Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN KEGIATAN MINI PROYEK

DETEKSI FAKTOR RISIKO STUNTING DAN INTERVENSI


PENYULUHAN GIZI DI DESA JATISAWIT

Oleh :
dr. Puti Hasana Kasih
dr. Dhea Danni Agisty
dr. Ageng Bella Dinata
dr.Laily Shofa
dr. Niliona Phatanggu

Pendamping :
dr. Hawa Masfufah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS BUMIAYU
KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN MINI PROYEK

DETEKSI FAKTOR RISIKO STUNTING DAN INTERVENSI


PENYULUHAN GIZI DI DESA JATISAWIT

Oleh :
dr. Puti Hasana Kasih
dr. Dhea Danni Agisty
dr. Ageng Bella Dinata
dr.Laily Shofa
dr. Niliona Phatanggu

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


Program Internsip Dokter Indonesia
Di Puskesmas Bumiayu

Disetujui dan disahkan


Bumiayu, 23 Januari 2019

Mengetahui,
Pendamping Internsip

dr. Hawa Masfufah

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
BAB I LATAR BELAKANG .................................................................. 1
BAB II PERMASALAHAN ...................................................................... 4
2.1 Data Demografi Desa Jatisawit .............................................. 4
2.2 Situasi Ibu Hamil dan Balita Desa Jatisawit .......................... 4
2.1.1 Karakteristik Umum ..................................................... 4
2.1.2 Asupan Energi ............................................................... 5
2.1.3 Berat Badan Lahir ........................................................ 7
2.1.4 ASI Ekslusif .................................................................. 8
2.1.5 Pelayanan Kesehatan Baduta dan Balita ....................... 10
2.3 Situasi Ibu Desa Jatisawit ...................................................... 16
2.3.1 Karakteristik Umum ..................................................... 16
2.3.2 Pengetahuan Ibu ............................................................ 17
2.4 Situasi Lingkungan Desa Jatisawit ........................................ 19
2.4.1 Sanitasi dan Ketersediaan Air Bersih............................ 20
2.4.2 Tingkat Pendapatan Keluarga ....................................... 21
BAB III URAIAN MASALAH .................................................................. 23
3.1 Identifikasi Masalah ............................................................... 23
3.2 Prioritas Masalah................................................................... 24
3.2.1 Kriteria seriousness ....................................................... 24
3.2.2 Kriteria seriousness ....................................................... 24
3.2.3 Kriteria growth .............................................................. 25
3.3 Analisis Penyebab Masalah ................................................... 27
3.4 Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah dengan
Menggunakan Fishbone Analysis .......................................... 30
3.5 Prioritas Penyebab Masalah .................................................... 31
3.6 Alternatif Pemecahan Masalah ............................................... 37
3.7 Pengambilan Keputusan ......................................................... 40

iii
BAB IV RENCANA INTERVENSI ........................................................... 44
4.1 Latar Belakang ....................................................................... 44
4.2 Tujuan Kegiatan ..................................................................... 45
4.2.1 Tujuan Umum ............................................................... 45
4.2.2 Tujuan Khusus .............................................................. 45
4.3 Peserta .................................................................................... 46
4.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................ 46
4.5 Sumber Pembiayaan ............................................................... 46
4.6 Pelaksanaan Kegiatan ............................................................ 46
4.6.1 Materi ........................................................................... 46
4.6.2 Rundown Acara ............................................................ 46
4.7 Rencana Anggaran ................................................................. 47
BAB V PELAKSANAAN KEGIATAN.................................................... 48
5.1 Nama Kegiatan ....................................................................... 48
5.2 Tujuan Kegiatan ..................................................................... 48
5.3 Tempat Pelaksanaan ............................................................... 48
5.4 Waktu Pelaksanaan ................................................................ 48
5.5 Sasaran Kegiatan .................................................................... 49
5.6 Penanggung Jawab Kegiatan ................................................. 49
5.7 Pelaksanaan Kegiatan ............................................................ 49
BAB VI HASIL KEGIATAN ..................................................................... 51
BAB VII PEMBAHASAN ........................................................................... 54
BAB VIII KESIMPULAN ............................................................................. 60
8.1 Monitoring Dan Evaluasi ........................................................ 60
8.2 Kesimpulan ............................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I
LATAR BELAKANG

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 memperlihatkan


bahwa prevalensi Balita gizi kurang dan gizi buruk (berat badan menurut panjang
badan atau tinggi badan dibawah standar) pada anak usia di bawah lima tahun
mengalami penurunan sebanyak 2,1%. Pada tahun 2013 proporsi Balita gizi
kurang dan gizi buruk masing-masing sebanyak 13,9% dan 5,7%. Angka ini
mengalami penurunan pada tahun 2018 menjadi 13,8% untuk gizi kurang dan
3,9% untuk gizi buruk. Selain masalah status gizi, prevalensi anak pendek (Tinggi
Badan menurut Umur di bawah standar yang untuk selanjutnya disebut stunting)
di Indonesia masih cukup tinggi. Prevalensi stunting secara nasional tahun 2018
adalah 30,8%, yang terbagi atas kategori pendek (19,3%) dan sangat pendek
(11,5%). Dari data Riskesdas 2018 tersebut diperkirakan sebesar 9 juta anak
Indonesia dikategorikan stunting. Prevalensi stunting tahun 2018 ini mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2013 (37,2 %) dan 2010 (36,8%).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita
dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai Z-scorenya kurang dari -2SD/standar
deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted).
Masalah Balita pendek dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/Balita, termasuk penyakit yang
diderita selama masa Balita. Stunting juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang
secara tidak langsung mempengaruhi antara lain: kurangnya pengasuhan,
penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, terbatasnya akses

1
terhadap pangan dan kemiskinan. Stunting terkait erat dengan gangguan
perkembangan kognitif dan produktivitas.Anak stunting pada masa dewasa
seringkali mengalami keterbatasan fisik, mudah terserang penyakit menular dan
tidak menular serta rendahnya kemampuan kognitif yang menyebabkan hilangnya
kesempatan kerja.Semua hal tersebut bersama-sama meminimalkan potensi
penghasilan seumur hidupnya.
Indonesia termasuk di dalam 17 negara diantara 117 negara di dunia yang
mempunyai prevalensi stunting tertinggi (WHO, 2014).Di Indonesia terdapat 18
provinsi dengan prevalensi stunting yang tinggi (30% - < 40%), dan Jawa Tengah
merupakan salah satu diantaranya dengan prevalensi setinggi 28% (Riskesdas,
2018). Hasil PSG tahun 2017 menunjukan prevalensi stunting pada populasi balita
di Indonesia sebesar 29.6% yang terdiri dari 9,8% balita mempunyai status gizi
sangat pendek dan 19,8% balita mempunyai status gizi pendek. Persentase
stunting atau pendek (sangat pendek dan pendek) pada kelompok balita ini lebih
tinggi dibandingkan kelompok baduta (20,1%). Sedangkan untuk wilayah Jawa
Tengah, prevalensi balita stunting adalah sebesar 28.5%. Salah satu kabupaten
yang memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi adalah Kabupaten Brebes,
yakni sebesar 32,7% (PSG, 2017). Tingginya angka tersebut, menempatkan
Kabupaten Brebes kedalam sepuluh besar kabupaten prioritas penanggulangan
stunting dari 100 kabupaten di seluruh Indonesia yang akan diintervensi pada
tahun 2018.
Upaya penurunan prevalensi balita pendek di Indoneisa menjadi salah satu
dari empat prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran
pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015
– 2019, dengan target penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek)
pada anak baduta (bawah 2 tahun) menjadi maksimal 28% pada tahun 2019.
Dalam jangka panjang, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan prevalensi
stunting sebesar 40% pada tahun 2025.
Terdapat 10 desa dari 297 desa se-Kabupaten Brebes yang akan mendapat
prioritas intervensi. Dari sepuluh desa tersebut, empat desa yaitu Desa Jatisawit,
Kalilangkap, Kalinusu, Pruwatan berada di Kecamatan Bumiayu.Salah satu desa

2
yang memiliki angka stunting yang tinggi adalah Desa Jatisawit.Berdasarkan data
dari Puskesmas Bumiayu pada Bulan Desember tahun 2018, di Desa Jatisawit
terdapat 25 dari 521 (4.79%) balita yang mengalami stunting. Tingginya
prevalensi stunting di wilayah kerja Puskesmas Bumiayu salah satunya di desa
Jatisawit ini perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apa saja
yang menjadi permasalahan dan kemungkinan pemecahan masalah yang dapat
dilakukan. Pada mini proyek ini kami memfokuskan pembahasan pada kelompok
yang termasuk kategori 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan
balita.Kelompok yang termasuk kedalam kategori 1000 HPK diantaranya adalah
ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-24 bulan. Periode 1000 HPK kehidupan (270
hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan
merupakan “periode emas”, “periode kritis”, dan “window of opportunity” untuk
melakukan upaya intervensi gizi. Penanggulangan balita pendek yang paling
efektif dilakukan pada ”periode emas” ini karena pada usia tersebut sinaps saraf
berkembang lebih optimal. Namun, upaya penanggulangan balita stunting tidak
hanya terbatas pada usia tersebut, namun dapat dilakukan hingga usia 59 bulan.
Bentuk intervensi yang bisa dilakukan pada balita stuntig yang telah melewati
1000 HPK adalah memberi stimulasi, imunisasi, pemberian makanan yang cukup
jumlah dan kualitas, pencegahan penyakit infeksi dan PHBS. Upaya bertujuan
agar kondisi balita yang berisiko mengalami stunting atau mengalami stunting
tidak semakin memburuk.

3
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Data Demografi Desa Jatisawit


Bumiayu adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Brebes Jawa
Tengah yang berada di bagian selatan, dengan jarak tempuh 73.690 km
dari pusat Kabupaten Brebes. Kecamatan ini berada di daerah dataran
tinggi dan mempunyai ketinggian 156 m dari permukaan air laut, dengan
batas sebelah utara Kecamatan Tonjong dan Sirampog, sebelah selatan
Kecamatan Bantarkawung dan Paguyangan, sebelah barat Kecamatan
Ketanggungan. Letaknya antara 6 49' - 6 53' Lintang Selatan dan antara
108 53' - 109 0' Bujur Timur, dengan luas wilayah 7.369 hektar, terbagi
menjadi lahan sawah sebesar 2.814 hektar (38,19%) dan lahan bukan
sawah sebesar 4.555 hektar (61,81%). Kecamatan Bumiayu dilalui jalur
transportasi utama Tegal-Purwokerto, serta jalur kereta api Jakarta-
Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta-Surabaya. Letaknya yang sangat strategis
membuat Kecamatan Bumiayu dapat berkembang dengan pesat.
Desa Jatisawit merupakan salah satu desa di Kecamatan Bumiayu.
Jatisawit merupakan pusat kota kecamatan Bumiayu dengan luas wilayah
sebesar 218 hektar yang terbagi menjadi 122 hektar area persawahan dan
96 hektar lahan bukan sawah.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Kabupaten Brebes, jumlah penduduk Desa Jatisawit adalah sebesar 7.823
orang dengan kepadatan penduduk mencapai 3.589 jiwa/km2

2.2 Situasi Ibu Hamil dan Balita Desa Jatisawit


2.1.1 Karakteristik Umum
Berdasarkan data dari Puskesmas Bumiayu pada Bulan Desember 2018,
diketahui jumlah ibu hamil di Desa Jatisawit sebanyak 60 orang, sedangkan untuk
jumlah balita (0 bulan - 59 bulan) adalah sebanyak 364 balita. Berdasarkan data di
posyandu, jumlah balita yang berkunjung ke posyandu pada Bulan Januari 2019
adalah sebanyak 288 balita.

4
Pada mini project ini, pengamatan dilakukan pada 178 orangtua balita
yang bersedia mengisi kuesioner pada saat mengikuti posyandu di Desa Jatisawit
pada Bulan Januari 2019. Dua puluh lima orang diantaranya merupakan orangtua
yang memiliki balita stunting.
Berdasarkan data, diketahui balita yang mengalami stunting termuda
berusia 15 bulan dan 55 bulan sebagai usia paling tua. Rerata usia balita yang
mengalami stunting adalah 36,64 bulan. Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 16
balita stunting merupakan laki-laki dan 9 lainnya memiliki jenis kelamin
perempuan.

Penyebaran Balita stunting berdasarkan RW


8

0
RW 1 RW 2 RW 3 RW 4 RW 5 RW 6 RW 7 RW 8

Pendek sangat pendek

Gambar 1. Jumlah Balita stunting berdasarkan RW


Gambar di atas memperlihatkan distribusi balita stunting (pendek dan
sangat pendek) di Desa Jatisawit pada bulan Januari 2019.Jumlah baduta stunting
tertinggi adalah di RW 7 dan RW 8 yaitu sebanyak masing-masing 7
balita.Prevalensi balita sangat pendek ditemukan sebanyak 1 orang balita di RW 6.

2.1.2 Asupan Energi


Pemilihan dan konsumsi makanan yang baik akan berpengaruh pada
terpenuhinya kebutuhan gizi sehari-hari untuk menjalankan dan menjaga fungsi
normal tubuh. Sebaliknya, jika makanan yang dipilih dan dikonsumsi tidak sesuai
(baik kualitas maupun kuantitasnya), maka tubuh akan kekurangan zat-zat gizi
esensial tertentu.

5
Langkah awal untuk mengevaluasi kegagalan pertumbuhan yang terjadi
pada anak adalah dengan mengevaluasi kecukupan energi dan nutrisi yang ada
pada makanan yang dikonsumsi. Asupan makanan akan berpengaruh terhadap
status gizi dan akan optimal jika tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
diperlukan, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik dan otak serta
perkembangan psikomotorik secara optimal. Batas minimal asupan energi per hari
adalah 70% dari AKG dan batas minimal asupan protein per hari adalah 80% dari
AKG. Untuk memelihara kesehatan yang baik suatu penduduk, rata-rata konsumsi
energi makanan sehari adalah 10 – 20% berasal dari protein, 20 – 30% berasal
dari lemak dan 50 – 60% berasal dari karbohidrat.

