PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
manusia. Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek, hingga melampaui
defisit dua Standar Deviasi (SD) di bawah median panjang atau tinggi badan
Diseluruh dunia, terdapat 171 juta anak balita (23,8%) atau satu dari empat
anak balita di bawah usia lima tahun mengalami pertumbuhan tehambat (Stunted
Growth). Setengah dari semua anak balita yang mengalami pertumbuhan terhambat
tinggal di Asia dan lebih dari sepertiganya di Afrika. Hampir 98% dari mereka
Negara didunia dengan prevalensi stunting yang tinggi, dan prevalensi stunting di
(MCA Indonesia,2015).
prevalensi jumlah balita pendek dan sangat pendek yaitu (30,8 %)jika di bandingkan
yang signifikan .Artinya, masih ada sekitar delapan juta anak di Indonesia atau satu
1
2
Prevalensi balita stunting tertinggi adalah Kabupaten Sleman dengan angka kejadian
20,60% ,prevalensi kedua adalah Kabupaten Kulon progo 16,38% dan terendah
Prevalensi di Kabupaten Sleman status gizi balita pendek dan sangat pendek pada
tahun 2017 mengalami kenaikan 0,18% jika dibanding tahun 2016 yaitu dari
11,81% menjadi 11,99%. Tiga Puskesmas tertinggi yang ada di Kabupaten Sleman
dengan gagal tumbuh baik yang terjadi selama kehamilan maupun setelah lahir dua
sampai tiga tahun pertama kehidupan. Gagal tumbuh tersebut berakibat terjadinya
penurunan proporsi pada pertumbuhan tulang maupun jaringan lunak dalam tubuh
(Lamid,2015). Waktu yang paling kritis dalam perkembangan anak adalah 1.000
hari pertama yang dimulai sejak konsepsi untuk persiapan kelahiran mereka. Hari-
bertahan hidup, berkembang dan memenuhi potensi mereka. Masa janin sampai usia
dua tahun saat ini juga disebut sebagai periode kritis atau periode sensitif. Pada
masa ini terjadi pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan periode lainnya.
Namun demikian, justru pada periode tersebut terjadi gangguan pertumbuhan yang
mudah terserang penyakit menular dan tidak menular serta rendahnya kemampuan
3
Indonesia, 2015). Penurunan produktivitas dan kualitas pada usia produktif akan
pendek adalah dari faktor genetik atau keturunan. Walaupun stunting dipengaruhi
oleh faktor keturunan, namun presentasinya hanya sedikit yaitu 5%, selebihnya
karena faktor asupan gizi, pola asuh dan kondisi sanitasi lingkungannya. Saat masa
kehamilan asupan gizinya harus terjamin, bayi harus di beri ASI ekslusif sampai
anak usia dua tahun, pola asuh anaknya pun harus baik dan kebersihan sanitasi
(Jukardi,2015).
diuraikan menjadi faktor langsung dan tidak langsung . Faktor langsung berkaitan
rumah tangga dan keluarga. Faktor tidak langsung berkaitan dengan faktor
badan seorang anak dimana pertumbuhan tinggi badan tersebut tidak sesuai seiring
dengan bertambahnya usia. Stunting pada anak merupakan hasil jangka panjang
konsumsi yang bersifat kronis diet berkualitas rendah yang dikombinasikan dengan
morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan. Selain disebabkan oleh gizi
buruk, faktor risiko lain penyebab stunting menurut WHO ialah kejadian BBLR
4
(Berat Badan Lahir Rendah), riwayat pemberian ASI eksklusif dan praktik higiene.
Stunting ini merupakan keadaan tidak normal tubuh yang disebabkan oleh lebih dari
satu factor (multifaktor), yang berarti dibutuhkan satu faktor utama dan faktor-
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggunakan
air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah cair yang memenuhi
syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-lain.
Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus dipraktekkan
setiap bulan, mengimunisasi lengkap bayi, menjadi akseptor keluarga berencana dan
lain-lain. Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktekkan perilaku makan dengan gizi
seimbang, minum Tablet Tambah Darah selama hamil, memberi bayi air susu ibu
hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu PHBS di
rumah tangga sebagai upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar
tahu, mau dan mampu mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan
aktif dalam gerakan kesehatan dimasyarakat. Penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat pada balita dipengaruhi oleh perilaku hidup bersih dan sehat pada ibu, karena
belum mampu melakukan segala sesuatu dengan sendiri dan balita cenderung dekat
2009)sehingga diharapkan dengan adanya PHBS yang baik anak kurang terinfeksi
Balita yang mengonsumsi makanan sebagai hasil dari praktik higiene yang
buruk dapat meningkatkan risiko anak tersebut terkena penyakit infeksi. Penyakit
infeksi ini biasa ditandai dengan gangguan nafsu makan dan muntah-muntah
sehingga asupan balita tersebut tidak memenuhi kebutuhannya. Kondisi seperti ini
yang nantinya akan berimplikasi buruk terhadap pertumbuhan anak. Praktik higiene
dan sanitasi lingkungan sangat berkaitan dengan penyakit diare terutama di negara-
kurang, stunting, hingga kejadian gizi buruk. Penelitian terkait praktik hygiene
dengan kejadian stunting sudah dilakukan oleh Rah dan tim di negara India tahun
2015. Selain gizi buruk, kondisi air dan sanitasi yang buruk turut menyebabkan
tingginya angka stunting terhadap anak di Indonesia. Padahal, air dan sanitasi bersih
menjadi tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus terpenuhi di
tahun 2030.
6
Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan.
penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 11 ayat 1 yaitu pelayanan kesehatan anak yang
diberikan pada bayi baru lahir, bayi, balita dan anak prasekolah. Bidan dalam
kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah (Permenkes RI, 2010).
menggunakan air yang tidak bersih (45 %) dan sarana pembuangan kotoran yang
tidak aman (49 %). Minimal satu dari setiap empat rumah tangga dalam dua kuintil
termiskin masih melakukan buang air besar di tempat terbuka. Perilaku tersebut
kurang. Pada tahun 2007, diare merupakan penyebab dari 31 % kematian pada
yang mengalami stunting usia 24-59 bulan pada tahun 2018 dari bulan Januari
hingga November yaitu sebanyak 188 balita yang mengalami stunting. Terdapat
empat Desa yaitu dengan jumlah balita tertinggi stunting 59 balita di Desa
7
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait masalah stunting dengan judul “
Hubungan Perilaku Hygiene sanitasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dapat di ambil dari latar belakang masalah yaitu “ Adakah
hubungan perilaku hygine sanitasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59
2018”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
pada balita usia 24-59 bulan di Desa Sidoluhur wilayah kerja Puskesmas Godean
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Sidoluhur
b. Mengetahui perilaku hygine sanitasi dengan kejadian stunting pada balita usia
Sleman ”.
8
pada balita usia 24-59 bulan di Desa Sidoluhur wilayah kerja Puskesmas
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi
2. Manfaat Praktis
informasi dan edukasi (KIE) di tiap asuhan kebidanan yang diberikan sesuai
dengan standar.
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai faktor risiko yang
terutama di daerah Godean dan sebagai masukan bagi instansi yang terkait
arah Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000
ilmiah.
E. Ruang lingkup
1. Lingkup Materi
hygiene sanitasi terhadap kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan.
