Anda di halaman 1dari 9

ERKEMBANGAN MASALAH GIZI MASYARAKAT

Bila besaran masalah gizi di suatu wilayah berada diatas ambang batas yang ditentukan, maka
masalah tersebut dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat. Tabel ambang batas masalah
gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat dipergunakan pentahapan dan prioritas perencanan
perbaikan gizi

Ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat

A. Kurang Energi dan Protein (KEP)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan besaran masalah KEP di Indonesia,
yaitu gizi kurang, pendek dan kurus. Ke-tiga bentuk masalah KEP tersebut mempunyai riwayat
dan pendekatan pemecahan yang berbeda. Secara umum besaran masalah KEP pada balita
digambarkan paga grafik berikut.

Prevalensi Gizi Kurang Pada Balita


Sumber : Riskesdas
2007

Prevalensi gizi kurang tahun 2007 secara nasional sebesar 18,4%, yang berarti bahwa target
RPJMN 2005-2009 yaitu penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 20% dapat dicapai.
Pencapaian menurut wilayah (propinsi dan kabupaten/kota) sangat bervariasi. Pada
Lampiran 2, dapat dilihat bahwa beberapa propinsi seperti Propinsi Bali, DIY, DKI Jakarta dan
Kepulauan Riau mempunyai prevalensi dibawah 15%, sementara Propinsi Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Tengah dan Maluku masih mempunyai prevalensi diatas 25%. Prevalensi gizi
kurang juga sangat bervariasi antar perkotaan perdesaan, antar tingkat ekonomi, dan antar
tingkat pendidikan.

Selain masalah gizi kurang Riskesdas juga mengungkap tingginya prevalensi pendek pada anak
balita sebesar 36,8%, prevalensi kurus 13,6% dan prevalensi balita gemuk 12,2%. Gambaran
prevalensi gizi kurang, pendek, kurus dan gemuk dapat dilihat pada lampiran 2. Status gizi
anak sangat terkait dengan status gizi ibu hamil. Prevalensi ibu hamil yang mengalami
Kurang Energi Kronik (KEK) 2007 diperkirakan sebesar 13,6 %. Ibu hamil KEK akan beresiko
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

Upaya-upaya yang berkaitan dengan penanggulangan masalah gizi kurang antara lain
penyelenggaraan posyandu, pemberian ASI eksklusif dan MP ASI serta tatalaksana gizi buruk
yang akan dibahas sebagai berikut.

Kunjungan ke Posyandu (D/S)

Cakupan penimbangan balita di Posyandu (D/S) merupakan indikator yang berkaitan dengan
cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi
serta prevalensi gizi kurang.

Semakin tinggi cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan
imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang
Hasil Riskesdas menunjukan secara nasional cakupan penimbangan balita (anak pernah
ditimbang di Posyandu sekurang-kurangnnya satu kali selama sebulan terakhir) di posyandu
sebesar 74,5%.

Propinsi dan cakupan penimbangan balita di Posyandu

Frekuensi kunjungan balita ke


Posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak. Sebagai gambaran
proporsi anak 6-11 bulan yang ditimbang di Posyandu 91,3%, pada anak usia 12-23 bulan turun
menjadi 83,6%, dan pada usia 24-35 bulan turun menjadi 73,3%.

Masalah yang berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara lain tersedianya dana operasional
untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tersedianya sarana dan prasarana serta bahan
penyuluhan belum memadai, pengetahuan kader masih rendah dan kemampuan petugas dalam
pemantauan pertumbuhan serta konseling masih lemah, masih kurangnya pemahaman
keluarga dan masyarakat akan manfaat Posyandu serta masih terbatasnya pembinaan kader.

Pemberian ASI dan MP-ASI

Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif
sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan.
Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan
kebutuhan tumbuh kembangnya. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat keputusan
Menteri Kesehatan nomor: 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif
pada bayi di Indonesia.

Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan menunjukkan
kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir. Pada grafik terlihat bahwa cakupan pemberian
ASI eksklusif pada bayi 06 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun
2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6%
pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008.

Persentase Bayi Umur 0-6 Bulan dan Umur 6 Bulan yang diberi ASI Saja 2004-2008
Sumber:
Susenas 2004-2009

Cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya
tenaga konselor ASI, belum adanya Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI serta belum
maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI
maupun MP-ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan MP-ASI dan
belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI dan MP-ASI.

1. Tatalaksana Balita Gizi Buruk

Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara
cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Perawatan gizi buruk
dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di Puskesmas
Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi (Terapheutic Feeding Center ) sedangkan
Gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos
pemulihan gizi berbasis masyarakat (Community Feeding Centre /CFC).

