Anda di halaman 1dari 52

MINI PROJECT

HUBUNGAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF DAN ANGKA KEJADIAN


STUNTING PADA ANAK USIA 6 – 60 BULAN DI DESA SEMIRING,
KECAMATAN MANGARAN, SITUBONDO
TAHUN 2020

Disusun Oleh :
dr. Sylvia Ruth Alisa Nababan

Pendamping :
dr. Emy Damayanti

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS KECAMATAN MANGARAN

SITUBONDO

2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MINI PROJECT

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DAN ANGKA


KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 6 – 60 BULAN DI DESA
SEMIRING, KECAMATAN MANGARAN, SITUBONDO TAHUN 2020

Disusun Oleh:
dr. Sylvia Ruth Alisa Nababan

Telah dipresentasikan dan disetujui:


Hari/Tanggal : Jumat, 13 November 2020
Tempat : Ruang Pertemuan UPTD Puskesmas Mangaran

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Mangaran Pembimbing Internship

Drg. Hj. Dina Fitrya, M.Kes Dr. Emy Damayanti


NIP. 19731026 200501 2 006 NIP. 19850430 201503 2003

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan Mini Project berjudul
“Hubungan Riwayat Pemberian Asi Ekslusif Dan Angka Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 6 – 60 Bulan Di Desa Semiring, Kecamatan Mangaran, Situbondo
Tahun 2020” dengan tepat waktu. Mini Project ini disusun guna memenuhi tugas
Program Internsip Dokter Indonesia di RS Puskesmas Mangaran.
Dalam penyusunan Mini Project ini, penulis tidak dapat menyelesaikannya
tanpa bantuan pihak lain. Penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak untuk dapat menyelesaikan Mini Project ini. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg. Hj. Dina Fitrya, M.Kes sebagai Kepala Puskesmas Mangaran yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan Mini Project ini di Puskesmas
Mangaran.
2. dr. Emy Damayanti sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk membantu menyelesaikan Mini Project ini di Puskesmas Mangaran.
3. Seluruh pegawai Puskesmas Mangaran yang telah membantu kelancaran Mini
Project ini.
4. Para Kader desa Semiring yang telah sukarela meluangkan tenaga dan
waktunya untuk membantu kelancaran Mini Project ini.
Dengan penuh kesadaran, meskipun penulis sudah berupaya semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan Mini Project ini, namun masih terdapat beberapa
kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga Mini
Project ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Situbondo, November 2020

PENULIS

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………...… ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI…………………….......…………………………………….......... iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...…. vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN...……………………………………...……………… 1
I.1. Latar Belakang………………………………………………..………….. 1
I.2. Rumusan Masalah…………….……………………………..…………… 2
I.3. Tujuan Penelitian…………….……………………………......…………. 2
I.4. Manfaat Penelitian……….……………………………...……...………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….….. 5
II.1. Stunting…………………………………………………....................… 5
II.1.1. Definisi Stunting……………………………………………….. 5
II.1.2. Epidemiologi Stunting…………………………………………. 5
II.1.3. Etiologi Stunting……………………………………………...... 9
II.1.4. Klasifikasi Stunting……………………………………….…... 10
II.1.5. Diagnosis Stunting………………………….………...………. 10
II.1.6. Dampak Stunting…………………………….………………... 12
II.1.7. Upaya Pencegahan Stunting………………………………...… 13
II.2. ASI dan ASI Eksklusif……………………………….……………….. 14
II.3. ASI Eksklusif terhadap Stunting……………………...………………. 17
BAB III METODE PENELITIAN…………………………….……………... 18
III.1. Jenis dan Desain Penelitian……………………………...……………. 18
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………..…………... 18
III.3. Populasi dan Sampel…………………………………….....…………. 18
III.4. Kriteria Inklusi………………………………………………..………. 18
III.5. Kriteria Eksklusi………………………………...………………..…… 19
III.6. Variabel Penelitian………………………...……………………..…… 19
III.7. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel………..………. 19
III.8. Instrumen Penelitian…………………………...………………..…….. 20

iv
III.9. Rencana Pengolahan dan Analisis Data………………………………. 20
BAB IV PROFIL PUSKESMAS MANGARAN DAN HASIL
PENELITIAN………………………………………………………………….. 22
IV.1. Profil Puskesmas Mangaran……………………………………...…… 22
IV.1.1. Keadaan Geografis…………………………………….........… 22
IV.1.2. Wilayah Administrasi………….............................................… 23
IV.1.3. Kependudukan………………………………………………… 23
IV.1.4. Perekonomian…………………………………………………. 24
IV.1.5. Pendidikan…………………………………………………….. 24
IV.1.6. Data Umum Organisasi……………………………………….. 24
IV.2. Hasil Penelitian……………………………………………………….. 27
IV.2.1. Karakteristik Responden…………………………………….... 28
IV.2.2. Analisis Bivariat………………………………………………. 34
BAB V PEMBAHASAN…………………………………………...……...…... 35
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 37
V.1. Kesimpulan…………………………………………...……………..... 37
V.2. Saran…………………………………………...…………………….... 37
DAFTAR PUSTAKA…………………………………..…………………….... 39
LAMPIRAN……………………………………………...…………………..… 42

v
DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Nilai Z-score………………………..………………...…………. 10


Tabel II.2. Penilaian pengukuran persentil dan Z-score……………...……... 11
Tabel II.3. Klasifikasi Z-score berdasarkan WHO…………...…………...… 11
Tabel IV.1. Distribusi Usia Responden……………………………………… 27
Tabel IV.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden……………………………. 28
Tabel IV.3. Distribusi Usia Ibu Responden………………………………….. 28
Tabel IV.4. Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Responden………………… 29
Tabel IV.5. Distribusi Pekerjaan Ibu Responden……………………………. 30
Tabel IV.6. Distribusi Kejadian Stunting…………………………………….. 31
Tabel IV.7. Distribusi Riwayat ASI Eksklusif………………………………. 31
Tabel IV.8. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Usia………………… 32
Tabel IV.9. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin………. 33
Tabel IV.10. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan ASI Eksklusif………. 33
Tabel IV.11. Hubungan Stunting dengan ASI Eksklusif……………………… 34

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Jumlah total anak – anak stunting di bawah 5 secara global tahun
2000 dan 2019…………………………………………......………. 6
Gambar 2.2. Presentasi anak – anak dibawah 5 tahun yang mengalami stunting
berdasarkan Negara pada tahun 2019…..………………………..... 7
Gambar 2.3. Masalah gizi di Indonesia tahun 2015 – 1017…………………….. 7
Gambar 2.4. Prevalensi balita pendek di Indonesia tahun 2007 – 2013………… 8
Gambar 2.5. Prevalensi balita pendek di Indonesia tahun 2015 – 2017………… 8
Gambar 2.6. Peta prevalensi balita pendek di Indonesia tahun 2017…………… 9
Gambar 2.7. Z-score terhadap usia dan tinggi pada anak laki-laki menurut
standar WHO…………………………………………………….. 12
Gambar 2.8. Z-score terhadap usia dan tinggi pada anak perempuan menurut
standar WHO…………………………………………………….. 12
Gambar 4.1. Peta kecamatan Mangaran……………………………………….. 22
Gambar 4.2. Distribusi Usia Responden………………………………………. 27
Gambar 4.3. Distribusi Jenis Kelamin Responden…………………………….. 28
Gambar 4.4. Distribusi Usia Ibu Responden…………………………………... 29
Gambar 4.5. Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Responden………………….. 30
Gambar 4.6. Distribusi Pekerjaan Ibu Responden……………………………... 30
Gambar 4.7. Distribusi Kejadian Stunting........................................................... 31
Gambar 4.8. Distribusi Riwayat ASI Eksklusif………………………………... 32