Tabel 1
Angka kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat Pada Balita

Golongan Energi Protein Karbohidrat Lemak


Umur (kkal) (gr) (gr) (gr)
0-6 bulan 550 12 58 34
7-11 bulan 725 18 82 36
1-3 tahun 1125 26 155 44
4-6 tahun 1600 35 220 62

Sumber: Kemenkes (2013)

Penentuan jumlah asupan dan angka kecukupan gizi harian balita sehari-
hari biasa dilakukan dengan metode food recall, namun pada penelitian ini sangat
sulit untuk dilakukan food recall karena kemampuan mengingat ibu yang terbatas,
sulitnya menentukan takaran pasti makanan yang dikonsumsi dan keterbatasan
pengetahuan peneliti tentang kandungan gizi bahan makanan yang dikonsumsi
balita sehari-hari. Walaupun tidak didapatkan hasil pasti mengenai jumlah asupan
gizi balita, namun dari wawancara kami terhadap orangtua balita diketahui bahwa
dalam pemberian makanan sehari-hari orangtua hanya berfokus pada kuantitas
atau frekuensi pemberian makanan, sehingga tidak terlalu memperhatikan kualitas
atau kandungan gizi makanan yang diberikan. Salah satu orangtua balita
mengatakan “lupa diwehi apa bae bu, tapi biasane anak ya dikasih ASI, nasi
kambih duduh sayur dan telor, kadang ya kalau ada ya diweih iwak. Sedina ya 2-

6
3 kali makan trus biasane diselingi jajanan cemilan”. Orangtua balita lainnya
juga mengatakan “ biasane makanan pendamping ASI mung sejenis tok, kaya
misal sedina kuwe mangane mung gandul tok atau pisang tok atau bubur beras
tok”. Beberapa orangtua balita lainnya juga mengatakan hal yang serupa.Dari
pernyataan tersebut bisa diketahui bahwa orangtua balita tidak terlalu
memperhatikan kandungan makanan yang mereka berikan.Orangtua juga
seringkali memberikan menu makanan tunggal untuk baduta mereka di awal
waktu MPASI.Karena adanya keterbatasan dan bias dalam pengukuran asupan
gizi Balita ini, maka peneliti belum bisa menilai asupan gizi balita tersebut
mencukupi atau tidak.

2.1.3 Berat Badan Lahir


Berat lahir dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan
normal.Disebut dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) jika berat lahirnya <2500
gram. Berat badan lahir berkontribusi mengurangi pertumbuhan anak dalam 2
tahun pertama kehidupan, dan dapat menyebabkan terjadinya stunting pada usia 2
tahun, dan berujung pada rendahnya tinggi badan saat dewasa. BBLR juga
diketahui dapat meningkatkan risiko kematian dan gangguan perkembangan anak
terutama gangguan kognitif.Efek negatif berat lahir rendah pada perkembangan
intelektual terutama terjadi pada kelompok sosial ekonomi rendah, dan dapat
diatasi dengan perbaikan lingkungan serta asupan makanan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner, sebanyak 163 dari 178
balita terlahir dengan berat badan lahir normal, sedangkan 15 orang balita lainnya
berat badan lahir rendah. Pada balita yang mengalami stunting, 3 orang
diantaranya (12%) memiliki berat badan lahir rendah dan 22 balitanya (88%)
memiliki berat badan lahir normal.

7
BBLC BBLR

141

22
12

3
NORMAL STUNTING

Gambar 2.Status Berat Badan Lahir Balita yang Mengisi Kuesioner Saat Hadir di
Posyandu Jatisawit pada Bulan Januari 2019

BBLC BBLR

12%

88%

Gambar 3.Persentase Status Berat Badan Lahir Balita yang Mengalami Stunting di Desa Jatisawit
Bulan Januari 2019.

2.1.4 ASI Ekslusif


Pada bayi, ASI sangat berperan dalam pemenuhan nutrisinya.Konsumsi
ASI juga meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga menurunkan risiko
penyakit infeksi. Sampai usia 6 bulan, bayi direkomendasikan hanya
mengonsumsi Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. ASI merupakan satu-satunya
makanan ideal yang terbaik dan paling sempurna bagi bayi untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis bayi yang sedang tumbuh dan berkembang.ASI

8
mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi, lengkap kandungan gizinya dan
mengandung zat kekebalan yang mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit
infeksi.
Didalam ASI terdapat kolostrum yang merupakan cairan emas, cairan
pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yang dikeluarkan pada
hari pertama dan kedua setelah melahirkan.Kolostrum lebih banyak mengandung
protein dan zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matang
(mature). Cairan emas yang encer dan berwarna kuning atau jenuh yang lebih
menyerupai darah daripada susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai
sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit.
Berdasarkan data kuesioner yang diisi oleh 178 orangtua balita, didapatkan
jumlah balita di Desa Jatisawit yang diberikan ASI ekslusif adalah sebanyak
orang 112 (66%) dan sisanya 66 (34%) orang balita tidak mendapatkan ASI
eksklusif. Data tersebut juga menunjukkan bahwa 14 dari 25 balita stunting (56%)
tidak mendapatkan ASI eksklusif. Para ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif
kepada bayi mereka memiliki alasan bahwa ASI sulit keluar sehingga
memberikan susu formula sebagai tambahan. Beberapa ibu juga mengatakan
bahwa berat badan anak mereka sulit naik atau tidak naik signifikan, sehingga
mereka memutuskan sendiri (tanpa berkonsultasi dengan dokter) untuk
memberikan tambahan susu formula.

Ya Tidak
101

52
14
11

STUNTING NORMAL

9
Gambar 4.Status Pemberian ASI Eksklusif pada Seluruh Balita yang Mengisi Kuesioner
Saat Hadir di Posyandu Jatisawitpada Bulan Januari 2019

44%
56%

Iya
Tidak

Gambar 5. Persentase Pemberian ASI Eksklusif pada Balita yang Mengalami Stunting di Desa
Jatisawit pada Bulan Januari 2019

2.1.5 Pelayanan Kesehatan Baduta dan Balita


Pelayanan kesehatan yang baik pada baduta akan meningkatkan kualitas
pertumbuhan dan perkembangan baduta, baik pelayanan kesehatan ketika sehat
maupun saat dalam kondisi sakit. Dalam program kesehatan anak, yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan pada bayi minimal
4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, 1 kali
pada umur 6-8 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan. Pelayanan Kesehatan
tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4,
Campak), pemantauan pertumbuhan, Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK), pemberian vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan,
penyuluhan pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP ASI).
Sedangkan pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan
bagi anak umur 12 - 59 bulan yang memperoleh pelayanan sesuai standar,
meliputi pemantauan pertumbuhan meliputi pemantauan berat badan (BB)
minimal 8 kali setahun dan pemantauan tinggi badan (TB) minimal 2 kali setahun,
pemantauan perkembangan minimal 2 kali setahun, pemberian vitamin A 2 kali
setahun. Gambaran pelayanan kesehatan pada balita di Desa Jatisawit adalah
sebagai berikut:

10
a. Status Imunisasi Balita
Dari total 178 balita yang berkunjung ke Posyandu di 8 RW di Jatisawit,
didapatkan data bahwa 2 balita tidak diimunisasi sama sekali dengan alasan
orangtua Balit atidak mau anaknya diberikan vaksin. Sedangkan 12 balita
mendapatkan vaksin tapi tidak lengkap sesuai usia dan 165 orang balita
lainnya mendapatkan vaksin lengkap sesuai usia. Pemberian imunisasi yang
tidak lengkap dikarenakan beberapa faktor diantaranya, balita sakit, vaksin
tidak tersedia di posyandu sehingga harus ke puskesmas, tidak hadir saat
posyandu karena berbagai kondisi sehingga pemberian vaksin terlambat atau
tidak diberikan.
Pada balita yang mengalami stunting diketahui 1 dari 25 balita (4%)
tidak pernah mendapatkan vaksin sama sekali, 6 orang (24%) mendapatkan
imunisasi tapi tidak lengkap, dan 18 balita (72%) lainnya mendapatkan
imunisasi lengkap sesuai usia. Gambar dibawah ini menunjukkan data
mengenai status imunisasi pada seluruh balita yang mengisi kuesioner,
termasuk diantaranya balita yang mengalami stunting.

Imunisasi Lengkap
Imunisasi Tidak Lengkap
Tidak Imunisasi
147

18
6

6
1

NORMAL STUNTING

Gambar 6. Status Imunisasi Balita yang Mengisi Kuesinoner saat Hadir di Posyandu
Jatisawit pada Bulan Januari 2019

11
4%
24%

72%

imunisasi lengkap
Imunisasi tidak lengkap
Tidak imunisasi

Gambar 7.Persentase Status Imunisasi Balita yang Mengalami Stunting di Desa Jatisawit
Bulan Januari 2019.
b. Status Pemberian Vitamin A
Berdasarkan data dari 178 orangtua balita yang mengisi kuesioner saat hadir
di Posyandu Jatisawit pada Bulan Januari 2019, didapatkan hasil bahwa
sebanyak 26 balita belum mendapat pemberian vitamin A sesuai usia dan 152
balita lainnya telah mendapatkan vitamin A sesuai usia. Keterlambatan ini
disebabkan karena balita tidak datang saat jadwal pembagian imunisasi di
posyandu. Pada kelompok balita yang mengalami stunting, 4 diantaranya
(16%) diketahui tidak mendapatkan Vitamin A sesuai usia.

Ya Tidak
131

22

21

NORMAL STUNTING

Gambar 8.Status Pemberian Vitamin A pada Seluruh Balita yang Mengisi Kuesioner saat
Hadir di Posyandu Jatisawit Pada Januari 2019.

12
16%

84%

ya tidak

Gambar 9.Persentase Status Pemberian Vitamin A pada Balita Stunting di Desa Jatisawit
Bulan Januari 2019

c. Status Pemantauan TB dan BB rutin

Ya Tidak
96

57

15
10

NORMAL STUNTING

Gambar 10. Jumlah Balita yang Melakukan Pemantauan TB/PB Rutin Di Posyandu Desa
Jatisawit pada Bulan Januari 2019

13
40%
60%

Ya
Tidak

Gambar 11. Persentase Pemantauan TB/PB Rutin pada Balita yang Mengalami Stuntingdi
Posyandu Desa Jatisawit pada Bulan Januari 2019
Ya Tidak
56

56

15
10

NORMAL STUNTING

Gambar 12.Jumlah Balita yang Melakukan Pemantauan BB Rutin Di Posyandu Desa


Jatisawit pada Bulan Januari 2019

48% 52%

Ya
Tidak

14
Gambar 13. Persentase Pemantauan BB Rutin pada Balita yang Mengalami Stunting di
Posyandu Desa Jatisawit pada Bulan Januari 2019

Gambar di atas menunjukkan data mengenai pemantauan TB dan BB


balita di posyandu selama 1 tahun. Dari 178 orangtua balita yang bersedia
mengisi kuesioner saat hadir di Posyandu Desa Jatisawit pada Bulan Januari
2019, di dapatkan data 72 balita tidak melakukan pemantauan TB secara rutin
(minimal dua kali setahun) dan 39 orang balita juga tidak melakukan
pemantauan BB secara rutin (minimal delapan kali setahun). Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ibu tidak datang ke posyandu, alat
pengukur tinggi badan rusak dan petugas tidak sempat mengukur tinggi badan.
d. Status Penyuluhan Mengenai ASI-MPASI
Lebih lanjut, sebanyak 71 dari 178 (39%) orangtua yang mengisi kuesinoner
saat hadir di posyandu Desa Jatisawit mengaku belum pernah mendapat
penyuluhan atau informasi mengenai MPASI baik dari petugas kesehatan,
kader posyandu, maupun dari media cetak dan elektronik. 12 orangtua
diantaranya memiliki balita stunting.

Ya Tidak
95

58

13

12

NORMAL STUNTING

Gambar 14.Status Penyuluhan ASI-MPASI pada Orangtua Balita yang Bersedia Mengisi
Kuesioner saat Hadir di Posyandu Desa Jatisawit Bulan Januari 2019

15
48% 52%

Ya
Tidak

Gambar 15. Status Penyuluhan ASI-MPASI pada Orangtua Balita yang Mengalami Stunting
di Desa Jatisawit Bulan Januari 2019

2.3 Situasi Ibu Desa Jatisawit


2.3.1 Karakteristik Umum
Sebagian besar orangtua yang bersedia mengisi kuesioner mengatakan
rutin melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) minimal 4 kali kunjungan
selama kehamilan, yaitu sebanyak 119 orang (67%), sebanyak 56 orang (31%)
melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali selama kehamilan dan 3 orang
lainnya (2%) tidak pernah melakukan kunjungan ANC selama kehamilan. Pada 25
orangtua yang memiliki anak stunting, 20 (80%) orang diantaranya melakukan
pemeriksaan ANC minimal 4 kali selama kehamilan, 4 orang (16%) melakukan
pemeriksaan ANC kurang dari 4 kali selama kehamilan dan 1 orang (4%) lainnya
tidak pernah melakukan ANC selama kehamilan. Alasan mengapa tidak
melakukan ANC atau melakukan ANC kurang dari standar yang ditetapkan antara
lain: ibu merasa sehat, tidak sadar kalau hamil, serta malas datang ke bidan atau
puskesmas.

16
stunting normal

99

52
20

2
1
>4KALI KUNJUNGAN < 4 KALI KUNJUNGAN TIDAK PERNAH

Gambar 16.Kunjungan ANC Selama Kehamilan pada Orangtua Balita yang Bersedia Mengisi
Kuesioner saat Hadir di Posyandu Desa Jatisawit Bulan Januari 2019.

4%
16%

>4kali kunjungan
80%
< 4 kali kunjungan

Tidak Pernah

Gambar 17.Kunjungan ANC Selama Kehamilan pada Orangtua Balita yang Mengalami
Stunting pada Bulan Januari 2019

2.3.2 Pengetahuan Ibu


Ibu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak karena dapat
memberikan pengertian, memperbaiki pola asuh makan, meningkatkan kegiatan
aktivitas fisik, mengenalkan pendidikan gizi sedini mungkin dan membatasi
promosi makanan yang tidak sehat.Pola asuh yang tidak memadai dapat
menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang dan
juga dapat memudahkan terjadinya penyakit infeksi.
Tingkat pendidikan merupakan tolak ukur dalam menentukan mudah
tidaknya seseorang menyerap informasi dan pengetahuan. Berdasarakan undang-

17
undang republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
tingkat pendidikan dibagi menjadi dasar/rendah (SD – SMP/MTS), pendidikan
menengah (SMA/SMK) dan pendidikan tinggi (D3/S1).
Berdasarkan data yang kami peroleh dari 178 orangtua yang bersedia
mengisi kuesioner yang hadir saat posyandu di Desa Jatisawit pada bulan Januari
2019, mayoritas ibu mengenyam pendidikan dasar/rendah (SD-SMP/MTS), yaitu
sebanyak 102 orang (57%), Pendidikan menengah (SMA/SMK) sebanyak 71
orang (40%) dan 5 orang (3%) Pendidikan tinggi. Sedangkan pada kelompok ibu
yang memiliki balita stunting yang mengenyam pendidikan tinggi hanya 1 orang
(4%), pendidikan rendah (SD-SMP/MTS) 12 orang (48%) dan 12 orang lainnya
(48%) mengenyam pendidikan tingkat menengah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Setiyowati, 2011 pada masyarakat
perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Banyumas terdapat hubungan tingkat
pendidikan dengan pengetahuan sadar gizi. Menurut Sarwono, 2017 seseorang
yang memiliki tingkat pendidikan rendah relatif sulit menerima sesuatu hal yang
baru, sebaliknya seseorang yang yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih
mudah menerima hal baru dan cenderung lebih terbuka. Hal ini berpengaruh
terhadap kemampuan seseorang dalam meningkatkan derajat kesehatannya kearah
yang lebih baik kaitannya dengan perilaku keluarga sadar gizi (Depkes, 2004).

Pada penelitian ini kami mengukur tingkat pengetahuan ibu menggunakan


kuesioner yang telah divalidasi. Berdasarkan hasil perhitungan dari 178 orangtua
balita yang bersedia mengisi kuesioner yang hadir di posyandu Desa Jatisawit
Bulan Januari 2019 sebanyak 60 orangtua balita memiliki tingkat pengetahuan
yang tinggi dan 74 orangtua balita memiliki tingkat pengetahuan sedang, serta 44
orangtua lainnya memiliki tingkat pengetahuan rendah. Pada kelompok orangtua
balita yang mengalami stunting mayoritas memiliki tingkat pengetahuan rendah
yakni sebanyak 12 orang (48%).Pengetahuan ibu yang menjadi responden di Desa
Jatisawit mengenai gizi balita masih kurang karena sebagian besar ibu balita
hanya mengenyam pendidikan rendah (SD-SMP/sederajat).

18
Tinggi Sedang Rendah

67
54

32

12
7
6
NORMAL STUNTING

Gambar 18. Tingkat Pengetahuan Orangtua Balita yang mengisi kuesioner saat hadir di Posyandu
Desa Jatisawit Bulan Januari 2019

24% Tinggi
Sedang
48% Rendah
28%

Gambar 19. Persentase Tingkat Pengetahuan Orangtua Balita Yang Mengalami stunting di Desa
Jatisawit Bulan Januari 2019

2.4 Situasi Lingkungan Desa Jatisawit


Desa Jatisawit merupakan salah satu desa di Kecamatan Bumiayu.
Jatisawit merupakan pusat kota kecamatan Bumiayu dengan luas wilayah
sebesar 218 hektar yang terbagi menjadi 122 hektar area persawahan dan
96 hektar lahan bukan sawah.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Kabupaten Brebes, jumlah penduduk Desa Jatisawit adalah sebesar 7.823
orang dengan kepadatan penduduk mencapai 3.589 jiwa/km2
Berdasarkan hasil survei Keluarga Sehat yang dilakukan oleh Tim
Puskesmas Bumiayu pada Bulan November 2018 diketahui bahwa 1.876
keluarga (95,23%) di 8 RW Desa Jatisawit mempunyai akses sarana air
bersih. Survei tersebut juga menyatakan bahwa 1.449 keluarga (73,55%)
mempunyai askes atau menggunakan jamban sehat.

19
3.4.1 Sanitasi dan Ketersediaan Air Bersih
Sanitasi adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang
air besar, sarana pengelolahan sampah dan limbah rumah tangga (Kemenkes,
2008).Sedangkan menurut Depledge (1997) sanitasi dapat diartikan sebagai alat
pengumpulan dan pembuangan tinja serta air buangan masyarakat secara higienis
sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan seseorang maupun masyarakat
secara keseluruhan.
Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih serta sanitasi yang
berkelanjutan merupakan salah satu dari 17 tujuan program SDGs. Target capaian
sanitasi berdasarkan SDGs adalah mencapai akses sanitasi dan kebersihan yang
memadai dan layak untuk semua dan mengakhiri buang air besar sembarangan
(BABS) pada tahun 2030.
Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat
meningkatkan kejadian penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk
pertumbuhan beralih fungsi untuk perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit
diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan. Berdasarkan konsep dan
definisi MDGs pada tahun 2015, rumah tangga memiliki akses sanitasi layak
apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain
dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic tank) atau Sistem Pengolahan
Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau bersama.
Fasilitas sanitasi jamban keluarga berdasarkan pengisian kuesioner oleh
178 orangtua balita yang hadir di Posyandu Jatisawit Bulan Januari 2019 dapat
dilihat pada Gambar 20. Berdasarkan data tersebut diketahui sebanyak 102
keluarga (57%) sudah memiliki jamban sehat dan 76 keluarga lainnya (43%)
belum memiliki jamban sehat.

20
Jamban Sehat Jamban Tidak Sehat

88

65

14

11
NORMAL STUNTING

Gambar 20. Kondisi Jamban Keluarga BerdasarkanData Dari Ibu Yang Mengisi Kuesioner
Yang Hadir di Posyandu Desa Jatisawit Bulan Januari 2019

Jamban Sehat
44%
56% Jamban Tidak
Sehat

Gambar 21. Kondisi Jamban Keluarga Yang Memiliki Balita Stuntingdi Desa Jatisawit
Bulan Januari 2019

3.4.2 Tingkat Pendapatan Keluarga


Pendapatan keluarga berhubungan dengan perolehan dan pemilihan bahan
makanan serta penggunaan pelayanan kesehatan.Faktor ekonomi keluarga
berpengaruh terhadap makanan yang disediakan.Keluarga dari kalangan ekonomi
tinggi lebih mampu menyediakan makanan beraneka ragam, seperti daging, ikan,
sayur dan buah dibandingkan dengan keluarga dari kalangan ekonomi rendah.
Pengukuran faktor ekonomi dilakukan dengan melihat tingkat pengeluaran
keluarga tiap bulan.Tingkat pengeluaran keluarga merupakan proksi
penggambaran tingkat kesejahteraan keluarga.Untuk mengetahui informasi
mengenai pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari dua pengeluaran, yaitu
pertama pengeluaran konsumsi makanan seminggu terakhir dan kedua
pengeluaran bahan makanan selama sebulan terakhir.

21
Berdasarkan data yang kami dapatkan dari 178 orangtua yang mengisi
kuesioner, diketahui keluarga yang memiliki pendapatan dibawah UMR sebanyak
106 keluarga (60%), dan sisanya 72 (40%) keluarga memiliki pendapatan diatas
UMR. Sedangkan pendapatan 25keluarga dengan anak stunting di Desa Jatisawit
sebagian besar keluarga (13 keluarga atau 52%) memiliki pendapatan dibawah
UMR kabupaten Brebes yaitu sebesar Rp 1.540.000,00. Meskipun pendapatan
keluarga cukup besar, namun berdasarkan wawancara masih banyak ibu yang
tidak memperhatikan jenis, jumlah maupun ragam asupan makanan khususnya
bagi baduta.

< UMR > UMR

93

60
13

12

STUNTING NORMAL

Gambar 22. Pendapatan Keluarga Berdasarkan Data yang Diisi oleh Orangtua Balita saat
Hadir di Posyandu Desa Jatisawit Bulan Januari 2019

40% 60%
< UMR

> UMR

Gambar 23.Pendapatan Keluarga yang Memiliki Balita Stunting di Desa Jatisawit pada Bulan
Januari 2019

22
BAB III
URAIAN MASALAH

3.1 Identifikasi Masalah


Berdasarkan survei yang dilakukan pada bulan Januari 2019
terhadap 178 ibu balita yang datang ke posyandu Desa Jatisawit,
Kecamatan Bumiayu, ditemukan masalah yang melatarbelakangi
terjadinya stunting seperti yang disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Masalah yang melatarbelakangi terjadinya stunting di Desa

Jatisawit

No. Daftar Masalah Proporsi Kode


1. Asupan energi yang kurang - A
2 BBLR 8% B
3 Tidak ASI Eksklusif 34% C
4 Tidak imunisasi lengkap 7% D
5 Tidak mendapat vitamin A 15% E
6 Tidak dipantau TB 40% F
7 Tidak dipantau BB 22% G
8 Tidak mendapat penyuluhan 39% H
ASI-MPASI
9 Kurangnya pengetahuan ibu 66% I
tentang gizi balita
10 Ibu tidak ANC terpadu 33% J
11 Pendapatan dibawah UMR 60% K
12 Jamban tidak sehat 43% L

23
3.2 Prioritas Masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat di Desa Jatisawit
ditentukan dengan menggunakan metode Hanlon kualitatif, menggunakan
kriteria urgency, seriousness dan growth.

3.2.1 Kriteria urgency


Proses matching masalah-masalah kesehatan yang ada dengan
metode Hanlon kualitatif menurut kriteria urgency disajikan pada table 3.

Tabel 3. Prioritas masalah berdasarkan kriteria urgency

A B C D E F G H I J K L Total
Horizontal
A + + - + + - - + + - - 6
B - - + + + - - + - + 5
C + + + + + - + + + 9
D + + + + + + + + 8
E - - - - - + - 1
F + - - + - + 3
G + - + - - 2
H - + - + 2
I + + + 3
J + - 1
K - 0
L 0
Total 0 0 1 2 0 1 2 4 6 1 5 5
vertikal
Total 6 5 9 8 1 3 2 2 3 1 0 0
Horizontal
Total 6 5 10 10 1 4 4 6 9 2 5 5

3.2.2 Kriteria seriousness


Proses matching masalah dengan metode Hanlon kualitatif
menurut kriteria seriousness, disajikan pada tabel 4.

24
Tabel 4. Prioritas masalah berdasarkan kriteria seriousness

A B C D E F G H I J K L Total Horizontal
A + + + + + + + + + + + 11
B + + + - + + - + + - 7
C + + - + + - + + + 7
D + - + - - + + - 4
E - - - - - + - 1
F + + + + + + 6
G - - - + - 1
H - - + - 1
I + + + 3
J + - 1
K - 0
L 0
Total vertical 0 0 0 0 0 4 1 3 6 3 0 7
Total Horizontal 11 7 7 4 1 6 1 1 3 1 0 0
Total 11 7 7 4 1 10 2 4 9 4 0 7

3.2.3 Kriteria growth

Proses matching masalah dengan metode Hanlon kualitatif menurut

kriteria growth, disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Prioritas masalah berdasarkan kriteria growth

A B C D E F G H I J K L Total Horizontal
A + + + + - + + + + + + 10
B - - + - - - - - + - 2
C + + - + - - + + + 6
D + + + - - + + + 6
E - - - - - + - 1
F + - - + + + 4
G - - + + - 2
H - + + + 3
I + + + 3
J + - 1
K - 0
L 0
Total vertikal 0 0 1 1 0 4 2 6 7 2 0 5
Total horizontal 10 2 6 6 1 4 2 3 3 1 0 0
Total 10 2 7 7 1 8 4 9 10 3 0 5

25
Dari proses matching di atas, didapatkan prioritas masalah yang disajikan
pada tabel 6.
PERHITUNGAN NILAI PRIORITAS

Tabel 6.Perhitungan nilai prioritas

Masalah U S G Total Prioritas


A 6 11 10 26 II
B 5 7 2 14 VIII
C 10 7 7 24 III
D 10 4 7 21 V
E 1 1 1 3 XII
F 4 10 8 22 IV
G 4 2 4 10 IX
H 6 4 9 19 VI
I 9 9 10 28 I
J 2 4 3 9 X
K 5 0 0 5 XI
L 5 7 5 17 VII

Urutan prioritas masalah disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Urutan prioritas masalah

Prioritas Masalah
I Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi balita
II Asupan energi yang kurang
III Tidak ASI eksklusif
IV Tidak pantau TB 2 kali dalam satu tahun
V Tidak imunisasi/imunisasi tidak lengkap
VI Tidak mendapat penyuluhan MPASI
VII Jamban tidak sehat
VIII Berat bayi baru lahir rendah
IX Tidak dipantau BB 8 kali dalam satu tahun
X Ibu tidak ANC terpadu
XI Pendapatan dibawah UMR
XII Tidak mendapatkan vitamin A

Berdasarkan metode Hanlon Kualitatif didapatkan kurangnya pengetahuan


Ibu tentang gizi balitasebagai prioritas utama masalah.

26
3.3 Analisis Penyebab Masalah
Analisis penyebab masalah dapat dilihat dari segi manajemen
Puskesmas dengan pendekatan sistem yaitu analisis pada input, proses,
serta lingkungan.

Gambar 14. Kerangka Pemikiran Pendekatan Sistem

Dengan sistem pemecahan masalah tersebut dapat diperlihatkan


kemungkinan penyebab masalah, antara lain:

Tabel.8 Identifikasi Kemungkinan Penyebab Masalah Kurangnya Pengetahuan


Ibu Tentang Gizi Balita
Komponen Kekurangan
Input Man - Kader posyandu mengampu banyak kegiatan seperti
posyandu balita, lansia dan pemeriksaan bumil
Kader posyandu belum mampu mem-plottinghasil
pengukuran TB/U & BB/TB
- Kader posyandu belum mampu menginterpretasikan
hasil pengukuran TB & BB berdasar usia sebagai upaya
deteksi dini kegagalan pertumbuhan sehingga tidak
mampu melakukan edukasi secara maksimal.
- Petugas gizi tidak selalu hadir di dalam kegiatan
posyandu
- Bidan desa merangkap di berbagai kegiatan
- Pendidikan Ibu yang rendah dan pemahaman yang

27
Komponen Kekurangan
kurang akan pentingnya gizi dalam 1000 HPK serta
monitoring dan evaluasi TB & BB secara berkala
Money - Kondisi ekonomi orangtua balita menengah kebawah
Methode - Belum ada monitoring dan evaluasi terhadap SOP
posyandu
- Belum ada monitoring dan evaluasi terhadap SOP
pelayanan manajemen terpadu balita sakit
- Pedoman pelaksanaan posyandu di Puskesmas
Bumiayu sudah ada namun belum disosialisasikan
secara adekuat
- Sudah ada alur penanganan bayi gizi kurang, gizi
buruk, dan stunting di Puskesmas Bumiayu namun
hanya diketahui oleh petugas gizi dan belum ada
bentuk fisik alur penanganan tersebut
- Pengukuran status gizi balita belum sesuai standar
WHO di buku KIA karena masih menggunakan acuan
yang lama
Material - Buku KIA tidak dibawa saat pelayanan posyandu
- Isi buku KIA antar balita berbeda terutama terkait
kurva pemantauan pertumbuhan (TB/BB & TB/U),
Machine - Alat ukur panjang badantidak digunakan secara
optimal, beberapa masih menggunakan midline
- Alat ukur tinggi badan yang kurang menarik bagi balita
- Alat ukur BB belum dikalibrasi sebelum kegiatan
posyandu berlangsung
Lingkungan - Kurangnya koordinasi antara puskesmas, PKH, &
tokoh masyarakat mengenai pentingnya gizi dalam
1000 HPK
- Perubahan jadwal posyandu ke masyarakat kurang

28
Komponen Kekurangan
tersampaikan dengan optimal
Proses P1 - Kurangnya data dalammenentukan prioritas masalah
gizi balita serta solusi pemecahannya
P2 - Pengukuran TB& BB tidak sesuai standar
- Hasil pengukuran TB tidak dimasukan kedalam grafik
TB/U& TB/BB
- Sudah ada pembinaan kader namun tidak khusus
membahas tentang pengukuran TB&BB
- Sudah ada penyuluhan tentang gizi balita kepada
masyarakat namun petugas kesehatan tidak melakukan
penyuluhan tersebut secara berkala
- Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
posyandu
P3 - Tidak ada evaluasi kinerja kader harian
- Kurangnya monitoring terkait deteksi dini masalah
pertumbuhan di posyandu
- Tindak lanjut balita dengan gizi kurang maupun
stunting kurang maksimal

29
3.4 Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah dengan Menggunakan Fishbone Analysis

Bidan dan kader merangkap tugas Man Method Money


Petugas gizi tidak selalu hadir
Alur penanganan bayi gizi kurang,
gizi buruk, dan stunting belum Kondisi ekonomi
didistribusikan
Pendidikan dan pemahaman Ibu orang tua
kurang mengenai gizi dan menengah ke
Tidak ada monitoring & evaluasi SOP
pemantauan TB/BB secara berkala posyandu dan MTBS
bawah
Pengukuran status gizi balita tidak
Petugas posyandu belum mampu mem-plotting sesuai standar WHO
pengukuran TB/U & BB/TB
Pedoman posyandu di Puskesmas
Petugas belum mampu menginterpretasikan hasil belum disosialisasikan dan tidak
pengukuran TB & BB Kurangnya
ada bentuk fisik
pengetahuan ibu
tentang gizi
Alat ukur tinggi badan yang balita
Buku KIA tidak dibawa kurang menarik bagi balita
saat pelayanan posyandu
Penggunaan alat ukur tinggi badan
Pengisian buku KIA kurang optimal
berbeda-beda
Alat ukur BB tidak dikalibrasi

Material Machine

Gambar 15. Bagan Fish Bone Analysis

30
3.5 Prioritas Penyebab Masalah

Tabel 9.Kode Penyebab Masalah


Masalah Kode Kekurangan
Kurangnya A Petugas posyandu merangkap tugas
pengetahuan ibu B Pendidikan dan pemahaman Ibu kurang mengenai
tentang gizi gizi dan pemantauan TB/BB secara berkala
balita C Petugas posyandu belum mampu
menginterpretasikan hasil pengukuran TB & BB
D Kondisi ekonomi orang tua balita menengah ke
bawah
E Belum ada monitoring dan evaluasi terhadap SOP
posyandu dan MTBS
F Petugas gizi tidak selalu hadir di kegiatan posyandu
G Pedoman pelaksanaan posyandu di Puskesmas
Bumiayu belum disosialisasikan
H Alur penanganan bayi gizi kurang, gizi buruk, dan
stunting di Puskesmas Bumiayu belum
didistribusikan antar tenaga medis
I Pengisian buku KIA antar balita berbeda-beda,
khususnya kurva pemantauan pertumbuhan
J Penggunaan alat ukur TB kurang optimal
K Alat ukur BB tidak dikalibrasi
L Alat ukur tinggi badan kurang menarik bagi balita
M Perubahan jadwal posyandu ke masyarakat kurang
tersampaikan dengan optimal
N Kurangnya koordinasi antara PKH & tokoh
masyarakat mengenai pentingnya gizi dalam 1000
HPK
O Kurangnya data dalam menentukan prioritas masalah
gizi balita serta solusinya

31
P Pengukuran TB & BB tidak sesuai standar
Q Sudah ada pembinaan kader namun tidak khusus
membahas tentang pengukuranTB dan BB
R Penyuluhan kepada masyarakat mengenai
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
belum dilakukan secara berkala
S Kurangnya partisipasi masyarakat pada kegiatan
posyandu
T Hasil pengukuran TB tidak dimasukan ke grafik
BB/TB, TB/U
U Tidak ada evaluasi kinerja kader harian
V Tindak lanjut anak dengan gizi kurang maupun
stunting kurang maksimal
W Kurangnya monitoring terkait deteksi dini masalah
pertumbuhan di posyandu

32
Masalah - masalah tersebut selanjutnya akan diurutkan berdasarkan prioritas dengan menggunakan paired comparison.

Tabel 10. Paired comparison

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W
B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B
C C E F C C C J K C C C C P Q R S T U C C
D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W
E E E H I E K E E E E P Q R E T U V W
F G H F F F F F F O F Q F F F U V W
G G I G G G G G O G Q R G G U V W
H I J K L H H O P Q R H T U V W
I I I I I I O I Q I I I U V W
J J L J J J P Q R J T U V W
K L K N O P Q R K T U V W
L L N O P Q R S T U V W
M N O P Q R M T U V W
N O P Q R N T U V W
O O O R O O O O O
P Q R P P P V W
Q Q Q T Q V W
R R R R R R
S T S V W
T U V T
U V W
V V
W
Total 0 22 11 1 11 13 12 7 14 9 7 6 3 6 17 13 17 18 5 13 14 18 16
Prioritas 23 1 13 22 14 11 12 17 8 15 16 18 21 19 4 9 5 2 20 10 7 3 6
33
Tabel 11. Tabel Pareto
No. Penyebab N % Kumulatif % kumulatif
1 Pendidikan dan pemahaman 22 8,7 22 8,7
Ibu kurang mengenai gizi dan
pemantauan TB/BB secara
berkala
2 Penyuluhan kepada 18 7,1 40 15,8
masyarakat mengenai
pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita tidak
dilakukan secara kontinu
3 Tindak lanjut anak dengan gizi 18 7,1 58 22,9
kurang maupun stunting
kurang maksimal
4 Kurangnya data dalam 17 6,7 75 29,6
menentukanprioritas masalah
gizi balita serta solusinya

5 Belum ada monitoring dan 17 6,7 92 36,3


evaluasi terhadap pembinaan
kader terkait pemantauan dan
interpretasi hasil pengukuran
TB dan BB sebagai deteksi
kegagalan tumbang

6 Kurangnya monitoring terkait 16 6,3 108 42,6


deteksi dini masalah
pertumbuhan di posyandu
7 Tidak ada evaluasi kinerja 14 5,5 122 48,1
kader harian
8 Pengisian buku KIA antar 14 5,5 136 53,6
balita berbeda-beda,
khususnya kurva pemantauan
pertumbuhan
9 Pengukuran TB tidak sesuai 13 5,1 149 58,7
standar
10 Hasil pengukuran TB tidak 13 5,1 162 63,8
dimasukan ke grafik BB/TB,
TB/U
11 Petugas gizi tidak selalu hadir 13 5,1 175 68,9
saat kegiatan posyandu

34
No. Penyebab N % Kumulatif % kumulatif
12 Pedoman pelaksanaan 12 4,8 187 73,7
posyandu di Puskesmas
Bumiayu belum
disosialisasikan
13 Petugas posyandu belum 11 4,3 198 78
mampu menginterpretasikan
hasil pengukuran TB & BB
14 Belum ada monitoring dan 11 4,3 209 82,3
evaluasi terhadap SOP
posyandu dan MTBS
15 Alat ukur TB kurang 9 3,7 218 86
digunakan secara optimal
16 Alat ukur BB tidak dikalibrasi 7 2,8 225 88,8

17 Alur penanganan bayi gizi 7 2,8 232 91,6


kurang, gizi buruk, dan
stunting di Puskesmas
Bumiayu belum
didistribusikan antar tenaga
medis
18 Alat ukur tinggi badan kurang 6 2,4 238 94
menarik
19 Kurangnya koordinasi antara 6 2,4 244 96,4
PKH & tokoh masyarakat
mengenai pentingnya gizi
dalam 1000 HPK
20 Kurangnya partisipasi 5 2 249 98,4
masyarakat dalam kegiatan
posyandu

21 Perubahan jadwal posyandu ke 3 1,2 252 99,6


masyarakat kurang
tersampaikan secara optimal
22 Kondisi ekonomi orang tua 1 0,4 253 100
balita menengah ke bawah

23 Pemegang program rangkap 0 0 253 100


tugas

35
Diagram Pareto
25 120

100
20

80
15
60
10
40

5
20

0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

n %

Gambar 16. Diagram Pareto

Berdasarkan hasil analisis pareto diatas dapat disimpulkan sepuluh


penyebab masalah. Penyebab masalah tersebut adalah:
1. Pendidikan dan pemahaman Ibu kurang mengenai gizi dan pemantauan
TB/BB secara berkala
2. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan balita tidak dilakukan secara kontinu.
3. Tindak lanjut anak dengan gizi kurang maupun stunting kurang
maksimal
4. Kurangnya data dalam menentukanprioritas masalah gizi balita serta
solusinya
5. Belum ada monitoring dan evaluasi terhadap pembinaan kader terkait
pemantauan dan interpretasi hasil pengukuran TB dan BB sebagai
deteksi kegagalan tumbang
6. Kurangnya monitoring terkait deteksi dini masalah pertumbuhan di
posyandu
7. Tidak ada evaluasi kinerja kader harian

36
8. Pengisian buku KIA antar balita berbeda-beda, khususnya kurva
pemantauan pertumbuhan
9. Pengukuran TB tidak sesuai standard
10. Hasil pengukuran TB tidak dimasukan ke grafik BB/TB, TB/U

3.6 Alternatif Pemecahan Masalah


Untuk mengatasi penyebab masalah di atas, alternatif pemecahan
masalah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Daftar Alternatif Pemecahan Masalah
Penyebab Alternatif Pemecahan
No Tujuan Sasaran
Masalah Masalah
1 Pendidikan dan Ibu balita Orang tua - Memberikan kelas
pemahaman paham balita penyuluhan disertai
mengenai diskusi tanya jawab
ibu kurang pentingnya mengenai gizi dan
mengenai gizi pemberian gizi pentingnya
yang baik dan pemantauan tumbuh
dan
pentingnya kembang anak
pemantauan untuk secara berkala
TB/BB secara memantau - Membuat poster
pertumbuhan tentang pencegahan
berkala balita. stunting

2 Penyuluhan Agar Orang tua Memberikan


kepada masyarakat balita penyuluhan kepada
khususnya ibu orang tua balita
masyarakat balita paham mengenai pentingnya
mengenai pentingnya pemantauan tumbuh
memantau kembang anak dengan
pemantauan
tumbuh menggunakan media
pertumbuhan kembang balita. slide presentasi
dan
perkembangan
balita tidak
dilakukan
secara kontinu

37
Penyebab Alternatif Pemecahan
No Tujuan Sasaran
Masalah Masalah
3 Tindak lanjut Agar anak Petugas Melakukan evaluasi
anak dengan dengan gizi kesehatan penanganan anak
gizi kurang kurang maupun dengan gizi kurang
maupun stunting dapat maupun stunting
stunting segera diberi
kurang penanganan
maksimal yang tepat

4 Kurangnya agar terbentuk Kader Melakukan evaluasi


data dalam pendataan yang posyandu terkait pendataan anak
menentukanpri baik dan benar dengan gizi kurang
oritas masalah sehingga maupun stunting
gizi balita serta priotitas
solusinya masalah bisa
ditentukan dan
solusi yang
tepat bisa segera
dilaksanakan
5 Sudah ada Untuk Kader Mengenalkan
pembinaan menambah posyandu instrumen pemantauan
kader namun wawasan dan pertumbuhan dengan
tidak khusus keterampilan menggunakan grafik
membahas kader dalam penghitungan serta
tentang pemantauan interpretasinya
pengukuran pertumbuhan
TB dan BB sehingga bisa
mendeteksi
kegagalan
tumbang anak
6 Kurangnya Agar memantau Kader Memantau masalah
monitoring masalah posyandu pertumbuhan secara
terkait deteksi pertumbuhan di kontinu
dini masalah posyandu
pertumbuhan
di posyandu
7 Tidak ada Adanya Terdapat Mengadakan
evaluasi pedoman standarisasi monitoring dan
kinerja kader pelaksanaan kinerja evaluasi terhadap SOP

38
Penyebab Alternatif Pemecahan
No Tujuan Sasaran
Masalah Masalah
posyandu petugas posyandu
dalam
pelaksanaan
posyandu
8 Pengisian buku Untuk Bidan, kader Memasukkan hasil
KIA antar mendapatkan posyandu pengukuran ke grafik
balita berbeda- data valid TB/BB, TB/U serta
beda, terkait usia, data menghitung usia balita
khususnya TB dan BB dengan benar
kurva balita sehingga
pertumbuhan interpretasi
di posyandu yang muncul
tepat
9 Pengukuran Memantau Kader - Pengadaan alat
PB/TB tidak masalah posyandu ukur tinggi badan
sesuai standar pertumbuhan yang menarik
minat balita
- Mengajarkan cara
pengukuran TB
yang benar
10 Hasil Deteksi masalah Bidan, kader Memasukkan hasil
pengukuran pertumbuhan posyandu pengukuran ke grafik
TB tidak sejak dini TB/BB, TB/U
dimasukan ke
grafik BB/TB,
TB/U

Dari tabel di atas dapat disimpulkan alternatif pemecahan masalah meliputi:


1. Memberikan kelas penyuluhan disertai diskusi mengenai gizi dan
pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala
2. Membuat poster tentang pencegahan stunting
3. Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap penanganan anak dengan
gizi kurang maupun stunting
4. Melakukan evaluasi terkait pendataan anak dengan gizi kurang maupun
stunting
5. Sosialisasi mengenai jenis-jenis instrumen pemantauan pertumbuhan
dengan menggunakan grafik penghitungan serta interpretasinya

39
6. Melakukan monitoring masalah pertumbuhan secara berkala
7. Mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap SOP posyandu
8. Memasukkan hasil pengukuran ke grafik TB/BB, TB/U serta menghitung
usia balita dengan benar
9. Mempraktikkan cara pengukuran TB yang benar
10. Pengadaan alat ukur tinggi badan yang menarik minat balita

3.7 Pengambilan Keputusan


Proses pengambilan keputusan menggunakan kriteria mutlak dan
kriteria keinginan, dilakukan melalui delapan langkah yaitu:
1. Menetapkan tujuan dan sasaran keputusan
a. Ibu balita paham mengenai pentingnya pemberian gizi yang baik dan
pentingnya untuk memantau pertumbuhan balita
b. Agar masyarakat khususnya ibu balita paham pentingnya memantau
tumbuh kembangbalita.
c. Agar anak dengan gizi kurang maupun stunting dapat segera diberi
penanganan yang tepat
d. Agar terbentuk pendataan yang baik dan benar sehingga priotitas
masalah bisa ditentukan dan solusi yang tepat bisa segera
dilaksanakan
e. Untuk menambah wawasan dan keterampilan kader dalam
pemantauan pertumbuhan sehingga bisa mendeteksi kegagalan
tumbang anak
f. Agar memantau masalah pertumbuhan di posyandu
g. Adanya pedoman pelaksanaan posyandu
h. Untuk mendapatkan data valid terkait usia, data TB dan BB balita
sehingga interpretasi yang muncul tepat
i. Memantau masalah pertumbuhan
j. Deteksi masalah pertumbuhan sejak dini
2. Menentukan kriteria mutlak dan kriteria keinginan bagi tercapainya
tujuan

40
Kriteria mutlak:
 Tenaga
 Waktu
 Dana murah
Kriteria keinginan
 Efektif
 Biaya pelaksanaan terjangkau
 Pelaksanaan mudah
 Berkesinambungan
1. Menetapkan bobot kriteria keinginan
 Efektif : 50
 Biaya pelaksanaan terjangkau : 30
 Pelaksanaan mudah : 20
2. Inventarisasi alternatif yaitu kemungkinan-kemungkinan cara untuk
mencapai tujuan
3. Menguji alternatif-alternatif tersebut ke dalam :
Matriks kriteria mutlak :
Alternatif yang tidak lulus segera dikeluarkan, sedangkan yang lulus
dilanjutkan ke matriks kriteria keinginan

Tabel 13. Daftar Matriks Kriteria Mutlak


Alternatif Tenaga Waktu Dana Murah L/TL
A 1 1 1 L
B 1 1 1 L
C 1 1 1 L
D 1 1 1 L
E 1 1 1 L
F 1 0 1 TL
G 1 1 1 L
H 1 1 1 L
I 1 1 1 L
J 1 1 1 L

41
Matriks kriteria keinginan :
a. Pada matriks ini setiap alternatif secara urut diberi nilai terhadap
kriteria keinginan yang ada
b. Angka nilai setiap alternatif tidak melebihi bobot kriteria nilai yang
bersangkutan
c. Alternatif yang memiliki jumlah tertinggi merupakan keputusan
sementara

Tabel 14. Daftar Matriks Kriteria Keinginan

Proses
Alternatif Efektif`(50) Biaya Pelaksanaan
Jumlah
pelaksanaan mudah (20)
terjangkau (30)
A 5x50 = 250 4x30 = 120 4x20 = 80 450
B 4x50 = 200 3x30 = 90 4x20 = 80 370
C 3x50 = 150 4x30 = 120 3x20 = 60 330
D 4x50 = 200 4x30 = 120 3x20 = 60 380
E 4x50 = 200 4x30 = 120 3x20 = 60 380
G 4x50 = 200 4x30 = 120 2x20 = 40 360
H 4x50 = 200 4x30 = 120 2x20 = 40 360
I 4x50 = 200 4x30 = 120 4x20 = 80 400
J 5x50 = 250 3x30 = 90 4x20 = 80 420

4. Menetapkan keputusan sementara dari alternatif kriteria mutlak dan kriteria


keinginan didapatkan hasil untuk sementara digunakan alternatif pemecahan
masalah.
Prioritas pemecahan masalah yang didapatkan berdasarkan kriteria mutlak
dan keinginan, adalah dengan urutan sebagai berikut :
1. Memberikan kelas penyuluhan disertai diskusi mengenai gizi dan
pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala
2. Pengadaan alat ukur tinggi badan yang menarik minat balita
3. Mempraktikkan cara pengukuran TB yang benar
4. Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap penanganan anak dengan
gizi kurang maupun stunting

42
5. Melakukan evaluasi terkait pendataan anak dengan gizi kurang maupun
stunting
6. Membuat poster tentang pencegahan stunting
7. Mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap SOP posyandu
8. Memasukkan hasil pengukuran ke grafik TB/BB, TB/U serta menghitung
usia balita dengan benar
9. Sosialisasi mengenai jenis-jenis instrumen pemantauan pertumbuhan
dengan menggunakan grafik penghitungan serta interpretasinya
Berdasarkan dari kriteria mutlak dan keinginan tersebut maka dapat
simpulkan bahwa alternatif pemecahan masalah yang didapatkan adalah
denganmengadakan kelas penyuluhan disertai diskusi mengenai gizi dan
pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala

43
BAB IV
RENCANA INTERVENSI

4.1 LATAR BELAKANG


Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di
bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted)
dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan
(PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan
standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006.
Kabupaten Brebes termasuk kedalam sepuluh besar kabupaten
prioritas penanggulangan stunting dari 100 kabupaten di seluruh Indonesia
yang akan diintervensi pada tahun 2018. Terdapat 10 desa dari 297 desa
se-Kabupaten Brebes akan mendapat prioritas intervensi. Salah satu Desa
yang memiliki angka stunting tinggi adalah Desa Jatisawit, yang menjadi
wilayah kerja Puskesmas Bumiayu.
Pemerintah telah menjadikan penurunan prevalensi balita pendek
sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional dengan target
penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak
baduta (bawah 2 tahun) menjadi maksimal 28% pada tahun 2019.Untuk itu,
diperlukan upaya atau intervensi untuk mendukung komitmen tersebut.
Agar dapat menentukan intervensi yang akan dijalankan perlu untuk
mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
stunting di Desa Jatisawit, baik dari segi kesehatan mapun dari kondisi lain
yang secara tidak langsung mempengaruhi. Deteksi faktor risiko ini
ditujukan kepada kelompok yang berisiko dan kelompok yang akan
diintervensi, yaitu kelompok usia 1000 HPK dan balita.
Kelompok yang termasuk kedalam kategori 1000 HPK diantaranya
adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-24 bulan. Periode 1000 HPK

44
kehidupan (270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi
yang dilahirkan merupakan “periode emas”, “periode kritis”, dan “window
of opportunity” untuk melakukan upaya intervensi gizi. Penanggulangan
balita pendek yang paling efektif dilakukan pada ” periode emas” ini
karena pada usia tersebut sinaps saraf berkembang lebih optimal. Namun,
upaya penanggulangan balita stunting tidak hanya terbatas pada usia
tersebut, namun dapat dilakukan hingga usia 59 bulan. Bentuk intervensi
yang bisa dilakukan pada balita stuntig yang telah melewati 1000 HPK
adalah memberi stimulasi, imunisasi, pemberian makanan yang cukup
jumlah dan kualitas, pencegahan penyakit infeksi dan PHBS. Upaya
bertujuan agar kondisi balita yang berisiko mengalami stunting atau
mengalami stunting tidak semakin memburuk.

4.2 Tujuan Kegiatan


4.2.1 Tujuan Umum
Mendeteksi faktor risiko terjadinya stunting di Desa Jatisawit dan
memberikan informasi dalam bentuk penyuluhandan diskusi kepada ibu
hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki balita mengenai asupan gizi
balita dan stuntingagar dapat meningkatkan pengetahuan mereka
mengenai hal tersebut
4.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya stunting di
Desa Jatisawit.
b. Memberikan informasi kepada ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang
memiliki balita mengenai asupan gizi dan stunting
c. Meningkatkan kesadaran para ibu hamil , ibu menyusui dan ibu yang
memiliki balita mengenai pentingnya memantau dan memperhatikan
status pertumbuhan dan perkembangan balita.

45
4.3 Peserta
Peserta kegiatan ini sebanyak 178 orang yang terdiri dari ibu hamil, ibu
menyusui dan ibu yang memiliki balita yang terbagi dalam 8 posyandu di
Desa Jatisawit.
4.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1. Pengisian Kuesinoner
Januari 2018 di 8 Posyandu Desa Jatisawit
2. Penyampain materi penyuluhan
- Senin, 7 Januari 2019 di Posyandu RW 1, Desa Jatisawit
- Selasa, 8 Januari 2019 di Posyandu RW 4, Desa Jatisawit
- Rabu, 9 Januari 2019 di Posyandu RW 5, Desa Jatisawit
- Kamis, 10 Januari 2019 di Posyandu RW2 , Desa Jatisawit
- Senin, 14 Januari 2019 di Posyandu RW 8, Desa Jatisawit
- Selasa, 15 Januari 2019 di Posyandu RW 3, Desa Jatisawit
- Rabu, 16 Januari 2019 di Posyandu RW 7, Desa Jatisawit
- Kamis, 17 Januari 2019 di Posyandu RW 6, Desa Jatisawit
4.5 Sumber Pembiayaan
Mandiri
4.6 Pelaksanaan Kegiatan
4.6.1 Materi
1. Pengenalan mengenai Stunting
2. 1000 hari pertama kehidupan (Asupan Gizi ASI-MPASI, Imunisasi)
3. Sanitasi Lingkungan
4.6.2 Rundown Acara
08.30 - 09.30 Posyandu dan pengisian kuesioner
09.30 - 09.35 Pembukaan dan Sambutan
09.35 -09.45 Pre test
09.45 - 10.10 Penyampaian materi
10.10- 10.30 Sesi diskusi
10.30 – 10.40 Post test
10.40 – selesai Penutupan dan Penyerahan Poster

46
4.7 Rencana Anggaran
Cetak Kuesioner Rp. 130.000,00
Cetak soal pretest dan post test Rp. 120.000,00
Cetak banner Rp. 168.000,00
Alat Tulis Rp.30.000,00
TOTAL Rp448.000,00

47
BAB V

PELAKSANAAN KEGIATAN

5.1 NAMA KEGIATAN


Kegiatan Penyuluhan Mengenai Stunting Kepada Ibu Hamil, Ibu menyusui
dan Ibu yang memiliki balita di Posyandu Desa Jatisawit

5.2 TUJUAN KEGIATAN


1. Tujuan Umum
Memberikan informasi dalam bentuk penyuluhan dan diskusi kepada ibu
hamil, ibu menyusui, dan ibu yang memiliki balita mengenai asupan gizi
balita dan stuntingagar dapat meningkatkan pengetahuan mereka mengenai
hal tersebut
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan informasi kepada ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang
memiliki balita mengenai asupan gizi dan stunting
b. Meningkatkan kesadaran para ibu hamil , ibu menyusui dan ibu yang
memiliki balita mengenai pentingnya memantau dan memperhatikan
status pertumbuhan dan perkembangan balita.

5.3 TEMPAT PELAKSANAAN


Posyandu Desa Jatisawit, Bumiayu

5.4 WAKTU PELAKSANAAN


1. Pengisian Kuesioner : Januari 2019
2. Penyampaian materi penyuluhan
- Senin, 7 Januari 2019 di Posyandu RW 1 , Desa Jatisawit
- Selasa, 8 Januari 2019 di Posyandu RW 4, Desa Jatisawit
- Rabu, 9 Januari 2019 di Posyandu RW 5, Desa Jatisawit
- Kamis, 10 Januari 2019 di Posyandu RW2 , Desa Jatisawit
- Senin, 14 Januari 2019 di Posyandu RW 8, Desa Jatisawit

48
- Selasa, 15 Januari 2019 di Posyandu RW 3, Desa Jatisawit
- Rabu, 16 Januari 2019 di Posyandu RW 7, Desa Jatisawit
- Kamis, 17 Januari 2019 di Posyandu RW 6, Desa Jatisawit
5.5 SASARAN KEGIATAN
Ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki balita di posyandu Desa
Jatisawit.
5.6 PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN
Dokter internship dan dokter pendamping internsip Puskesmas Bumiayu
5.7 PELAKSANAAN KEGIATAN
Rangkaian kegiatan mini projectini diawali dengan pengisian
kuesinoner bagi ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki balita yang
datang ke posyandu pada bulan Januari. Setelah dilakukan pengisian dan
pendataan kuesioner, diputuskan untuk melakukan kegiatan mini project yang
berupa penyuluhan dan diskusi kelompok yang membahas mengenai stunting.
Kegiatan ini ditujukan pada ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki
balita di 8 (delapan) Posyandu di Desa Jatisawit, yang dimulai pada tanggal 7
Januari 2019 hingga tanggal 17 Januari 2019.Kegiatan penyuluhan dilakukan
bersamaan dengan waktu pelaksaan posyandu di masing-masing RW.
Kegiatan diawali dengan kegiatan posyandu pada pukul 08.30
WIB.Para peserta dipersilahkan terlebih dahulu untuk melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan serta pengisian KMS balita mereka.Acara
dipandu oleh salah satu dokter internsip selaku pembawa acara, sekaligus
menyampaikan mengenai masalah stuntingyang terjadi di Desa Jatisawirt.
Materi penyuluhan terdiri dari 4 topik, yaitu pengenalan mengenai
status 1000 hari pertama kehidupan, stunting, asupan gizi balita (ASI-MPASI),
Imunisasi dan Sanitasi.Masing-masing materi disampaikan oleh dokter
internsip secara bergantian sesuai dengan jadwal kegiatan. Materi pertama
yang disampaikan adalah mengenai 1000 hari pertama kehidupan yang dimulai
dari sejak di dalam kandungan (janin) hingga usia 2 tahun. 1000 hari pertama
kehidupan merupakan golden periodepertumbuhan dan perkembangan anak,

