpulan data, berdasarkan tanggal kelahiran. Apabila lebih hingga 14 hari maka
dibulatkan ke bawah, sebaliknya jika lebih 15 hari maka dibulatkan ke atas.

 Tinggi badan
Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh dan panjang
tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada dua macam yaitu: ‘stadiometer
portabel’ yang memiliki kisaran pengukur 840-2060 mm dan ‘harpenden stadiometer digital’
yang memiliki kisaran pengukur 600-2100 mm.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki dan aksesoris kepala,
kedua tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan pantat menempel di dinding,
pandangan mata mengarah ke depan sehingga membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis
imaginasi dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian
dalam). Bagian alat yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian verteks).
Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien inspirasi maksimum pada
saat diukur untuk meluruskan tulang belakang.
Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya panjang badan diukur
jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran
panjang badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun
diukur dalam keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi 1 cm sebelum diplot pada grafik
pertumbuhan.
Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan dilakukan
pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat
dipercaya dan sahih untuk mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang
lengan atas (upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee height). Semua pengukuran
di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm.

C. Gejala, Resiko dan Dampak

7
1. Beberapa gejala dan tanda lain yang terjadi kalau anak mengalami gangguan
pertumbuhan:
 Berat badan tidak naik, bahkan cenderung menurun
 Perkembangan tubuh terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak
perempuan)
 Anak mudah terkena penyakit infeksi

2. Anak pendek sebenarnya mengalami gangguan pertumbuhan. Jika tidak ditangani


dengan baik maka akan memengaruhi pertumbuhannya hingga ia dewasa nanti,
tidak cuma dampak fisik saja. Berikut adalah risiko yang dialami oleh anak pendek
atau stunting di kemudian hari.
 Kesulitan belajar
 Kemampuan kognitifnya lemah
 Mudah lelah dan tak lincah dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
 Risiko untuk terserang penyakit infeksi lebih tinggi
 Risiko mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, kanker,
dan lain-lain) di usia dewasa

Ketika dewasa nanti, bahkan dilaporkan bahwa anak pendek akan memiliki tingkat
produktifitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Ya, stunting adalah
masalah gizi yang berdampak hingga anak berusia lanjut usia apabila tidak ditangani
segera.

Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa dikembalikan seperti
semula. Maksudnya, ketika seorang anak sudah stunting atau pendek sejak ia masih balita,
maka pertumbuhannya akan terus lambat hingga ia dewasa.

Saat pubertas, ia tidak dapat mencapai pertumbuhan maksimal akibat sudah terkena


stunting di waktu kecil. Meskipun, Anda telah memberikannya makanan yang kaya akan
gizi, namun tetap saja pertumbuhannya tidak dapat maksimal.

3. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak yang menderita
Stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi
beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan
kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi
pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit
diperbaiki. Masalah Stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu
panjang yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.
- Dampak Stunting terbagi menjadi 2 yaitu:
 Dampak Stunting Jangka pendek
- Kesehatan
Mortalitas dan Morbiditas
- Perkembangan
kognitif, motorik, dan perkembangan bahasa
- Ekonomi
Biaya pengeluaran kesehatan untuk perawatan kesehatan

8
 Dampak Stunting Jangka Panjang
- Kesehatan
Tinggi tidak berkembang, penyakit degeneratif, reproduksi
- Perkembangan
Kinerja sekolah dan kapasitas belajar
- Ekonomi
Kapasitas dan produktivitas kerja

D. Faktor- faktor penyebab dan Prevalensi Stunting

Terdapat beberapa faktor yang teridenfikasi menjadi penyebab terjadinya stunting.


Menurut (Soetjiningsih,1995) kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak dengan tanpa
sakit yang berulang akan menyebabkan bentuk tubuh balita yang stunting. Faktor kondisi
ibu yang menderita anemia dan kondisi sosial ekonomi mempengaruhi pertumbuhan janin.
Sehingga dapat diuraikan bahwasannya faktor-fator yang menyebabkan terjadinya
stunting. Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian Stunting berhubungan dengan
berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik orangtua yaitu pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota dalam keluarga, faktor genetik,
penyakit infeksi, jenis kelamin anak, kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein,
sering mengalami penyakit kronis, adalah sebagai berikut :

1. Jenis Kelamin Anak


Jenis kelamin anak berhubungan dengan waktu terjadinya/teridenfikasinya
stunting. Penelitian oleh (Adair & Guilkey, 1997) mengungkapkan bahwa anak
berjenis kelamin laki-laki cenderung terkena stunting pada tahun pertama
kehidupan sedangkan anak berjenis perempuan cenderung terkena stunting pada
tahun kedua kehidupan.