Responden penelitian ini adalah semua balita usia 24-59 bulan karena merupakan
Waktu penelitian ini akan dilakukan mulai dari pengajuan judul hingga sampai
F. Keaslian penelitian
Herni Oktaviana (2016) meneliti tentang hubungan pengetahuan gizi dan perilaku
hygiene sanitasi terhadap kejadian stunted pada balita usia 7-24 bulan di Desa
random sampling. Data pengetahuan gizi dan perilaku hygiene sanitasi didapatkan
statistic Pearson. Sebagian besar pengetahuan gizi ibu adalah baik (61,7%) dan
sebagian besar perilaku hygiene sanitasi ibu juga baik (80,9%). Jumlah balita yang
stunted sebesar 46,8%. Ibu yang berpengetahuan gizi kurang memiliki balita stunted
lebih rendah (44,4%)di banding ibu yang berpengetahuan gizi baik (48,3%). Ibu
yang berprilaku hygiene sanitasi sedang memiliki balita stunted lebih rendah
(44,4%) dibanding ibu yang berperilaku hygiene sanitasi baik (47,4%). Berdasarkan
uji korelasi Pearson diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi
ibu dengan kejadian stunted (p=0,017). Tidak adda hubungan antara pengetahuan
gizi ibu dengan kejadian stunted (p=0,017). Tidak ada hubungan antara pengetahuan
gizi ibu dengan kejadian stunted dan ada hubungan antara perilaku hygiene sanitasi
ibu dengan kejadian stunted. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini
terletak pada jenis penelitiannya dan tekhnik pengambilan sampelnya, usia balita,
Chamilia Desyanti dan Triska Susila Nindya (2017) yang meneliti tentang
Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Higiene dengan Kejadian Stunting
pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya,
Penelitian menggunakan desain kasus kontrol. Sampel kasus adalah balita stunting
dan sampel kontrol adalah balita tidak stunting di wilayah kerja Puskesmas
Simolawang dengan jumlah masing-masing 33. Hubungan dan besar risiko antara
variabel diuji menggunakan Chi Square dan Odd Ratio. Sebagian besar anak pada
11
kelompok stunting sering mengalami diare (72,7%) sedangkan pada kelompok tidak
stunting jarang mengalami diare (57,6%). Sebagian besar pengasuh pada kelompok
stunting memiliki praktik higiene yang buruk (75,8%), sedangkan pada kelompok
tidak stunting memiliki praktik higiene yang baik (60,6%). Riwayat penyakit diare
yang signifikan dengan kejadian stunting.Riwayat diare yang terjadi secara sering
dalam 3 bulan terakhir dan praktik higiene yang buruk meningkatkan risiko sebesar
3,619 dan 4,808 kali terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada variabel yang
Rahmayana dkk (2014) yang meneliti tentang Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan
Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di Posyandu Asoka II Wilayah Pesisir
bahwa sebagian besar sampel (54,8%) memiliki masalah stunting dan selebihnya
(45,2%) memiliki status gizi normal. Untuk pola asuh ibu, terdapat sekitar 72,6%
sampel dengan praktik pemberian makan yang baik, terdapat sekitar 71,0% sampel
dengan rangsangan psikososial yang baik, sekitar 67,7% sampel dengan praktik
yang baik dan terdapat sekitar 66,1% sampel dengan pemanfaatan pelayanan yang
dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (P=0,016) dengan kejadian stunting anak usia
pada penelitian ini adalah usia balita. Perbedaan pada penelitian ini adalah jenis
1. Pengertian Stunting
dan kesehatan ibu hamil dan menyusui, bayi yang baru lahir dan anak di bawah
dua tahun (baduta). Masa-masa ini lebih dikenal dengan sebutan 100 hari
perkembangan system dan organ tubuh manusia. Periode ini merupakan proses
pertumbuhan dan perkembangan system organ tubuh manusia. Periode ini sangat
sensitif karena dampak bersifat permanen dan tidak dapat di koekasi ( Direktorat
Jendral Bina Gizi,2013). Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam
kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (Millennium Challenga
kekurangan gizi yang terjadi secara kumulatif yang berlangsung lama atau
pertumbuhan linier sehingga tidak tercapai pertumbuhan sesuai umur dan jenis
kelamin. Kependekan bukan mencerminkan secara fisik saja, tetapi juga terjadi
proses perubahan fisiologis. Hanya ada salah satu cara menetukan anak pendek
yaitu dengan mengukur ukuran tubuh atau yang disebut dengan pengukuran
antropometri (Lamid,2015).
