Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN MINI PROJECT

PENERAPAN SISTEM INFORMASI PELAYANAN DAN PROMOSI


KESEHATAN DIABETES MELITUS BERBASIS WEBSITE DI
PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer


Program Internship Dokter Indonesia

Disusun Oleh:
dr. Puput Ekasari

Pendamping:
dr. Sri Rosianti

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


UPTD PUSKESMAS PAAL X KOTA JAMBI
TAHUN 2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Penerapan Sistem Informasi Pelayanan dan Promosi Kesehatan Diabetes


Mellitus Berbasis Website di Puskesmas Paal X Kota Jambi

Disusun Oleh :
dr. Puput Ekasari

Laporan Mini Project ini telah diterima dan dipresentasikan Pada


November 2021

Mengetahui
Ka. UPTD Puskesmas Paal X

dr. Sri Rosianti

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepadaTuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan
mini project yang berjudul: “Penerapan Sistem Informasi Pelayanan dan
Promosi Kesehatan Diabetes Melitus Berbasis Website Pada Puskesmas
Paal X Kota Jambi”
Perlu disadari bahwa tidak adanya prosedur administrasi yang
lebih sederhana,mudah dan cepat dapat menghambat proses tindak lanjut
bagi pasien dalam mencari pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,
pembuatan website profil puskesmas diharapkan dapat membantu
meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas Paal X.
Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
laporan laporan mini project ini, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dari
penulisan ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga laporan mini project ini
dapat memberikan masukan yang berharga bagi pembaca dan website
yang dibuat dapat bermanfaat bagi masyarakat umum.

Jambi, November 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ………………………………………………………..…… i
Halaman Pengesahan …………………………………………………..….. ii
Kata Pengantar …………………………………………………………….. iii
Daftar Isi ………………………………………………………..…………. iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..……. 6
1.1 Latar Belakang………………………………………………………. 6
2.1 Rumusan Masalah……………………………………………….…... 8
3.1 Tujuan Mini Project………………………………………….……… 8
4.1 Manfaat Mini Project………………………………………............... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….…………10
2.1 Puskesmas………………………………………………………………… 10
2.1.1 Definisi Puskesmas……………………………………………………….. 10
2.1.2 Fungsi Puskesmas………………………………………………………… 11
2.2 Promosi Kesehatan……………………………………………………….. 12
2.2.1 Definisi Promosi Kesehatan……………………………………………… 13
2.2.2 Tujuan Promosi Kesehatan……………………………………………….. 14
2.2.3 Saran Promosi Kesehatan………………………………………………… 15
2.2.4 Peran Promosi Kesehatan………………………………………………… 16
2.3 Diabetes Mellitus………………………………………………………... 17
2.3.1 Epidemiologi…………………………………………………………….. 17
2.3.2 Patofisiologi……………………………………………………………… 18
2.3.3 Gejala Klinis……………………………………………………………... 20
2.3.4 Diagnosis dan Faktor Resiko…………………………………………….. 21
2.3.5 Komplikasi……………………………………………………………….. 23
2.3.6 Penatalaksanaan…………………………………………………………. 24
2.3.7 Penggunaan Insulin pada Pasien Rawat Jalan…………………………… 27
2.3.8 Pencegahan………………………………………………………………. 28
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….. 31
3.1 Rancangan Mini Project ………………………………………………….31
3.2 Waktu dan Tempat Mini Project …………………………………………31
3.3 Populasi Mini Project…………………………………………………… 31
3.4 Subjek Mini Project………………………………………………………31
BAB IV IMPLEMENTASI PROGRAM……………………………………… 32
4.1 Beranda………………………………………………………………….. 32

iv
4.1.1 Halaman Utama………………………………………………………….. 32
4.1.2 Berita Terkini Puskesmas Paal X…………………………………………33
4.1.3 Kritik dan Saran…………………………………………………………...34
4.2 Profil Puskesmas…………………………………………………………..35
4.2.1 Data Grografis……………………………………………………………..35
4.2.2 Visi Misi Puskesmas………………………………………………………35
4.2.3 Galeri………………………………………………………………………36
4.3 Pendaftaran dan Layanan………………………………………………….37
4.4 Promosi Kesehatan………………………………………………………..38
4.5 Tanya Dokter…………………………………………………………….. 40
4.6 Footer …………………………………………………………………….41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 42
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..43

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional


pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota
atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan
penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan
terkoordinasi. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas memiliki peranan penting sebagai instansi yang bergerak
pada bidang pelayanan kesehatan. Puskesmas dinilai sebagai pusat kesehatan
masyarakat yang lebih terjangkau, baik dari segi biaya maupun lokasi yang
tersebar di setiap kecamatan. Sistem pelayanan kesehatan yang di selenggarakan
di puskesmas terdiri dari upaya kesehatan wajib, promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak (KIA) & keluarga berencana (KB),
perbaikkan gizi masyarakat dan pemberantasan penyakit menular serta
pengobatan.
Secara langsung maupun tidak, teknologi informasi telah menjadi bagian
penting dari berbagai bidang kehidupan. Karena banyak kemudahan yang
ditawarkan, sehingga teknologi informasi hampir tidak dapat dilepaskan dari
berbagai aspek kehidupan manusia. Keberadaan Sistem Informasi mendukung
kinerja peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas bagi berbagai
instansi, baik instansi pemerintahan negeri, swasta maupun perorangan atau
individual, serta mendorong perwujudan masyarakat yang maju dan sejahtera.
Sektor kesehatan yang merupakan salah satu sektor penting yang sedang
mendapat perhatian besar dari Pemerintah merupakan salah satu sektor
pembangunan yang sangat potensial untuk dapat di integrasikan dengan
kehadiran teknologi informasi.

