Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN MINI PROJECT

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN ASI EKSKLUSIF


TERHADAP STATUS GIZI BALITA PUSKESMAS BATU 10

Disusun sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan Program Internship Dokter


Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, Kota Tanjungpinang
Periode Februari 2022 – Februari 2023

Disusun Oleh:
dr. Auliya Bintan Nuriana
dr. Novira Jasmin

Pendamping:
dr. Trisni Noviana
NIP. 19771122 2005022004

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


DINAS KESEHATAN KOTA TANJUNGPINANG
PUSKESMAS BATU 10
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui laporan Mini Project dengan judul:

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN ASI EKSKLUSIF


TERHADAP STATUS GIZI BALITA PUSKESMAS BATU 10

Oleh:

dr. Auliya Bintan Nuriana


dr. Novira Jasmin

Program Internsip Dokter Indonesia


Puskesmas Batu 10
Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Tanjungpinang, 19 Desember 2022


Mengetahui,
Dokter Pendamping, Kepala Puskesmas Batu 10

dr. Trisni Noviana dr. Muhammad Al Ghiffari

NIP. 19771122 2005022004 NIP. 19851108 2015031001


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
mini project kegiatan internship dengan judul “HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN IBU DAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP STATUS GIZI
BALITA PUSKESMAS BATU 10 KOTA TANJUNGPINANG”. Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
a. dr. Muhammad Al Ghiffari selaku kepala Puskesmas Batu 10 serta
jajarannya,
b. dr. Trisni Noviana selaku Pendamping Dokter Internship Puskesmas
Batu 10, Kota Tanjungpinang
c. Seluruh karyawan Puskesmas Batu 10, Kota Tanjungpinang yang
telah membimbing di lapangan.

Demi kebaikan mini project ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tanjungpinang, 19 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..i

LEMBAR PENGESAHAN………………….............................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI…………….…………………………………………………...…….iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1

1.1. Latar Belakang……………………………………………...………..…..1

1.2. Rumusan Masalah…………………………………………......…..……..3

1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………….........…..3

1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………….............4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….…………………………………………...3

2.1 Air Susu Ibu……………………………………………………….….......5

2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ………...8

2.3 Manajemen Laktasi ……………………………………………………..13

2.4 Masalah – Masalah Dalam Menyusui ………………………………..…14

2.5 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ………………………………...16

2.6 Kerangka teori …………………………………………………………..21

2.7 Kerangka konsep……………………………………….……..………...22

2.8 Hipotesis penelitian ………….…………………………………..……..22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………..…........23

3.1 Desain Penelitian…………………………………………….……........23

iv
3.2 Lokasi dan Waktu………………………………………………...……..23

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian……………………………….……….. 23

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………………………...……......23

3.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data …………………...……......23

3.6 Definisi Operasional……………….………………………..…...……....24

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN .......................................................................27

4.1 Hasil...........................................................................................................27

4.2 Pembahasan...............................................................................................30

BAB V SIMPULAN & SARAN............................................................................33

5.1 Simpulan..............................................................................................33

5.2 Saran...................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………………………........34

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner penelitian……………………………………………….39

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah harus diterapkan sejak dini,

terutama sejak masa kehamilan dan bayi. Salah satu cara untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia yaitu dengan cara memberikan asupan gizi dan nutrisi

yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan rekomendasi

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), pilihan nutrisi

yang tepat bagi bayi adalah dengan cara memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.

ASI merupakan makanan alami pertama bayi yang mengandung vitamin,

mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh bayi untuk pertumbuhan. Dalam 6 bulan

pertama kehidupan, bayi disarankan untuk mendapatkan asupan nutrisi dari ASI tanpa

disertai makanan pendamping lainnya. Di samping kandungan nutrisi yang lengkap,

dalam ASI juga terdapat zat kekebalan seperti IgA, IgM, IgG, IgE, laktoferin, lisosom

dan zat imun lainnya yang melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi (Septiani,

2017).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), pencapaian cakupan

ASI eksklusif pada tahun 2009 yaitu sebanyak 34,3%, menjadi 33,6% tahun 2010,

kemudian turun menjadi 30,2% pada tahun 2013. Hal tersebut tentu sangat

memprihatinkan, mengingat ASI eksklusif merupakan salah satu faktor yang berperan

penting dalam kesehatan dan tumbuh kembang bayi. 80% perkembangan otak anak

1
dimulai sejak dalam kandungan sampai usia 2 tahun yang dikenal dengan periode

emas.

Kurangnya target capaian pemberian ASI eksklusif merupakan hal yang

sering dijumpai di negera berkembang, termasuk Indonesia (Asare, 2018). Hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya pengetahuan ibu, sikap ibu

terharap pemberian ASI eksklusif, ibu yang sibuk bekerja, pendidikan ibu yang

rendah, gencarnya periklanan tentang penggunaan susu formula, serta kurangnya

sekresi ASI. Faktor-faktor ini seharusnya dapat diminamilisir dengan cara pemberian

edukasi mengenai pentingya memberikan ASI eksklusif, terutama demi

perkembangan dan kesehatan anak.

Berdasarkan penelitian Lancet, sekitar 823.000 kasus kematian pada anak <5

tahun seharusnya dapat dicegah setiap tahun nya dengan cara mengoptimalkan

pemberian ASI eksklusif. Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga dapat mengurangi

prevalensi kasus-kasus rawat inap seperti diare, infeksi pernapasan dan otitis media

pada anak (Victoria, 2016).

Data tahun 2021 di Puskesmas Batu 10 mencakup kelurahan pinang kencana

dan air raja, menunjukkan jumlah balita yang memiliki status gizi kurang berjumlah

3.5%, gizi pendek 9.4%, dan gizi kurus 1,8%. Selain itu yang mendapatkan ASI

eksklusif di seluruh kelurahan adalah 68.2%

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bayi menyusui

secara eksklusif untuk 6 bulan pertama kehidupan, diikuti dengan pengenalan

makanan pelengkap yang memadai (Qasem W, dkk, 2015). Akan tetapi, banyak ibu

2
yang telah memberikan makanan dan minuman lain selain ASI sebelum anak

berumur 6 bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan MPASI dini,

antara lain pengetahuan ibu yang rendah tentang ASI eksklusif dan MPASI, serta ibu

tidak mengetahui tahapan pemberian MPASI yang tepat (Zogara, dkk, 2014). Faktor

budaya dan peran nenek turut mempengaruhi ibu dalam memberikan MPASI dini

(Inayati, dkk, 2012).

Pemberian MPASI terlalu awal dapat meningkatkan risiko kesakitan dan

kematian bayi (Inayati, dkk, 2012). Pemberian MPASI dini meningkatkan resiko

penyakit infeksi, penghentian menyusui dan peningkatan konsumsi makanan manis

dan berlemak. Ibu yang memberikan MPASI tepat waktu memiliki balita yang status

gizi lebih baik menurut indikator BB/TB dibandingkan ibu yang lebih awal

memberikan MPASI kepada balita (Udoh, dkk, 2016). Anak yang mendapatkan

MPASI tepat waktu kurang berisiko mengalami malnutrisi kronis sebesar 25%

(Saaka. M, dkk , 2015)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan ibu dan asi eksklusif terhadap

status gizi balita puskesmas batu 10 kota Tanjungpinang?

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu,

asi eksklusif terhadap status gizi balita Puskesmas Batu 10 Kota Tanjungpinang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik ibu meliputi usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan


ibu di Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang.
2. Mengetahui karakteristik meliputi usia dan jenis kelamin bayi di Puskesmas
Batu 10 Tanjungpinang.
3. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dan
pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi balita di Puskesmas Batu 10, Kota
Tanjungpinang

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

mengenai tingkat pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI eksklusif pada balita dan

hubungan terhadap status gizi balita di Puskesmas Batu 10, Kota Tanjungpinang.

Selain itu, dapat memberikan bahan evaluasi bagi Puskesmas Batu 10 dan Dinas

Kesehatan setempat untuk meningkatkan pendidikan kesehatan masyarakat terkait

pemberian ASI eksklusif yang baik pada balita, sehingga secara tidak langsung dapat

mencegah penyakit/kondisi yang tidak diinginkan, khususnya stunting. Selain itu,

hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan informasi tambahan

4
untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian ASI

eksklusif.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1 Deskripsi ASI

Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan

garam-garam anorganik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara dari ibu yang

berguna sebagai makanan bagi bayinya (Muchtadi, 1990). Selain itu, Roesli (2000)

juga mendefinisikan ASI sebagai suatu komponen zat-zat yang spesifik dan berbagai

enzim yang disekresi oleh kedua payudara dari ibu berguna sebagai nutrisi bagi bayi.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ASI adalah suatu komponen

zat-zat yang terdiri dari lemak, laktosa, garam-garam organic dan berbagai enzim

yang disekresi oleh kelenjar payudara ibu sebagai makanan yang baik untuk bayi.

Berdasarkan sumber dari Food and Nutrition Board, National Research

Council Washington tahun 1980 diperoleh data perbandingan komposisi zat-zat yang

terdapat pada kolostrum, ASI, dan susu sapi seperti tertera pada tabel 1:

Tabel 1. Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu sapi (untuk setiap 100 ml).
Komponen Kolostrum ASI Susu Sapi/formula
Energy (K Cal) 58 70 65
Protein (g) 2,3 0,9 3,4
- Kasein/Whey 1:1,5 1:1,2
- Kasein (mg) 140 187 -
- Laktamil Bumil (mg) 218 161 -
- Laktoferin (mg) 330 167 -

6
Komponen Kolostrum ASI Susu Sapi/formula
- Ig A(mg) 364 142 -
Laktosa (g) 5,3 7,3 4,8
Lemak 2,9 4,2 3,9
Vitamin
- Vit A (mg) 151 74 41
- Vit B1 (mg) 1,9 14 43
- Vit B2 (mg) 30 40 145
- Asam Nikotinmik (mg) 75 160 82
- 12- 64
- Vit B6 (mg) 183 15 340
- Asam Pantotenik 0,06 246 2,8
- Biotin 0,05 0,6 0,13
- Asam Folat 0,05 0,1 0,16
- Vit B12 5,9 0,1 1,1
- Vit C - 5 0,02
- Vit D (mg) 1,5 0,04 0,07
- Vit Z - 0,25 6
- Vit K (mg) 1,5
Mineral 39 130
- Kalsium (mg) 85 35 108
- Klorin (mg) 40 40 14
- Tembaga (mg) 70 40 70
- Zat besi (ferrum)(mg) 4 100 12
- Magnesium (mg) 14 4 120
- Fosfor (mg) 74 15 57
- Potassium (mg) 48 57 15
- Sodium (mg) 22 15 14
- Sulfur (mg) 14

Data tabel 1 menggambarkan bahwa susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih

banyak protein daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan

sisanya berupa kasein yang larut, bila bayi diberi susu sapi yang mengandung kasein

7
yang tinggi, akan terbentuk gumpalan yang relatif besar dalam lambung bayi.

Sedangkan ASI walaupun mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian

protein kaseinnya lebih banyak, sehingga akan membentuk gumpalan yang lunak dan

lebih mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi dibandingkan dengan lemak susu

sapi (Prasetyono, 2009).

2.1.2 ASI Eksklusif

Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia

enam bulan. Memberikan ASI saja hingga bayi berusia enam bulan tanpa

memberikan makanan tambahan lainnya, diistilahkan sebagai ASI eksklusif atau

lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif (Roesli, 2000). Istilah lain menyebutkan

bahwa pemberian ASI eksklusif adalah memberikan ASI tanpa memberikan

tambahan makanan padat dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai enam

bulan, kecuali vitamin, mineral, dan obat dalam bentuk sirup (Depkes RI, 2005).

2.1.3 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif akan memenuhi kebutuhan awal bayi untuk tumbuh

kembang secara opimal baik fisik, kepandaian, emosional, spiritual maupun

sosialnya. Itu sebabnya sangat mudah dimengerti mengapa bayi ASI eksklusif akan

tumbuh menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas. Banyak

manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat dirasakan bayi seperti

yang disebut Yuliarti (2010), manfaat pemberian ASI adalah bayi mendapat nutrisi

dan enzim terbaik yang dibutuhkan, bayi mendapat imun sehingga akan lebih jarang

8
sakit.

Roesli (2000) menambahkan bahwa ASI eksklusif dapat meningkatkan

kecerdasan anak. Hal ini karena selain nutrien yang ideal, dengan

komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga

mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal.