13
14
Stunting atau pendek pada anak merupakan salah satu bentuk malnutrisi
Stunting didefnisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang
dari minus dua standar deviasi (<-2 SD) atau tinggi badan balita itu lebih pendek
dari yang seharusnya bisa dicapai pada umur tertentu (Kemenkes 2010).
a. Ukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak usia 0 sampai 24 bulan
yang di ukur secara terlentang, bila anak umur 0-24 bulan di ukur berdiri,
b. Ukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk umur di atas 24 bulan yang diukur
berdiri, bila anak umur di atas 24 bulan di ukur terlentang, maka hasil
badan menggunakan untuk mengukur tinggi badan anak yang telah dapat
menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), dan BB/TB (berat badan
menurut tinggi badan) dapat dilihat pada tabel. Seorang balita dikatakan stunting
apabila hasil pengukuran nilai Z-score kurang dari -2.0 SD (standar deviasi).
15
a. Kunjungan ANC
mendeteksi dini risiko kehamilan yang ada pada seorang ibu, terutama yang
terhadap balita stunting maka diharapkan masyarakat terutama ibu hamil agar
nutrisi dapat diketahui sejak awal sehingga dapat dilakukan intervensi lebih
(Najahah, 2013) didapatkan hasil bahwa ibu yang melakukan kunjungan ANC
tidak standar memiliki risiko mempunyai balita stunting 2,4 kali dibandingkan
Berat lahir pada bayi sangat terkait dengan kematian janin, neonatal dan
jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)di definisikan yaitu
berat yang kurang dari 2500gram. BBLR dapat disebabkan oleh durasi
kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Oleh karena itu , bayi dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram bisa dikarenakan bayi tersebut lahir secara
BBLR (nilai p = 0,015) dengan stunting pada anak baduta. Berdasarkan hasil
memiliki risiko 5,87 kali untuk mengalami stunting. Riwayat BBLR memiliki
Asi Ekslusif adalah memberikan hanya ASI saja pada bayi sejak lahir
mengonsumsi obat-obatan, vitamin, dan mineral tetes atas saran dari dokter.
makanan dan minuman lain, (susu formula, jeruk, madu , air, teh, dan
sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh , sebagai makanan atau
American of Pediatric (AAP) adalah agar ASI diberikan ekslusif kepada bayi
sebagai anti infeksi. Pemberian ASI yang kurang dan pemberian makanan
atau formula terlalu dini dapat meningkatkan risiko stunting karena bayi
cenderung lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan penyakit
hasil yang sama dengan penelitian ini, dimana status pemberian ASI eksklusif
bukan faktor risiko stunting pada anak usia 1-3 tahun.23 Hal ini disebabkan
oleh keadaan stunting tidak hanya ditentukan oleh faktor status pemberian
ASI eksklusif, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti: kualitas
d. Riwayat Imunisasi
imunisasi. Namun ada beberapa penelitian lain juga mendapatkan bahwa tidak
antara status imunisasi dasar dengan kejadian stunting pada pada anak TK.
Anak yang tidak diberikan imunisasi dasar yang lengkap tidak serta-merta
menderita penyakit infeksi. Imunitas anak dipengaruhi oleh faktor lain seperti
status gizi dan keberadaan patogen. Ada istilah “herd immunity” atau
mendapat imunisasi.
e. Lingkungan/sanitasi
kurang baik dengan stunting (p<.005). Sanitasi lingkungan yang kurang baik
pengurangan (deficit) tinggi badan pada anak hingga 0,9 cm saat usia 24
bulan. Selain itu, anak dengan kondisi air dan sanitasi yang kurang baik, lebih
sering mengalami diare daripada anak yang kondisi air dan sanitasinya baik.