vii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Status gizi pada balita masih menjadi salah satu masalah pada status
kesehatan dunia, termasuk Indonesia. Diantaranya masalah gizi kurang, gizi buruk
dan kejadian Stunting. Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
yang dialami oleh anak – anak dengan gizi yang buruk, infeksi berulang, dan
stimulasi psikososial yang tidak memadai. Stunting sering tidak disadari ketika
usia balita, tetapi setelah usia 2 tahun dampak dari kejadian stunting tersebut baru
terlihat, dampak tersebut terlihat pada kemampuan kognitif dan produktivitas
jangka panjang.1 Stunting atau biasa disebut dengan balita pendek merupakan
indikasi buruknya status gizi dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak.2
Pada tahun 2018, terdapat tiga daerah memiliki kejadian stunting yang
sangat tinggi dengan angka sekitar satu per tiga anak mengalami stunting. Area
tersebut adalah Asia selatan, termasuk Indonesia, Afrika timur dan selatan, serta
Afrika barat dan tengah. Di sisi lain terdapat empat area dengan jumlah stunting
yang sangat rendah. Area tersebut adalah Eropa timur dan Asia Tengah, Amerika
Latin dan Karibia, Asia Timur dan Pasifik, serta Amerika Utara.3 Di Indonesia
sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting. Indonesia adalah
negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar dari seluruh dunia.4
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia stunting merupakan
kondisi gizi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena gizi
buruk yang terjadi dalam jangka panjang. Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 menyatakan bahwa persentase stunting di Indonesia
berjumlah 30.8%, menurun dari angka 37.2% pada tahun 2013. Persentase
stunting di provinsi Jawa Timur pada tahun 2018 berjumlah 32.81%, menurun
dari angka 35.8% pada tahun 2013. Persentase stunting di Kota Situbondo pada
tahun 2018 sekitar 30%, menurun dibandingkan tahun 2013 yaitu sekitar 40%.5
Berdasarkan data laporan bulanan gizi di Puskesmas Mangaran, pada
bulan Agustus tahun 2018, angka kejadian stunting di Kecamatan Mangaran

1
2

berjumlah 14,9% dengan angka kejadian tertinggi di posyandu Desa Trebungan 1


(21,69%) dan terendah di posyandu Desa Tanjung Kamal 2 (2,95%). Pada bulan
Agustus tahun 2019, angka kejadian stunting di Kecamatan Mangaran meningkat
menjadi 17,58% dengan angka kejadian tertinggi di posyandu Desa Trebungan 1
(32,8%) dan terendah di posyandu Desa Trebungan 2 (8,30%). Pada bulan
Agustus tahun 2020, angka kejadian stunting di Kecamatan Mangaran berjumlah
17,4%, dimana angka kejadian tertinggi di posyandu Desa Desa Semiring 1
(29.66%) dan terendah di posyandu Desa Trebungan 2 (5,4%).6
Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber asupan balita yang paling penting
yang diberikan pada bayi. Pada 6 bulan pertama kehidupan anak, ASI sangat
dibutuhkan. ASI yang diberikan dalam 6 bulan pertama kehidupan tanpa disertai
makanan atau minuman lainya disebut dengan ASI eksklusif. Berdasarkan Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, cakupan ASI eksklusif di Indonesia
sudah mencapai 42% pada tahun 2012.7
Stunting di diagnosis dengan pemeriksaan fisik berupa pengukuran tinggi
badan terhadap usia berdasarkan Z-Score. Anak-anak yang stunting dipengaruhi
oleh banyak faktor, salah satu faktor yang berpengaruh adalah ASI eksklusif, oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengetahui gambaran riwayat ASI Ekslusif dan
angka kejadian stunting pada anak usia 6 – 60 bulan di Posyandu Semiring 1,
Kecamatan Mangaran, Situbondo tahun 2020.

I.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan peneliti,
yaitu: Bagaimana hubungan riwayat ASI Ekslusif dan angka kejadian stunting
pada anak usia 6 – 60 bulan di Desa Semiring 1, Kecamatan Mangaran, Situbondo
Tahun 2020?

I.3. Tujuan Penelitian


I.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
riwayat ASI Eksklusif dan angka kejadian stunting di Desa Semiring 1,
Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun 2020.
3

I.3.2. Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini:
1. Mengetahui angka kejadian stunting di Desa Semiring 1, Kecamatan
Mangaran, Situbondo Tahun 2020.
2. Mengetahui distribusi usia pada anak stunting di Desa Semiring 1,
Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun 2020.
3. Mengetahui distribusi jenis kelamin pada anak stunting di Desa
Semiring 1, Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun 2020.
4. Mengetahui distribusi riwayat ASI Eksklusif pada anak stunting di
Desa Semiring 1, Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun 2020.

I.4. Manfaat Penelitian


I.4.1. Bagi Puskesmas
1. Mengetahui riwayat pemberian ASI Ekslusif dan angka kejadian
stunting di Desa Semiring 1, Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun
2020.
2. Menambah inovasi puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan ibu
mengenai ASI Eksklusif dan stunting.
3. Sebagai sumber informasi dan wawasan ilmu pengetahuan kesehatan
mengenai pentingnya pemberian ASI Ekslusif dan mengenai stunting.
4. Puskesmas Mangaran dapat melakukan pemantauan pemberian ASI
Eksklusif.
I.4.2. Bagi Masyarakat
1. Masyarakat dapat mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI
Ekslusif.
2. Masyarakat dapat mengetahui tentang stunting.
I.4.3. Bagi Penulis
1. Berperan serta dalam upaya penggalakan program pemberian ASI
Eksklusif.
2. Mengaplikasikan pengetahuan tentang pentingnya ASI Ekslusif
kepada Ibu di wilayah kerja Desa Semiring 1, Kecamatan Mangaran,
Situbondo.
4

3. Melaksanakan mini project dalam rangka Program Internsip Dokter


Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Stunting
II.1.1. Definisi Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami
oleh anak – anak dengan gizi yang buruk, infeksi berulang, dan stimulasi
psikososial yang tidak memadai. Anak-anak didefinisikan sebagai stunting jika
tinggi badan mereka untuk usia lebih dari dua standar deviasi di bawah median
Standar Pertumbuhan Anak WHO.1
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita
dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) tahun 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-score kurang dari -2SD/standar
deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted).8

II.1.2. Epidemiologi Stunting


Tingkat kejadian malnutrisi masih sangat mengkhawatirkan. Penurunan
angka stunting terjadi terlalu lambat namun dampak yang ditimbulkan terlalu
banyak pada anak – anak. Hampir setengah kematian pada anak – anak di bawah 5
tahun diakibatkan oleh kurang gizi. Kurang gizi menjadikan anak – anak memiliki
risiko kematian yang besar akibat penyakit infeksi. Frekuensi dan tingkat
keparahan meningkat namun pemulihan pasca infeksi berjalan lambat.9

5
6

Gambar 2.1.. Jumlah total anak-anak stunting di bawah 5 secara global tahun 2000 dan 2019. 9

Interaksi antara kurang gizi dan infeksi dapat berpotensi membuat siklus
mematikan yang dapat memperparah penyakit dan memperburuk status gizi. Gizi
buruk pada 1000 hari pertama kehidupan dari kehidupan seorang anak dapat juga
mengarah terhadap kejadian stunting. Kondisi ini dapat memengaruhi kemampuan
kognitif dan mengurangi performa di sekolah dan pekerjaan.9
Ukuran kekurangan gizi anak digunakan untuk melacak kemajuan
perkembangan. Dalam Era Pembangunan Pasca-2015, perkiraan kekurangan gizi
anak akan membantu menentukan apakah dunia berada di jalur yang tepat untuk
mencapai Sustainable Development Goals khususnya untuk mengakhiri
kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi, dan
mempromosikan pertanian berkelanjutan.9
Pada tahun 2018 tiga wilayah memiliki tingkat stunting yang sangat tinggi,
sekitar 1 dari 3 anak mengalami stunting. Di sisi lain, 4 wilayah memiliki tingkat
stunting yang rendah atau sangat rendah. Namun, perbedaan besar dalam wilayah
prevalensi rendah dapat ada. Di Amerika Latin dan Karibia, misalnya, meskipun
tingkat keseluruhan rendah, beberapa negara individu menghadapi tingkat stunting
yang sangat tinggi, dan dalam beberapa kasus sangat tinggi. Kekurangan gizi
kronis di Amerika Latin dan Karibia dapat sangat bervariasi di antara negara-
negara tetangga. Di satu negara yang terkena dampak kurang dari 1 banding 8,
sementara hampir 1 dari 2 rekan mereka di negara sebelah berada pada posisi
yang kurang menguntungkan karena fisik dan kognitif yang ireversibel, kerusakan
yang bisa menyertai pertumbuhan terhambat.9
7