Hasil penelitian Lucas (1993) terhadap 300 bayi yang menunjukkan bahwa bayi

prematur yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi secara bermakna (8,3

point lebih tinggi ) dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI. Pada penelitian

Riva (1997) ditemukan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif, ketika berusia 9,5

tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 point lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi

tidak diberi ASI eksklusif.

Selain keuntungan yang tampak ketika bayi, menyusui juga mempunyai

kontribusi dalam menjaga kesehatan anak seumur hidupnya seperti yang dikatakan

Yuliarti (2009) bahwa orang dewasa yang mendapatkan ASI eksklusif semasa bayi

mempunyai resiko rendah terkena hipertensi, kolesterol, overweight, obesitas, dan

diabetes tipe dua.

2.2 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa ASI mempunyai manfaat untuk bayi.

Namun demikian data-data menunjukan bahwa pemberian ASI secara eksklusif masih

rendah. Berbagai studi menunjukan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh

berbagai faktor.

9
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif terdiri dari faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pemberian ASI

eksklusif terdiri dari:

1. Umur

Ibu yang umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan

dengan ibu-ibu yang sudah tua. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran payudara

pada setiap siklus ovulasi mulai dari permulaan tahun menstruasi sampai umur 30

tahun (Suraatmadja, 1997, Lawrence, 1994). Diatas umur 30 tahun terjadi degenerasi

payudara dan kelenjar alveoli secara keseluruhan, sehingga ASI yang diproduksi

berkurang karena alveoli merupakan kelenjar penghasil ASI (Robert, 1993).

Volume ASI yang dihasilkan ditentukan oleh umur ibu pada saat hamil, ibu

yang berumur 19-23 tahun pada umumnya dapat menghasilkan cukup ASI

dibandingkan dengan yang berumur 30 tahunan. Primipara yang berumur 35 tahun

atau lebih biasanya tidak akan dapat menyusui bayinya dengan jumlah ASI yang

cukup (Pudjiadi, 2000). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Tilaili

(2000) yang menyatakan bahwa responden yang berusia 20-35 tahun lebih baik pola

menyusui bayinya dibanding dengan responden yang berumur lebih dari 35 tahun.

2. Pekerjaan

Bekerja di luar rumah membuat ibu tidak berhubungan penuh dengan anaknya,

akibatnya ibu cenderung memberikan susu formula daripada menyusui anaknya

(Roesli, 2000). Pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah tidak ada waktu untuk

menyusui bayinya selama masa jam kerja. Oleh karena itu, banyak yang

10
menghentikan pemberian ASI kepada bayinya (Soetjiningsih,1997 dalam Astiah,

2005). Proporsi ibu yang tidak patuh memberikan ASI eksklusif pada ibu yang

bekerja adalah 60%, dengan risiko 1.5 kali dibandingkan ibu yang tidak bekerja

(Mardeyanti, 2007).

3. Pendidikan

Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada kemampuan

berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat

mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima

perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih

rendah (Depkes RI, 2002). Pendidikan juga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah

laku manusia dalam memberikan inisiasi dini serta memberikan ASI secara

eksklusif kepada bayinya (Soetjiningsih,1997 dalam Astiah, 2005).

4. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengalaman penelitian menyatakan

ternyata perilaku yang didasari pengetahuan lebih baik dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. (Notoatmojo, 2005).

Pengetahuan tentang ASI mempunyai peranan dalam perilaku pemberian ASI

secara eksklusif. Rendahnya praktek pemberian ASI eksklusif di Indonesia

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang ASI (Widodo, 2003). Dengan

adanya pengetahuan mengenai ASI eksklusif, ibu mempunyai sikap positif dalam

memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. Mardiana (2001) dalam penelitianya

11
mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu

dengan pemberian ASI, dimana ibu yang berpengetahuan baik berpeluang untuk

mendapatkan ASI 3,38 kali dibanding ibu yang berpengetahuan kurang.

5. Pengalaman Menyusui

Pengalaman seorang ibu dalam memberikan ASI pada bayinya dipengaruhi

oleh jumlah persalinan yang pernah dialami ibu. Masalah yang paling sering terjadi

pada ibu dengan 1-2 anak adalah puting susu yang lecet akibat kurangnya

pengalaman yang dimiliki atau belum siap menyusui secara fisiologis (Neil, 1996

dalam Ramadani 2009). Kaneko (2006) dalam penelitianya Yuyum 2012

menyatakan bahwa prevalensi menyusui eksklusif meningkat dengan bertambahnya

jumlah anak, dimana prevalensi anak ketiga atau lebih, lebih banyak yang disusui

eksklusif dibandingkan dengan anak kedua dan pertama.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi ibu memberikan ASI eksklusif

antara lain:

1. Dukungan Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan mempunyai peranan yang istimewa dalam menunjang

pemberian ASI. Hal ini didukung oleh pernyataan Soetjiningsih (1997) bahwa faktor

yang meyebabkan rendahnya kecenderungan ibu-ibu untuk memberikan ASI

eksklusif kepada bayinya salah satunya disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan

keterampilan petugas kesehatan. Kondisi ini diakibatkan karena kurangnya

pengetahuan yang diberikan sewaktu para petugas kesehatan tersebut dalam

12
pendidikan, sehingga hal ini mengakibatkan para petugas kesehatan kurang

mendukung upaya peningkatan dan pemberian ASI eksklusif.

Dwyer mengatakan sebagaimana dikutip oleh Muchtadi (1996),

ketidakpedulian petugas kesehatan serta program instansi pemerintah yang tidak

terarah dan tidak mendukung adalah salah satu penyebab utama masih rendahnya

penggunaan ASI eksklusif. Depkes (2007) juga mengatakan hal yang demikian,

kurangnya pengertian dan keterampilan petugas kesehatan berkaitan dengan

keunggulan ASI dan manfaat menyusui mengakibatkan petugas kesehatan kurang

mendukung upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif dan terpengaruh oleh

promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti ASI (PASI). Jika hal

ini terus terjadi akibatnya semakin banyak ibu yang tidak menyusui bayinya secara

eksklusif .

2. Dukungan Suami

Dukungan keluarga sangat mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

(Yuliarti, 2010) mengatakan bahwa suami dapat berperan dalam mendukung

pemberian ASI. ketika istrinya harus menyusui suami dapat mengambil alih tugas

– tugas domestik ibu. Dari hasil penelitian oleh Ariani (2002) di Rumah Sakit Islam

Jakarta didapatkan bahwa ibu yang mendapat dukungan keluarga memberikan ASI

eksklusif sebanyak 35,7% sedangkan pada ibu yang tidak mendapat dukungan dari

keluarga hanya memberikan ASI eksklusif sebanyak 25%.

13
3. Dukungan Orang Tua

Ibu yang sedang menyusui sangat membutuhkan dukungan baik dari suami,

orang tua, dan kerabat dekatnya. Peranan keluarga terhadap berhasil atau tidaknya

seorang ibu memberikan ASI eksklusif sangat besar. Hasil pengamatan menunjukan

bahwa ibu menyusui yang tinggal serumah dengan orang tuanya (nenek) mempunyai

peluang sangat besar untuk memberikan makanan pendamping (MP-ASI) secara dini

pada bayi. Hal tersebut berkaitan dengan budaya yang dianut sebagian besar

masyarakat jaman dahulu. Kebiasaaan dan praktek yang sering ditemukan selama

penelitian Afifah (2007) adalah pemberian prelaktal berupa madu dan susu formula

dengan menggunakan dot kepada bayi baru lahir serta memberikan MP-ASI yang

terlalu dini pada bayi.

2.3 Manajemen Laktasi ( gambaran pemberian ASI eksklusif)

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, dimulai dari diproduksinya ASI

sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI (Prasetyono, 2009). Manajemen

laktasi adalah suatu upaya dari ibu, ayah, dan keluarga untuk mendukung

keberhasilan menyusui. Laktasi dimulai dari masa kehamilan, setelah melahirkan, dan

masa menyusui selanjutnya (Prasetyono, 2009), upaya – upaya yang perlu dilakukan

untuk mendukung keberhasilan menyusui adalah sebagai berikut:

1. Masa kehamilan (antenatal)

Selama masa kehamilan, Ibu dapat mencari informasi tentang keunggulan ASI,

manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negatif pemberian susu formula

14
bagi bayi. Ibu memeriksakan kesehatan tubuh, kehamilan dan kondisi putting

payudara, melakukan perawatan payudara sejak kehamilan umur 6 bulan hingga siap

menyusui, ibu senantiasa mencari informasi tentang gizi dalam makanan tambahan

sejak kehamilan trimester kedua, ibu menciptakan suasana yang menyenangkan

dalam keluarga, termasuk mendapatkan dukungan suami yang dapat memberikan rasa

nyaman (Prasetyono, D. 2009)

2. Masa segera setelah persalinan

Ibu sebaiknya menyusui 30 menit setelah kelahiran dan menyusui dengan

posisi yang baik dan benar mulai dari melekatkan bayi di payudara ibu, sehingga

membantu terjadi kontak langsung antara bayi dan ibu selama 24 jam agar menyusui

dapat dilakukan tanpa jadwal (Prasetyono, D. 2009)

3. Masa Menyusui Selanjutnya

Setelah bayi mendapat ASI pada minggu pertama kelahiran, ibu diwajibkan

memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi. ASI eksklusif berarti

hanya memberikan ASI saja tanpa disertai makanan dan minuman lainnya. Ibu harus

memiliki istirahat yang cukup, dapat menjaga diri agar tidak stress, serta

menghindari aktivitas yang menyebabkan kelelahan berlebihan agar produksi ASI

tetap lancar. Keberhasilan dalam menyusui juga didukung oleh pengertian dan

perhatian keluarga terutama suami. (Prasetyono, D. 2009)

15
2.4 Masalah – Masalah Dalam Menyusui ( gambaran pemberian ASI eksklusif)

Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya memberikan ASI eksklusif selama

enam bulan pertama kehidupan bayi . Masalah yang timbul dalam menyusui dapat

dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), masa pasca persalinan

(posnatal). Pada masa pasca persalinan dini (masa nifas / laktasi), dan masa pasca

persalinan lanjut masalah menyusui dapat timbul karena keadaan-keadaan tertentu.

Masalah dalam menyusui yang sering dijumpai pada masa antenatal

diantaranya adalah puting susu yang terbenam atau datar. Puting susu yang normal

akan menonjol. Akan tetapi ibu dengan puting susu datar tidak selalu mengalami

kesulitan dalam menyusui, dibuktikan dari banyak pengalaman ibu yang masih bisa

memberikan ASI kepada bayinya (Prasetyono, D. 2009).

Masalah terkait menyusui pada masa pasca persalinan diantaranya adalah

puting susu yang lecet. Puting susu yang lecet dapat disebabkan karena trauma pada

puting susu karena puting susu yang kering, tergigit bayi, terkena gesekan, sehingga

putting dapat retak dan terbentuk celah- celah. Masalah lain yang sering ditemui

adalah payudara yang bengkak, abses payudara, dan saluran susu yang tersumbat.

Payudara bengkak disebabkan karena edema ringan oleh hambatan vena atau saluran

limfe dikarenakan ASI yang menumpuk didalam payudara. Hal ini dapat dicegah

dengan memberikan ASI tepat jadwal yaitu 2-3 jam sekali (Prasetyono, D. 2009).

Masalah menyusui pada pasca persalinan lanjut yang dapat ditemui diantaranya

ibu merasa bahwa ASI kurang dengan berbagai alasan seperti payudara kecil dan bayi

yang sering menangis. Banyak ibu menduga bayi yang sering menangis artinya

16
kekurangan ASI, tapi bisa karena berbagai penyebab misalnya karena bayi

menginginkan kehangatan dan kasih sayang (Prasetyono, D. 2009).

2.5 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Pengertian dan Tujuan Makanan Pendamping ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang

diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan.

Jadi selain Makanan Pendamping ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi,

paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan makanan pendamping ASI sama sekali

bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi ASI, jadi

dalam hal ini makanan pendamping ASI berbeda dengan makanan sapihan

diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi ASI (Diah Krisnatuti, 2008).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan proses perubahan dari

asupan susu menuju makanan semi padat. Hal ini dilakukan karena bayi

membutuhkan lebih banyak gizi. Bayi juga ingin berkembang dari refleks

menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk cairan semi padat dengan

memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke belakang (Indiarti and Eka

Sukaca Bertiani, 2015).

Makanan pendamping ASI merupakan makanan bayi kedua yang menyertai

dengan pemberian ASI. Makanan Pendamping ASI diberikan pada bayi yang telah

berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi. Pemberian

makanan pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk sari

17
buah, buah segar, bubur kental, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya

makanan padat. Alasan pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan karena umumnya

bayi telah siap dengan makanan padat pada usia ini (Chomaria, 2013).

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik

bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. ASI

hanya memenuhi kebutuhan gizi bayi sebanyak 60% pada bayi usia 6-12 bulan.

Sisanya harus dipenuhi dengan makanan lain yang cukup jumlahnya dan baik

gizinya . Oleh sebab itu pada usia enam bulan keatas bayi membutuhkan tambahan

gizi lain yang berasal dari MP-ASI (Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015).

Tujuan pemberian makanan bayi menurut (Budiastuti, 2009) dibedakan

menjadi 2 macam yaitu tujuan mikro dan tujuan makro. Tujuan mikro berkaitan

langsung dengan kepentingan individu pasangan ibu-bayi, dalam ruang lingkup

keluarga, yang mencakup 3 macam aspek:

a. Aspek fisiologis yaitu memenuhi kebutuhan gizi dalam keadaan sehat

maupun sakit untuk kelangsungan hidup, aktivitas dan tumbuh kembang.

b. Aspek edukatif yaitu mendidik bayi agar terampil dalam mengkonsumsi

makanan pendamping ASI.

c. Aspek psikologis yaitu untuk memberi kepuasan pada bayi dengan

menghilangkan rasa tidak enak karena lapar dan haus. Disamping itu

memberikan kepuasan pada orang tua karena telah melakukan tugasnya.

Sedangkan tujuan makro merupakan permasalahan gizi masyarakat luas dan

kesehatan masyarakat.

18
Pemberian makanan pendamping ASI bagi bayi bertujuan untuk menambah

energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI sudah tidak dapat

memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus (Diah Krisnatuti, 2008) selain

itu pemberian makanan pendamping ASI membantu bayi dalam proses belajar

makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik serta

mengenalkan berbagai jenis dan rasa makanan.

Alasan MP-ASI diberikan usia 6 bulan

Menurut (Chomaria, 2013) MP-ASI harus diberikan pada saat bayi usia 6

bulan karena:

a. Bayi mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) pada usia 3-4

bulan, bayi mengalami peningkatan nafsu makan, tetapi bukan berarti pada

saat usia tersebut bayi siap untuk menerima makanan padat .

b. 0-6 bulan, kebutuhan bayi bisa dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi ASI.

c. Umumnya bayi telah siap dengan makanan padat pada usia 6 bulan karena

pada usia ini, ASI hanya memenuhi 60-70% kebutuhan gizi bayi.

d. Tidak dianjurkan untuk memperkenalkan makanan semi padat atau padat

pada bayi berusia 4-6 bulan karena sistem pencernaan mereka belum siap

menerima makanan ini.

e. Pemberian makanan sebelum usia 6 bulan, meningkatkan risiko alergi,

obesitas, mengurangi minat terhadap ASI.

19
f. Masih aktifnya reflex extrusion yaitu bayi akan mengeluarkan makanan

yang ibu sodorkan kemulutnya, ini meningkatkan risiko tersedak jika

diberikan makanan padat terlalu dini.

Akibat Pemberian MP-ASI yang salah

Ada dua kategori pemberian MP-ASI yang salah menurut Monika, 2014, yaitu:

a. MP-ASI terlalu dini

Banyak ibu (umumnya, bila bayi adalah anak pertama) sangat

bersemangat untuk segera memberikan MP-ASI karena dalam diri mereka

ada perasaan bangga dan bahagia telah membuat pencapaian besar. Hal ini

dapat memicu orangtua memberikan MP-ASI dini. Berikut dampak dari

pemberian MP-ASI terlalu dini:

 Bayi lebih rentan terkena berbagai penyakit

 Berbagai reaksi muncul akibat sistem pencernaan bayi belum siap

 Bayi berisik menderita alergi makanan

 Bayi berisik mengalami obesitas/kegemukan

 Produksi ASI dapat berkurang

 Persentase keberhasilan pengatur jarak kehamilan alami menurun

 Bayi berisik tidak mendapat nutrisi optimal dari ASI

 Bayi berisik mengalami invaginasi usus / intususepsi

20
b. Menunda Pemberian MP-ASI

Berapa ibu dan orangtua menunda pemberian MP-ASI hingga usia

bayi lebih dari 6 bulan dengan alasan agar bayi terhindar dari risiko

menderita alergi makanan serta meberikan kekebalan pada bayi lebih lama.

Padahal sebuah tinjauan dari sebuah penelitian menyimpulkan bahwa

menunda pemberian MP- ASI hingga usia bayi melewati 6 bulan tidak

memberikan perlindungan yang berarti. Berikut kerugian jika menunda

pemberian MP-ASI :

 Kebutuhan energi bayi tidak terpenuhi. Bila kebutuhan bayi tidak

terpenuhi, bayi akan berhenti tumbuh atau tumbuh dengan tidak

optimal, bahkan bila dibiarkan bayi dapat menderita gagal tumbuh.

Tingkatkan kuantitas MP-ASI seiring bertambahnya usia bayi.

 Bayi berisiko kekurangan zata besi dan menderita ADB (anemia

defisiensi besi)

 Kebutuhan makronutrien dan mikronutrien lainnya tidak terpenuhi

sehingga mengakibatkan bayi/anak berisiko menderita malnutrisi

dan defisiensi mikronutrien.

 Perkembangan fungsi motorik oral bayi dapat terlambat.

 Bayi berpotensi menolak berbagai jenis makanan dan sulit

menerima rasa makanan baru di kemudian hari.