Diare dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan nafsu makan yang diikuti
ini dapat menurunkan keadaan gizi balita dan berimplikasi buruk terhadap
3. Dampak stunting
WHO(2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi dua yang
terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari
yang pendek, peningkatan risiko untik obesitas dan komorbidnya, dan penurunan
psikososial buruk (Achadi 2012). Anak yang mengalami severe stunting di dua
stunting selain memiliki tingkat intelegensi lebih rendah, juga memiliki penilaian
pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang
lebih rendah, berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih
usia dua tahun juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan
B. Sanitasi
Menurut Rejeki (2015) hal 2-4. Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif
yang menitik beratkan kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
Suatu contoh adalah menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan untuk mengolah
memelihara kebersihan tempat kita mengolah makanan. Menurut WHO adalah suatu
usaha untuk mengawasi beberapa factor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada
terhadap lingkungan.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Herni Oktaviana (2016) ada hubungan
antara perilaku hygiene sanitasi ibu dengan kejadian stunted. Hasil analisa statistika
kebersihan yang kurang baik dapat menimbulkan penyakit infeksi yang biasanya
disertai dengan pengurangan nafsu makan dan muntah-muntah. Kondisi ini dapat
aspek berikut:
2).Pengolahan sampah
status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut
bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan
kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai penyakit antara lain diare dan
air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan
pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin
kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi. Tingkat kesehatan lingkungan
pembiakan agen hidup, tingkat kesehatan lingkungan yang tidak sehat bisa diukur
dengan Penyediaan air bersih yang kurang, Pembuangan air limbah yang tidak
kotoran serta cara buang kotoran manusia yang tidak sehat, Tidak adanya
daerah pedesaan dan perkotaan. Perumahan yang berpenghuni banyak dan ventilasi
23
dapat diperoleh dari pencahayaan dari sinar matahari, pencahayaan dari sinar
matahari masuk ke dalam melalui jendela. Celah-celah dan bagian rumah yang
C. Perilaku Hygiene
Perilaku Hygiene tidak lepas dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yaitu
(Ervinda, 2014). Kata “hygiene” bersal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu
1986 dalam Sri Rejeki). Dalam sejarah Yunani, Hygiene berasal dari nama
seorang Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Hygiene menurut Putu
Sudiro (1996:17) dalam buku Sri Rejeki berdasarkan buku Theory of Catering
mengolah makanan yang enak dan lezat rasanya, menarik penampilannya, juga
harus layak dimakan. Untuk itu, makanan harus bebas dari bakteri atau kuman
Dari penelitian Chamilia Desyanti & Triska Susila Nindya (2017) praktik higiene
stunting. Hasil yang signifikan dapat disebabkan oleh banyaknya pengasuh balita
yang masih menerapkan praktik higiene yang buruk, sehingga dapat berdampak
dipisahkan dari masalah sanitasi dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah
sanitasi dan hygiene dilakukan secara bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih dan
bekerja bersih sangat membantu dalam mengolah makanan yang bersih pula
kebiasaan hidup bersih dan menjaga kebiasaan hidup bersih dan menjaga
b. Hygiene makanan dan minuman yaitu tentang kebersihan dari bakteri bahan
sayur, buah dan lain-lain. Serta bahan makanan hewani yang berasal dari
makanan sebagai hasil dari praktik higiene yang buruk dapat meningkatkan
risiko anak tersebut terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini biasa
D. Tinjauan Al-Qur’an
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
Berdasarkan Surat An-nisa ayat 9 dapat disimpulkan bahwa para orang tua
Masalah stunting yang di alami anak balita tentunya dapat menimbulkan dampak
merugikan bagi anak dimasa mendatang, sehingga orang tua perlu memberikan pola
asuh yang tepat pada masa pertumbuhan anak-anaknya agar membentuk insan yang
berkualitas.
26
E. Kerangka konsep
Variabel pengganggu
Kunjungan ANC
Berat lahir bayi
Pemberian ASI Ekslusif
Riwayat Imunisasi
Keterangan :
: Arah hubungan
Variabel bebas pada penelitian ini adalah sanitasi dan variable terikat adalah
Kunjungan ANC ibu, Berat lahir bayi, Pemberian Asi Ekslusif, Riwayat Imunisasi.