2. Riwayat Penyakit Diare


Riwayat penyakit diare di bayak penelitian seperti yang dilakukan oleh (El
Taguri et al, 2009) dan (Paudel et al, 2012) menjadi faktor yang signifikan
terhadap stunting. Diare yang terjadi pada bayi terjadi akibat pemberian
makanan selain ASI, sehingga menyebabkan bayi diare dan bila bayi sakit, akan
kurang mendapatkan asupan gizi makanan yang bergizi sehingga
mengakibatkan pertumbuhan balita menjadi kurang gizi (Adriani & Kartika,
2013).

3. Berat Badan Lahir


Berat badan lahir terutama bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai
resiko 2,6 kali lebih besar terkena stunting dibandingkan balita dengan asupan
gizi baik atau memiliki berat badan lahir normal (Arifin dkk,2012).

4. Asupan Gizi kehamilan


Asupan zat gizi makanan untuk ibu hamil yang kurang mengandung protein
dan zat gizi lainnya dapat berakibat pada status gizi ibu hamil terutama bila ibu
mengalami kesulitan makan karena perubahan metabolisme tubuh diperlukan

9
pada saat kehamilan berkurang,dimana akan berpengaruh pada zat gizi bayi
yang dikandungnya (Adriani & Kartika, 2013).

5. Pemberian ASI
Penelitian yang dilakukan oleh (Paudel et al,2012) menyatakan bahwa
pemberian asi tidak eksklusif memiliki resiko 6,9 kali terjadinya stunting pada
bayi.sedangkan penelitian oleh (Arifin dkk,2012) menghasilkan bahwa balita
dengan asi tidak eksklusif mempunyai resiko 3,7 kali lebih besar terkena
stunting dibanding balita dengan asi eksklusif.

6. Pemberian Makan Pre-lakteal


Praktik pemberian makanan atau minuman selain asi saat anak dilahirkan dan
belum disusui untuk pertama kalinya dianalisis terdiri dalam penelitian (Nadia
dkk,2014) dimana pemeberian makanan Pre-lakteal menjadi faktor resiko yang
signifikan terhadap stunting dan memiliki dampak sistemik yang buruk berupa
penundaan inisiasi menyusui.

7. Pola Asuh
Pola asuh yang kebanyakan orangtuanya berkerja sehingga anak lebih sering
diasuh oleh neneknya. Pola asuh nenek cenderung memberikan pola makan
sesuai dengan kemauan neneknya berdasarkan kebiasaan turun menurun.
Pengasuhan yang kurang memadai seperti pemberian makan yang kurang yang
tepat sejak bayi hingga balita menyebabkan balita lebih sering menderita
sakit,akibat terganggunya pencernaan karena usus bayi yang masih rentan
kondisi sakit yang terlalu lama mengakibatkan berat badan balita cepat turun
dan memudahkan balita menjadi kurang gizi (Adriani & Kartika,2013).

8. Usia Ibu
Dalam penelitian (Rosha dkk,2010) menunjukkan bahwa ibu yang berusia 20-
30 tahun memiliki anak stunting sebesar 56,7 %. Fenomena yang menarik disini
adalah ibu yang berusia 20-30 tahun memiliki anak stunting yang lebih besar
jumlahnya daripada ibu berusia 31-50 tahun.

9. Tinggi Badan Ibu


Tinggi badan ibu kurang dari 150 cm menjadi faktor resiko stunting pada anak
usia 0-23 bulan dengan odds ratio 1,77 (Nadia dkk,2014). Penelitian (Schmidt
et al,2002) bahwa setiap kenaikan 1 cm tinggi badan dan ibu maka panjang
badan bayi bertambah 0,196 cm. Hal ini menjadi alasan penting anak
perempuan menjadi target penting dalam perbaikan stunting hingga generasi
selanjutnya.

10. Pendidikan Ibu


Pendidikan ibu menjadi penting ketika ibu memiliki pengetahuan tentang cara
merawat bayi, nutrisi apa yang seharusnya diberikan kepada bayi sehingga

10
kejadian stunting pada anak tidak terjadi (EL Taguri et al,2009). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Rosha dkk,2010) mengungkapkan bahwa ibu
dengan tingkat pendidikan kurang dari SMP memiliki resiko lebih besar
memilki anak dengan status stunting dibanding dengan ibu yang berpendidikan
lebih dari SMP.

11. Pendidikan Ayah


Pendidikan ayah menjadi faktor yang signifikan karena pendidikan yang tinggi
pada ayah dapat berdampak pada pendapatan yang tinggi dan menyebabkan
tingginya kesadaran orangtua akan nutrisi yang diberikan kepada anak, serta
kesadaran akan kesehatan dan kebersihan lingkungan dirumah (El Taguri et
al,2009).
12. Pekerjaan Ayah
Penelitian oleh (Ramli et al,2009) mengungkapkan bahwa variabel pekerjaan
ayah dengan kategori tidak bekerja menunjukkan prevalensi yang tinggi
terhadap kejadian stunting parah.

13. Sanitasi Lingkungan


Penelitian oleh (Rosha dkk,2010) menghasilkan wilayah tempat tinggal yang
tidak kondusif dapat berpengaruh terhadap status gizi anak bermakna antara
wilayah tempat tinggal dengan status stunting menunjukkan sebesar 71,3 %
anak yang tinggal didesa menderita stunting. Hal ini disebabkan karena sanitasi
lingkungan yang kurang baik.

14. Wilayah Tempat Tinggal


Wilayah tempat tinggal menjadi faktor penting karena tinggal di wilayah kota
memiliki efek protektif atau resiko lebih rendah terhadap stunting dibanding
yang tinggal dipedesaan

11
Ini Prevalensi Stunting di Indonesia. Di sumatera selatan 40,4 % balita menggalami
Stunting daerah yang paling banyak Stunting ada di Ogan Komring Ulu.

12
Bab III
Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan

A. GAMBAR UMUM LOKASI

Puskesmas Talang Ratu adalah salah satu puskesmas yang terletakdiwilayah kerja
kota Palembang. Puskesmas ini terletak di Kecamatan Ilir Timurtepatnya di kelurahan 20
Ilir Timur D-IV Kota Palembang. Selanjutnya kami akanmenjabarkan gambaran umum
tentang Puskesmas Talang Ratu dibawah ini.

 Sejarah Perkembangan Puskesmas Talang Ratu
Puskesmas Talang Ratu sebelum menjadi Puskesmas, dahulunya
merupakan balai pengobatan yang berdiri tahun 1965. Pada awal berdiri balai pengobatand
ipimpin oleh Bapak Amin sampai tahun 1966. Kemudian pada tahun 1966sampai 1970
balai pengobatan tersebut dipimpin Bapak Tiyo.Pada tahun 1970 balai pengobatan menjadi
Puskesmas Pembantu yanginduknya di Puskesmas Dempo, Puskesmas ini dipimpin oleh
dr. Ahmad Tiartahun 1970 - 1975. Kemudian pada tahun 1975, Puskesmas Pembantu
digantimenjadi Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Talang Ratu yang diresmikan
padaTahun 1984 tetapi tidak membawahi Puskesmas lainnya.

 Letak Geografi
Puskesmas Talang Ratu Palembang adalah salah satu puskesmas
yang berada di Kecamatan Ilir Timur tepatnya di kelurahan 20 Ilir Timur D-IV.Puskesmas
ini terletak di Jalan Letnan Murod No.986 Rt.13A Km.5, danmempunyai luas wilayah 96
Ha atau 0,96 Km2. Lokasinya sangat mudahdijangkau oleh masyarakat. Tidak ada kendala
untuk menjangkau PuskesmasTalang Ratu ini, karena dilewati kendaraan angkutan umum.
Masyarakat biasanyamenempuh perjalanan ke puskesmas dengan berjalan kaki,
menggunakan becak,sepeda motor, mobil, atau angkutan umum.

13
B. Waktu dan Tempat
Hari / tanggal : Kamis, 8 November 2018

Waktu : Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB

Tempat : Puskesmas Talang Ratu PALEMBANG

C. Petugas penyuluhan
Mahasiswa Aktif Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang Prodi DIV Gizi

D. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Stunting
2. Hubungan Stunting Tumbuh Kembang dan kecerdasan Anak
3. Faktor Penyebabnya Stunting
4. Data Stunting di Indonesia

E. Metode Penyuluhan
Ceramah dan Tanya Jawab

F. Alat Peraga yang Digunakan


 Poster
 Laptop
 Materi dalam bentuk PPT
 Proyektor / Infokus

G. Hasil kegiatan (Pretest & Posttes)

PRETES TOTAL POST TEST TOTAL


KATEGORI

n % n % n % n %

BAIK

KURANG

TOTAL

14
RERATA

Bab IV
Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut


umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan
dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan
atau kesehatan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung
yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil
dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation
(IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted
antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek
pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun.
Antropometri merupakan    ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis
pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan
gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Anak yang
menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga
pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan
menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional
akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan
dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu
hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi
(tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat
ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat
makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A

B. Saran

15
Stunting bisa dicegah dengan pemberian ASI sampai anak usia dua tahun serta
mencegah berat bayi lahir rendah melalui pemberian asupan gizi yang seimbang untuk ibu
sebelum dan saat hamil.
Daftar Pustaka
Addair, L. S., & Guilkey, D. K. (1997). Age-spesific determinants of stunting in
filipino children . The journal of nutrition,172 (2), 314 320.
Adriani, M., & Kartika, V. (2013). Pola asuh makan pada balita dengan status gizi
kurang di jawa timur jawa tengah kalimantan tengah , tahun (2011). Buletin penelitian
sistem kesehatan , 16 (2 Apr).
Agresti, A (2002). Categorycal data analisis second edition. Newyork : John
Willey & Sons.
Arifin, D. Z., Irdasari, S. Y., & Sukandar, H. (2012) Analisis sebaran dan faktor
resiko stunting pada balita di kabupaten Purwakarta (2012). Jurnal. Departments Ilmu
Keseshatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandung.
Aristman. Gizi dalam daur kehidupan : buku ajar ilmu gizi , ed. 2. Jakarta
:EGC,2008.
EL Taguri, A., Betilmal, I., Mahmud, S. M., Monem Ahmed, A., Goulet, O., Galan,
P., & Hereberg. S., (2009). Risk factors for stunting among under-fives in Libya. Public
Health Nutrition, 12(08), 1141-1149.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=66906&ftyp=potongan&p
otongan=S2-2013-322447-chapter5.pdf
http://eprints.undip.ac.id/53775/3/Annisa_Nailis_FR_22010112130136_Lap.KTI_
Bab2.pdf
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi%20pra
%20rakerkesnas%202018/Pakar%20Stunting.pdf
file:///C:/Users/acewr/Downloads/file.pdf
http://wwwrorowashilatur.blogspot.com/2015/05/pengertian-stunting.html
http://repository.unimus.ac.id/1976/3/BAB%20II.pdf
Litbangkes, (2013) Riset Kesehatan Dasar (2013). Jakarta : Litbangkes , Kemenkes
RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Kementrian Keseshatan Tahun
2015-2019. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Kesmas. (2015, Juli 17). Faktor Penyebab dan Dampak Stunted Terhadap
Kesehatan Indonesian Public health[online]. Diambil 3 November 2015 dari
http://www.indonesian-publichealth.com/2015/07/dampak-dan-penyebab-stunted.html
Nadiyah, N., Briawan, D., & Martianto, D. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada
Anak Usia 0-23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa barat, Dan Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi
dan Pangan , 9(20, 125-132.
Paudel, R., Pradhan B., Wagle R.R., Pahari D.P., Onta S.R., (2012). Risk Factors
for Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study in Nepal.
Kathmandu Univ Med J, 39(3),18-24.

16
Rosha, B. C., Hardiansyah, H., & Baliwati, Y. F.,(2012). Analisis Determinan
Stunting Anak 0-23 Bulan pada Daerah Miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jurnal
Penelitian Gizi dan Makanan, 35(1), 32-41.
Suhardjo , Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,2003.

LAMPIRAN

Lampiran I
Susunan Panita penyuluhan

Pelindung : Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palembang

Penasihat : Ketua Prodi DIV Gizi Poltekkes Kemenkes Palembang

Ketua Umum : Dika Febriyansari

Sekretaris : Fitrianti Yulis A.

Bendahara : Devi Yasinta

 Seksi Acara
Koordinator : Hafsa Putri
Anggota : Viska
Dyah Aulia H.

 Seksi perlengkapan
Koordinator : Sahira N.C
Anggota : Alya Rahma

 Seksi Dokumentasi
Koordinator : Milenia
Anggota : Tansika

 Seksi Konsumsi
Koordinator : Widiyah
Anggota : Indah Lestari

17
Lampiran II

Rencana Anggaran Biaya

No. Jenis Barang Jumlah Harga Satuan Total Harga

1 Hard Copy Proposal 200 Rp 150 Rp 30.000

2 Fotokopi 20 Rp 1000 Rp 20.000

3 Transportasi Rp 20.000

Total Rp 70.000

Mengetahui Palembang, 2018

Dosen Mata Kuliah Pendidikan Gizi Yang Menyatakan

Yulianto YP, SKM, M.Kes Dika Febriyansari

NIP. 196407131987031002 NIM. PO.71.31.1.17.008

Mengesahkan Menyetujui

Kepala Jurusan Gizi Kepala Prodi DIV Gizi

18
Hana Yuniarti, SKM, M.Kes Susyani, S.SiT, M.Kes

NIP. 1957060360311982012004 NIP. 196503301986032002

Lampiran III

Jadwal Kegiatan

No. Waktu Kegiatan

1. 08.00-08.20 Salam dan Perkenalan

2 08.21-08.50 Pembukaan dan Pre Test

3 08.51-09.40 Penyampaian Materi dan Tanya Jawab

4 09.41-09.50 Post Tes

5 09.51-10.00 Penutupan dan Foto Bersama

19
Lampiran IV

Daftar Hadir Peserta Penyuluhan

No Nama Perserta Alamat Tanda Tangan


.

20
Lampiran V

Surat Keterangan

21

Anda mungkin juga menyukai