21
2.6 Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori Precede-Procced (Green and Kreuter, 2000)

22
2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Karakteristik usia
2. Karakteristik
pendidikan
Pemberian ASI
3. Karakteristik
Eksklusif
pekerjaan
4. Pengetahuan ibu

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.8 Hipotesis penelitian

1. Terdapat hubungan antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu mengenai

pemberian ASI eksklusif pada balita di Puskesmas Batu 10

2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan

ibu mengenai pemberian ASI eksklusif pada balita di Puskesmas Batu 10

3. Terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu

mengenai pemberian ASI eksklusif pada balita di Puskesmas Batu 10

4. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI

eksklusif pada balita di Puskesmas Batu 10

23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional

untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai ASI Eksklusif

Terhadap Status Gizi Balita di Puskesmas Batu 10

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Imunisasi Puskesmas Batu 10 pada bulan

Desember 2022.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita berusia 0

hingga 59 bulan yang datang membawa bayi imunisasi ke Puskesmas Batu 10.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yang telah

memenuhi kriteria inklusi dan dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Ibu yang bersedia mengikuti penelitian

2. Ibu yang memiliki anak balita berusia 0-59 bulan pada saat periode penelitian

3.4.2 Kriteria Eksklusi

24
1. Bayi lahir prematur

3.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian didapatkan dengan melakukan wawancara menggunakan

kuesioner kepada ibu yang memiliki balita berusia 0 hingga 59 bulan. Kuesioner ini

digunakan untuk menilai tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif serta berizi

status gizi balita pada saat penelitian. Kuesioner yang digunakan merupakan

kuesioner yang diadaptasi dari kuesioner Siti Fatimah (2017) yang sudah tervalidasi

sebelumnya. Setiap jawaban benar pada kuisioner Pengetahuan ASI Eksklusif diberi

skor 1 untuk jawaban yang salah diberi skor 0 yang disesuaikan dengan kunci

jawaban (Lampiran 1).

3.5.2 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh akan dilakukan skoring dengan ketentuan untuk

setiap jawaban benar pada kuisioner diberi skor 1 dan untuk jawaban yang salah

diberi skor 0 yang disesuaikan dengan kunci jawaban (Lampiran 1).

Hasil pengisian kuisoner dan perhitungan skoring lalu dilakukan analisis

univariat dan bivariat menggunakan perangkat lunak Statisical Package for the Social

Science (SPSS).

25
3.6 Definisi Operasional

3.6.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui berkaitan dengan proses

observasi, pembelajaran ataupun penelitian. Proses pembelajaran ini dapat

dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti informasi. Hal yang diteliti dalam penelitian

ini adalah pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI Ekslusif. Penilaian terhadap

pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Sangat baik; apabila total 80-100%

b. Sedang; apabilla total skor 60-79%

c. Buruk; apabila total skor <60%

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Total sampel yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini
sebanyak 34 sampel, dimana jumlah tersebut didapatkan dari jumlah ibu yang
membawa balita beruisa 0 -59 bulan datang dalam kegiatan imunisasi dan
pengukuran tumbuh kembang bulanan ke Poli Imunisasi Puskesmas Batu 10
pada bulan Desember 2022.

4.1.1. Karakteristik Responden


A. Pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan ibu dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pendidikan Ibu


Pendidikan Ibu Frekuensi (n) Presentasi (%)
Tamat SD 1 2.9%
Tamat SMP 6 17,6%
Tamat SMA / Sederajat 14 41,2%
Tamat Sarjana / Diploma 13 38,2%
Total 34 100%

Mayoritas pendidikan terkahir Ibu dalah Tamat SMA/Sederajat


sebanyak 41,2% (14/34), diikuti dengan Tamat Diploma/Sarjana sebanyak
38,2% (13/34), Tamat SMP sebanyak 17,6% (6/34) dan Tamat SD sebanyak
2,9% (1/34).

B. Pemberian ASI Ekslusif

27
Dalam penelitian ini juga dilakukan penghitungan terkait jumlah ibu
yang memberikan ASI Ekslusif kepada balitanya. Dari 34 Ibu yang mengikuti
penelitan, sebanyak 76,5% (26/34) ibu memberikan ASI Ekslusif dan 23,5%
(8/34) ibu tidak memberikan ASI ekslusif. (Tabel 4.2)

Pemberian ASI Ekslusif Frekuensi (n) Persentase (%)


Ya 26 76,5%
Tidak 8 23,5%
Total 34 100%
Tabel 4.2 Pemberian ASI Ekslusif

C. Pengetahuan Ibu Mengenai Pemberian ASI Ekslusif


Peniliaian terhadap pengetahuan Ibu mengenai pemberian ASI
Ekslusif dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pengetahuan Ibu Mengenai Pemberian Asi Eksklusif

Pengetahuan Ibu Frekuensi (n) Persentase (%)


Baik 13 38,2%
Sedang 18 53%
Buruk 3 8,8%
Total 34 100%

Sebagian besar pengetahuan Ibu terhadap ASI Eksulif masih dalam


kategori Sedang yaitu sebanyak 53% (18/34). Hanya 38,2% (13/34) ibu yang
memiliki pengetauan yang baik,dan 8,8% (3/34) lainnya memiliki
pengetahuan yang buruk.

D. Status Gizi Balita

28
Berdasarkan pengukuran status gizi balita dari ibu yang mengikuti
penelitian pada hari pengembalian sampel didapatkan sebanyak 55.9% (19/34)
balita berada pada garis hijau, 29,4% (10/34) balita berada pada garis kuning
dan 14,7% (5/34) balita masih berada di garis merah. (Tabel 4.4)

Tabel 4.4 Status Gizi Balita


Status Gizi Frekuensi (n) Persentase (%)
Garis Hijau 19 55.9%
4.1.2.
Garis Kuning 10 29.4%
Garis Merah 5 14,7%
Total 34 100%

Hubungan Pengetahuan Ibu Mengenai Pemberian ASI Ekslusif dan Status Gizi
Balita

Pada penelitian ini dilakukan analisis terkait hubungan Pengetahuan


Ibu Mengenai Pemberian ASI Ekslusif dan Status Gizi Balita. Berdasarakan
hasil pengolahan data tersebut terdapat hubungan yang bermakna terkait
pengetahuan ibu mengenai ASI Eksklusif dan Status Gizi Balita (nilai p
=0.001).

Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dan Status Gizi Balita

Status Gizi Balita


Pengetahuan Ibu Garis Hijau Garis Kuning Garis Merah Nilai p
n (%) n (%) n (%)
Baik 11 (84,6%) 2 (15,4%) 0
Sedang 8 (44,4%) 7 (38,9%) 3 (16,7%) p = 0,008
Buruk 0 1 (33,3%) 2 (66,7%)

29
4.2. Pembahasan

Pada Tabel 4.1 dapat diamati bahwa mayoritas pendidikan terkahir Ibu
dalah Tamat SMA/Sederajat sebanyak 41,2% (14/34), diikuti dengan Tamat
Diploma/Sarjana sebanyak 38,2% (13/34), Tamat SMP sebanyak 17,6% (6/34)
dan Tamat SD sebanyak 2,9% (1/34). Latar belakang pendidikan ibu pada satu
sisi mempunyai dampak positif yaitu ibu semakin mengerti akan pentingnya
pemeliharaan kesehatan, tetapi di sisi lain pendidikan yang semakin tinggi juga
akan berdampak adanya perubahan nilai sosial seperti anggapan bahwa menyusui
dianggap tidak modern dan dapat mempengaruhi bentuk payudara ibu (Sarbini.D
dan Hidayati L, 2008)
Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar akan berbeda pengetahuan
gizinya dibanding dengan yang pendidikannya lebih tinggi. Namun, belum berarti
seseorang yang hanya tamat sekolah dasar kurang mampu menyusun makanan
yang memenuhi persyaratan gizi. Hal ini dikarenakan jika orang tersebut rajin
membaca informasi tentang gizi atau turut serta dalam penyuluhan gizi bukan
mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Hanya saja perlu dipertimbangkan,
seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam
menerima pesan dan informasi gizi (Soetjiningsih, 1995).
Pada penelitian ini sebagian besar balita mendapatkan ASI Ekslusif yaitu
sebesar 76,5% (26/34) dan 23,5% (8/34) tidak mendapatkan ASI ekslusif.
Pemberian ASI ekslusif dipengaruhi banyak faktor, diantaranya sosial budaya,
pengaruh promosi susu formula, dukungan petugas kesehatan, kesehatan ibu,
kesehatan bayi, status pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan
serta sikap ibu. Pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan
penyuluhan tentang ASI sangat berpengaruh pada keberhasilan menyusui. Bayi
yang sehat, tidak menderita kelainan atau penyakit tertentu lebih mudah untuk
menyusu. Kondisi ibu yang tidak dianjurkan untuk menyusui bayi seacara
permanen adalah ibu yang terinfeksi HIV. Hal ini untuk mencegah penularan ibu-

30
anak melalui ASI. Tekanan ekonomi memaksa ibu bekerja untuk mencari
penghasilan sehingga tidak mempunyai kesempatan memberikan ASI secara
ekslusif (Syarif, dkk, 2011)
Hasil penelitian menggunakan uji statistik Spearman Rho terkait
Hubangan Pengetahuan Ibu mengenai ASI Ekslusif terhadap Status Gizi Balita
didapatkan nilai p-Value = 0,008 < 0,05. Besar korelasi koefisien (r) antara kedua
variabel tersebut adalah 0,244 dengan arah positif, maka dapat disimpukan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif
dengan status gizi balita usia 0 - 59 bulan di Puskesmas Batu 10 Kota
Tanjungpinang.
Tingkat pengetahuan seseorang akan mempengaruhi tingkah laku, Green
menyatakan bahwa pengetahuan seseorang merupakan faktor penentu untuk
bertindak dan merupakan awal persepsi yang menentukan sikap dan perbuatan
juga tindakan. Dengan adanya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Ekslusif
akan meningkatkan pemahaman yang mendalam pada ibu tentang manfaat
pemberian ASI Ekslusif. Pemahaman ini akan menjadi dasar bagi ibu untuk
berperilaku memberikan ASI Eksulif kepada bayinya. Perilaku ibu dalam
pemberian ASI secara eksklusif dapat mempengaruhi status gizi bayi
(Marwiyah. N & Khaerawati, 2020).
ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan
sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang dibutuhkan
bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang sehat.
Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi menjadikan ASI
sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi. ASI dan plasma memiliki konsentrasi
ion yang sama sehingga bayi tidak memerlukan cairan atau makanan tambahan.
ASI memiliki semua unsur-unsur yang memenuhi kebutuhan bayi akan gizi
selama periode sekitar 6 bulan, kecuali jika ibu megalami keadaan gizi kurang
yang berat atau gangguan kesehatan lain (Dahliansyah, dkk, 2018)

31
Balita yang diberikan ASI secara eksklusif memiliki berat badan yang
normal, dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif dimana
cenderung kurus dan gemuk. Penelitian lain juga menyebutkan bayi yang tidak
diberi ASI eksklusif memiliki resiko dua kali lebih besar untuk mengalami
stunting pada usia 6-12 bulan dibandingkan dengan balita yang mendapat ASI
eksklusif (Larasati, 2018).

32
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Penilitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara Pengetahuan Ibu


mengenai ASI Ekslusif terhadap Status Gizi Balita usia 0 – 59 bulan. Penelitian ini
sangat baik dilaksanakan karena dapat menilai betapa pentingnya kegiatan promotif
dan preventif yang dilakukan di tingkat puskesmas terkait pertumbuhan dan
perkembangan balita serta kesehatan keluarga.

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan sumber ide
untuk keberjalanan kegiatan promotifn dan preventif di Puskesmas Batu 10. Hal yang
dapat dilakukan seperti:

1. Wanita yang sedang hamil di wilayah cakupan Puskesmas harus melakukan


pemeriksaan ANC secara rutin.
2. Penyuluhan terkait ASI eksklusif mencakup keuntungan dari ASI eksklusif yang
dapat diberikan saat ANC, kunjungan ibu hamil, imunisasi atau saat pemasangan
KB. Diharapkan apabila kegiatan tersebut rutin dilakukan, informasi
pengetahuan ibu terkait asi eksklusif akan tersebar secara berkelanjutan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, D. N. 2007. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI
Eksklusif. UNDIP. Tesis. Diakses 9 Mei 2012

Ariani A.2002. Peningkatan Berat Badan pada Bayi Prematur yang Mendapat ASI,
PASI, dan Kombinasi ASI-PASI. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
No. 2 p : 81-85.

Asare, BY, Preko, JV, Baafi D. Int Breastfeed J 13. Breastfeeding practices and
determinants of exclusive breastfeeding in a cross-sectional study at a child
welfare clinic in Tema Manhean, Ghana. 2018; 12.

Budiastuti, I. 2009. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan tambahan


dengan pertumbuhan anak balita di Desa Jetis Klaten Selatan.

Chomaria, N. 2013. Panduan Super Lengkap Kehamilan Kelahiran dan Tumbuh


Kembang Anak. Surakarta: Ahad Books.

Dahliansyah, D., Hanim, D., & Salimo, H. (2018). Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif, Status Gizi, dan Kejadian Diare dengan Perkembangan Motorik pada
1000 Hari Pertama Kehidupan. Sari Pediatri, 20(2), 70.
https://doi.org/10.14238/sp20.2.2018.

Diah Krisnatuti. 2008. Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Puspa Swara.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan Konseling Laktasi: Panduan Peserta dari
http://gizi.depkes.go.id

Fatimah, S. Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Asi


Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Turitahun 2017. 2017. Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.

34
Green, L. W and Kreuter, M. W. 2000. Health Promotion Planing: An Education and
Environment Aprroach. United States: Mayfield Publishing Company

Inayati D, Scherbaum V, Purwestri R, Hormann E, Wirawan N, Suryantan J, et al.


Improved nutrition knowledge and practice through intensive nutrition
education: A study among caregivers of mildly wasted children on Nias Island,
Indonesia. Int Breastfeed J. 2012; 7(3): 117–27.

Indiarti, M. dan Eka Sukaca Bertiani. 2015. Nutrisi Janin dan Bayi. Yogyakarta:
Parama Ilmu.

Larasati, A. D., Nindya, S. T., & Arief, S. Y. (2018). Hubungan antara Kehamilan
Remaja dan Riwayat Pemberian ASI Dengan Kejadian Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pujon Kabupaten Malang The Correlation Between
Adolescent Pregnancy , Breastfeeeding Practice and Stunted Children at
Puskesmas Pujo. Research Study, 2(4), 392–401.
https://doi.org/10.2473/amnt.v2i4.2018.3 92-401

Lawrence, R. & Lawrance, R. 1994. Breastfeeding: A guide for the medical


profession(6th ed.). St. Louis: Mosby

Lucas J., Spence, K., & Halliday, R. (1993). Parent’s perseption of nursing support in
the neonatal intensive care unit (NICU). Neonatal, Pediatric and child health
nursing, 10 .

Mardeyanti. 2007. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Kepatuhan Ibu Memberikan


ASI Eksklusif di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Program
Pasca Sarjana. Fakultas Kedokteran. Universitas Gadjah Mada

Mardiana.2001.Hubungan Perilaku dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Tanjung


Bering

35
Marwiyah, N., & Khaerawati, T. (2020). Faktor–Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja di Kelurahan Cipare
Kota Serang. Faletehan Health Journal, 7(1), 18-29

Muchtadi, Deddy. 1996, Gizi untuk bayi ;air susu ibu, susu formula dan makanan
tambahan. Penerbit : pustaka sinar harapan.

Muchtadi, A. (1990). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Esculapius

Mufida, L., Widyaningsih, T. D. and Maligan, J. M. 2015. Prinsip Dasar Makanan


Pendamping Air Susu Ibu ( MP-ASI ) untuk Bayi 6 – 24 Bulan’, 3(4), pp.
1646–1651.

Notoatmodjo, S. (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Edisi kedua. PT. Rineka cipta.
Jakarta

Oktora, R. 2013. Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Desa Serua
Indah, Kecamatan Jombang, Tangerang Selatan. Jurnal Kesehatan Reproduksi,
4(1).

Pudjiadi. S. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: FKUI

Prasetyono, D. 2009. Buku Pintar Asi Eksklusif. Diva Press. Yogyakarta.

Qasem W, Fenton T, Friel J. Age of introduction of first complementary feeding for


infants: A systematic review. BMC Pediatr. 2015; 15: 107. Soetjiningsih. 1997.
ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. EGC. Jakarta

Ramadani M. 2009. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah


Kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol 4, No 6, Juni 2009

36
Riva, S.J.,et al. (1997). Maternity Nursing: Family, Newborn, and Women’s Health
Care (18thed). (Afiyanti, Y.,et.al. Penerjemah) USA: Lippincott William &
Wilkins Inc.

Roberts, Bonnie S. Worthington dan Williams, Sue Rodwell.2000. Nutrition


Throughout Life Cycle. Mc Graw- Hill Book Company: Singapore

Roesli, Utami.2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Niaga Swadaya.

Saaka M, Wemakor A, Abizari AR, Aryee P. How well do WHO complementary


feeding indicators relate to nutritional status of children aged 6-23 months in
rural Northern Ghana. BMC Public Health. 2015; 15(1157):1–12.

Sarbini D, Hidayati L. Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dan pendidikan


ibu dengan pemberian ASI ekslusif di kecamatan Jebres Kotamadya Surakarta.
Surakarta: UMS; 2008.

Septiani H, Budi A, Karbito. Aisyah Jurnal Ilmu Kesehatan: Faktor-faktor yang


berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui yang bekerja
sebagai tenaga kesehatan. 2017; 2(2): 159-174.

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang anak. Jakarta: EGC; 1995

Syarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan
penyakit metabolik. Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011

Tilaili, Ibrahim. 2000. Analisis Pola Menyusui Bayi di Kecamatan Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar provinsi DI Aceh. Tesis FKM UI. Depok.

Udoh EE, Amodu OK. Complementary feeding practices among mothers and
nutritional status of infants in Akpabuyo Area, Cross River State Nigeria.
Springerplus. 2016;5(2073): 1–19.

37
Victoria CG, Bahl R, Barros AJD. Lancet. Breastfeeding in 21 st century:
epidemiology, mechanisms, and lifelong effect. 2016; 387:475-90.

Widodo Y, dkk. 2003. Strategi Peningkatan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Panel
Gizi Makan 26(1):31-36.

Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan


dan Kelincahan Sikecil. Yogyakarta: Andi

Yuyum. 2012. Gambaran Pemebrian ASI Ekslusif Di Puskesmas Jati Rahayu Bekasi.
Fakultas Ilmu Keperawatan Depok.Skripsi

Zogara AU, Hadi H, Arjuna T. Riwayat pemberian ASI eksklusif dan MPASI dini
sebagai prediktor terjadinya stunting pada baduta di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur. J Gizi dan Diet Indonesia. 2014; 2(1): 41–50.

38
Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN

PEMBERIANAN ASI EKSKLUSIF

No. Responden :

Tanggal pengisian :

Identitas Ibu

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Umur Anak :

Jenis Kelamin Anak :

Alamat :

Petunjuk Pengisian

2.8.1.1 Berilah tanda (√ ) jawaban yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan

pendapat ibu pada pilihan jawaban yang tersedia.

2.8.1.2 Sebelum selesai wawancara periksa kembali dan pastikan semua pernyataan

sudah terjawab.

39
Pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif

40
Kunci jawaban

Pengetahuan tentang ASI eksklusif

41

Anda mungkin juga menyukai