27
F. Hipotesis
Ada hubungan perilaku hygiene sanitasi dengan kejadian stunting pada anak
Desain penelitian ini adalah survey analitik. Pengertian survey analitik dapat
diartikan sebagai survey yang di arahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau
sectional, Cross sectional study adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
Penelitian ini bertujuan untuk mencari Hubungan Perilaku Hygiene dengan kejadian
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai orang, obyek atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
1. Variabel Independent(bebas)
variabel lain. Variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas ini adalah
28
29
3. Variabel pengganggu
input , tetapi tidak di teliti.. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah :
a. Kunjungan ANC
kunjungan 4x ANC.
Berat lahir bayi dikendalikan dengan memilih balita dengan berat lahir yaitu ≥
2.500 gram
d. Riwayat Imunisasi
C. Definisi Operasional
1. Populasi
31
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 24-59 bulan di
2. Sampel
keterangan :
N= Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
sehingga :
n=303/(1+(303x(0,05²))
n=303/(1+(303x0,0025)
n=303/(1+0,7575)
n=303/1,7575
n=172
sampling yaitu dengan cara mengundi anggota populasi pada ketas kecil akan
dituliskan nomor subjek sesuai dengan kode responden pada kuesioner, satu
nomer untuk setiap kertas. Kemudian kertas digulung, dengan tanpa prasangka
tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan nomor subjek
32
2). Ibu balita bersedia menjadi responden penelitian dengan menanda tangani
informed consent
1).Anak balita usia 24-59 bulan dengan kelainan/cacat fisik dan penyakit
kronis
E. Etika Penelitian
tempat penelitian
1. Ethical clearance
et al., 2015)
Setiap responden yang terlibat dalam penelitian ini diberikan lembar persetujuan
yang berguna untuk mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian yang
untuk menjadi subyek penelitian, dan jika menolak untuk diteliti, maka peneliti
3. Bertindak adil
Pada penelitian, peneliti betindak adil, yaitu dengan cara mengambil semua
4. Confidentialy (kerahasiaan)
kelompok data yang diperlukan dalam penelitian saja yang akan dilaporkan
Merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam
sebagai berikut :
badan digunakan untuk mengukur tinggi badan anak dengan ketelitian 0,1 cm
dengn perangkat lunak, untuk melihat status gizi brdasarkan standar baku
dianjurkan, dan bernilai 0 (nol) jika tidak sesuai. Bila hasil akhir kuesioner
primer dan sekunder, yaitu informasi dari responden langsung dan data kejadian
yaitu :
a). Data status stunting anak diperoleh dari pengukuran langsung dengan
1995/Menkes/SK/XII/2010
puskesmas Godean 1.
1. Pengelolahan data
digunakan adalah :
Pada tahap editing ini peneliti melakukan pengecekan kelengkapan data yang
b. Coding (pengkodean)
Peneliti memberikan kode angka pada variable yang diteliti agar lebih mudah
a). Stunting = 0
a). Baik = 1
b). Buruk = 0
Pada tahap ini peneliti melakukan proses pemasukan data kedalam computer
Apabila semua data dari setiap sumber atau responden selesai dimasukkan,
atau koreksi.
e. Tabulating (tabulasi)
2. Analisa data
a. Analisis Univariat
stunting).
Pegawai swasta
ABRI/TNI
Pedagang/wiraswasta
Nelayan/petani\
Buruh
Tidak bekerja
b. Analisa Bivariat
(0−𝐸)²
x² = ∑ 𝐸
keterangan :
df = (b-1) (k-1)
seberapa besar hubungan yang terjadi antar dua variabel. Analisis korelasi
moment pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai
lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan sarah (x naik maka y) dan nilai
H. Jalannya penelitian
1. Tahap persiapan
g. Selanjutnya dilakukan perbaikan sesuai dengan saran dan masukan dari dosen
dipresentasikan
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengajuan surat izin penelitian pada tim skripsi untuk pengajuan izin ke
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman dan mengantar surat
Puskesmas Godean I.
mengetahui karakterisitik orang tua balita dan balita serta perilaku hygiene
inklusi dan ekslusi kemudian melakukan pengukuran tinggi badan balita dan
kader posyandu dan memeriksa kembali apakah ada pertanyaan yang belum
diisi.
3. Tahap Akhir
skripsi
Aziz, Alimul, Hidayat. 2010. Metode Penelitian dan Analisis Data, Salemba Medika:
Jakarta
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi
2011-2015. Jakarta: Bappenas; 2011
Bentian I, Mayulu N, Rattu AJM. Faktor risiko terjadinya stunting pada anak TK di
wilayah kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe
Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Unsrat. 2015;5(1):1-
7.
Dirjen Bina GIZI KIA Kementerian Kesehatan RI. (2015). Kesehatan dalam Kerangka
Sustainable Development Goals (SDGs). Rakorkop Kementerian Kesehatan RI
Departemen Agama RI. (2011). Al-Qur’an Terjemahan. Bandung: Al-Mizan
Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Dikes DIY. (2017). Profil Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Ervinda. (2014). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Abacus [internet], October 30.
Avaible from http://www.perdhaki.org/content/perilaku-hidup-bersih-dan-
sehat.[accessed 31 januari 2019].
Fertman CI, Allensworth DD, eds. Health promotion programs: from theory to practice,
San Fransisco: Jossey Bass A Wiley Imprint; 2010
Desyanti, C. dan Nindya, T S. ( 2017). Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik
Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. 1(i3). 243-251.
Hoddinot, John, Rere R Behrman, Jhon A Maluccio, Pauli Melgar, Agnes R
Quisumbing, Manuel Ramiresz-Zea, Aryeh D Stein, Kathryn M Yount, &
Reynaldo Mertorell. 2013. Adult Consequences of Growth Failure in Early
Childhood. The American Journal of Clinical Nutrition. 98:1170-1178
Jukardi, A. (2015). Anak Balita Pendek, bukan karena Gen tetapi Kurang Gizi. Tersedia
dalam: http://www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 20 Desember 2018.
Kementerian Kesehatan RI (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropemetri Penilaian
Status Gizi Anak. Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak,
Jakarta.
42
43
Najahah , I. (2013). Faktor Risiko Balita Stunting Usia 12-36 Bulan Di Puskesmas dasan
Agung, mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sekretariat Public Health
Medicine Archive (PHPMA). No.2/Vol.1/ December 2013
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rhineka Cipta.
__________. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku. Rineka Cipta. Jakarta
Oktaviana (2016). Hubungan Pengetahuan Gizi dan Perilaku Higiene Sanitasi terhadap
Kejadian Stunted pada Balita Usia 7-24 Bulan di Desa Hargorejo Kulon Progo,
Yogyakarta.
Rejeki Sri. 2015. Sanitasi, Hygiene, dan Kesehatan & Keselamatan Kerja(K3). Bandung.
Rekayasa Sains
Rahmayana. Ibrahim I,A. dan Damayati D,S. (2014) Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan
Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di Posyandu Asoka II Wilayah Pesisir
44
_____. (2014). WHA global nutrition targets 2025:Stunting policy brief. Geneva: World
Health Organization.
Yisak, H., Gobena, T., and Mesfin, F. (2015). Prevalence and risk factors for under
nutrition among children under five at Haramaya district, Eastern Ethiopia BMC
Pediatric, 15:212.
Wiyogowati, C. (2012).Kejadian Stunting PadaAnak Berumur di Bawah Lima Tahun (0-
5 Bulan)di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (AnalisisData Riskesdas Tahun
2010).Skripsi FakultasKesehatan Masyarakat, Universitas IndonesiaDepok