6
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju khususnya di bidang
komputerisasi, mendorong banyak instansi untuk dapat memanfaatkan teknologi
informasi. Perkembangan internet dan network dewasa ini, membuat instansi atau
sebuah organisasi membutuhkan website resmi sendiri, agar memudahkan
individu yang ingin mengetahui informasi dari suatu instansi tertentu, tidak hanya
bagi instansi besar bahkan instansi kecil pun membutuhkan web profile.
Puskesmas Paal X adalah lembaga kesehatan di bawah naungan Dinas
Kesehatan Kota Jambi, beralamat di Jl. Marsda Surya Dharma RT 30 Kenali
Asam Bawah dimana tentunya salah satu instansi di bidang Kesehatan yang
membutuhkan sebuah media khusus sebagai jembatan antara pasien dengan pihak
puskesmas dalam berbagi informasi tentang puskesmas. Salah satu media yang di
anggap tepat di antaranya adalah situs web dari puskesmas, dengan harapan
terdapat keterbukaan, karena sifat dari web dewasa ini tidak lagi memberikan
informasi yang statis tapi juga bisa bersifat dinamis.
Puskesmas Paal X saat ini masih memiliki tantangan dalam memberikan
pelayanan kesehatan bagi pasien yakni belum tersedianya suatu sistem informasi
yang diharapkan dapat mempermudah saat melakukan pelayanan kesehatan.
Contohnya kunjungan pelayanan pada Puskesmas Paal X masih dilakukan secara
manual yakni saat pasien akan berobat ke Puskesmas Paal X maka pasien tersebut
daftar terlebih dahulu ke bagian loket kemudian akan ditulis dibuku daftar
kunjungan, setelah itu petugas akan mencari kartu rekam medis pasien
berdasarkan abjad nama, lalu pasien menunggu di ruang tunggu, setelah itu kartu
rekam medis dibawa ke ruang dokter oleh petugas, kemudian dokter akan
memanggil pasien untuk diperiksa, setelah diperiksa pasien akan diberi resep oleh
dokter, lalu pasien membawa resep tersebut ke apotek untuk ditukar obat, proses
seperti ini belum efektif dan efisien karena membutuhkan waktu yang cukup
lama.
Dari pemaparan masalah diatas maka untuk menanggulanginya, penulis
berinisiatif yakni dengan berupaya membangun sistem informasi layanan rawat
jalan dan informasi layanan Kesehatan lainnya. Dengan adanya Sistem
Informasi, diharapkan dapat digunakan secara optimal sehingga membantu
Puskesmas dalam meningkatkan pelayanannya. Sistem ini menyediakan sarana

7
untuk memudahkan user dalam menjalankan layanan rawat jalan sehingga
proses pelayanan dapat berlangsung dengan cepat dan tidak memakan waktu
yang lama, selain itu diharapkan masyarakat yang mengunjungi website
Puskesmas Paal X dapat memperoleh informasi mengenai Kesehatan secara
efektif. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah penerapan Sistem Informasi
Pelayanan dan Promosi Kesehatan Berbasis Website pada Puskesmas Paal X
Kota Jambi Tahun 2021.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang dibahas


dalam mini project ini adalah bagaimana membangun sistem informasi pelayanan
kesehatan berbasis website pada Puskesmas Paal X Kota Jambi.

1.3 Tujuan Mini Project


Tujuan dari mini project ini adalah
1. Merancang dan membuat sistem informasi untuk memudahkan bagi
puskesmas Paal X dalam memberikan pelayanan Kesehatan
2. Meningkatakan mutu pelayanan Puskesmas Paal X.Meningkatkan fasilitas
layanan kesehatan Puskesmas Paal X.

1.4 Manfaat Mini Project


1.4.1 Bagi Puskesmas
1. Puskesmas memiliki web profile pribadi.
2. Penunjang peningkatan mutu puskesmas Paal X sebagai lembaga
kesehatan di Kota Jambi.
3. Terciptanya sebuah sistem informasi rawat jalan pada Puskesmas Paal
X berbasis web sehingga dapat membantu dalam memberikan
pelayanan sistem informasi yang lengkap, efektif dan efisien.
4. Memberikan kemudahan dalam mengelola dan mengevaluasi
pelayanan kesehatan.

8
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Dengan pembuatan web profile ini di harapkan masyarakat bisa lebih
dekat dengan puskesmas, karena bisa mengetahui profil dan kegiatan
yang telah atau akan di lakukan puskesmas.
2. Masyarakat mendapatkan informasi tentang pelayanan Puseksmas
Paal X.
1.4.3 Bagi Penulis
1. Dapat mengaplikasikan ilmu dan ide yang penulis miliki dalam
mengembangkan Sistem Informasi.
2. Menambah wawasan dan pengalaman di bidang Sistem Informasi
kesehatan.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas
2.1.1. Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.1
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya
yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan
tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk
masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan puskesmas
biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.2
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan
dan merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan
adalah2 :

a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan


preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang
tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program
Puskesmas merupakan program kesehatan dasar, meliputi2 :
a. Promosi Kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA & KB
d. Perbaikan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular
f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang
medik (laboratorium dan farmasi)

2.1.2. Fungsi Puskesmas


Fungsi utama Puskesmas adalah membina kesehatan wilayah dalam
arti luas yaitu menyehatkan wilayah kerjanya dan menyehatkan penduduk
dalam wilayah tersebut. Untuk melaksanakan fungsi utama tersebut,
Puskesmas melaksanakan tiga sub-fungsi sebagai berikut3:
a. Mengobati penduduk yang sakit secara perorangan yang disebut
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP);
b. Mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan
orang sakit yang disebut Upaya Kesehatan Masyarakat; dan
c. Melaksanakan fungsi manajemen untuk mendukung butir (a) dan
(b).