49
dimana pengasuhan anak pada masa ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan otaknya.
Mengingat betapa pentingnya 1000HPK ini, maka segala kebutuhan ibu
hamil dan anak, terutama yang berkaitan dengan gizi harus tercukupi. Beberapa
kondisi dan tindakan atau intervensi penting yang perlu diperhatikan dalam
masa golden periodeini dibagi dalam 2 waktu, yaitu selama kehamilan dan
setelah kelahiran hingga usia 2 tahun. Selama kehamilan, ibu hamil harus
mengkonsumsi makanan yang kaya akan kandungan gizi dalam jumlah yang
cukup, konsumsi tablet tambah darah dan asam folat, kunjungan ANC rutin
selama kehamilan untuk deteksi dini penyakit atau kondisi yang berbahaya
bagi ibu hamil dan janin, persiapan persalinan yang dibantu oleh tenaga medis
serta inisiasi menyusu dini saat bayinya lahir. Setelah kelahiran hingga usia dua
tahunorangtua harus memperhatikan mengenai ASI, MPASI, praktek
pemberian makanan yang tepat, imunisasi, pemberian vitamin A dan penyakit
infeksi.
Golden periodemerupakan waktu yang akan mempengaruhi tumbuh
kembang anak, termasuk salah satunya kejadian stunting. Penyampaian materi
stunting diantaranya meliputi pengertian stunting, gejala stunting, klasifikasi
stunting, penyebab stunting, dampak stunting dan pencegahan stunting.
Edukasi mengenai asupan gizi balita (ASI-MPASI), imunisasi dan sanitasi
lingkungan berbasis masyarakat juga disampaikan kepada peserta karena
berperan pada kejadian stunting.
Penyampaian materi disetiap posyandu berlangsung sekitar ± 30-45
menit dan diselingi dengan beberapa pertanyaan dari peserta seputar materi
yang sedang disampaikan. Sesi diskusi secara luas dilakukan setelah semua
materi selesai disampaikan.Para peserta antusias mengajukan cukup banyak
pertanyaan mengenai materi yang diberikan dan berkonsultasi dengan dokter
internsip mengenai kondisi anak mereka, terutama terkait status gizi mereka.
Sesi tanya jawab dan diskusi ini berlangsung selama ±15 menit.

50
BAB VI
HASIL KEGIATAN

Data yang ditemukan di lapangan secara statistik kemudian dihubungkan


dengan prioritas penyebab stunting yakni mengenai pengetahuan ibu,
permasalahan gizi berupa pemberian ASI eksklusif, dan pemantauan tinggi badan
secara berkala menunjukkan bahwa dari semua data yang masuk sejumlah 179
data ada 1 data missing atau hilang sehingga tingkat kevalidannya adalah 99.4%.

Tabel 15 Silang Hubungan Antara Status Gizi dengan Pantau Tinggi Badan

Pantau Tinggi Badan Total


Rutin Tidak rutin

Count 10 15 25
Stunting
Expected Count 14,9 10,1 25,0
Status Gizi
Count 96 57 153
Tidak Stunting
Expected Count 91,1 61,9 153,0
Count 106 72 178
Total Expected Count 106,0 72,0 178,0

Dari Tabel 15 dapat kita lihat bahwa dari 25 balita yang mengalami
stunting hanya10 balita yang rutin di pantau tinggi badan sedangkan 15 balita
lainnya tidak rutin dipantau tinggi badannya. Hasil nilai asimp.sig chi square tests
hubungan antara kejadian stunting dengan pantau tinggi badan bernilai 0.032
berarti (<0.05) berarti terdapat hubungan antara pemantauan tinggi badan dengan
kejadian stunting.

51
Tabel 16 Silang Hubungan antara Status Gizi dengan ASI Eksklusif

ASI Eksklusif Total


Ya Tidak
Count 11 14 25
Stunting
Status Expected Count 15,7 9,3 25,0
Gizi Tidak Count 101 52 153
Stunting Expected Count 96,3 56,7 153,0
Count 112 66 178
Total Expected Count 112,0 66,0 178,0

Dari tabel 16 dapat kita lihat bahwa dari 25 balita yang mengalami
stunting hanya11 balita yang mendapat ASI eksklusif sedangkan 15 balita lainnya
tidak mendapat ASI eksklusif. Hasil nilai asimp.sig chi square tests hubungan
antara kejadian stunting dengan pemberian ASI eksklusif bernilai 0.035 berarti
(<0.05) yang menunjukkan terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian stunting.

Tabel 17 Hubungan antara Status Gizi dengan Pengetahuan Ibu

Pengetahuan Ibu Total


Tinggi Sedang Rendah
Count 6 7 12 25
Stunting
Status Expected Count 8,4 10,4 6,2 25,0
Gizi Tidak Count 54 67 32 153
Stunting Expected Count 51,6 63,6 37,8 153,0
Count 60 74 44 178
Total Expected Count 60,0 74,0 44,0 178,0

52
Dari tabel 17 dapat kita lihat bahwa dari 25 balita yang mengalami
stunting hanya6 ibu yang memiliki pengetahuan tinggi, 7 ibu memiliki
pengetahuan sedang, dan yang terbanyak 12 orang memiliki pengetahuan rendah.
Hasil nilai asimp.sig chi square tests hubungan antara kejadian stunting dengan
pengetahuan ibu bernilai 0.014 (<0.05) yang menunjukkan terdapat hubungan
antara pengetahuan ibu dengan kejadian stunting. Dari hasil perhitungan statistik
menunjukkan bahwa baik pemantauan tinggi badan, pemberian ASI eksklusif, dan
pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian stunting balita sehingga intervensi
berupa penyuluhan stunting dan pemberian postertinggi badan sudah sesuai.
Penyuluhan mengenai stuntingkepada ibu hamil, Ibu menyusui dan ibu
yang memiliki balita di 8 Posyandu yang berada di Desa Jatisawit sudah
terlaksana sedari tanggal 7-17 Januari 2019 dengan total jumlah peserta 178 orang.
Penyuluhan berisi 4 topik yaitu pengenalan mengenai status 1000 hari pertama
kehidupan, stunting, asupan gizi balita (ASI-MPASI), imunisasi dan sanitasi.

53
BAB VII

PEMBAHASAN

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat


ini.Stunting atau pendek terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan
oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat.Seribu hari pertama kehidupan seorang
anak adalah masa kritis yang menentukan masa depannya, dan pada periode
tersebut anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius.Untuk
mencegah dan mengatasi masalah stunting, masyarakat perlu dididik untuk
memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita. Secara aktif turut serta
dalam komitemen global (SUN – Scalling Up Nutrition) dalam menurunkan
stunting, maka Indonesia fokus pada 1000 hari pertama kehidupan, terhitung sejak
konsepsi hingga anak berusia 2 tahun ( Kemenkes RI, 2015).
Pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang menentukan
konsumsi pangan seseorang. Orang yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik
akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam
pemilihan dan pengolahan pangan sehingga dapat diharapkan asupan makanannya
lebih terjamin, baik dalam menggunakan alokasi pendapatan rumah tangga untuk
memilih pangan yang baik dan mampu memperhatikan gizi yang baik untuk
anaknya, serta pengetahuan orang tua tentang gizi dapat membantu memperbaiki
status gizi pada anak untuk mencapai kematangan pertumbuhan (Gibney dkk,
2009 dalam Ismanto dkk, 2012).
Berdasarkan penelitian kami didapatkan hasil hubungan antara kejadian
stunting dengan pengetahuan ibu bernilai 0.014 (<0.05) yang menunjukkan
terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian stunting.Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Luh, 2018 tentang pengetahuan gizi balita
dengan kejadian stunting anak umur 36-59 bulan di Desa Singakerta, Ubud,
Kabupaten Gianyar. Besar sampel penelitian ini diklasifikasikan 2 kelompok yaitu
40 balitastunting kelompok kasus dan 40 balita tidak stunting kelompok kontrol
menggunakan uji statistik (chi square) didapatkan p value adalah 0,001. Hal ini

54
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang gizi balita dengan kejadian stunting anak. Hasil analisis juga
menunjukkan nilai Odds Ratio (OR) yaitu sebesar 4,846 dan CI (1,882-12,482)
artinya bahwa ibu balita yang memiliki pengetahuan kurang tentang gizi balita
berpeluang anaknya mengalami stunting sebesar 4,8 kali lebih besar dibandingkan
ibu balita yang memiliki pengetahuan baik tentang gizi balita. Hasil ini sejalan
dengan dengan penelitian Windi, 2018 pada balita usia 12-59 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Banyudono II bahwa pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah
merupakan faktor risiko terjadinya stunting pada balita dengan risiko sebesar
3,801.

Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang


dilakukanSalman dkk, 2017 pada 57 responden ibu balita di Desa Buhu
KecamatanTalaga Jaya Kabupaten Gorontalo disimpulkan bahwa pengetahuan
gizi ibu yang kurang baik tidak selalu mempengaruhi tingkat kejadian stunting
pada anak/balitanya. Namun ibu harus memiliki pengetahuan gizi yang baik, agar
tumbuh kembang balitanya dapat optimal.
Pengetahuan gizi ibu yang kurang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya faktor pendidikan, dan sikap kurang peduli atau ketidakingintahuan
ibu tentang gizi, sehingga hal ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak
balitanya yang akan mengalami gangguan pertumbuhan seperti halnya stunting
(Zainudin, 2014). Contohnya tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif pada
bayi, yang berdasarkan penelitan masih banyak para ibu yang tidak memberikan
ASI ekslusif pada bayi dengan berbagai alasan, diantaranya ASI yang kurang,
bayi yang tidak ingin menyusui, dan karena sang ibu sibuk bekerja.
Berdasarkan penelitian kami didapatkan hasil hubungan antara kejadian
stunting dengan pemberian ASI eksklusif bernilai 0.035 berarti (<0.05) yang
menunjukkan terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ariyidah et al (2015),
menyatakan bahwa bahwa status menyusui juga merupakan faktor risiko terhadap
kejadian stunting, rendahnya pemberian ASI ekslusif menjadi salah satu pemicu
terjadinya stunting pada anak balita yangdisebabkan oleh kejadian masa lalu dan

55
akan berdampak terhadap masa depan anak balita, sebaliknya pemberian ASI
yang baik oleh ibu akan membantu mejaga keseimbangan gizi anak sehingga
tercapai pertumbuhan anak yang normal (Ariyidah et al, 2015). Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ASI adalah satu-satunya
makanan ideal yang terbaik dan paling sempurna bagi bayi untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis yang sedang tumbuh dan berkembang
(Wirajatmadi, 2014).
Pemberian ASI eksklusif juga berpengaruh pada status gizi balita. Pada
studi oleh Ni’mah dan Nadhiroh (2015) didapatkan hasil bahwa prevalensi balita
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan lebih tinggi pada kelompok
balitastunting. Salah satu penyebab mengapa anak tidak mendapatkan ASI
eksklusif adalah karena ibu balita tidak memproduksi ASI yang cukup setelah
anak lahir. Sehingga anak diberikan susu formula untuk menambah asupan
makanan kepada bayi (Ni’mah & Nadhiroh, 2015).
ASI merupakan suatu komponen makanan penting untuk anak. Anak pada
usia 0-6 bulan membutuhkan ASI, sebab ASI merupakan sumber nutrisi terbaik
untuk anak. Kecukupan zat gizi anak dapat terpenuhi oleh ASI, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terjadi secara optimal. Kandungan zat
gizi yang terdapat pada ASI antara lain energi (kontribusi kandungan energi
terbesar berasal dari protein, karbohidrat dan lemak), vitamin A, vitamin D,
vitamin B6, Kalsium, Zat besi, dan juga Seng. Anak yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif berisiko mengalami stunting(Vaozia & Nuryanto, 2016).
Penilaian status gizi balita dilakukan melalui penilaian antropometri.
Antropometri dapat menggambarkan dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berdasarkan hasil penelitian kami
menggunakan chi square didapatkan hubungan antara kejadian stunting dengan
pantau tinggi badan bernilai 0.032 berarti (<0.05) berarti terdapat hubungan antara
pemantauan tinggi badan dengan kejadian stunting.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Destiadi dkk, 2015
menggunakan uji statistikchi-square mengenai hubungan kebiasaan pelayanan
kesehatan dengan kejadian stunting anak usia 24-59 bulan didapatkan nilai

56
p<0,001, hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan dari kebiasaan
pelayanan kesehatan pada kejadian stunting. Pelayanan kesehatan ini meliputi
pengukuran tinggi badan dan berat badan setiap 6 bulan di posyandu, status
imunisasi dan vitamin A.
Pengukuran tinggi dan berat badan di posyandu secara teratur dapat
memantau status gizi anak. Selain itu, ibu akan mendapatkan pengetahuan melalui
penyuluhan kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar sehingga anak terhindar dari
permasalahan kesehatan. Berdasarkan studi oleh Destiadi dan rekan pada tahun
2015 didapatkan hasil yang signifikan antara frekuensi kunjungan psiyandi
dengan kenaikan berat badan anak yang merupakan faktor risiko dari kejadian
stunting(p= 0,013) (Destiadi, Nindya, & Sumarmi, 2015).
Tinggi badan adalah pengukuran yang menunjukkan pertumbuhan tulang.
Tinggi badan menurut umur adalah pengukuran pertumbuhan linier yang telah
dicapai. Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan
microtoise dengan tingkat ketelitian sebesar 0,1 cm(Gibson, 2015).Anak usia 0-24
bulan diukur dengan posisi telentang untuk mendapatkan hasil panjang badan.
Apabila anak berumur 0-24 bulan diukur dengan berdiri, maka hasil pengukuran
dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm (Kemenkes RI, 2011). Pengukuran
dilakukan dengan meletakkan bayi dibawah dua tahun (baduta) diatas permukaan
yang keras dan rata. Pemeriksa memegang bagian punggung dengan satu tangan
dan bagian bawah badan dengan tangan lain. Ibu bayi dapat memegang kepala
bayi baduta dari kedua arah telinga, sekaligus untuk menenangkan anak.
Pemeriksan memastikan kaki bayi baduta lurus dan bagian rambut tertekan (CDC,
2007).Pada anak balita berusia diatas 24 bulan diukur dengan posisi berdiri.
Apabila anak berumur diatas 24 bulan diukurdengan telentang, maka hasil
pengukuran dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm (Miko, 2017). Pengukuran
dilakukan dengan berdiri pada lantai yang rata, tanpa menggunakan alas kaki.
Kepala sejajar dengan dataran Frankfurt. Bahu, bokong dan tumit menyentuh
dinding yang lurus (CDC, 2007).

Stunting adalah penggambaran dari kekurangan gizi kronis pada masa


pertumbuhan dan perkembangan sejak masa awal kehiduoan. Keadaan

57
stuntingdinilai berdasarkan pada nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U)
kurang dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan pada standar pertumbuhan
menurut WHO (Kemenkes RI, 2012). Balita pendek (stunting) dapat diketahui
apabila balita sudah diukur panjang atau tinggi badan, kemudian dibandingkan
dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal(Kemenkes RI, 2016).
Padamini project kami, dilakukan survey lapangan untuk mengetahui proses
pelayanan pada posyandu yang biasa dilakukan. Survey lapangan dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi proses pengukuran
tinggi badan dan proses pencatatan termasuk interpretasi hasil. Kegiatan posyandu
pada posyandu di Desa Jatisawit telah berjalan dengan cukup baik. Ketersediaan
sarana pada posyandu cukup memadai dengan tersedianya length board, alat
pengukur tinggi dan berat badan otomatis (posisi tidur). Pelaksanaan pengukuran
tinggi badan yang dilakukan oleh kader maupun ibu/pendamping berjalan dengan
baik. Walaupun demikian masih sering ditemukan kesalahan-kesalahan yang
umum dilakukan dalam pengukuran tinggi badan seperti tumit yang tidak
menyentuh dinding ataupun kesalahan dalam mengatur posisi pengukuran yang
tidak lurus dikarenakan anak tidak kooperatif saat pengukuran. Kesalahan tersebut
dapat diminimalisir dengan adanya sosialisasi kembali dan pelatihan yang
dilakukan tidak hanya kepada kader namun juga terhadap ibu/pendamping balita.
Selain untuk menarik perhatian anak-anak tidak kooperatif dapat menggunakan
alat bantu pengukuran dengan gambar yang menarik. Pada proses pencatatan
sebagian besar kader hanya mencantumkan nominal tinggi badan anak tanpa
pernah mengetahui standard menurut usia. Keterbatasan dari informasi yang
didapatkan dari kader menyebabkan pengetahuan ibu terkait pertumbuhan anak
khususnya tinggi badan sangat terbatas.
Salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan
adalah dengan metode penyampaian informasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan sasaran dengan menggunakan media promosi kesehatan yang tepat.
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan
pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui
media cetak, elektronik seperti televisi, internet,dan media luar ruang, sehingga

58
dapat meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku ibu terhadap kesehatan
(Fitriani Kamalia, 2015). Selain itu pemerintah dalam melakukan perbaikan gizi
balita melalui peningkatan pengetahuan terkait gizi salah satunya dengan
pendidikan gizi, yakni berupa penyuluhan dan konseling gizi.Pendidikan gizi
yang diberikan tidak hanya pada petugas kesehatan, tetapi juga disebarluaskan
kepada masyarakat luas (Fitriani Kamalia, 2015).

59
BAB VIII
KESIMPULAN

8.1 MONITORING DAN EVALUASI

Kegiatan Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


Evaluasi
 Deteksi faktor risiko  Pelaksanaan sudah Upaya intervensi untuk
stunting sesuai jadwal faktor risiko kejadian
 Proses sudah sesuai stunting Desa Jatisawit,
dengan rencana seperti:
kegiatan  Adanya pembinaan
 Sasaran belum sesuai kader khusus untuk
karena sasaran dari membahas pengukuran
kegiatan ini adalah TB/PB dan pengisian
seluruh ibu hamil dan grafik TB/PB
orangtua balita yang berdasarkan umur.
hadir di kegiatan  Meningkatkan capaian
posyandu, namun tidak ASI eksklusif di
seluruh yang wilayah kerja PKM
hadirmengisi Bumiayu, melalui
kuesioner. pemantauan ASI
eksklusif di Posyandu.

 Penyuluhan mengenai  Pelaksanaan sudah  Adanya pemicuan


stunting, asupan gizi sesuai jadwal STBM
balita, imunisasi dan  Proses belum sesuai  Penyuluhan ASI -
sanitasi lingkungan dengan rencana MPASI secara berkala
kegiatan, karena tidak
ada penilaian pretest
dan post test untuk
menilai pengetahuan
ibu balita.
 Sasaran sudah sesuai

 Pemberian alat bantu  Pelaksanaan sudah  Poster pengukur tinggi


pengukur tinggi badan sesuai jadwal badan digunakan
untuk balita usia 24-59  Proses sudah sesuai secara continue
bulan berupa Poster. rencana  Kalibrasi berkala alat
 Sasaran sudah sesuai ukur BB dan TB/PB
lainnya.

60
8.2 KESIMPULAN

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia yang


hingga saat ini masih menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional
yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Kabupaten Brebes
merupakan salah satu kabupaten di Indonesia dengan prevalensi balita
stunting yang tinggi (32,7%). Salah satu desa yang mendapat prioritas
intervensi adalah Desa Jatisawit, yang termasuk dalam wilayah kerja
Puskesmas Bumiayu. Jumlah balita stunting di Desa Jatisawit pada Bulan
Desember 2018 adalah sebanyak 25 balita, dimana 24 balita memiliki tinggi
badan tergolong pendek dan 1 balita memiliki tinggi badan tergolong sangat
pendek. Masalah balita pendek dipengaruhi oleh berbagai faktor kesehatan
maupun kondisi lain yang secara tidak lansgung mempengaruhi kesehatan.
Berdasarkan data yang kami dapatkan selama penelitian di 8 Posyandu Desa
Jatisawit Bulan Januari 2019 terhadap kelompok usia 1000 HPK dan balita,
ditemukan beberapa prioritas faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian stunting di Desa Jatisawit, diantaranya ASI eksklusif (p-
value:0,035), pengetahuan ibu mengenai asupan gizi balita (pvalue 0,032)
dan pemantauan TB/PB secara rutin (p-value:0,014). Sehingga intervensi
yang dilakukan adalah penyuluhan mengenai stunting, asupan gizi balita,
imunisasi dan sanitasi lingkungan serta pemberian alat ukur tinggi badan
untuk usia 24-59 bulan berupa poster.

61
DAFTAR PUSTAKA

Aridiyah et al, 2015.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada


Anak Balita Di Wilayah Pedesaan Dan Perkotaan (The Factors Affecting
Stunting On ToddlersIn Rular And Urban Areas.
http://jurnal.unej.ac.id/index.p hp/JPK/article/download/2520 /2029.
Diakses pada tanggal 18 Januari 2018.

CDC 2007, National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES):


Antropometry Procedures Manual, CDC, Atlanta

Departemen Kesehatan. 2004. Panduan Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi).


Jakarta.
Destiadi, A., Nindya, T. S., & Sumarmi, d. S. 2015. Frekuensi Kunjungan
Posyandu Dan Riwayat Kenaikan Berat Badan Sebagai Faktor Risiko
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 3 – 5 Tahun. Media Gizi Indonesia, 71-
75.

Fajar dkk 2014.Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta

FitrianiKamalia, 2015.Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap


Peningkatan Pengetahuan Ibu BalitaGizi Kurang di Puskesmas Pamulang,
Tangareng. http://repository.uinjkt.ac.id/ds pace/bitstream/123456789/306
23/1/furi%20kamalia%20fitria ni-fkik.pdf.Diakses pada tanggal 18 Januari
2019.
Gibney dkk, 2013.Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Gibson, RS 2005.Principles of nutritional assesssment, Oxford University Press


Inc., New York.

Ismanto dkk, 2012.Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Gizi Dengan


stunting Pada Anak Usia 4-5 tahun di TK Malaekat Pelindung Manado.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=172688&val=5798&ti
tle=hubungan-pengetahuan-orang-tuatentang-gizi-dengan-stunting-pada-
anakusia4sampai5tahun- di-tk-malaekat-pelindung- manado. Diakses pada
tanggal 18Februari 2019.

Kemenkes RI 2011, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:


1995/menkes/sk/xii/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi
anak, Kemenkes RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak Direktorat Bina Gizi, Jakarta.

Kemenkes RI, 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015- 2019.


http://www.depkes.go.id/resou rces/download/info- publik/Renstra-
2015.pdf.Diakses pada tanggal 18Februari 2019.

62
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Buku Pegangan Kader
Posyandu: Ayo ke Posyandu Setiap Bulan. Jakarta: Pusat Promosi
Kesehatan.

Kementrian Kesehatan RI 2016, Situasi Balita pendek, Kementrian Kesehatan


Pusat Data dan Informasi, Jakarta.

Miko, A. et al. 2017. Hubungan Berat Dan Tinggi Badan Orang Tua Dengan
Status Gizi Balita Di Kabupaten Aceh Besar.Gizi Indonesia.40(1), pp.21–
34. Available at: http://ejournal.persagi.org/go/

Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. 2015.Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Stunting pada Balita.Media Gizi Indonesia, 13-19.

Salman; Fitri Yani Arbie; Yulin Humolingo. 2017.Hubungan Pengetahuan Gizi


Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di Desa Buhu Kecamatan
Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo.

Sarwono, S. 2017. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta


Aplikasinya.Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Setiyowati Rahardjo; Erna Kusumawati.2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan
Pengetahuan Dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Pada
Masyarakat Perkotaan Dan Pedesaan Di Kabupaten Banyumas.Jurnal
Kesmasindo. Volume 4, Nomer 2. Pg 150-158. KESMAS UNSOED
Vaozia, S., & Nuryanto. 2016. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia
1-3 Tahun (Studi Di Desa Menduran Kecamatan Brati Kabupaten
Grobogan). Journal of Nutrition College, 314-320.

Windi Hapsari. 2018. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Ibu


Tentang Gizi, Tinggi Badan Orang Tua, Dan Tingkat Pendidikan Ayah
Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Umur 12-59 Bulan.Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wirjatmadi, dkk. 2014. Gizi dan Kesehatan Balita. Kencana Prenadamedia Group,
Jakarta.

Zainudin Asniwati. 2014. Teknologi Pangan. CV Idea Sejahtera, Yogyakarta.

63
LAMPIRAN

1. Hasil SPSS

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status Gizi * Pantau 178 99,4% 1 0,6% 179 100,0%
Tinggi Badan

Status Gizi * Pantau Tinggi Badan Crosstabulation

Pantau Tinggi Badan Total


Rutin Tidak rutin
Count 10 15 25
Stunting
Expected Count 14,9 10,1 25,0
Status Gizi
Count 96 57 153
Tidak Stunting
Expected Count 91,1 61,9 153,0
Count 106 72 178
Total
Expected Count 106,0 72,0 178,0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,615a 1 ,032
Continuity Correctionb 3,719 1 ,054
Likelihood Ratio 4,524 1 ,033
Fisher's Exact Test ,047 ,028
Linear-by-Linear 4,589 1 ,032
Association
N of Valid Cases 178
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,11.
b. Computed only for a 2x2 table

64
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status Gizi * ASI Eksklusif 178 99,4% 1 0,6% 179 100,0%

Status Gizi * ASI Eksklusif Crosstabulation

ASI Eksklusif Total


Ya Tidak
Count 11 14 25
Stunting
Expected Count 15,7 9,3 25,0
Status Gizi
Count 101 52 153
Tidak Stunting
Expected Count 96,3 56,7 153,0
Count 112 66 178
Total Expected Count 112,0 66,0 178,0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 4,463 1 ,035
b
Continuity Correction 3,570 1 ,059
Likelihood Ratio 4,310 1 ,038
Fisher's Exact Test ,044 ,031
Linear-by-Linear 4,438 1 ,035
Association
N of Valid Cases 178

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,27.
b. Computed only for a 2x2 table

65
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status Gizi * 178 99,4% 1 0,6% 179 100,0%
Pengetahuan Ibu

Status Gizi * Pengetahuan Ibu Crosstabulation

Pengetahuan Ibu Total


Tinggi Sedang Rendah
Count 6 7 12 25
Stunting
Expected Count 8,4 10,4 6,2 25,0
Status Gizi
Count 54 67 32 153
Tidak Stunting
Expected Count 51,6 63,6 37,8 153,0
Count 60 74 44 178
Total Expected Count 60,0 74,0 44,0 178,0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.


(2-sided)
Pearson Chi-Square 8,479a 2 ,014
Likelihood Ratio 7,553 2 ,023
Linear-by-Linear 5,462 1 ,019
Association
N of Valid Cases 178

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 6,18.

66
2. Dokumentasi Kegiatan Mini Proyek

Gambar Dokter internsip sedang memberikan penyuluhan gizi

Gambar Dokter internsip bersama kader selesai kegiatan Posyandu di

Karanganggrung

Gambar Dokter internsip bersama kader Posyandu Mawar

67
Gambar Dokter Internsip bersama dengan Kader Posyandu

Gambar Dokter Internsip sedang memberikan penyuluhan stunting

Gambar Situasi bumil, busui, dan ibu-ibu yang memiliki balita di Posyandu
Dukuhturi sedang mendengarkan penyuluhan yang disampaikan oleh dokter
Internsip

68
Gambar Dokter internsip sedang menyampaikan penyuluhan stunting

Gambar Dokter Internsip sedang memberikan penyuluhan stunting di Posyandu

Muncang

Gambar Dokter internsip menyerahkan alat ukur tinggi badan sekaligus baner

penyuluhan stunting kepada kader Posyandu

69
Gambar Dokter internsip sedang mendengarkan jawaban dari salah satu peserta

penyuluhan di Posyandu Muncang

Gambar Pengukuran panjang badan di Posyandu Mawar Karangdempul

70
3. Materi Penyuluhan

Gambar Sebagian Powerpoint Materi Penyuluhan

4. Kuesioner

KUESIONER DETEKSI DINI FAKTOR RESIKO STUNTING DI DESA


JATISAWIT

Identitas Responden

1. Nama bapak/ibu :
2. Usia bapak/ibu :
3. Tinggi badan bapak/ibu :
4. Pedidikan bapak/ibu :
5. Jumlah anak balita :
6. Usia anak :
7. Jumlah anggota keluarga :

71
Pendapatan rumah tangga
Beri tanda ( √ ) yang sesuai !
Jumlah pendapatan dalam ≥ Rp. 1.542.000,- ≤ Rp. 1.542.000,-
1 bulan

Instrumen Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita


Pilihlah jawaban yang anda angap paling tepat dengan memberikan tanda (X) !
1. Apakah ibu pernah mendengar tentang gizi balita?
1. Pernah
2. Tidak pernah
2. Jika pernah, dari mana ibu mendengar tentang gizi balita tersebut? (boleh
lebih dari 1 jawaban)
1. Kader posyandu
2. Petugas puskesmas
3. PKK
4. TV, radio, koran, majalah
5. TOMA/ulama
6. Orang lain/ortu
7. Dll (sebutkan _____________________)
3. Apakah ibu pernah mendengar tentang gizi buruk pada balita?
1. Pernah
2. Tidak pernah
4. Apakah ibu tahu ciri-ciri anak yang mengalami gizi buruk?
1. Pendek
2. Kurus
3. Pucat
4. Cengeng
5. Rmbut pirang
6. Dll (Sebutkan__________________)

72
5. Menurut ibu, apakah jenis bahan makanan sumber karbohidrat?
1. Beras
2. Roti
3. Ikan
4. Tempe
5. Sayup
6. Buah
7. Minyak
8. Margarin
6. Menurut ibu, apakah jenis makanan sumber protein?
1. Beras
2. Roti
3. Ikan
4. Tempe
5. Sayup
6. Buah
7. Minyak
8. Margarin
7. Menurut ibu, apakah jenis bahan makanan sumber lemak?
1. Beras
2. Roti
3. Ikan
4. Tempe
5. Sayup
6. Buah
7. Minyak
8. Margarin

73
8. Menurut ibu, apakah jenis bahan makanan sumber vitamin dan mineral?
1. Beras
2. Roti
3. Ikan
4. Tempe
5. Sayup
6. Buah
7. Minyak
8. Margarin
9. Menurut ibu, apakah yang menyebabkan anak stunted/pendek?
1. Genetik/turunan
2. Konsumsi makanan
3. Tidak tahu
10. Menurut ibu, makanan yang bergizi bagi balita terdiri dari apa saja? (boleh
> 1 jawaban)
1. Makanan pokok
2. Protein hewani
3. Protein nabati
4. Sayuran
5. Buah
6. Susu
7. Tidak tahu
11. Menurut ibu, balita yang sehat itu seperti apa?
1. Gemuk
2. Sedang
3. Tidak tahu

74
Pedoman Wawancara Terstruktur Kebiasaan Makan Ibu

1. Berapa kali Anda makan dalam sehari?


a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
2. Bagaimana variasi menu atau hidangan makanan yang anda makan setiap
hari?
a. Makanan pokok dan sayur
b. Makanan pokok, sayur dan lauk
c. Makanan pokok, sayur, lauk dan buah
d. Makanan pokok, sayur, lauk, buah dan susu
3. Darimanakah anda bisa mendapatkan makanan (jawaban boleh lebih dari
1)
a. Membeli di warung / pasar
b. Diberi oleh tetangga
c. Hasil panen sendiri
d. Lain-lain sebutkan ......
4. Bahan makanan pokok yang sering anda konsumsi sehari-hari adalah?.
a. Nasi / beras
b. Ketela
c. Mi instan
d. Lain-lain sebutkan ...
5. Apakah jenis sayuran yang sering anda konsumsi? (jawaban boleh lebih
dari 1)
a. Kacang panjang
b. Bayam
c. Buncis
d. Lain-lain sebutkan ...
6. Jenis sayuran apakah yang anda suka? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. Lembayung

75
b. Kacang panjang
c. Sawi hijau
d. Lain-lain sebutkan ...
7. Jenis sayuran apakah yang paling tidak anda suka?
a. Kenikir
b. Pare
c. Buncis
d. Lain-lain sebutkan …
8. Apakah jenis bahan makanan lauk hewani yang paling anda suka?
a. Telur
b. Ikan
c. Daging
d. Lain-lain sebutkan ...
9. Berapa kali anda mengkonsumsi ikan?
a. 1 kali atau lebih dari 1 kali/minggu
b. 1-6 kali/minggu
c. 1 kali/bulan atau lebih
d. Tidak pernah
10. Berapa kali anda mengkonsumsi telur?
a. 1 kali atau lebih dari 1 kali/minggu
b. 1-6 kali/minggu
c. 1 kali/bulan atau lebih
d. Tidak pernah
11. Bagaimanakah pengolahan lauk yang sering anda konsumsi? (jawaban
boleh lebih dari 1)
a. Direbus
b. Digoreng
c. Dibakar
d. Lain-lain sebutkan ...
12. Apakah jenis bahan makanan lauk hewani yang paling tidak anda suka?
a. Telur

76
b. Ikan
c. Daging
d. Lain-lain sebutkan ...
13. Apakah buah yang anda suka? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. Pisang
b. Jambu air
c. Alpukat
d. Lain-lain sebutkan ...
14. Apakah buat yang tidak anda suka? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. Sawo
b. Semangka
c. Alpukat
d. Lain-lain sebutkan ...
15. Jenis buah apa yang sering anda konsumsi? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. Pisang
b. Mangga
c. Pepaya
d. Lain-lain sebutkan ...
16. Berapa kali anda minum susu?
a. 1 kali atau lebih dari 1 kali/hari
b. 1-6 kali/minggu
c. 1 kali/bulan atau lebih
d. Tidak pernah
17. Berapa kali ibu makan bersama-sama dengan keluarga?
a. 3 kali sehari
b. 2 kali sehari
c. 1 kali sehari
d. Tidak pernah
18. Bagaimana cara makan yang sering ibu terapkan?
a. Duduk bersama di meja makan dengan anggota keluarga
b. Makan sendirian di dapur

77
c. Makan bersama sambil nonton tv
d. Lain-lain sebutkan ....

Instrumen Pola Pemberian Makanan Balita


a. Sikap Ibu
Berilah tanda (V) pada kolom yang telah disediakan untuk pernyataan di
bawah ini sesuai dengan yang anda lakukan!
KANG-
NO PERNYATAAN SELALU SERING
KADANG
TIDAK PERLU

A PENYUSUNAN MENU
1 Saya menyusun menu untuk anak mengikuti pola
menu keluarga
2 Saya memperhatikan komposisi zat gizidan
variasi menu dalam menyusun menu untuk anak
3 Penyusunan menu untuk anak berdasarkan pada
makanan yang saya senangi
4 Saya mengikutsertakan anak dalam menentukan
menu makanan yang hendak dimakannya
5 Sebelum menentukan jumlah dan jenis bahan
makanan sehari yang diberikan kepada anak,
saya menghitung kebutuhan gizi anak terlebih
dahulu
B PENGOLAHAN
6 Bahan makanan yang saya olah untuk anak
berasal dari hasil panen sendiri
7 Saya mengguankan bahan makanan yang masih
segar dan berkualitas baik dalam mengolah
makanan untuk anak
8 Cara pengolahan yang saya lakukan dalam
mengolah makan untuk anak bervariasi (misal :
direbus, diungkep atau dikukus)
9 Saya menggunakan bambu yang merangsang dan
beraroma tajam dalam mengolah makanan untuk
anak
10 Pada waktu membuat sayur untuk anak, bahan
sayur saya potong-potong terlebih dahulu
sebelum dicuci kemudian saya masukkan bahan
sayur yang akan dimasak tersebut sebelum kuah
sayur mendidih

78
KANG-
NO PERNYATAAN SELALU SERING
KADANG
TIDAK PERLU

C PENYAJIAN
11 Dalam penyajian makanan untuk anak, saya
membentuk makanan dan memberi hiasan yang
menarik
12 Makanan yang saya sajikan untuk anak
mempunyai komposisi warna yang sama
13 Saya memberikan makanan untuk anak langsung
dalam porsi banyak
14 Saya menggunakan alat makan yang menarik
dalam menyajikan makanan untuk anak (missal:
bentuk badut, ikan, dll)
15 Saya membuat variasi penyajian makanan untuk
anak meskipun dari bahan yang sama
D CARA PEMBERIAN MAKANAN UNTUK
ANAK
16 Pola makanan yang diterapkan dalam sehari
terdiri dari 3 kali makan utama (pagi, siang dan
malam) serta 2 kali makanan selingan
17 Pemberian makanan untuk anak dilakukan secara
teratur sesuai dengan jadwal makan
18 Saya dibantu oleh anggota keluarga yang lain
dalam memberikan makanan kepada anak
19 Saya memberikan makanan yang nilai gizinya
baik meskipun saya tidak menyukainya
20 Saya memberikan susu atau makanan selingan
kepada anak dekat dengan waktu makan utama
21 Saya melarang anak mengambil makanan sendiri
karena sering tumpah dan berceceran
22 Saya memaksa anak untuk menghabiskan porsi
makanan yang saya siapkan
23 Pada waktu memberikan makanan, saya
mengajaknya makan sambal bermain dan jalan-
jalan di luar rumah
24 Saya mengawasi dan mendampingi anak ketika
makan

79
b. Konsumsi makanan balita
Jawablah dengan memberi tanda (v) pada kolom yang tersedia sesuaidengan yang
dikonsumsi anak!
Frekuensi Konsumsi
Nama Bahan
No >1X/ 1X/ 4-6x/ 1-3X/ 1x >1 Tidak Ket
Makanan
hari hari minggu minggu /Bulan bulan pernah
1 Bahan Makanan Pokok
a. Beras/nasi
b. Jagung
c. Ketela
d. Ubi
e. Kentang
f. Roti
g. Sagu
h. Mie
i. Makaroni
j. Lain-lain sebutkan
2 Bahan Sayuran
a. Bayam
b. Kangkung
c. Selada air
d. Lembayung
e. Daun singkong/
ketela
f. Labu siam
g. Kacang panjang
h. Wortel
i. Labu
j. Kol/kubis
k. Bunga kol
l. Buncis
m. Terong
n. Gambas
o. Seledri
p. Jamur
q. Lain-lain sebutkan
3 Bahan Lauk Hewan
a. Daging

80
Frekuensi Konsumsi
Nama Bahan
No >1X/ 1X/ 4-6x/ 1-3X/ 1x >1 Tidak Ket
Makanan
hari hari minggu minggu /Bulan bulan pernah
b. Ayam
c. Telur ayam
d. Telur itik
e. Telur puyuh
f. Hati ayam
g. Ikan segar
h. Ikan asin
i. Udang
j. Bakso
k. Sosis
l. Lain-lain sebutkan
4 Jenis Lauk Nabati
a. Tahu
b. Tempe kedelai
c. Kacang tanah
d. Kacang merah
e. Perkedel kelapa
f. Lain-lain sebutkan
5 Buah-buahan
a. Pisang
b. Papaya
c. Jeruk
d. Apel
e. Nanas
f. Manga
g. Semangka
h. Jambu air
i. Jambu biji
j. Belimbing
k. Alpukad
l. Sawo
m. Melon
n. Lain-lain sebutkan
6 Makanan Selingan
a. Bakwan jagung
b. Pisang goring

81
Frekuensi Konsumsi
Nama Bahan
No >1X/ 1X/ 4-6x/ 1-3X/ 1x >1 Tidak Ket
Makanan
hari hari minggu minggu /Bulan bulan pernah
c. Lumpia
d. Pudding
e. Biskuit
f. Creakers
g. Chiki snack
h. Potato snack
i. Lain-lain sebutkan
7 Susu
a. ASI
b. Susu Formula
c. Susu Sapi Segar
d. Susu Kedelai
e. Lain-lain sebutkan

82
1. Lingkar Lengan Atas (LILA)
:
2. Hemoglobin (Hb) saat hamil
:
3. Berat Badan Lahir (BBL) :
4. Vitamin A : 6 bulan – 1 tahun 1x/th,
1-2 tahun 2x/th
5. Penyuluhan Air Susu Ibu (ASI)/ Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MPASI): Pernah/tidak

A. POLA ASUH ANAK BALITA


No Pola Asuh 0-6 bulan > 6 – 24 bulan > 2 tahun
1. Diberikan colostrum
2. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
3. Susu formula
4. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan tambahan
5.
(PMT)
6. Kunjungan ke posyandu
7. Penimbangan berat badan
8. Pengukuran tinggi badan
9. Imunisasi

Kalau ada mendapatkan imunisasi isi tabel berikut ini


No Imunisasi yang didapatkan PERNAH TIDAK PERNAH
1. BCG
2. DPT
3. POLIO
4. CAMPAK
5. HEPATITIS B
6. Kapsul vitamin A

83
1. Makanan apa saja yang telah ibu berikan kepada anak ibu?
a. Makanan pokok
b. Lauk pauk
c. Kacang-kacangan
d. Sayur
e. Buah
2. Apakah yang ibu lakukan bila anak ibu sakit?
a. Dibawa ke dokter/bidan desa
b. Dirawat sendiri di rumah

B. INFEKSI
1. Apakah dalam waktu tiga bulan terakhir ada balita Ibu menderita sakit
indeksi
a. Tidak
b. Ada
2. Jika ada, penyakit infeksi apa yang diderita?

Jenis Penyakit 1 = ya ; 0 = tidak


Diare
Pertusis
Difteri
Ispa
Disentri
DBD
Cacingan
TBC
Polio
Hepatitis B
Campak
Lain-lain

84
No Pertanyaan Ya Tidak
1. Jarak cubluk/resapan kurang dari 10 meter dari sumur
2. Lantai jamban tidak rapat, sehingga memungkinkan
serangga dan binatang penular penyakit dapat masuk
kedalam cubluk/resapan serta menimbulkan bau
3. Lubang masuk kotoran terbuka/bukan closet
4. Jamban belum dilengkapi dengan rumah jamban
5. Lantai licin dan tidak mudah dibersihkan
6. Panjang/lebar dantai < 1 meter
7. Rumah jamban tanpa atap
Jumlah Jawaban

85

Anda mungkin juga menyukai