Kenyataan di lapangan, kasus gizi buruk sering ditemukan terlambat dan atau ditangani tidak
tepat. Hal ini terjadi karena belum semua Puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana
gizi buruk. Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan prasana untuk menyiapkan formula
khusus untuk balita gizi buruk, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan setelah balita pulang
ke rumah.

A. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)

GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kurang unsur Iodium
secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Kekurangan Iodium saat ini tidak terbatas pada
gondok dan kretinisme saja, tetapi ternyata kekurangan Iodium berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang, termasuk perkembangan otak
sehingga terjadi penurunan potensi tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient=IQ).
Indikator untuk memantau masalah GAKY saat ini adalah Ekskresi Yodium dalam Urine (EYU)
sebagai refleksi asupan yodium, cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beryodium dan
pencapaian 10 indikator manajemen. Bila proporsi penduduk dengan EYU<100 g/L dibawah
20% dan cakupan garam beryodium 90% diikuti dengan tercapainya indikator manajemen maka
masalah GAKY di masyarakat tersebut sudah terkendali.

Hasil Studi Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY) tahun 2003, dan hasil Riskesdas
2007 mendapatkan hasil yang konsisten, bahwa rata-rata EYU sudah tinggi, dan proporsi
EYU<100 g/L telah dibawah 20%. Direktur Jenderal Bina Kesmas telah mengeluarkan
edaran Nomor: JM.03.03/BV/2195/09 Tanggal 03 Juli 2009 tentang penghentian suplementasi
kapsul minyak iodium pada sasaran (WUS, ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD/MI). Disisi
lain cakupan Rumah Tangga dengan garam cukup Iodium rata-rata nasional baru mencapai
62,3%. Terdapat disparitas antar daerah cukup tinggi dimana persentase cakupan terendah adalah
Provinsi Nusa Tenggara Barat (27,9%), dan tertinggi Provinsi Bangka Belitung (98,7%).

Masalah penggunaan garam beryodium di masyarakat antara lain karena belum optimalnya
penggerakan masyarakat dan kampanye dalam mengkonsumsi garam beryodium, serta dukungan
regulasi yang belum memadai. Disamping itu masalah lain adalah belum rutinnya pelaksanaan
pemantauan garam beryodium di masyarakat secara terus menerus.

B. Kurang Vitamin A (KVA)

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting, berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan
dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara nasional masalah kekurangan vitamin A pada balita
secara klinis sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat. Studi masalah gizi mikro di
10 propinsi tahun 2006, diperoleh gambaran prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13% dan
indeks serum retinol kurang dari 20g/dl adalah 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan
terjadinya penurunan, jika dibandingkan dengan hasil survei vitamin A pada tahun 1992.

Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A secara nasional pada
anak umur 6-59 bulan adalah 71,5%. Masih ada 3 propinsi dengan cakupan di bawah 60%, 16
propinsi di bawah 70% dan hanya 4 propinsi dapat mencapai 80%. Berdasarkan laporan dari
provinsi tahun 2009, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak umur 12-59 bulan sebesar
79,2%. Provinsi dengan cakupan > 85 % adalah DIY, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan
Kalimantan Selatan sedangkan provinsi Papua Barat, Papua dan Maluku cakupan pemberian
kapsul vitamin A < 60% .

Masalah manajemen dan penyediaan kapsul vitamin A, merupakan masalah yang dihadapi dalam
peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Disamping itu belum optimal pelaksanaan
kampanye bulan kapsul vitamin A di setiap jenjang administrasi.

C. Anemia Gizi Besi (AGB)

Studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006 masih dijumpai 26,3% balita yang menderita
anemia gizi besi dengan kadar haemoglobin (Hb) kurang dari 11,0 gr/dl dan prevalensi tertinggi
didapat di Propinsi Maluku sebesar 36%. Sementara itu dari SKRT 2001, prevalensi ibu hamil
yang menderita anemia gizi besi adalah 40,1%. Keadaan ini mengindikasikan anemia gizi besi
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet tambah darah
(Fe). Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya. Berdasarkan
laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian tablet tambah darah (Fe3) pada ibu hamil
pada tahun 2009 rata-rata nasional 68,5%. Beberapa propinsi seperti provinsi Bali, Lampung
dan NTB, mempunyai cakupan diatas 80%, sementara provinsi Papua Barat, Papua dan Sulawesi
Tengah cakupannya dibawah 40%.

Rendahnya cakupan pemberian Fe mungkin disebabkan belum optimalnya koordinasi dengan


lintas program terkait khususnya kegiatan Antenatal Care (ANC). Analisis cakupan Fe dan
Cakupan ANC (lihat gambar ..) menunjukkan adalah kesenjangan yang besar (missed
opportunity) antara cakupan ANC dengan cakupan Fe. Terdapat 8 propinsi yang cakupan ANC
dilaporkan diatas 80% tetapi cakupan Fe dibawah 80%. Terdapat 15 propinsi dengan cakupan
ANC diatas 80 %, tetapi hanya 7 propinsi dengan cakupan Fe diatas 80%. Artinya, cakupan Fe
di propinsi tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intergrasi pelayanan gizi dan
pelayanan kesehatan ibu.

Pentingnya imunisasi

Pentingnya imunisasi adalah karena adanya data bahwa setiap tahun, 1,7 juta anak meninggal
karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang sudah tersedia. Imunisasi diberikan
pada anak untuk melindunginya dari penyakit-penyakit berbahaya, yang sering kali dapat
mengakibatkan cacat atau kematian.

Pemberian imunisasi adalah untuk pencegahan terhadap penyakit. Setiap anak, baik laki-laki
maupun perempuan, harus dan berhak untuk mendapatkan imunisasi secara lengkap dan tepat
waktu. Wanita hamil harus diberikan imunisasi untuk melindungi mereka dan janin misalnya
vaksinasi terhadap tetanus, MMR (Measles=campak, Mumps=gondongan dan Rubella=campak
jerman), dan cacar air bila ibu belum pernah menderita penyakit tersebut.

Pemberian imunisasi harus dilakukan secara tepat. Orang tua harus mengetahui mengapa, kapan,
dimana dan berapa kali anaknya mendapatkan imunisasi. Orang tua juga harus mengetahui
bahwa pemberian imunisasi aman bagi anak, bahkan saat anak sedang sakit ringan, mempunyai
cacat fisik/mental atau mengalami malnutrisi (kekurangan gizi).

Berikut adalah 7 fakta yang harus dan berhak diketahui oleh setiap orang, keluarga
dan kelompok masyarakat tentang Imunisasi:

1. Imunisasi sangat penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi yang
berbahaya. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi akan mudah terkena penyakit yang
bersangkutan, menjadi cacat permanent, menderita kekurangan gizi dan bahkan kematian.
2. Imunisasi umumnya aman, bahkan pada anak yang menderita sakit ringan, mempunyai
cacat atau menderita kekurangan gizi.
3. Pemberian imunisasi secara simultan/kombinasi aman bagi anak dan memberikan
perlindungan lebih cepat.
4. Hanya dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan tepat waktu, anak akan terlindung
dari berbagai penyakit infeksi yang berbahaya.
5. Semua wanita hamil harus mendapatkan vaksin tetanus untuk perlindungan diri dan
bayinya.
6. Imunisasi harus dilakukan dengan mempergunakan jarum dan alat suntik yang baru.
Setiap orang harus meminta jarum dan alat suntik baru bila akan diimunisasi.

Penyakit akan menyebar secara cepat saat orang berdekatan. Semua anak yang tinggal di kondisi
yang padat, khususnya di penampungan pengungsi atau saat kondisi bencana alam, harus
mendapatkan imunisasi sesegera mungkinPengertian Imunisasi

Imunisasi adalahsuatu usaha untuk memberikan kekebalan secara aktif pada bayi atau anak
terhadap penyakit tertentu, dengan memasukkan vaksin (bibit penyakit yang dimatikan /
dilemahkan )

Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)

1) Imunisasi Hepatitis B

Untuk mencegah penyakit hepatitis / radang hati


Waktu pemberian pertama pada usia 0 7 hari
Cara pemberian degan disuntikkan pada paha bagian luar
Efek setelah pemberian : bengkak, merah, nyeri pada bekas suntikan, rewel
Cara mengatasi efek setelah pemberian: hindari sentuhan terlalu sering dan kompres
dengan air hangat, tenangkan bayi dan berikan ASI

2) Imunisasi BCG

Untuk mencegah penyakit TBC


Imunisasi BCG hanya diberikan satu kali sebelum umur 2 bulan, tapi lebih baik diberikan
segera setelah lahir
Cara pemberian dengan disuntikkan pada lengan kanan atas
Efek setelah pemberian: 1 2 minggu tampak kemerahan dibekas suntikan, yang
nantinya pecah dan menjadi luka parut. Hal ini tidak perlu pengobatan.

