Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENULISAN ESAI

TINGKAT PENDIDIKAN IBU SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB VARIASI


CAKUPAN SUPLEMENTASI VITAMIN A

Nama : Meilisva Audila Anggraini


NIM : H1A014044
Dosen Pembimbing : dr. Marie Yuni Andari, Sp. M.
Jumlah Kata : 1520

Trigger Esai 6

Defisiensi vitamin A merupakan penyebab utama tingginya angka kebutaan di Indonesia. Di


Indonesia pemberian suplementasi vitamin A dilakukan pada bulan Februari dan Agustus
dengan sasaran anak usia 6-59 bulan. Cakupan pemberian vitamin A meningkat dari 71,5%
(2007) menjadi 75,5% (2013). Namun demikian terdapat kesenjangan persentase anak umur
6-59tahun yang menerima kapsul vitamin A selama 6 bulan terakhir; tertinggi di NTB
(89,2%) dan terendah di Sumatera Utara (52,3%). Menurut Anda faktor-faktor apa saja yang
dapat menyebabkan kesenjangan pemberian kapsul vitamin A pada berbagai daerah tersebut.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2015
Vitamin A adalah zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Vitamin A
merupakan kelompok retinoid yang larut lemak, meliputi retinol, retinal, dan asam retinoat.
Dua tipe vitamin A yang terdapat dalam diet yaitu, preformed dan provitamin A. Vitamin A
berperan penting dalam penglihatan dengan membentuk protein rodopsin yang mengabsorpsi
cahaya dalam retina; mendukung pertumbuhan dan diferensiasi sel; serta pemeliharaan fungsi
normal jantung, paru-paru, ginjal, dan organ lain (NIH, 2013).
Kondisi kurang vitamin A (KVA) adalah keadaan yang menunjukkan kadar serum
retinol dalam darah kurang dari 20µg/dl (Depkes, 2009). KVA dapat terjadi akibat kurang
konsumsi, gangguan penyerapan dan penggunaan dalam tubuh, peningkatan kebutuhan, atau
gangguan pengubahan karoten menjadi vitamin A (Almatsier, 2009). KVA meningkatkan
risiko terkena diare dan xeroftalmia terutama pada anak (Almatsier, 2009; Evert, 2013).
Selain itu, individu dengan KVA mudah terkena infeksi, kulitnya menjadi kering dan kasar,
dan gangguan pertumbuhan (Almatsier, 2009).
Insiden KVA lebih sering terjadi di negara-negara berkembang dan dimulai pada masa
pertumbuhan karena tidak menerima asupan vitamin A yang adekuat. Menurut WHO (2009),
Asia Tenggara menduduki posisi kedua setelah Afrika untuk angka prevalensi rabun senja
dan jumlah individu yang menderita KVA dalam survei yang dilakukan di populasi negara
yang berisiko KVA periode 1995-2005, yaitu pada kelompok anak usia prasekolah 0,5% dan
ibu hamil 9,9%. Berdasarkan hasil studi di 10 provinsi di Indonesia oleh Puslitbang Gizi dan
Makanan pada tahun 2006 menunjukkan bahwa persentase balita dengan serum retinol
<20µg/dl adalah 14,6%. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan pada tahun
1992, balita dengan serum retinol <20µg/dl mencapai 50% (Depkes, 2009). Oleh karena itu,
untuk mengatasi masalah tersebut, sejak tiga dekade yang lalu, WHO mendorong khususnya
negara berkembang untuk melaksanakan program suplementasi vitamin A.
Penglihatan yang kurang dapat diperbaiki dengan suplementasi vitamin A (Almatsier,
2009). Suplementasi vitamin A di Indonesia dilaksanakan pada bulan Februari dan Agustus
dengan kelompok sasaran terdiri atas bayi, anak balita, dan ibu nifas. Kegiatan ini dimulai
dari perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A, penyediaan, penyimpanan, distribusi, serta
pencatatan dan pelaporan kegiatan suplementasi. Kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (warna
biru) untuk bayi dan kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (warna merah) untuk anak balita dan
ibu nifas (Depkes, 2009). Pada tahun 1986, para peneliti melaporkan terjadi penurunan 34%
angka kematian akibat KVA pada anak usia prasekolah (12-71 bulan) setelah suplementasi
vitamin A dibandingkan dengan kelompok kontrol (Beaton, et al, 1994). Penelitian lain
menunjukkan prevalensi xeroftalmia di Indonesia telah menurun selama periode 1977-1992
(Muhilal, et al, 1994).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, cakupan suplementasi vitamin A meningkat dari
tahun 2007 sebesar 71,5% menjadi 75,7% pada tahun 2013, meskipun belum mencapai target
yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Depkes, yaitu 80%. Pensentase anak umur 6-59
bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir tertinggi di Nusa
Tenggara Barat (89,2%) dan terendah di Sumatera Utara (52,3%) (Gambar 1). Data tersebut
menunjukkan adanya variasi dan kesenjangan yang cukup tinggi antar provinsi di Indonesia.
Perbedaan cakupan tersebut mungkin disebabkan oleh berbagai faktor dan karakteristik
demografis antara lain umur anak, umur ibu, tingkat pendidikan ayah dan ibu, jarak tempuh
ke posyandu, dan vaksinasi. Parameter lain yang juga memengaruhi, yaitu tempat tinggal
(daerah pedesaan atau perkotaan) dan tingkat ekonomi keluarga (Riskesdas, 2010). Esai ini
akan membahas tingkat pendidikan ibu sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya variasi
cakupan suplementasi vitamin A di Indonesia.