Gambar 2.2. Presentasi anak – anak di bawah 5 tahun yang mengalami stunting berdasarkan
negara pada tahun 2019.9

Pada tahun 2019 sebanyak 21,3 persen atau satu dari lima anak di bawah 5
tahun di seluruh dunia telah mengalami stunting. Antara tahun 2000 dan 2019,
prevalensi stunting secara global menurun dari 32,4 persen menjadi 21,3 persen.
Jumlah anak-anak yang terkena dampak turun dari 199,5 juta menjadi 144,0 juta.
Pada tahun 2019, hampir dua dari lima anak stunting berada di Asia Selatan
sementara dua dari lima anak lainnya berada di Afrika sub-Sahara.9
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga
tahun terakhir, stunting memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan
masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita
pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada
tahun 2017.8

Gambar 2.3. Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017.8


8

Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi
35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu
menjadi 37,2%.8 Pada tahun 2018, terjadi kembali penurunan angka stunting
menjadi 30,8%.5

Gambar 2.4. Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2007-2013.8

Survei Pemantauan Status Gizi (PSG) diselenggarakan sebagai monitoring


dan evaluasi kegiatan dan capaian program. Berdasarkan hasil Pemantauan Status
Gizi (PSG) tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka
ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi
balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017.8

Gambar 2.5. Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2015-2017.8

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia
tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar
19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada
9

usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi
dengan prevalensi terendah adalah Bali.8
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyatakan bahwa sekitar
37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting di Indonesia.4 Sedangkan
pada tahun 2018 menunjukan 30,8% balita di Indonesia mengalami stunting.5
Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar di seluruh
dunia. Balita/Baduta yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan
tidak maksimal. Hal ini menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit dan di
masa depan dapat mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas.8

Gambar 2.6. Peta Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2017.8

II.1.3. Etiologi Stunting


Stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Faktor penyebab
stunting berawal dari kesehatan dan pola asuh seorang ibu sampai ke lingkungan
tempat anak tersebut tinggal.10 ASI merupakan salah satu faktor yang memiliki
peran penting sebagai faktor resiko stunting. ASI merupakan sumber makanan
bayi yang tidak dapat digantikan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Pemberian ASI
selama 6 bulan pertama kehidupan dan pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) setelah lebih dari 6 bulan hingga usia 24 bulan, sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila ASI tidak diberikan sesuai
anjuran, makan pertumbuhan anak tidak akan optimal, anak dapat menjadi kurus
dan pendek.11
10

II.1.4. Klasifikasi Stunting


Menilai status gizi anak dapat menggunakan tinggi badan dan umur yang
dikonversikan ke dalam Z-Score (ambang batas). Menurut keputusan menteri
kesehatan Republik Indonesia nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang
standar antropometri penilaian status gizi anak.12
Berdasarkan nilai Z-Score masing-masing indikator tersebut ditentukan
status gizi balita sebagai berikut:12
Tabel II.1. Nilai Z-Score
Indikator Status Gizi Z-Score
TB/U Sangat Pendek < -3,0 SD
Atau PB/U Pendek -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Anak umur Normal -2,0 SD s/d -2,0 SD
0 – 60 bulan Tinggi >2,0 SD

II.1.5. Diagnosis Stunting


Menurut WHO diagnosis stunting dilakukan menggunakan Multinominal
Logistic Regression, yaitu membuat suatu korelasi antara tinggi tubuh dengan usia
menggunakan tolok ukur yang sudah ditentukan oleh WHO (Height-to-Age Z-
score / HAZ). Anak dinyatakan stunting bila hasil Standar Deviasi (SD) yang
menjadi tolok ukur WHO didapatkan < -2 SD berdasarkan Z-Score. Namun, bila
hasil yang didapatkan < -3SD berdasarkan Z-score maka anak tersebut
digolongkan “severe stunting”.13 Beberapa institusi mendiagnosis stunting
mengunakan Multinominal Logistic Regression menggunakan tolok ukur lain
berupa persentil. Namun saat ini persentil lebih jarang digunakan dan lebih sering
digunakan Z-score yang merupakan tolok ukur yang paling umum digunakan saat
ini.14
11

Tabel II.2 Penilaian pengukuran persentil dan Z-score

Z - Score Exact Percentile Rounded


Percentile
0 50 50
-1 15.9 15
-2 2.3 3
-3 0.1 1
1 84.1 85
2 97.7 97
3 99.9 99

Tabel II.3 Klasifikasi Z-score berdasarkan WHO

Z Score Length/height for Weight for age BMI for age


(percentile) age
>3 (99) May be abnormal May be abnormal Overweight
(Use BMI)
>2 (97) Normal Use BMI Risk of
overweight
>1 (85) Normal Use BMI Normal
0 (50) Normal Use BMI Normal
<-1 (15) Normal Normal Wasted
<-2 (3) Stunted Underweight Severe wasted
<-3 (1) Severely Stunted Severely
underweight
Mengacu pada grafik yang dikeluarkan oleh WHO, seseorang dinyatakan
stunting berdasarkan pengukuran menggunakan indeks pengukuran panjang badan
dibanding umur (PB/U) atau atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) terhadap
ambang batas (z-score), yang dinilai dengan standard deviasi (SD) atau persentil,
dimana SD kurang dari -2SD atau dibawah persentil 3, dan dikategorikan sangat
pendek (severe stunting) jika nilai z-score-nya kurang dari -3SD.15
12

Gambar 2.7. Z-score terhadap usia dan tinggi pada anak laki-laki, menurut standar WHO

Gambar 2.8. Z-score terhadap usia dan tinggi pada anak perempuan, menurut standar WHO

II.1.6. Dampak Stunting


Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka
pendek dan jangka panjang.8
a. Dampak Jangka Pendek.
 Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.
 Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal.
 Peningkatan biaya kesehatan.
b. Dampak Jangka Panjang.
 Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya).
 Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya.
 Menurunnya kesehatan reproduksi.
 Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah.
 Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
13

II.1.7. Upaya Pencegahan Stunting


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di
antaranya sebagai berikut:16
1. Ibu Hamil dan Bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan.
b. Mengupayakan jaminan mutu Ante Natal Care (ANC) terpadu.
c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien.
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).
f. Pemberantasan kecacingan.
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA.
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif.
i. Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita.
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita.
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak.
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok dan mengonsumsi narkoba.
14

b. Pendidikan kesehatan reproduksi.


5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB).
b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok dan mengonsumsi narkoba.