3) Imunisasi DPT Hb Combo

Untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus dab hepatitis / radang hati
Imunisasi ini diberikan sebanyak 3 kali, dan diberikan pertama pada usia 2 bulan
Cara pemberian dengan disuntikan pada paha bagian luar
Efek setelah pemberian : bengkak, merah, nyeri pada bekas suntikan, rewel
Cara mengatasi efek setelah pemberian: hindari sentuhan terlalu sering dan kompres
dengan air hangat, tenangkan bayi dan berikan ASI
4) Imunisasi Polio

- Untuk mencegah penyaki polio


- Imunisasi ini diberikan 4 kali
- Cara pemberian dengan diteteskan pada mulut bayi
- Efek setelah pemberian pada umumnya tidak ada

5) Imunisasi Campak

Untuk mencegah penyakit campak


Imunisasi ini diberikan sekali pada usia 9 11 bulan
Cara pemberian dengan disuntikkan pada lengan kiri atas atau paha bagian luar

Tempat yang dapat melayani imunisasi

Rumah Sakit
Puskesmas
Rumah Bersalin
Posyandu
Praktek Dokter Swasta (dokter spesialis anak )

7.

8.Pentingnya Imunisasi
9. Minggu, 02-12-2007 12:17:32 oleh: Rahmah Hasjim
Kanal: Kesehatan
10. Aku anak sehat tubuhku kuat
11. Karena ibuku rajin dan cermat
12. Semasa aku bayi aku diberi asi
13. Makanan bergizi dan imunisasi
14. Berat badanku ditimbang slalu
15. Posyandu menunggu setiap waktu
16. Bila aku diare ibu selalu waspada
17. Pertolongan Oralit selalu siap sedia
18. Masih ingat lagu diatas? Sekitar tahun delapan puluhan lagu ini begitu populer. Tak ada
anak yang tidak hapal lagu ini. Dan faktanya posyandu yang dikelola ibu-ibu memang
selalu ramai dikunjungi. Di posyandu balita mendapat imunisasi.
19. Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan vaksin sehingga bila kelak dia terpapar hanya akan sakit
ringan. Vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Maka
imunisasi juga dikenal dengan sebutan vaksinasi. Imunisasi dapat mencegah penyakit:
20. Dipteri = dimulai dengan tubuh panas, batuk dan pilek, seringkali sulit menelan lalu
leher bengkak. Penyakit ini sangat berbahaya karena menyebabkan anak meninggal jika
dalam 1 minggu tak diobati.
21. Pertusis atau Batuk Rejan = disebabkan kuman pertusis, termasuk penyakit menular.
Gejalanya batuk satu dua kali lalu berhenti kemudian batuk terus menerus sampai sesak
nafas, wajah merah, muntah dahak kental, tubuh lemas. Kadang ada pendarahan pada biji
mata. Kondisi ini bisa berlangsung tiga bulan lebih.
22. Tetanus = masuk ke tubuh lewat kuman dari luka di tali pusat / kena pisau atau luka lain
yang kotor. Gejalanya tubuh panas, gelisah dan kejang di seluruh tubuh.
23. Tuberculosis (TBC) = disebabkan kuman TBC, sangat berbahaya dan menular,
menyerang paru-paru, jaringan selaput otak, tulang, kelenjar getah bening dan anggota
tubuh lain. Gejalanya batuk, pilek, tak nafsu makan dan berat badan menurun. Pada anak-
anak, batuk menyerang sekitar pukul 3-4 malam dengan mengeluarkan keringat dingin.
24. Campak = sangat berbahaya karena anak yang sedang kena campak mudah terkena
penyakit lain terutama radang saluran nafas dan diare. Gejalanya suhu tubuh panas, ada
bintik merah di seluruh tubuh yang kemudian berubah menjadi hitam. Campak ditandai
dengan 3 stadium: stadium inkubasi berlangsung 10-12 hari dengan sedikit gejala,
stadium prodromal yang mulai tumbuh bintik pada mukasa pipi dan fanaring, demam
ringan dan batuk bertambah berat. Kebanyakan campak menyerang anak usia 5-10 tahun
yang tidak mendapat imunisasi pada usia kurang dari 15 bulan.
25. Poliomyelitis atau kelumpuhan = Gejalanya suhu tubuh panas 2-3 hari dan jika suhu
tubuh turun seluruh tubuh menjadi lemas dan ada bagian tubuh terutama bagian bawah
yang tidak dapat digerakkan karena otot yang lumpuh dan menjadi kecil.
26. Imunisasi polio, hepatitis B dan BCG diberikan kepada bayi berusia 0-11 bulan, DPT
untuk bayi usia 2-11 bulan, campak untuk bayi usia 9-11 bulan, DT untuk anak usia kelas
1 SD, TT dan WUS untuk anak usia kelas 2 dan 3.

Anda mungkin juga menyukai