Gambar 1
Cakupan suplementasi vitamin A pada anak umur 6-59 bulan, Indonesia tahun 2007 dan 2013
Sumber: Riskesdas 2013

Faktor sosioekonomi seperti pendapatan, pekerjaan, pendidikan, dan status sosial sering
disebut sebagai faktor penting yang memengaruhi persepsi dan menentukan perilaku sehat
dan sakit masyarakat (Bolaria, 1994 dalam Akmam, 2001). Ada banyak keuntungan dari
pendidikan ibu terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk anaknya. Pertama, pendidikan
membekali ibu dengan pengetahuan yang lebih baik tentang praktik medis dan meningkatkan
kesadaran ibu akan manfaat fasilitas kesehatan. Kedua, pendidikan memberikan ibu
jangkauan kontak yang lebih luas dan dapat mempermudah akses ke fasilitas kesehatan.
Ketiga, pendidikan memberikan ibu status sosial yang lebih tinggi sehingga meningkatkan
kepercayaan diri untuk berinteraksi sosial dengan orang-orang yang berstatus sosial lebih
tinggi juga, seperti tenaga kesehatan. Selain itu, pendidikan membuat ibu berperan lebih aktif
dalam rumah tangga dan di depan umum yang memungkinkan ibu menuntut perawatan medis
yang lebih baik untuk anak-anaknya. (Vikram, Vanneman, and Desai, 2012).
Beberapa penelitian fokus membahas pengaruh tingkat pendidikan ibu daripada tingkat
pendidikan ayah terutama dalam hal pemanfaatan pelayanan kesehatan. Banyak studi
menunjukkan bahwa faktor pendidikan terutama pada ibu merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki kesehatan anak dan mengurangi mortalitas. Beberapa mekanisme menyebabkan
faktor pendidikan menjadi penting antara lain: (a) pendidikan membuat ibu sadar tentang
pentingnya hidup sehat bagi dirinya dan keluarganya; (b) pendidikan membantu membentuk
perilaku atau praktik hidup sehat; (c) pendidikan melengkapi ibu dengan pengetahuan tentang
penyebab penyakit dan mendorong perilaku sehat dan sakit berupa tindakan pencegahan dan
pengobatan; (d) pendidikan mendorong ibu mengadopsi praktik pemberian makan yang tepat;
(e) pendidikan membuat ibu lebih ingin menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan; (f)
pendidikan melalui media massa memungkinkan ibu mendapatkan informasi yang lebih baik
mengenai isu-isu kesehatan; dan (g) pendidikan memberdayakan ibu untuk membuat dan
melaksanakan keputusan yang benar dan tepat waktu tentang kesehatan anak-anakanya.
(Akmam, 2001).
Menurut Riskesdas 2010, terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan
kepala keluarga dan status ekonomi, semakin tinggi pula cakupan suplementasi vitamin A.
Hasil riset Riskesdas 2013 memaparkan secara berturut-turut bahwa cakupan suplementasi
vitamin A pada anak umur 6-59 bulan yang berasal dari kepala keluarga tidak pernah sekolah
sebanyak 66,8%; tidak tamat SD/MI 70,4%; tamat SD/MI 74,9%; tamat SMP/MTS 76,5%;
tamat SMA/MA 77,7%; dan tamat D1-D3/PT 76,9%. Hasil analisis data Riskesdas 2010 oleh
Ridwan (2013) menunjukkan bahwa anak balita yang berasal dari kepala keluarga yang
berpendidikan kurang dari SMP berisiko 1,262 kali tidak mendapatkan suplementasi vitamin
A dibandingkan yang berpendidikan SMP ke atas.
Hasil survei di Cambodia pada tahun 2005 mengungkapkan bahwa pendidikan ibu
merupakan faktor penting terkait penerimaan suplementasi vitamin A (Grover, et al, 2008).
Dalam survei tersebut tidak ditemukan perbedaan cakupan yang siginifikan terkait dengan
parameter pendidikan ayah, umur anak, riwayat demam 2 minggu tekahir, status stunting,
underweigth, atau wasting antara anak yang menerima dan tidak menerima suplementasi
vitamin A. Sebuah penelitian oleh Berger, et al, pada tahun 2007 terhadap anak-anak yang
tidak mendapat suplementasi vitamin A di daerah-daerah pedesaaan di Indonesia secara
signifikan berasal dari ayah dan ibu yang berpendidikan rendah. Bahkan, tingkat pendidikan
orang tua dan jarak tempuh dari rumah ke posyandu diduga merupakan penyebab kuat
kegagalan pencapaian program vitamin A. Penelitian lain di Finipina berdasarkan survei
nasional pada tahun 1993 dan 1998 menunjukkan bahwa anak yang mempunyai ibu
berpendidikan tujuh tahun atau lebih memiliki cakupan suplementasi vitamin A yang lebih
tinggi dibandingkan dengan anak dengan ibu berpendidikan enam tahun atau kurang (Choi,
Bishai, and Hill, 2005). Hasil penelitian serupa juga terjadi di India tahun 2005-2006
mengungkapkan bahwa anak yang mempunyai ibu berpendidikan sekolah menengah atas
atau lebih tinggi kemungkinan besar 2,4 kali menerima suplementasi vitamin A (Agrawal and
Agrawal, 2013).
Sebagai salah satu penilaian tingkat pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari rata-rata
lama sekolah yang dicapai penduduk umur 15 tahun ke atas, yaitu 8,08 tahun. Rata-rata lama
sekolah penduduk laki-laki lebih tinggi, yaitu 8,3 tahun daripada penduduk perempuan, yaitu
7,5 tahun (BPS, 2011 dalam BKKBN, 2013). Artinya, rata-rata perempuan Indonesia hanya
mengenyam pendidikan sampai jenjang SMP. Papua adalah provinsi dengan rata-rata lama
sekolah penduduk perempuan terendah, yaitu 5 tahun. Hal ini berbanding lurus dengan
cakupan suplementasi vitamin A pada balita yang juga cukup rendah, yaitu 53,1%. Di sisi
lain, Yogyakarta mempunyai rata-rata lama sekolah penduduk perempuan yang cukup tinggi,
yaitu 8,6 tahun. Hal ini juga berbanding lurus dengan cakupan suplementasi vitamin A pada
balita yang telah melampaui target, yaitu 84,4%. Akan tetapi, hal serupa tidak berlaku untuk
beberapa provinsi. Nusa Tenggara Barat memiliki cakupan suplementasi vitamin A tertinggi,
yaitu 89,2%, tetapi rata-rata lama sekolah penduduk perempuan yang justru di bawah rata-
rata nasional, yaitu 6,4 tahun. Kondisi berbanding terbalik ini juga terjadi di Sumatera Utara
yang memiliki cakupan suplementasi vitamin A terendah (52,3%), tetapi rata-rata lama
sekolah penduduk perempuan yang cukup tinggi, yaitu 8,5 tahun. Ketimpangan tersebut
mungkin disebabkan tidak terdapat data-data yang secara spesifik memaparkan tingkat
pendidikan ibu yang anaknya menjadi sasaran suplementasi vitamin A di berbagai daerah di
Indonesia.
Menurut Akmam (2001), pendidikan ibu sendiri tidak cukup menjamin kelangsungan
hidup anak-anaknya. Meskipun demikian, dapat dimengerti bahwa anak yang berasal dari ibu
berpendidikan rendah berisiko lebih tinggi tidak mendapat suplementasi vitamin A karena
sulit bagi ibu tersebut untuk memahami masalah kesehatan seperti kehamilan, kelahiran dan
perawatan anak, pendidikan kesehatan, dan masalah yang lain. Melalui berbagai penelitian,
diketahui faktor-faktor demografis lain yang saling terkait satu sama lain seperti umur anak,
umur ibu, tempat tinggal, akses dan pengetahuan tentang keberadaan posyandu, status
ekonomi keluarga, serta integrasi dengan program kesehatan lain seperti vaksinasi dan
penimbangan berat badan bayi juga memengaruhi variasi cakupan suplementasi vitamin A di
Indonesia. Faktor lain yang juga memberikan kontribusi, yaitu kecakapan tenaga kesehatan
dan keterlibatan kader.
Sebagai kesimpulan, terdapat banyak faktor yang menyebabkan variasi cakupan
suplementasi vitamin A di Indonesia, salah satunya adalah tingkat pendidikan ibu yang
berbeda antar daerah. Penelitian di negara-negara berkembang memperlihatkan
kecenderungan anak yang tidak menerima kapsul vitamin A berasal dari ibu berpendidikan
rendah. Hal ini disebabkan oleh peran penting pendidikan yang mengubah persepsi dan
meningkatkan kesadaran ibu tentang kesehatan terutama dalam pemanfaatan fasilitas
kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah dapat menyediakan lingkungan pendidikan formal
maupun nonformal bagi ibu dan kaum perempuan untuk meningkatkan pengetahuannya.
Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan kinerja tenaga kesehatan dan
kader dalam memberikan edukasi khususnya terkait gizi kepada ibu dan kaum perempuan.
Peningkatan pendidikan ibu akan berdampak baik terhadap faktor-faktor lain seperti
perbaikan status ekonomi dan bertambahnya pengetahuan tentang akses dan keberadaan
fasilitas kesehatan sehingga diharapkan dapat meningkatkan cakupan suplementasi vitamin A
di berbagai daerah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, S. and Agrawal, P. K., 2013. Vitamin A supplementation among children in India:
Does their socioeconomic status and the economic and social development status of
their state of residence make a different. International Journal of Medicine and Public
Health, pp. 48-54, Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25729705>
[Accessed 22 April 2015].
Akmam, W., 2001. Maternal Education as a Strategy for Children’s Survival and Health in
Developing Countries, with Special Reference to Bangladesh. Eubios Journal of Asian
and International Bioethics, Available at:
<http://www.eubios.info/EJ113/EJ113E.HTM> [Accessed 27 April 2015].
Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2013. Profil Kependudukan dan
Pembangunan di Indonesia Tahun 2013 [pdf] Available at: <http://www.bkkbn.go.id>
[Accessed 1 May 2015].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2010. Riset
Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010 [pdf] Available at:
<http://www.litbang.depkes.go.id> [Accessed 26 April 2015].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013. Riset
Kesehatan Dasar (Riskedas) 2013 [pdf] Available at: <http://www.litbang.depkes.go.id
> [Accessed 26 April 2015].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013. Riskesdas
2013 Dalam Angka [pdf] Available at: <http://www.litbang.depkes.go.id> [Accessed 26
April 2015].
Beaton, G. H., 1994. Vitamin A supplementation and child morbidity and mortality in
developing countries. [online] Available at:
<http://archive.unu.edu/unupress/food/8F154e/8F154E04.htm> [Accessed 21 April
2015].
Berger, S. G., et al, 2007. Malnutrition and Morbidity Are Higher in Children Who Are
Missed by Periodic Vitamin A Capsule Distribution for Child Survival in Rural
Indonesia. The Journal of Nutrition, pp. 1328-1333, Available at:
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17449600> [Accessed 22 April 2015].
Choi, Y., Bishai, D., and Hill, K., 2005. Socioeconomics Differentials in Supplementation of
Vitamin A: Evidence from the Philippines. J Health Popul Nutr, pp. 156-164, Available
at: <http://www.bioline.org.br/pdf?hn05019> [Accessed 22 April 2015].
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI, 2009. Panduan Manajemen
Suplementasi Vitamin A. [pdf] Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Available at:
<http://gizi.depkes.go.id> [Accessed 18 April 2015].
Evert, A., 2013. Vitamin A. [online] Available at:
<http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002400.htm> [Accessed 18 April
2015].
Grover, D. S., et al., 2008. Vitamin A supplementation in Cambodia: program coverage and
association with greater maternal formal education. Asia Pacific Journal of Clinical
Nutrition, pp. 446-450, Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18818165>
[Accessed 27 April 2015].
Muhilal, et al., 1994. Changing prevalence of xerophthalmia in Indonesia, 1977-1992.
European Journal of Clinical Nutrition, Abstract only. Availabel at:
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7835325> [Accessed 21 April 2015].
National Institutes of Health, 2013. Vitamin A. [online] Available at:
<http://ods.od.nih.gov/factsheets/VitaminA-HealthProfessional/> [Accessed 18 April
2015].
Ridwan, E., 2013. Cakupan Suplementasi Kapsul Vitamin A dalam Hubungannya dengan
Karakteristik Rumah Tangga dan Akses Pelayanan Kesehatan pada Anak Balita di
Indonesia Analisis Data Riskesdas 2010. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 16,
No. 1, Available at: <http://ejournal.litbang.depkes.go.id> [Accessed 26 April 2015].
Vikram, K., Vanneman, R., and Desai, S., 2012. Linkages between Maternal Education and
Childhood Immunization in India. Social Science and Medicine, pp. 331-339, Available
at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22531572> [Accessed 27 April 2015].
World Health Organization. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Population at Risk
1995-2005: WHO Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva: World Health
Organization. Available at:
<http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241598019_eng.pdf> [Accessed 20
April 2015].

Anda mungkin juga menyukai