II.2. ASI dan ASI Eksklusif


ASI atau air susu ibu adalah cariran yang disekresikan dari kelenjar
payudara ibu setelah melahirkan. ASI terdiri dari karbohidrat berupa laktosa;
lemaknya banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh
ganda); protein utamanya lactalbumin yang mudah dicerna; kandungan vitamin
dan mineralnya banyak; rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1 yang merupakan kondisi
yang ideal bagi penyerapan kalsium. ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang
diberikan 6 bulan pertama kehidupan tanpa makanan dan minuman lain.17
Makanan utama bayi atau ASI memiliki karakteristiknya sendiri, ASI
memiliki struktur protein, lemak, vitamin dan mineral yang berbeda dari susu lain.
Nyatanya ASI memiliki 3 bentuk atau tahapan, yakni; Kolostrum, Transisional
dan Dewasa. Kolostrum merupakan susu pertama yang dikeluarkan ibu setelah
melahirkan, berwarna kekuningan dan kental. Kolostrum memiliki kandungan
beta karotin yang tinggi dan memiliki banyak nutrisi yang dibutuhkan tubuh pada
awal kehidupan diluar tubuh ibu. Susu Transisional merupakan susu yang
dikeluarkan ibu dalam 2-3 minggu pertama kehidupan (7 – 21 hari), susu ini
mengandung banyak lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam air dan
mengandung lebih banyak kalori dibandingkan kolostrum, namun memiliki
kandungan immunoglobulin yang lebih rendah. Susu dewasa adalah susu yang
keluar sekitar 3 minggu setelah melahirkan, susu ini terlihat lebih cair dan lebih
pucat warnanya dibandingkan kolostrum. 90% dari susu ini bertujuan untuk
rehidrasi bayi, 10% bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bayi. Ada 2 jenis susu
dewasa yaitu; Foremilk; mengandung banyak protein dan laktosa serta nutrisi
essensial lainnya, susu ini mengandung banyak air untuk rehidrasi, dan Hind-milk;
mengandung banyak lemak, berwarna lebih putih kental dibandingkan foremilk,
15

susu ini keluar setelah foremilk, susu ini juga menyebabkan bayi menjadi
mengantuk dan tenang.18
ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, enzim
pencernaan dan hormon. ASI memiliki komposisi yang rumit, secara umum ASI
mengandung air (87%), lemak (3.8%), protein (1%) dan laktosa (7%). Lemak dan
laktosa menyediakan hampir 90% dari total energi. Komposisi ASI manusia
bersifat dinamis dan berubah seiring waktu, menyesuaikan dengan perubahan
kebutuhan bayi yang sedang tumbuh. ASI yang dikeluarkan pertama kali
(foremilk) lebih cair dengan kandungan laktosa yang lebih tinggi, yang
memuaskan rasa haus bayi, dan mengikuti foremilk yakni hindmilk, ASI yang
lebih kental seperti berkrim dengan kandungan lemak yang jauh lebih tinggi untuk
bayi. kebutuhan bayi. Selama menyusui awal, kandungan protein dalam ASI
berkisar 1,4 – 1,6g/ 100mL, hingga 0,8 – 1,0g/ 100mL setelah tiga hingga empat
bulan menyusui, hingga 0,7 – 0,8g/ 100mL setelah enam bulan. Ada dua kelas
protein dalam ASI: Casein dan whey. Casein menjadi gumpalan atau dadih di
perut; sedangkan whey tetap sebagai cairan dan lebih mudah dicerna. Persentase
kandungan protein tersebut berubah-ubah, persentase protein whey dalam ASI
berkisar 80% hingga 50%, semakin tinggi kandungan whey dalam susu akan
mempermudah penyerapan nya bagi bayi. Protein dalam ASI membantu tubuh
untuk membuat system pertahanan (IgA).19
Lemak dalam ASI berperan penting, dimana lemak menyediakan energi
untuk perkembangan system saraf pusat. Umumnya, kandungan lemak dalam ASI
berkisar antara 3,5% hingga 4,5%. lemak utama yang tersedia dalam ASI adalah
trigliserida (95%). ASI juga mengandung asam lemak essensial, yakni oleic (15%)
dan alpha-linoleic (0.35%). ASI mengandung banyak vitamin untuk mendukung
pertumbuhan bayi, kecuali vitamin D dan K. Bayi yang menyusui secara eksklusif
menerima asupan vitamin D di bawah batas minimum yang disarankan. Namun,
risiko defisiensi vitamin D secara keseluruhan pada bayi yang disusui juga
berkorelasi dengan paparan sinar matahari. Cadangan vitamin D normal yang ada
saat lahir habis dalam waktu delapan minggu. Paparan sinar matahari dan
suplemen vitamin D direkomendasikan untuk bayi yang disusui. Vitamin K sangat
penting untuk protein yang terlibat dalam pembekuan darah. Namun, hanya dalam
16

jumlah terbatas vitamin K yang ditransfer dari plasenta ke janin. Dengan


demikian, bayi yang baru lahir sering memiliki konsentrasi vitamin K yang sangat
rendah, dan berisiko terkena penyakit hemoragik. Setelah lahir, suplemen vitamin
K dianjurkan. Dalam ASI manusia, mineral berkontribusi pada berbagai fungsi
fisiologis, membentuk bagian-bagian penting dari banyak enzim dan bersifat
biologis penting bagi molekul dan struktur.19
Manfaat ASI menurut WHO, terdiri dari:
1. Manfaat ASI pada 6 bulan pertama kehidupan
ASI harus diberikan selama 6 bulan agar pertumbuhan dan perkembangan
bayi dapat tercapai secara optimal. Selain itu dengan ASI eksklusif 6 bulan
kesehatan bayi akan lebih terjamin dan kebutuhan nutrisi terpenuhi.20
2. ASI mampu melindungi bayi dari infeksi penyakit
ASI mengandung berbagai antibodi yang dapat mencegah bayi dari
infeksi. Pemberian ASI selama 6 bulan mampu mencegah terjadinya infeksi
saluran nafas dan diare.20,21
3. Manfaat pemberian ASI bagi ibu
ASI dapat menghambat kembalinya fertilitas, sehingga dengan pemberian
ASI dapat mencegah kehamilan dengan jangka waktu yang pendek. Penelitian
juga menuliskan bahwa pemberian ASI dapat menurunkan resiko kanker payudara
dan kanker ovarium.20,22
4. Manfaat jangka panjang ASI bagi anak-anak
Pemberian ASI pada anak dapat mengurangi resiko obesitas dan diabetes.
Sekitar 15-30% remaja atau dewasa dengan ASI eksklusif dapat terhindar dari
obesitas, 30% bisa terhindari dari diabetes mellitus tipe 1 dan 40 % terhindar dari
diabtes mellitus tipe 2.20,23
5. ASI mengandung antibodi khusus yang tidak dimiliki oleh susu formula
ASI mengandung banyak antibodi seperti IgA, leukosit, lisozim, laktoferin,
interferon-y, sitokin dan masih banyak lagi yang tidak dimiliki susu formula
sebagai proteksi dari infeksi. Selain itu ASI juga mengandung enzim dan hormon
untuk pertumbuhan yang tidak dimiliki oleh susu formula.20,24
17

II.3. ASI Eksklusif terhadap Stunting


Menurut penelitian Kuchenbecker dkk pada tahun 2015, anak-anak dengan
ASI eksklusif memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari anak-anak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif. Dalam penelitian mereka, anak-anak dengan ASI
eksklusif memiliki rata-rata tinggi tubuh yang cukup berbeda, yakni -1,13 SD
pada anak yang menerima ASI eksklusif dan -1,56 SD pada anak yang tidak
menerima ASI eksklusif.17 Selain itu, berdasarkan tulisan Nuruzzaman Khan dan
M. Mofizul Islam (2017), mendapatkan anak-anak yang tidak diberikan ASI
eksklusif hingga 6 bulan dari kelahiran anak tersebut, jauh lebih rentan terkena
penyakit dan memiliki postur tubuh yang lebih kecil.11
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manggala AK, dkk. pada tahun 2018
dengan judul “Risk factors of stunting in children aged 24-59 months”
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bila tidak diberikan ASI eksklusif dengan
kejadian stunting (nilai p = 0.005, OR = 6.56).25 Hubungan ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Mzumara B, dkk. pada tahun 2018 di Zambia
dengan judul“Factors associated with stunting among children below five years
of age in Zambia: evidence from the 2014 Zambia demographic and health
survey”. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pemberian ASI
selama 6 bulan dengan kejadian stunting (nilai p < 0.001).26
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif untuk mengetahui
hubungan riwayat ASI eksklusif dan angka kejadian stunting di Desa Semiring 1,
Kecamatan Mangaran, Situbondo. Data diambil secara langsung (data primer)
dengan menggunakan pengukuran tinggi/ panjang badan dan kuesioner yang
ditujukan ke ibu.

III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Posyandu Rambutan, Posyandu Manggis, dan
Posyandu Kedondong, di Desa Semiring, Kecamatan Mangaran, Situbondo, Jawa
Timur. Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah 2 bulan,
dimulai dari bulan September sampai Oktober 2020. Pengambilan data dilakukan
pada tanggal 3, 5, dan 6 Oktober 2020.