Walaupun UKM dan UKP tidak dapat dipisahkan dalam


menangani masalah kesehatan, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa
perbedaan sebagai berikut3:

a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)3


 Dilaksanakan dengan cara (i) menggerakkan mesin birokrasi
(pemerintah daerah, kecamatan, dan desa); dan (ii)
menggerakkan mesin sosial (kader, tokoh masyarakat, tokoh
agama, pranata/sistem sosial setempat).

11
 Mengutamakan upaya promotif dan preventif.
 Sasaran UKM adalah penduduk beserta lingkungannya.
 Dari perspektif komoditas ekonomi, UKM adalah public
goods.
b. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)3
 Dilaksanakan dengan mengoperasikan unit atau institusi
pelayanan kesehatan (klinik Puskesmas, Rumah Sakit, dan
lain-lain).
 Mengutamakan penyembuhan orang sakit.
 Sasaran UKP adalah perorangan dan keluarganya.
 Dari perspektif komoditas ekonomi, UKP adalah private
goods.

Deskripsi perbedaan antara UKM dan UKP perlu dipahami karena


membawa konsekuensi perbedaan dalam hal jenis tenaga yang
melakukannya dan dalam hal cara pembiayaannya. Namun perlu
ditegaskan bahwa dalam pelaksanaan pelayanan atau upaya kesehatan
bagi masyarakat, UKM dan UKP tidak dapat dipisahkan. Jadi, tidak ada
dikotomi antara UKM dan UKP. Misalnya, penderita DBD perlu diobati
(UKP), tetapi nyamuk Aedes Aegypti perlu diberantas dengan kegiatan
fogging dan pembasmian jentik (UKM). Penderita hipertensi perlu diobati
(UKP), tetapi untuk menghilangkan atau menurunkan kejadian hipertensi
perlu dilakukan skrining dan penyuluhan tentang gaya hidup sehat
(UKM).

2.2 Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk
memberikan pesan-pesan tentang kesehatan kepada kelompok masyarakat
agar masyarakat dapat menerapkan perilaku hidup sehat. Dengan adanya
promosi kesehatan diharapkan masyarakat dapat memiliki informasi
terkait dengan kesehatan serta upaya pencegahan masalah kesehatan itu

12
sendiri sebab pemberian promosi kesehatan salah satunya dapat dilakukan
dengan cara pemberian penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam
upaya pencegahan masalah kesehatan.4
Program promosi kesehatan dapat meningkatkan hasil fisik,
psikologis, pendidikan, dan pekerjaan untuk individu dan membantu
mengontrol atau mengurangi biaya perawatan kesehatan secara
keseluruhan dengan menekankan pencegahan masalah kesehatan,
mempromosikan gaya hidup sehat, meningkatkan kepatuhan pasien, dan
memfasilitasi akses ke layanan dan perawatan kesehatan. Program
promosi kesehatan berperan dalam menciptakan individu, keluarga,
komunitas, tempat kerja, dan organisasi yang lebih sehat. Mereka
berkontribusi pada lingkungan yang mempromosikan dan mendukung
kesehatan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Program promosi
kesehatan memanfaatkan posisi penting lingkungan mereka (misalnya,
sekolah, tempat kerja, organisasi perawatan kesehatan, atau komunitas)
untuk menjangkau anak-anak, remaja, orang dewasa, dan keluarga dengan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk membuat
keputusan yang tepat tentang mereka (Fertman and Allensworth, 2010).

2.2.1. Definisi Promosi Kesehatan4


Dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, 1986, promosi
kesehatan didefinisikan sebagai proses yang memungkinkan orang
meningkatkan kendali atas, dan memperbaiki, kesehatan mereka. Untuk
mencapai keadaan fisik mental dan sosial yang lengkap kesejahteraan,
individu atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan mewujudkan
aspirasi, memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau mengatasi lingkungan.
Oleh karena itu, kesehatan dipandang sebagai sumber daya untuk
kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan adalah konsep
positif yang menekankan pada sumber daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik. Oleh karena itu, promosi kesehatan tidak hanya menjadi

13
tanggung jawab sektor kesehatan, tetapi melampaui gaya hidup sehat
hingga kesejahteraan (WHO, 2016).
Definisi promosi kesehatan dapat meliputi (Carr et al., 2007) :
 Aspek psikis, psikologis, sosial, dan kesehatan mental
 Pencegahan proses penyakit
 Pengembangan kebugaran tubuh
 Aktivitas individu, kelompok dan masyarakat
 Pendidikan yang berhubungan dengan masalah Kesehatan
 Pencapaian potensial kesehatan individu atau komunitas.

Dalam konteks kesehatan promosi berarti upaya memperbaiki


kesehatan dengan cara memajukan, mendukung, dan menempatkan
kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara perorangan maupun secara
kelompok (Maulana, 2014). Saat ini, promosi kesehatan merupakan
bidang khusus dalam bidang kesehatan yang melibatkan perubahan
terencana dari gaya hidup dan kondisi kehidupan yang berhubungan
dengan kesehatan melalui berbagai kebiasaan individu dan lingkungan.

2.2.2. Tujuan Promosi Kesehatan4


Promosi kesehatan bertujuan agar masyarakat dapat berperilaku
hidup sehat dengan cara peningkatan upaya penyuluhan tentang kesehatan
pada masyarakat sehingga masyarakat dapat menerapkan perilaku sehat,
baik pada diri sendiri, keluarga maupun di masyarakat. Peningatan
pemberian promosi kesehatan dapat berpengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit
atau masalah kesehatan.
Promosi kesehatan bertujuan untuk :
a. Tujuan umum yaitu tercapianya perilaku sehat pada masyarakat
sebagai akibat dari adanya penyuluhan kesehatan.

14
b. Tujuan khusus yaitu suatu perumusan perilaku yang meliputi
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sebagai
akibat adanya promosi kesehatan (Halajur, 2019).
Tujuan dari pada promosi kesehatan adalah:
a. Tujuan program yaitu pernyataan tentang apa yang akan dicapai
dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status
kesehatan.
b. Tujuan pendidikan, yaitu gambaran perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada pada masalah kesehatan.
c. Tujuan perilaku, yaitu pembelajaran yang harus dicapai (perilaku
yang diinginkan). Dalam hal ini tujuan dari pada perilaku adalah
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.

2.2.3. Sasaran Promosi Kesehatan4


Secara umum, bahwa sasaran dari pada promosi kesehatan ini
adalah sebagai berikut :
a. Individu/Keluarga.
Individu/keluarga diharapakan dapat : mempraktikkan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), memperoleh informasi kesehatan melalui
berbagai saluran (baik langsung maupun melalui media massa),
berperan serta dalam melakukan kegiatan sosial secara khusus terkait
dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) masyarakat, serta
memiliki pengetahuan serta kemauan untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya.
b. Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat bekerjama dalam mewujudkan
lingkungan sehat, dan dapat menggalang potensi untuk
mengembangkan kegiatan peningkatan upaya kesehatan.
c. Pemerintah/Lintas Sektor/Politisi/Swasta
Dapat membuat kebijakan sosial dengan memerhatikan dampak
dibidang kesehatan, serta memiliki sikap peduli dengan mendukung

15
upaya kesehatan dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan
sehat.
d. Petugas/Pelaksana Program
Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga
masyarakat dapat mengalami kepuasan atas pelayanan yang
diberikan. Kemudian melibatkan komponen promosi kesehatan
dalam setiap program kesehatan (Maulana, 2014).

2.2.4. Peran Promosi Kesehatan4


Promosi kesehatan memiliki peran penting dalam upaya
pencegahan masalah kesehatan, serta dapat memengaruhi perubahan
perilaku masyarakat bahkan dapat berperan dalam menciptakan individu,
keluarga, komunitas, tempat kerja, dan organisasi yang lebih sehat sebagai
akibat dari promosi kesehatan melalui kegiatan penyuluhan yang
diberikan secara terus menerus kepada seluruh masyarakat baik anak-
anak, remaja, ibu hamil, hingga lansia. Peran dari pada promosi kesehatan
adalah :
a. Dapat menjaga dan mendukung hak asasi masyarakat untuk hidup
sehat
b. Dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, di
antaranya adalah menurunkan angka kesakitan, dan peningkatan
sikap dan perilaku hidup sehat masyarakat melalui program-program
pelayanan kesehatan.
c. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
Kesehatan
d. Dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap masalah
kesehatan termasuk dalam upaya pencegahan terhadap ancaman
penyakit baru.
e. Dapat mengalihkan subsidi pemerintah pada bidang kuratif dan
rehabilitatif terutama pada upaya promotif dan preventif.

16
f. Dapat menambah wawasan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan,
pendidikan dan pelatihan.
g. Dapat menciptakan sumber daya manusia yang baik sebab sehat
merupakan bagian dari seseorang untuk melakukan aktivitas seperti
belajar, bekerja dan berkreasi (Agustini, 2014).

17
2.3. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolisme


yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah individu
dengan diabetes. Pada satu tipe diabetes dapat disebabkan oleh interaksi
genetik, yang lainnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan pola hidup.
Berdasarakan pada etiologi dari DM sendiri, faktor yang berkontribusi
dalam terjadinya hiperglikemia dapat berupa penurunan kadar insulin,
penurunan penggunaan glukosa oleh tubuh, atau terjadinya peningkatan
produksi glukosa. Disregulasi metabolisme terkait dengan diabetes mellitus
dapat menyebabkan patofisiologi sekunder yang merubah struktur organ
lainnya sehingga dapat memperberat kerja organ pada individu dengan
DM. Diabetes menjadi penyebab utama gagal ginjal, amputasi akibat ulkus,
kebutaan, serta penyakit jantung dan stroke di Indonesia.3

Ada 2 kategori dari diabetes mellitus yaitu DM tipe 1 dan DM tipe


2. DM tipe 2 merupakan kelainan yang terjadi akibat adanya resistensi
insulin, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi glukosa.3

2.3.1. Epidemiologi

Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan


diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil Riskesdas 2018
meningkat menjadi 2%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi DM
tertinggi semua umur berdasarkan diagnosis dokter juga masih di DKI
Jakarta dan terendah di NTT. Prevalensi DM berdasarkan kategori usia,
penderita DM terbesar berada pada rentang usia 55-64 tahun dan 65-74
tahun. Selain itu, penderita DM di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin
perempuan (1,8%) daripada laki-laki (1,2%). Kemudian untuk daerah
domisili lebih banyak penderita diabetes melitus yang berada di perkotaan
(1,9%) dibandingkan dengan di pedesaan (1,0%).1

Pada tahun 2014 world health organization (WHO) memperkirakan

18
terdapat 422 juta orang dewasa penderita DM, meningkat sebanyak 314 juta
penderita sejak tahun 1980. Prevalensi global pun meningkat dari 4.7%
pada tahun 1980 menjadi 8.5% pada tahun 2014. Dari data Federasi
Diabetes Internasional pada tahun 2017, Indonesia dengan 10.3 juta
penderita DM, berada di urutan keenam Negara di dunia dengan prevalensi
DM tertinggi. Prevalensi DM meningkat sesuai bertambahnya usia, tetapi
mulai umur 65 tahun cenderung menurun. DM cenderung lebih banyak
pada perempuan, di perkotaan, di masyarakat dengan tingkat pendidikan
tinggi. DM secara signifikan menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan
risko kematian dini akibat komplikasinya.4

2.3.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes Mellitus tipe 2 dapat terjadi oleh karena gangguan sekresi


insulin, resistensi insulin, produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan
metabolism lemak yang abnormal. Secara garis besar pathogenesis DM tipe
2 disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:5

a. Kegagalan sel beta pancreas. Pada saat penegakkan diagnosis DM tipe


2, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetic yang
bekerja melalui jalur ini adalah sulfonylurea, meglitinid, GLP-1 agonis
dan DPP-4 inhibitor.

b. Liver. Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan
basal oleh liver (HGP= hepatic glucose production) meningkat. Obat
yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis.

c. Otot. Pada penderita DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin


yang multiple di intramioseluler, akibat gangguan fosforilasi tirosin
sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.

19
d. Sel lemak. Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari
insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam
lemak bebas (FFA= free fatty acid) dalam plasma. Peningkatan FFA
akan merangsang proses gluconeogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin.
Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxicity.
Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

e. Usus. Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai
efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP- 1 (glucagon like
polypeptide 1) dan GIP (glucose dependent insulinotrophic polypeptide
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM
tipe 2 didapatkan defisiensi GLP 1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan enzim
DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang
bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja enzim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus
dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa-glukosidase adalah
akarbosa.

f. Sel alfa pancreas. Merupakan organ ke enam yang berperan dalam


hiperglikemi dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma
akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan
basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal.
Obat yang menghambat sekresi glucagon atau menghambat reseptor
glucagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.

20
g. Ginjal. Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram
glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan
diserap kembali melalui peran SGLT-2 (sodium glucose cotransporter)
pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan
di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada
penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan
lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini yaitu SGLT-2 inhibitor
(contoh obat: dipaglifozin

h. Otak. Insulin merupakan penekan nafsu makan yang cukup kuat. Pada
orang yang obesitas baik yang mempunyai DM maupun non-DM,
terdapat hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi urin. Pada golongan ini tentu mengakibatkan asupan
makanan akan meningkat akibat adanya resistensi insulin yang terjadi
diotak. Salah satu contoh obat yang bekerja pada jalur ini yaitu FLP-1
agonis, amylin dan bromokriptin.

2.3.3. Gejala Klinis


Gejala umum yang sering dirasakan oleh individu dengan diabetes ialah
polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan poliuri (banyak buang
air kecil). Gejala polifagi yang timbul pada individu dengan diabetes mellitus
disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel di dalam tubuh untuk mengambil energi
berupa glukosa yang diedarkan melalui pembuluh darah untuk dimetabolisme.
Kondisi ini menyebabkan sel-sel kekurangan energi yang kemudian memberikan
rangsangan berupa rasa lapar agar adanya pasokan energi melalui makanan.
Glukosa yang tidak dapat diserap oleh sel-sel dalam otot akan terus beredar di
pembuluh darah menuju ginjal. Glukosa yang bersifat menarik air akan

21
meningkatkan kadar air yang dibuang ke ginjal. Kondisi ini akan menstimulasi
tubuh untuk mengkompensasinya dengan menaktifkan rasa haus agar tubuh tidak
mengalami dehidrasi.6
2.3.4. Diagnosis dan Faktor Risiko
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa
darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun
demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh
(whole blood), vena, ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh World Health
Organization(WHO). Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan seperti:5
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila gejala
DM tidak khas maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. 7
Kriteria diagnosis untuk DM, berupa:5

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa >= 126 mg/dL, atau


b. Pemeriksaan glukosa plasma >=200 mg/Dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
c. Pemeriksaan gluosa plasma sewaktu >= 200 mg/dL dengan keluhan
klasik,
d. Pemeriksaan HbA1c >=6.5 mg/dL dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).

Perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring yaitu; uji


diagnostic DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi atau

22
menegakkan diagnosis DM tipe 2 dan prediabetes pada kelompok resiko
tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM, yaitu:5
a. Kelompok dengan berat badan lebih (indeks massa tubuh >= 23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
 Aktifitas fisik kurang
 First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga)
 Kelompok ras/etnis tertentu
 Perempuan dengan riwayat melahirkan bayi BBL >4kg atau mempunyai
riwayat DM gestasional
 Hipertensi (>=140/90 mmhg atau sedang mendapat terapi hipertensi)
 HDL <35mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl
 Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
 Riwayat prediabetes
 Obesitas berat, akantosis nigrikans
 Riwayat penyakit kardiovaskular
b. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko diatas.5

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi:
a. Toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
b. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasmanya 2-jam <140 mg/dl
c. Toleransi glukosa tergangggu (TGT): hasil pemeriksaan
glukosa plasma 2-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa
plasma puasa <100 mg/dl
d. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
e. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan Hba1c yang menunjukkan angka 5.7-6.4%.

23
24
2.3.5. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Adapun komplikasi yang sering terjadi dan perlu di waspadai;8
a. Hipoglikemia, ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan berkunang-kunang, pandangan gelap, keringat dingin,
detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Pada hipoglikemi, kadar
glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dL, walaupun pada orang
tertentu ada yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemi pada kadar glukosa
plasma diatas 50 mg/dL. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak
dapat berfungsi bahkan dapat rusak.
b. Hiperglikemia, keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Hiperglikemi ditandai dengan adanya polyuria, polidipsi, polifagia, kelelahan
yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Hiperglikemi yang berlangsung
lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolism yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik, dan HHS.
c. Komplikasi makrovaskular. Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang
umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung coroner,
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Karena
penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya pada penderita diabetes,
maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan dan sangat
penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol
dan lipid darah.
d. Komplikasi mikrovaskular. Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi
pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemi yang persisten dan pembentukan
protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh
darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya
komplikasi-komplikasi kecil, seperti retinopati, nefropati, dan neuropati.
Ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetic. Namun, demikian

25
predictor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama
(durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Pengendalian intensif dengan
menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang
disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko
timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.
2.3.6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Untuk mencapai target pengobatan yang efektif, terdapat beberapa golongan yang
sering dipakai, yakni:5,10
a. Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue)
 Golongan sulfonylurea. Obat golongan ini sudah digunakan untuk
pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai
terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama
bila konsentrasi glukosa darah tinggi. Obat yang tersedia meliputi
sulfonylurea generasi pertama (asetoheksimid, klorpropramid,
tolbutamid, tolazamid), generasi kedua (glipiizid, glikazid,
glibenklamid, glikuidon, gliklopiramid), dan generasi ketia
(glimepiride). Namun sulfonylurea generasi pertama sudah sangat
jarang digunakan karena efek hipoglikemi yang terlalu hebat. Obat
golongan sulfonylurea mempunyai efek hipoglikemi yang tidak sama.
Hal ini tergantung pada kekuatan ikatan antara obat dengan reseptornya
di membrane sel, contohnya glibenklamid. Efek samping utama adalah
hipoglikemi dan peningkatan berat badan. Meski masa paruhnya
pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikeminya berlangsung 12-24 jam.
Sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Karena hampir semua
sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal,
sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien DM tipe 2 dengan
gangguan fungsi hepar atau gangguan fungsi ginjal berat. Pasien-pasien
DMT2 usia lanjut, pada pemberian sulfonylurea harus diwaspadai akan
timbulnya hipoglikemia pada lansia disebabkan oleh karena metabolism
sulfonylurea lebih lambat. Hipoglikemi pada lansia tidak mudah
dikenali karena timbulnya perlahan tanpa tanda akut dan dapat

26
menimbulkan gangguan pada otak sampai koma.

 Glinid. Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea,


dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivate asam
benzoate) dan nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin.
 Metformin. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (Glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian
besar kasus DMT2. Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1.73m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapakeadaan seperti: GFR <30
ml/menit/1.73 m2), adanya gangguan hati berat, pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya pada penyakit serebrovaskular,
sepsis, renjatan, PPOK, gagal, jantung). Efek samping yang mungkin
berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dyspepsia.
Pada pasien diabetes yang gemuk, metformin dapat menurunkan BB.
Metformin akan diabsorbsi di usus kemudian masuk ke dalam sirkulasi,
di dalam sirkulasi metformin tidak terikat protein plasma, ekskresinya
melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.
Penggunaan metformin aman pada lansia karena tidak mempunyai efek
hipoglikemi.

 Golongan tiazolidinedion (agonis paroxisime proliferator activated


receptor gamma, suatu reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak dan
hati). Obat golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa dijaringan perifer. Tiazolidinedion dapat

27
menurunkan kadar HbA1c (1-1.5%), meningkatkan HDL, efeknya pada
trigliserida dan LDL bervariasi. Tiazolidinedion dikontraindikasikan
pada penderita gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dapat memperberat
edema/retensi cairan. Efek samping tiazolidinedion antara lain
peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma, dan
memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada
penggunaan kombinasi tiazolidinedion bersama insulin. Hipoglikemi
pada penggunaan monoterapi jarang terjadi. Terapi glitazone dikaitkan
dengan peningkatan risiko fraktur baik pada wanita maupun pria.
Insiden fraktur ekstremitas bawah pada wanita yang telah menopause
dilaporkan meningkat dengan penggunaan glotazone ini. Pemakaian
glitazone juga dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan hati
berat, sehingga penggunaannya dihentikan apabila terdapat kenaikan
enzim hati lebih dari tiga kali nilai normal. Penggunaanya pada lansia
tidak dianjurkan.
c. Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan.
 Penghambat alfa glukoronidase. Obat ini bekerja dengan memperlambat
absorpsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan. Efek sampingnya berupa gejala
gastrointestinal, seperti meteorismus, diare, dan flatulence akibat penumpukan
gas dalam usus. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose. Acarbose
mengalami metabolisme pada saluran pencernaan oleh flora mikrobiologis,
hidrolisis intestinal, dan aktifitas enzim pencernaan. Inhibisi kerja enzim ini
secara efektif dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa setelah makan
pada pasien DMT2. Penggunaan acarbose pada lansia relative aman
karena tidak akan merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat
menyebabkan hipoglikemi. Acarbose dikontraindikasikan pada penyakit
irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati, dan gangguan
fungsi ginjal yang lanjut dengan lajur filtrasi glomerulus <= 30 mL/min/1.37
m.
 DPP-4 inhibitor. Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim

28
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide -1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivasi GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
Incretin merupakan jenis peptide yang diekskresikan oleh usus halus sebagai
respon terhadap makanan pada usus. Ada dua jenis peptide yang tergolong
incretin yang berpengaruh terhadap metabolismee glukosa yakni GLP-1
(Glukagon Like Peptida-1) dan GIP ( Glucose dependent Insulinotropic
Peptida). Diantara keduanya, GLP-1 lebih penting dalam metabolism glukosa.
GLP-1 berperan meningkatkan sekresi insulin, sekaligus menekan sekresi
glucagon. Keduanya menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Setelah
disekresikan di usus halus (ileum), GLP-1 memasuki peredaran darah dan aktif
bekerja dalam meningkatkan proses sekresi insulin dan menekan sekresi
glucagon. Akan tetapi, GLP-1 tidak dapat bertahan lama didalam darah (waktu
paru 1-2 menit) karena segera dihancurkan oleh enzim DPP-4 (dipeptidyl
peptidase-4). Salah satu upaya untuk mempertahankan GLP-1 lebih lama
didalam darah adalah dengan menekan enzim DPP-4 yakni dengan
menggunakan DPP-4 inhibitor. Dengan demikian, aktifitas GLP-1 meningkat.
Pada saat ini golongan DPP-4 inhibitor yang beredar di Indonesia adalah
sitagliptin, vildagliptin dan linagliptin. Penggunaan DPP-4 inhibitor sebagai
terapi tunggal memberi efek positif dalam menurunkan HbA1c. Penggunaan
DPP-4 inhibitor jangka panjang menyebabkan efek samping yang rendah
meliputi hipoglikemia, gangguan saluran pencernaan, peningkatan berat
badan, dan edema. Obat golongan DPP-4 inhibitor diberikan dengan
penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan fungsi ginjal
yang berat.

 SGLT-2 Inhibitor. Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral


jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa
SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini adalah empaglifozin,
canaglifozin, dan dapaglifozin.

29
2.3.7. Penggunaan Insulin pada Pasien Rawat Jalan
Pemberian terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis. Defisiensi insulin dapat berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
(setelah makan), atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial menyebabkan
timbulnya hiperglikemia setelah makan. Pemberian insulin basal merupakan salah
satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum
makan. Oleh karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi
oleh kadar glukosa puasa, maka diharapkan dengan menurunkan glukosa basal, kadar
glukosa darah setelah makan juga ikut turun. 10
Insulin dapat diberikan pada semua pasien DMT2 dengan control glikemik yang
buruk. Insulin juga dapat diberikan pada kasus-kasus DMT2 yang baru dikenal dengan
penurunan berat badan yang hebat, Hba1c >9% dengan kondisi dekompensasi metabolic,
hiperglikemi hyperosmolar non ketotik, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stress berat (infeksi sistemik, stroke), gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, keadaan krisis hiperglikemi, dan dalam
keadaan ketosis. Penyuntikan dilakukan pada daerah perut sekitar pusat sampai
kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua paha bagian luar.
Dalam menggunakan insulin, dosis dinaikan secara bertahap. Apabila kadar glukosa
darah belum terkontrol, titrasi dosis dapat dilakukan setiap 2-3 hari. Cara mentitrasi dosis
insulin basal:5,10
a. Naikan dosis 2 unit bila glukosa darah puasa diatas 126 mg/dl
b. Naikan dosis 4 unit glukosa darah puasanya diatas 144 mg/dl
Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai kadar
glukosa darah puasa mencapai kadar yang diinginkan (Lihat table 4). Jika nilai
HbA1c masih belum mencapai target, setelah kadar glukosa darah puasa
terkendali dengan regimen basal insulin, maka dibutuhkan insulin lain untuk
menurunkan HbA1c, yaitu dengan menambahkan insulin prandial disebut
dengan terapi basal plus. Jika dengan pemberian cara diatas belum mendapatkan
hasil yang optimal, maka pemberian insulin kerja cepat dapat diberikan setiap
mau makan. Cara pemberian insulin seperti ini disebut dengan basal bolus. Terapi
insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons

30
individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
harian baik glukosa darah puasa maupun glukosa darah setelah makan.10

2.3.8. Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2


Terdapat tiga pencegahan diabetes mellitus tipe 2, antara lain;5

 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Mencegah faktor-faktor resiko
yang bisa dimodifikasi (misalnya BB lebih atau IMT>= 23kg/m2, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi >140/90 mmHg, dislipidemi dengan HDL <35 mg/dL
atau Trigliserida >250 mg/dL, unhealthy diet). Pencegahan primer dilakukan
dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan untuk kelompok
masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio- ekonomi penyakit
ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya.

 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah terdiagnosa DM. tindakan pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengendalian faktor risiko penyulit yang lain dengan
pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit
merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal
pengelolaan penyakit DM. Program penyuluhan memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan
sehingga mencapai target terapi yang diharapkan.

 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang


diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya

31
kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin
sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang
dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier
memerlukan pelayanan kesehatan komperhensif dan terintegrasi antar disiplin
yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerja sama yang baik antara para
ahli diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah, gizi, dan
sebagainya) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan
tersier.

32
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Mini Project


Pendaftaran dan sistem informasi puskesmas masih menggunakan
sistem yang manual, sehingga pembuatan sistem pendaftaran dan
informasi dibuat berbasis website yang mudah diakses oleh masyarakat.
3.2. Waktu dan Tempat Mini Project
Mini project ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2021 di
Puskesmas Paal X Kota Jambi dengan berbasis website
www.puskesmaspaalx.com.
3.3. Populasi Mini Project
Populasi mini project sebanyak 606,20 ribu jiwa yang berada di
Kota Jambi Provinsi Jambi.
3.4. Subjek Mini Project
Subjek mini project sebanyak 27.834 jiwa yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Paal X Kota Jambi.

33
BAB IV
IMPLEMENTASI PROGRAM

4.1 Beranda
Desain dari pembuatan website company profile UPTD Puskesmas
Paal X adalah adalah sebagai berikut:

4.1.1. Halaman Utama


Halaman Utama adalah tampilan saat pengguna mengetikkan
alamat website www.puskesmaspaalx.com.

34
4.1.2. Berita Terkini Puskesmas Paal X
Pada menu ini terdapat berita-berita terbaru dan kegiatan yang
sedang atau akan berjalan di Puskesmas Paal X.

35
4.1.3. Kritik dan Saran
Menu ini merupakan media bagi para pengguna untuk
menyampaikan kritik dan saran untuk Puskesmas Paal X.

36
4.2. Profile Puskesmas
4.2.1. Data Geografis
Menu ini menjelaskan mengenai letak geografis UPTD Puskesmas
Paal X. Disini juga terdapat informasi mengenai batas wilayah kerja
Puskesmas Paal X dan Peta Wilayah Puskesmas Paal X.

4.2.2. Visi Misi Puskesmas

37
4.2.3. Galeri
Pada menu ini terdapat hasil dokumentasi dari kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan oleh Puskesmas Paal X.

38
4.3. Pendaftaran dan Layanan
Pada menu ini terdapat link pendaftaran untuk berobat ke
Puskesmas Paal X. Link pendaftaran berobat secara online menggunakan
google form yang nantinya data akan terekam di email Puskesmas Paal X.
Dengan fitur ini diharapkan dapat mempermudah pengguna dalam
mengakses layanan pengobatan di Puskesmas Paal X.

39
40
Pada menu ini terdapat penjelasan mengenai layanan pengobatan di
puskesmas, jam kerja, syarat dan ketentuan layanan, serta penjelasan
mengenai poli yang ada di Puskesmas Paal X.

41
4.4. Promosi Kesehatan
Pada menu ini terdapat beberapa poster promosi kesehatan beserta
penjelasannya, serta terhubung juga dengan link terkait.

42
4.5. Tanya Dokter
Pada menu ini terdapat fitur untuk berkonsultasi secara online.
Pengguna dapat mengajukan pertanyaan melalui kolom yang sudah
disediakan dengan terlebih dahulu memasukkan data identitas pengguna.
Dengan adanya fitur ini diharapkan pengguna berkesempatan untuk
mendapatkan layanan pengobatan jarak jauh.

43
4.6. Footer
Pada menu ini terdapat kontak Puskesmas Paal X dan beberapa link
terkait, serta alamat Puskesmas Paal X yang terhubung langsung dengan
google maps sehingga memudahkan pengguna yang akan datang ke
Puskesmas Paal X.

44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisa dan perancangan, serta implementasi
terhadap website company profile berbasis web pada Puskesmas Paal X,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
- Web merupakan salah satu sumber informasi yang banyak dipakai.
Sebagai suatu aplikasi, web dibuat dengan tujuan agar pemakai dapat
berinteraksi dengan penyedia informasi dengan mudah dan cepat,
yaitu melalui dunia internet. Aplikasi web tidak lagi terbatas sebagai
pemberi informasi informasi statis, melainkan juga mampu
memberikan informasi dinamis.
- Dalam web ini yang ditonjolkan adalah informasi yang lengkap agar
masyarakat dapat menerima dan memahami isi interaktif tersebut.
- Terciptanya sebuah sistem informasi pada Puskesmas Paal X berbasis
web diharapkan dapat digunakan secara optimal sehingga dapat
membantu dalam memberikan pelayanan sistem informasi yang
lengkap, efektif dan efisien.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang sudah dibuat, ada beberapa saran
untuk pengembangan system selanjutnya:
- Penulis memiliki saran dalam pengembangan sistem ini kedepannya,
yaitu sistem dapat dikembangkan lebih lanjut dengan tambahan
informasi yang lebih lengkap lagi yang pastinya bisa lebih
bermanfaat bagi pengelola dan pengguna website tersebut
memanfaatkan website profile ini dengan optimal.
- Dengan adanya laporan tugas mini project yang telah dibuat
diharapkan Puskesmas Paal X dapat memanfaatkan program ini.
- Agar website ini dapat ditampilkan dengan optimal maka diperlukan
adanya dukungan perangkat keras dan perangkat lunak yang

45
memadai.

46
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun. 2014.
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. 2014,
2. Ilham Akhsanu Ridlo. (2012). Turnover karyawan “kajian literatur”.
Surabaya : Public Health Movement Publication
3. Ali, P. B. dkk. 2018, Penguatan Pelayanan Dasar di Puskesmas. Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas
4. Hulu, V.T. et al. (2020). Promosi Kesehatan Masyarakat. Medan: Yayasan
Kita. Menulis
5. Hari Diabetes Sedunia [Internet]. Pusat Data dan Informasi
Kementerian RI. 2018 [cited 12 June 2019. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/hari-
diabetes- sedunia-2018.pdf.
6. Fathurohman I & Fadhilah M. Gambaran Tingkat Risiko dan Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Buaran, Serpong.
Jurnal Kedokteran Yarsi: Serpong. 2016; 24 (3).h.186-202.
7. World Health Organisation. Diabetes Facts and Numbers Indonesian. Diambil
pada tanggal 5 July 2019. Available from URL:
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-
numbers- indonesian.pdf
8. Jonathan K, Kuswinarti, Soetedjo NNM. Pola penggunaan antidiabetes oral
pasien diabetes mellitus tipe 2 di bagian penyakit dalam RSUD kota Bandung
tahun 2017. Cermin Dunia Kedokteran. 2019; 46 (6).h.407-13.
9. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suatika K, dkk. Konsensus
pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PB PERKENI; 2015.h.1-82.

47

Anda mungkin juga menyukai