III.3. Populasi dan Sampel


III.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh balita usia 6 – 60 bulan
di Posyandu Semiring 1 yang berjumlah 200 balita. Populasi terjangkau adalah
balita usia 6 – 60 bulan yang datang ke posyandu Semiring 1, Kecamatan
Mangaran, Situbondo.
III.3.2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling.
Semua responden yang masuk kriteria inklusi diperiksa dan diberikan kuesioner.

III.4. Kriteria Inklusi


Yang termasuk kriteria inklusi adalah:
a. Balita usia 6 – 60 bulan yang datang ke posyandu
b. Bertempat tinggal di desa Semiring, 1, Kecamatan Mangaran,
Situbondo

18
19

c. Anak dalam kondisi sehat dan tidak sedang menderita penyakit


tertentu, ibu bersedia menjadi responden

III.5. Kriteria Eksklusi


Yang termasuk kriteria eksklusi adalah
a. Anak mengalami kelainan kongenital atau cacat fisik.

III.6. Variabel Penelitian


Variabel bebas pada penelitian ini adalah riwayat pemberian ASI
eksklusif. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian stunting.

III.7. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel


Definisi operasional dan skala pengukuran variabel dapat dilihat dalam
tabel berikut:
No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala
1. Stunting Gabungan dari kategori status Antropometri 1. Stunting Nominal
pendek dan sangat pendek yang 2.Tidak
didasarkan pada indeks Panjang stunting
Badan / Usia dan dibandingkan
dengan standar baku WHO-
MGRS tahun 2005, dimana nilai
Z-score anak pendek < -2SD
dan sangat pendek < -3SD
2. ASI Memberikan ASI saja selama 6 Kuesioner 1.ASI Nominal
eksklusif bulan tanpa disertai makanan eksklusif
atau minuman lain. Data di 2. ASI
dapatkan dalam bentuk iya atau tidak
tidak setelah ibu dapat mengisi eksklusif
kuesioner mengenai
pengetahuan dasar mengenai
ASI eksklusif
20

III.8. Instrumen Penelitian


1. Stature meter atau length board
2. Kuesioner

III.9. Rencana Pengolahan dan Analisis Data


Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan
komputasi program SPSS (Statistical Product and Service Solution), terdiri dari
data editing, data coding, data entry, dan tabulating secara manual. Urutan
kegiatan sebagai berikut:
a. Editing data dilakukan untuk mengontrol kualitas data yang telah diperoleh,
berupa data ASI eksklusif dan stunting.
b. Coding dan scoring yaitu kegiatan memberi kode setiap data yang diperoleh,
kemudian memberinya skor dengan tujuan untuk mempermudah analisis data.
c. Entry data yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam program computer
untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis data
d. Tabulating yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan
mengukur angka-angka yang diperoleh, sehingga dapat dihitung distribusi
dan persentasenya.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
uji univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel penelitian.
21

Alur Penelitian

Pembuatan Proposal Penelitian

Pengajuan Proposal Penelitian

Pemilihan responden penelitian

Penentuan populasi

Penentuan sampel

Informed consent pada subjek

Pengambilan data dari sampel terpilih

Input Data

Analisis Data

Menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik


BAB IV
PROFIL PUSKESMAS MANGARAN DAN HASIL PENELITIAN

IV.1. Profil Puskesmas Mangaran


IV.1.1. Keadaan Geografis
Puskesmas Mangaran berada di Kecamatan Mangaran yang merupakan
salah satu dari 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo yang letaknya berada di
bagian selatan Kabupaten Situbondo dengan posisi Kantor Kecamatan berada
pada 7° 40’ Lintang Selatan dan 114° 02’ Bujur Timur, dengan batas wilayah sbb:
 Sebelah utara : Selat Madura
 Sebelah timur : Kecamatan Kapongan
 Sebelah selatan : Kecamatan Situbondo dan Panji
 Sebelah barat : Kecamatan Panarukan
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Mangaran

Luas Kecamatan Mangaran adalah 35,70 Km2 atau 3.570 Ha. Kecamatan
Mangaran terbagi menjadi 6 desa, yakni Desa Trebungan, Mangaran, Tanjung
Kamal, Tanjung Glugur, Tanjung Pecinan dan Semiring.

22
23

Luas wilayah menurut desa, terluas adalah desa Tanjung Pecinan dengan
luas 11,71 km2.Sedangkan luas desa yang terkecil adalah desa Mangaran yaitu
3,40 Km2
Desa Mangaran merupakan ibukota kecamatan yang berjarak 7 km ke kabupaten
Situbondo. Sedangkan jarak desa terjauh dari ibukota kecamatan adalah desa
Tanjung Glugur yaitu 9,5 km. (Sumber : Kecamatan Mangaran Dalam Angka
Tahun 2019).

IV.1.2. Wilayah Administrasi


Wilayah administrasi Kecamatan Mangaran terbagi menjadi :
 Desa/Kelurahan : 6 Desa
 Dusun/Lingkungan : 45 dusun
 Rukun Warga (RW) : 78 RW
 Rukun Tetangga (RT) : 170 RT
Jumlah dusun terbanyak berada di Desa Trebungan,Tanjung Kamal dan
Tanjung Pecinan, yaitu sebanyak 10 dusun dan yang paling sedikit di Desa
Semiring, yaitu hanya memiliki 3 dusun.

IV.1.3. Kependudukan
Data kependudukan merupakan salah satu data pokok yang sangat
diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena penduduk selain
merupakan obyek juga merupakan subyek pembangunan.
Jumlah penduduk Kecamatan Mangaran pada tahun 2019 mencapai 33.959
jiwa yang terdiri dari 16.391 penduduk laki–laki dan 17.568 penduduk perempuan
dengan sex ratio sebesar 93,3. Dengan luas wilayah 35,70 Km² Angka Kepadatan
penduduk Kecamatan Mangaran pada tahun 2019 adalah 951.2 jiwa/km².
Sedangkan jumlah rumah tangga di Kecamatan Mangaran adalah 11.797 Ruta,
sehingga rata-rata penduduk per rumah tangga adalah 2,9.
Dari jumlah penduduk yang tersebar di 6 desa di Kecamatan Mangaran,
jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Trebungan (7.448 jiwa), sedangkan desa
dengan jumlah penduduk terkecil adalah Desa Semiring (4.018 jiwa).
24

IV.1.4. Perekonomian
Sektor pertanian menyangga perekonomian masyarakat di Kecamatan
Mangaran. Hal ini terbukti dengan tingginya minat masyarakat yang bekerja di
sektor ini sebanyak 8.088 penduduk yang terbagi 3.412 tani dan 4.676 buruh tani.
Kemudian di posisi kedua adalah sektor peternakan sebanyak 4.246 penduduk.
Namun demikian masih ada penduduk yang mencari lapangan pekerjaan sebanyak
1.240 orang.

IV.1.5. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini
berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu
berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu
proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan
melangsungkan kehidupan sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat
penting.

IV.1.6. Data Umum Organisasi


IV.1.6.1. Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Situbondo Nomor : 440/13719.1/431.202.4.1/2018 tentang
Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Situbondo terdiri
dari:
a. Kepala Puskesmas
b. PJ. Audit Internal
c. PJ. Mutu
d. Jabatan Fungsional Tertentu
e. PJ. PPI
f. PJ. Keselamatan pasien
g. Sub Bagian Tata Usaha membawahi:
1. Sistem informasi Puskesmas
2. Rumah Tangga
25

3. Kepegawaian
4. Keuangan
h. Upaya Kesehatan Masyarakat membawahi:
1. Program Essensial:
a) Promosi Kesehatan & Upaya Kesehatan Sekolah
b) Kesehatan Lingkungan
c) Kesehatan Ibu , Anak & Keluarga Berencana Yang bersifat UKM
d) Gizi
e) Pencegahan dan pengendalian Penyakit
f) Keperawatan
2. Program Pengembangan:
a) Kesehatan Jiwa
b) Kesehatan Gigi Masyarakat
c) Kesehatan Tradisional Komplementer
d) Kesehatan Olahraga
e) Kesehatan Indera
f) Kesehatan Lansia
g) Kesehatan Kerja
i. Jaringan dan Jejaring Fasilitaas Pelayanan Kesehatan:
1. Puskesmas Pembantu
 Pustu Tanjung Kamal
 Pustu Semiring
 Pustu Trebungan
2. Ponkesdes
 Poskesdes Tanjung Kamal
 Poskesdes Tanjung Glugur
 Poskesdes Tanjung Pecinan
 Poskedes Mangaran
 Poskesdes Semiring
 Poskesdes Trebungan
3. Puskesmas keliling
4. Bidan Desa
26

5. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan


j. Upaya Kesehatan Perorangan
1. Pemeriksaan Umum
2. Kesehatan Gigi dan Mulut
3. Kesehatan Ibu, anak & Keluarga Berencana yang bersifat UKP
4. Gawat Darurat
5. Gizi yang bersifat UKP
6. Persalinan
7. Rawat Inap
8. Kefarmasian
9. Laboratorium
IV.1.6.2. VISI, MISI, Tujuan dan Motto UPTD Puskesmas Mangaran
a. VISI
Untuk mencapai target dari rencana yang sudah ditetapkan tahun
sebelumnya maka Visi dari Puskesmas Mangaran adalah: “Terwujudnya
Masyarakat Mangaran Yang Madani , Mandiri Serta Lebih Beriman, Sejahtera
Dan Berkeadilan”.
b. MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat (4) misi di puskesmas
Mangaran yaitu :
1. Mendorong Masyarakat Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat
2. Memberdayakan Individu, Keluarga Dan Masyarakat Dalam Upaya
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
3. Meningkatkan Kualitas Sdm Dan Manajemen Kesehatan
4. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Terjangkau Dan Merata
c. Tujuan
Ke empat (4 ) misi tersebut bertujuan “Mewujudkan Masyarakat
Mangaran Yang Sehat Secara Mandiri”
d. Motto
Senyum, Sapa Dan Santun Adalah Modal Utama Pengabdian Kami.
27

IV.2. Hasil Penelitian


IV.2.1. Karakteristik Responden
IV.2.1.1. Distribusi Usia Responden
Tabel IV.1. Distribusi Usia Responden
Usia Anak Frekuensi Persentase (%)
6 - 24 Bulan 36 42.4
25 - 36 Bulan 16 18.8
37 - 48 Bulan 13 15.3
49 - 60 Bulan 20 23.5
Total 85 100

Distribusi Usia Responden

19%
6 - 24 Bulan
42%
49 - 60 Bulan
15% 37 - 48 Bulan
25 - 36 Bulan

24%

Gambar 4.2. Distribusi Usia Responden

Berdasarkan tabel IV.1. dan gambar 4.2 diatas, didapatkan distribusi usia
responden rentang usia 6 – 24 bulan sebanyak 36 orang (42,4%), rentang usia 25 –
36 bulan sebanyak 16 orang (18,8%), rentang usia 37 – 48 bulan sebanyak 13
orang (15,3%), dan rentang usia 49 – 60 bulan sebanyak 20 orang (23,5%).
28

IV.2.1.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden


Tabel IV.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki - Laki 43 50.6
Perempuan 42 49.4
Total 85 100

Distribusi Jenis Kelamin Responden

49% Laki - Laki


51% Perempuan

Gambar 4.3. Distribusi Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan tabel IV.2. dan gambar 4.3. diatas, didapatkan distribusi jenis
kelamin responden jenis kelamin laki – laki sebanyak 43 orang (50,6%) dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 42 orang (49,4%).

IV.2.1.3. Distribusi Usia Ibu Responden


Tabel IV.3. Distribusi Usia Ibu Responden
Usia Ibu Frekuensi Persentase (%)
< 16 Tahun 0 0
16 - 34 Tahun 69 81.2
≥ 35 Tahun 16 18.8
Total 85 100
29

Distribusi Usia Ibu Responden


0%

19%
< 16 Tahun
≥ 35 Tahun
16 - 34 Tahun
81%

Gambar 4.4. Distribusi Usia Ibu Responden

Berdasarkan tabel IV.3. dan gambar 4.4. diatas, didapatkan distribusi usia
ibu responden rentang usia 16 – 24 tahun sebanyak 69 orang (81,2%), dan rentang
usia ≥ 35 tahun sebanyak 16 orang (18,8%).

IV.2.1.4. Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Responden


Tabel IV.4. Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Responden

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

SD 41 48.2
SMP 27 31.8
SMA 12 14.1
Perguruan Tinggi 5 5.9
Total 85 100
30

Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Responden


6%

Perguruan Tinggi
32%
SD
48% SMA
14% SMP

Gambar 4.5. Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Responden

Berdasarkan tabel IV.4. dan gambar 4.5. diatas, didapatkan distribusi


pendidikan terakhir ibu responden, dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 41
orang (48,2%), SMP sebanyak 27 orang (31,8%), SMA sebanyak 12 orang
(14,1%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 5 orang (5,9%).

IV.2.1.5. Distribusi Pekerjaan Ibu Responden


Tabel IV.5. Distribusi Pekerjaan Ibu Responden
Pekerjaan Ibu Frekuensi Persentase (%)
PNS/ Pegawai Kantor 3 3.5
Wiraswasta/ Pedagang 1 1.2
Tidak Bekerja 81 95.3
Total 85 100

Distribusi Pekerjaan Ibu Responden


1% 4%
PNS/ Pegawai
Kantor
Tidak Bekerja

95% Wiraswasta/
Pedagang

Gambar 4.6. Distribusi Pekerjaan Ibu Responden


31

Berdasarkan tabel IV.5. dan gambar 4.6. diatas, didapatkan distribusi


pekerjaan ibu responden, PNS/ pegawai kantor sebanyak 3 orang (3,5%),
wiraswasta/ pedagang sebanyak 1 orang (1,2%) dan tidak bekerja sebanyak 81
orang (95,3%).

IV.2.1.6. Distribusi Kejadian Stunting


Tabel IV.6. Distribusi Kejadian Stunting
Stunting Frekuensi Persentase (%)
Ya 34 40
Tidak 51 60
Total 85 100

Angka Kejadian Stunting

40% Tidak
60% Ya

Gambar 4.7. Distribusi Kejadian Stunting

Berdasarkan tabel IV.6. dan gambar 4.7. diatas, didapatkan distribusi


kejadian stunting sebanyak 34 orang (40%) dan tidak stunting sebanyak 51 orang
(60%).

IV.2.1.7. Distribusi Riwayat ASI Eksklusif


Tabel IV.7. Distribusi Riwayat ASI Eksklusif
ASI Eksklusif Frekuensi Persentase (%)
Ya 50 58.8
Tidak 35 41.2
Total 85 100
32

Riwayat ASI Eksklusif

41% Tidak
Ya
59%

Gambar 4.8. Distribusi Riwayat ASI Eksklusif

Berdasarkan tabel IV.7. dan gambar 4.8. diatas, didapatkan distribusi


riwayat ASI eksklusif, sebanyak 50 orang (58,8%) ASI eksklusif dan sebanyak 35
orang (41,2%) tidak ASI eksklusif.

IV.2.1.8. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Usia


Tabel IV.8. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Usia
Stunting Total
Ya Tidak
Persentase Persentase
Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
Usia 6 - 24 Bulan 13 38,2 23 45,1 36
Anak
25 - 36 Bulan 6 17,6 10 19,6 16
37 - 48 Bulan 8 23,5 5 9,8 13
49 - 60 Bulan 7 20,6 13 25,5 20
Total 34 100 51 100 85

Berdasarkan tabel IV.8. diatas, didapatkan distribusi responden yang


mengalami stunting terbanyak pada rentang usia 6 – 24 bulan yaitu sebanyak 13
balita (38,2%) dan paling sedikit pada rentang usia 25 – 36 bulan yaitu sebanyak 6
balita (17,6%).
33

IV.2.1.9. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel IV.9. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin
Stunting Total
Ya Tidak
Persentase Persentase
Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
Jenis Laki -Laki 18 52.9 25 49 43
Kelamin Perempuan 16 47.1 26 51 42
Total 34 100 51 100 85

Berdasarkan tabel IV.9. diatas, didapatkan distribusi responden yang


mengalami stunting berdasarkan jenis kelamin, yaitu jenis kelamin laki – laki
yang mengalami stunting sebanyak 18 balita (52,9%) dan perempuan yang
mengalami stunting sebanyak 16 balita (47,1%).

IV.2.1.10.Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan ASI Eksklusif


Tabel IV.10. Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan ASI Eksklusif

Stunting Total
Ya Tidak
Persentase Persentase
Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
ASI Eksklusif Ya 15 44.1 35 68.6 50
Tidak 19 55.9 16 31.4 35
Total 34 100 51 100 85

Berdasarkan tabel IV.10. diatas, didapatkan distribusi responden yang


mengalami stunting berdasarkan riwayat ASI eksklusif, yaitu sebanyak 19 balita
stunting (55,9%) tidak ASI eksklusif dan sebanyak 15 balita stunting (44,1%) ASI
ekskusif.

IV.2.2. Analisis Bivariat


Analisis bivariat menggunakan uji chi-square yang diikuti dengan regresi
logistik untuk mendapatkan asosiasi antara variabel indipenden dengan kejadian
34

stunting. Tabel IV.11. menunjukkan hasil dari uji chi-square antara variabel
indipenden dan kejadian stunting.
Tabel IV.11. Hubungan Stunting dengan ASI Eksklusif
Variabel Stunting
OR 95% CI P Value
Ya Tidak
ASI Eksklusif
Ya 15 35
0.361 0.147 - 0.887 0.024
Tidak 19 16

Berdasarkan tabel IV.11 diatas, dapat dilihat bahwa riwayat ASI eksklusif
memiliki hubungan dengan kejadian stunting dengan nilai p value 0,024 (< 0.05).
Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 0,361 (<1) yang berarti ASI eksklusif sebagai
faktor protektif terhadap kejadian stunting.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan responden berjumlah 85 responden, dengan


34 responden (40%) merupakan anak stunting. Dari 34 orang anak stunting
tersebut, 19 orang anak (55,9%) tidak mendapatkan ASI ekslusif. Berdasarkan
analisis bivariat dengan menggunakan chi-square didapatkan bahwa pemberian
ASI ekslusif berhubungan dengan kejadian stunting dengan p value 0,024 (< 0.05)
dan nilai odds ratio (OR) sebesar 0,361 (<1) yang berarti ASI eksklusif sebagai
faktor protektif terhadap kejadian stunting.
Hal ini sejalan dengan penelitian Kuchenbecker dkk pada tahun 2015,
anak-anak dengan ASI eksklusif memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari anak-
anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Dalam penelitian mereka, anak-anak
dengan ASI eksklusif memiliki rata-rata tinggi tubuh yang cukup berbeda, yakni -
1,13 SD pada anak yang menerima ASI eksklusif dan -1,56 SD pada anak yang
tidak menerima ASI eksklusif. Pada penelitian tersebut, mereka juga mengatakan
bahwa anak-anak dengan ASI eksklusif lebih jarang terkena penyakit seperti diare
dan demam.11
Penelitian lain yang sejalan, dilakukan oleh Manggala AK, dkk. pada
tahun 2018 dengan judul “Risk factors of stunting in children aged 24-59
months” menunjukkan bahwa terdapat hubungan bila tidak diberikan ASI
eksklusif dengan kejadian stunting (nilai p = 0.005, OR = 6.56).25
Hubungan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mzumara
B, dkk. pada tahun 2018 di Zambia dengan judul“Factors associated with
stunting among children below five years of age in Zambia: evidence from the
2014 Zambia demographic and health survey”. Hasil dari penelitian ini adalah
terdapat hubungan antara pemberian ASI selama 6 bulan dengan kejadian stunting
(nilai p < 0.001).26
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wahdah S, dkk. pada tahun 2015
dengan judul “Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6-36 bulan di
Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Bara”

35
36

juga menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan dengan


kejadian stunting (p value <0,05).27
Penelitian yang dilakukan oleh Aridiyah dkk. pada tahun 2015 dengan
judul “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita
di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan” menunjukkan hasil yang sejalan dengan
penelitian ini dimana variabel pemberian ASI eksklusif memiliki nilai p value
<0,05.28
Pada penelitian yang dilakukan oleh Paramashanti dkk. pada tahun 2015
dengan judul “Pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan stunting pada
anak usia 6 – 23 bulan di Indonesia” mengatakan bahwa ASI eksklusif bersifat
protektif terhadap kejadian stunting pada anak, namun ASI eksklusif bukanlah
satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap kejadian stunting pada anak.29
Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Setiawan E, dkk. pada tahun
2018 dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan
Padang Timur Kota Padang Tahun 2018” menunjukkan hasil yang berbeda
dengan penelitian ini, dimana ASI eksklusif tidak memiliki hubungan signifikan
dengan kejadian stunting.30
Penelitian lain yang tidak sejalan dengan penelitian ini, yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Anugraheni HS, dkk yang dilakukakn di kabupaten Pati
dengan judul “Faktor resiko kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan di
kecamatan Pati, kabupaten Pati”. Pada penelitian tersebut dikatakan p value ASI
eksklusif adalah 0,195 (p value >0,05) yang berarti bahwa ASI eksklusif bukan
merupakan faktor resiko terhadap kejadian stunting.31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian “Hubungan Riwayat Asi Eksklusif Dan Angka
Kejadian Stunting Di Desa Semiring, Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun
2020” yang dilakukan pada 85 responden, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Angka kejadian stunting di Desa Semiring 1 sebanyak 34 balita (40%).
2. Berdasarkan data demografi usia balita dengan stunting paling banyak adalah
dalam rentang 6 – 24 bulan, sebanyak 13 orang balita (38,2%) dengan jenis
kelamin terbanyak adalah laki-laki, sebanyak 25 orang balita (52,9%).
3. Jumlah anak stunting yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 15 orang
balita (44,1%).
4. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan
kejadian stunting (nilai p value 0,024).

VI.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas, saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat terutama ibu yang memiliki anak dengan tinggi normal
disarankan untuk mempertahankan kondisi tubuh anak dengan cara selalu
memperhatikan asupan makanan bagi anak. Sedangkan bagi ibu yang
memiliki balita dengan tubuh pendek/ stunting, dianjurkan untuk menerapkan
pola hidup sehat, dan segera dirujuk ke unit pelayanan kesehatan apabila
tumbuh dan kembang anak terhambat. Bagi ibu yang berencana hamil
dianjurkan untuk memperhatikan gizi yang diberikan dan pola asuh nantinya
sehingga dapat mencegah terjadinya stunting pada anak setelah lahir.
2. Bagi Puskesmas Mangaran, disarankan untuk (1) memberikan penyuluhan
kepada ibu hamil dan ibu menyusui mengenai pentingnya pemberian ASI
Eksklusif bagi pertumbuhan anak. (2) Membuat sesi/ kelas ASI Eksklusif
untuk ibu-ibu yang memiliki balita yang masih menyusui agar dapat saling
berbagi informasi dan saling memotivasi satu dengan yang lain supaya

37
38

pemberian ASI eksklusif dapat optimal. (3) Membentuk kegiatan kelas/sesi


“AYAH ASI” dimana didalam kegiatan tersebut diikutsertakan Ayah dari
balita yang masih menyusui. Di dalam kelas tersebut dijelaskan megenai
pentingnya pemberian ASI eksklusif bagi anak dan pentingnya peran Ayah
untuk mendukung Ibu agar dapat memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya.
Kelas dapat dibuat siang/ sore hari setelah sang ayah selesai bekerja. Didalam
kegiatan ini diharapkan keikutsertaan bidan wilayah, kader, serta petinggi
desa semiring sebagai pelaksana dari kegiatan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian mengenai
kejadian stunting dengan faktor risiko lainnya. Diharapkan juga pada
penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode yang lebih baik dan
jumlah subyek penelitian yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization [Internet]. Stunting in a nutshell. 2019.


[diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
https://www.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en/

2. Senbanjo IO, Oshikoya KA, Odusanya OO, Njokanma OF. Prevalence of


and Risk factors for Stunting among School Children and Adolescents in
Abeokuta, Southwest Nigeria. J. Health Popul. Nutr. Aug 2011;29(4):364-
370.

3. UNICEF Data [Internet]. Malnutrition in Children – UNICEF Data. 2019.


[diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
https://data.unicef.org/topic/nutrition/malnutrition/

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. Riset Kesehatan


Dasar 2013. 2013. [diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
s%202013.pdf

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. Hasil Utama


RISKESDAS 2018. 2018. [diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-
riskesdas-2018.pdf

6. Puskesmas Mangaran. Laporan Bulanan Gizi Puskesmas Mangaran Tahun


2019-2020

7. Sharma D, Shastri S, Sharma P. Intrauterine Growth Restriction: Antenatal


and Postnatal Aspects. Clin Med Insights Pediatr. 2016 Jul 14;10:67-83.
doi: 10.4137/CMPed.S40070. PMID: 27441006; PMCID: PMC4946587.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. Buletin Stunting.


2018. [diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
www.depkes.go.id/download/buletinstunting

9. UNICEF [Internet]. Malnutrition in Children - UNICEF DATA. 2019.


[diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
https://data.unicef.org/topic/nutrition/malnutrition/

10. Nshimyiryo A, Gauthier BH, Mutaganzwa C, Kirk CM, Beck K,


Ndayisaba A, et all. Risk factors for stunting among children under five
years: a cross-sectional population-based study in Rwanda using the 2015
Demographic and Health Survey. BMC Public Health. 2019;19:175.
[diakses 30 September 2020]. Diunduh dari:
https://doi.org/10.1186/s12889-019-6504-z

39
40

11. Khan MN, Islam MM. Effect of exclusive breastfeeding on selected


adverse health and nutritional outcomes: a nationally representative study.
BMC Public Health. 2017;17:889. [diakses 30 September 2020]. Diunduh
dari: https://doi.org/10.1186/s12889-017-4913-4

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


1995/MENKES/SK/XII/2010

13. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,


Harmoniati ED (ed.). Perawakan Pendek. Dalam: Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009:243-9.

14. World Health Organization [Internet]. State of health inequality:


Indonesia. Geneva: WHO. 2017. H. 184. [diakses 30 September 2020].
Diunduh dari:
https://www.who.int/gho/health_equity/report_2017_indonesia/en/

15. WHO. Stunted Growth and Development. Geneva. 2010.

16. Permenkes. Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan


Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2016.

17. Kuchenbecker J, Jordan I, Reinbott A, Herrmann J, Jeremias T, Kennedy


G, et al. Exclusive breastfeeding and its effect on growth of malawian
infants: Results from a cross-sectional study. Paediatr Int Child Health.
2015;35(1):14–23.

18. Motee A, Jeewon R. Importance of exclusive breast feeding and


complementary feeding among infants. Curr Res Nutr Food Sci.
2014;2(2):56–72.

19. Martin CR, Ling PR, Blackburn GL. Review of infant feeding: Key
features of breast milk and infant formula. Nutrients. 2016;8(5):1–11.

20. Victora CG, Bahl R, Barros AJD, França GVA, Horton S, Krasevec J, et
al. Breastfeeding in the 21st century: Epidemiology, mechanisms, and
lifelong effect. Lancet. 2016;387(10017):475–90.

21. Quigley MA, Carson C, Sacker A, Kelly Y. Exclusive breastfeeding


duration and infant infection. Eur J Clin Nutr. 2016;70(12):1420–7.

22. León-Cava N, Ross J, Lutter C, Martin L. Quantifying the benefits of


breastfeeding: a summary of the evidence. Food Nutr Progr Pan Am Heal
Organ. 2002;177.

23. Pediatrics TAA of. Policy Statement: Breastfeeding and the Use of Human
Milk. Pediatrics [Internet]. 2012;129(3):e827-41. [diakses 30 September
2020]. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22371471
41

24. Anatolitou F. Human milk benefits and breastfeeding. J Pediatr Neonatal


Individ Med J Pediatr Neonat Individ Med. 2012;11(11):11–1811.

25. Manggala A, Kenwa K, Kenwa M, Sakti A, Sawitri A. Risk factors of


stunting in children aged 24-59 months. Paediatrica Indonesiana.
September 2018;58(5):205-12.

26. Mzumara B, Bwembya P, Halwiindi H, Mugode R, Banda J. Factors


associated with stunting among children below five years of age in
Zambia: evidence from the 2014 Zambia demographic and health survey.
BMC Nutrition. 2018;4(1).

27. Wahdah S, Juffrie M, Huriyati E. Faktor risiko kejadian stunting pada


anak umur 6 –36 bulan di wilayah pedalaman kecamatan silat hulu
kabupaten kapuas hulu provinsi kalimantan barat. Jurnal Gizi dan Dietetik
Indonesia. Mei 2015;3(2):119-130.

28. Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty M. Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan
dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and
Urban Areas). e-Jounal: Pustaka Kesehatan. 2015;3(1):163-170.

29. Paramashanti BA, Hadi H, Gunawan IMA. Pemberian ASI eksklusif tidak
berhubungan dengan stunting pada anak usia 6 – 23 bulan di Indonesia.
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. September 2015;3(3):162-74.

30. Setiawan E, Machmud R, Masrul. Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;7(2):275-84.

31. Anugraheni HS, Kartasurya M. Faktor risiko kejadian stuting pada anak
usia 12 – 36 bulan di kecamatan pati, kabupaten pati. Journal of Nutrition
College. 2012;1(1):30-7.
LAMPIRAN

Lampiran 1
Lembar Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama :
Alamat :
Tempat/ Tanggal Lahir :
Umur :
Dengan ini menyatakan bahwa BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA
menjadi sampel penelitian yang dilakukan oleh Peneliti berjudul “Hubungan
Riwayat Asi Eksklusif Dan Angka Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6 – 60
Bulan Di Desa Semiring, Kecamatan Mangaran, Situbondo Tahun 2020”, dari
awal prosedur sampai akhir penelitian dan akan menjalankan dengan sebaik-
baiknya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Atas ketersediaan dan partisipasinya kami mengucapkan terima kasih.

Situbondo, Oktober 2020

Peneliti Responden

dr. Sylvia Ruth Alisa Nababan (………………………..)

42
43

Lampiran 2
Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF DAN ANGKA KEJADIAN


STUNTING PADA ANAK USIA 6 – 60 BULAN DI DESA SEMIRING,
KECAMATAN MANGARAN, SITUBONDO TAHUN 2020

A. Identitas Responden
1. Identitas Balita
Nama Balita :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis Kelamin : Laki – Laki/ Perempuan*)
Tinggi/ Panjang Badan :

2. Identitas Ibu
Nama Ibu :
Umur Ibu :
Alamat :
Pendidikan Terakhir Ibu : Tidak Sekolah/ SD/ SMP/ SMA/ Diploma / S1/ S2/
S3*)
Pekerjaan Ibu :

*): coret yang tidak perlu


44

B. Pemberian ASI Eksklusif


1. Apakah anda menyusui anak anda?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda memberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan
minuman lainnya kepada anak anda sampai usia 6 bulan?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda memberikan makanan selain ASI setelah anak anda berusia 6
bulan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakan anda memberikan makanan selain ASI sebelum anak anda berusia
6 bulan?
a. Ya
b. Tidak
5. Sampai usia berapa anda menyusui anak anda?
a. Lebih dari 6 bulan
b. Kurang dari 6 bulan
45

Lampiran 3
Foto Kegiatan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai