PUSKESMAS
Oleh :
1. dr. Ardi Septiawan
2. dr. Octavia Ukhti Prakarsi
3. dr. Priska Noviyanti
4. dr. Putri Beauty Oktovia
5. dr. Rizkia Retno Dwiningrum
6. dr. Yudi Kartasasmita
Pembimbing :
dr. Nurul Iswahyuni
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan mini project yang berjudul “Gambaran Pengetahuan
Penderita Terhadap Penyakit Hipertensi dan Evaluasi Program Posbindu-Ptm di
Kecamatan Tanjung Agung”. Adapun penulisan laporan mini project ini dibuat
dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas Program Internsip Dokter
Indonesia di Puskesmas Tanjung Agung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya laporan mini project ini masih
memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
laporan mini project ini. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
bervariasi pada tiap individu, mulai dari penglihatan kabur, vertigo, telinga
berdenging, hingga nyeri tengkuk belakang kepala dan jantung berdebar.2
Insiden dan prevalensi PTM diperkirakan mengalami peningkatan
secara cepat pada abad ke-21. Hal ini akan menjadi tantangan utama
masalah kesehatan di masa yang akan datang. Pada tahun 2020
diperkirakan PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh
kesakitan di dunia. Menurut WHO (World Health Organization) dan ISH
(The International Society of Hypertension) tahun 2012, terdapat 800 juta
penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 4 juta diantaranya meninggal
setiap tahunnya, serta tujuh dari setiap sepuluh penderita hipertensi tidak
mendapatkan pengobatan yang memenuhi. Berdasarkan data Riskesdas
2018, prevalensi hipertensi pada pasien usia ≥18 tahun di Indonesia adalah
sebesar 9,4% dan sekitar 8,4% di Sumatera Selatan.3,4 Angka kejadian
hipertensi di Kecamatan Tanjung Agung juga cukup tinggi dan selalu
masuk ke dalam 10 penyakit terbesar setiap tahunnya.
Untuk mengatasi tingginya angka prevalensi hipertensi di Indonesia,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengadakan suatu program
yang disebut Posbindu, yaitu pos pembinaan terpadu yang merupakan
upaya kesehatan berbasis masyarakat dalam deteksi dini, monitoring dan
tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan
dibawah pimpinan Puskesmas.1,5 Posbindu melibatkan peran serta
masyarakat yang diberikan fasilitas dan bimbingan untuk ikut berpartisipasi
dalam pengendalian faktor risiko PTM dengan dibekali pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan deteksi dini, monitoring faktor risiko PTM
serta tindak lanjutnya.6
Sejak mulai dikembangkan pada tahun 2011, Posbindu PTM di
Indonesia pada tahun 2013 telah bertambah jumlahnya menjadi 7.225 di
seluruh Indonesia.6 Dengan memberdayakan dan meningkatkan peran serta
masyarakat dalam program ini, Posbindu diharapkan menjadi suatu strategi
pengendalian PTM yang efektif dan efisien. Namun kenyataan yang terjadi
di lapangan, masih banyak masyarakat yang belum mengerti akan tingginya
dan bahaya yang dapat diakibatkan oleh penyakit PTM ini, khususnya
2
hipertensi. Masih banyak masyarakat yang kurang peduli dan tidak
melibatkan diri dalam program Posbindu, serta belum ada data pasti apakah
semua Posbindu yang jumlahnya sudah cukup banyak di Indonesia tersebut
telah menjalankan fungsinya dengan baik. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui gambaran pengetahun dan perilaku masyarakat di
Kecamatan Tanjung Agung serta mengevaluasi program Posbindu PTM
Puskesmas Tanjung Agung.
3
1.3.4 Bagaimana pelaksanaan program Posbindu di Kecamatan Tanjung
Agung?
4
mengendalikan Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan melibatkan
diri dalam program Posbindu PTM di Puskesmas Tanjung Agung.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuanmerupakanhasilpenginderaanmanusiaatauhasildaripenge
tahuanseseorangterhadapsesuatuobjektertentumelaluiindera yang
dimilikinya,
padawaktupenginderaansampaimenghasilkanpengetahuantersebutsan
gatdipengaruhiolehintensitasperhatiandanpersepsiterhadapobjek.Seba
gianbesarpengetahuandiperolehmelaluiinderapendengarandanindrape
nglihatan.Penglihatanseseorang
terhadapobjekmempunyaiintensitasatautingkat yang berbeda-
beda.7,8,9,10
Pengetahuan di pengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin
luas pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan seseorang
yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal
ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan seseorang tentang
suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif.7,8
Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin
banyak aspek, semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap yang semakin positif.
Menurut WHO (Word Health Organization) yang dikutip oleh
Notoadmojo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat
dijabarkan melalui pengetahuan yang dijabarkan melalui pengalaman
sendiri.7,8
Pengetahuanataukognitifmerupakan domain yang
sangatpentinguntukterbentuknyatindakanseseorang (over behavior)
6
daripengalamandanpenelitianternyataperilakudidasariolehpengetahua
n yang lebihtinggidaripadaperilaku yang didasariolehpengetahuan.11
Pengetahuanmencakupkognitif, mempunyaienamtingkatanantaralain
:7,8,9,10,12
a. Tahu (know)
Tahudiartikansebagaipengingatsuatumateri yang
telahmempelajarisepenuhnya yang
termasukkedalampengetahuantingkatiniadalahmengingatkembalit
erhadapsesuatu yang spesifikdariseluruhbadan yang
dipelajariataurangsangan yang telahditerima “tahu” iniadalah
tingkatan paling rendah. Kata
kerjauntukmengukurbahwaseseorangtahutentangapa yang
dipelajariantaralain :menyebutkan, merugikan, mendefinisikan,
mengatakandansebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahamidiartikansebagaisuatukemampuanuntukmenjelaskanse
carabenartentangobjek yang
diketahuidandapatmenginterpretasikanmateriharusdapatmenyebu
tkandanmenjelaskan.
c. Aplikasi (application)
Aplikasidiartikansebagaikemampuanuntukmenggunakanmateri
yang dipelajaripadasituasidankondisi
real.Aplikasidapatdiartikanpenggunaanhukum-hukum, rumus-
rumus, metode, prinsip, dansebagainyadalamkonteksatausituasi
yang lainnya.
d. Analisis (analysis)
Analisisadalahsuatukemampuanuntukmenjabarkanmateriatausuat
uobjekkedalamkomponen-
komponentetapimasihdalamsuatustrukturorganisasitersebutdanm
7
asihadakaitan satusama lain. Kemampuan
analisisinidapatdilihatdaripenggunaan kata-kata kerja,
dapatmenggambarkan (membuatbagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkandansebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesismenunjukkansebagaikemampuanuntukmeletakkanataume
nghubungkanbagian-bagiandalamsuatubentukkecenderungan
yang baru, dengan kata lain sintesisadalahsuatukemampuan
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasiiniberkaitandengankemampuanjustifikasi
ataupenilaianterhadapsuatumateriatauobjek.Penelitianiniberdasar
kansuatukriteria yang telahada.
8
2. Pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang,
dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang bekerja semakin
banyak pengetahuan yang diperoleh.
3. Umur
Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin bertambah umur seseorang semakin
banyak pengetahuan yang didapat.
4. SumberInformasi
Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu
kejadian-kejadian dan kesatuan nyata apa air, apa alam, apa
manusia dan sebagainya.7,8
9
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
4. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,
cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia
telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuan, dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.7,8
b. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan
Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah.7,8
10
4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan rumah tangga,
maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku
merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. 7,8,9
Perilaku merupakan fungsi karakteristik individu dan
lingkunganya. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus – Organisme – Respon.7,8,9
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua:7
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
11
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.2.2 Bentuk Perilaku
Bentuk perilaku terdiri dari 2 macam yaitu:
a. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi
didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat
oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan.
b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat
diobservasi secara langsung
12
Menurut Notoatmodjo, faktor-faktor yang berperan dalam
pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor internal Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri
yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan
sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar.
Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara kedua
konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang
berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja
diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu
perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali.
d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu
bersifat tidak menyenangkan.
2. Faktor eksternal Faktor-faktor yang berada diluar individu yang
bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-
hasil kebudayaan yang disajikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku
adalah konsep dari Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo
(2003) menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor
utama yakni :
1. Faktor predisposisi (predisposing faktor). Faktor-faktor ini
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dfan
sebagainya
13
2. Faktor pemungkin (enabling faktor) Faktor-faktor ini mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing faktor) Faktor-faktor ini meliputi
faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan
perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, suami dalam
memberikan dukungannya kepada ibu primipara dalam merawat
bayi baru lahir.
2.3. Hipertensi
2.3.1 Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang.15
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan
otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai.16
14
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1,
dan hipertensi derajat 2.16
2.3.2 Epidemiologi
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di
Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu
sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia.16
15
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di
Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun
2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%).
Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat
pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar
akan bahaya penyakit hipertensi.16
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan
Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan
sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum
obatsendiri.16
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit
analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8%
penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini
penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat
65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang
cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya
melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka
Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x
1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.16
16
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki
berat badan lebih atau obesitas dari 20% dan
hiperkolesterolmempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi.
Pada umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih
dikarenakan pola hidup (life style) yang tidak sehat. Faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri
sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada
hipertensi esensial. Teori esensial menjelaskan bahwa terjadinya
hipertensi disebabkan oleh faktor yang saling mempengaruhi,
dimana faktor yang berperan utama dalam patofisiologi adalah faktor
genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam,
stres, dan obesitas.16
2.3.4 Klasifikasi
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:16
1. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup
seperti kurang bergerak (inaktivas) dan pola makan.
Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90% pada semua
kasus hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekiar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal,
sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu, misalnya pil KB.
17
Jenis hipertensi yang lain, adalah sebagai berikut:16
a. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat
melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan
penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal
jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan
pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan
pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian
pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean
survival/sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk
pada National Institute of Health adalah apabila tekanan
sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau rerata
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih30 mmHg pada aktifitas dan tidak
didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit
myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya
kelainan paru.
b. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya
terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
a) Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai
hipertensi yang diakibatkan kehamilan/keracunan
kehamilan (selain tekanan darah yang meninggi, juga
didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklampsi
adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.
18
b) Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak
sebelum ibu mengandung janin.
c) Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabunganpreeklampsia dengan hipertensi kronik.
d) Hipertensi gestasional atau hipertensi dalam kehamilan,
yang penyebab sebenarnya belum jelas. Ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan
pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet,
tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor
keturunan, dan lain sebagainya.
2.3.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat
vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju
gangliasimpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak
melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin
sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh
darah untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan
mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh
darah. Mekanisme ini antara lain:17
a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan
eksitasi pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan
norepineprin dan epineprin oleh medulla adrenal ke dalam darah.
Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di dalam
sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah untuk
vasokonstriksi. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor.
b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin
19
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma
menjadi substrat renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian
dirubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama hormon ini
masih menetap didalam darah.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
darah perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada lanjut usia. Perubahan struktural dan fungsional meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah, sehingga
menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volumesekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.17
20
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik),
namun tanda-tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan
kenaikan pada dua kali pengukuran tekanan darah secara berturutan
dan bruits (bising pembuluh darah yang terdengar di daerah aorta
abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis
disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi
hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan
dengan keadaan yang menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab
adalah sindrom cushing yang menyebabkan obesitas batang tubuh
dan striae berwarna kebiruan, sedangkan pasien feokromositoma
mengalami sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat dan
perspirasi yang sangat banyak.
2.3.7 Tatalaksana
2.3.7.1 Non Farmakologi
Tabel 2.2. Modifikasi Gaya Hidup untuk Hipertensi16
Modifikasi Rekomendasi Rerata
Penurunan
TDS
Penurunan berat Jaga BB ideal (BMI: 5 – 20
2
badan 18,5-24,9 kg.m ) mmHg/10 kg
Dietary Approaches Diet kaya buah, 8 – 14 mmHg
to Stop Hypertension sayuran, produk rendah
(DASH) lemak dengan jumlah
Pembatasan asupan lemak total dan lemak 2 – 8 mmHg
natrium jenuh yang rendah
Kurangi hingga <100
mmol per hari (2.0 g
Aktivitas fisik natrium atau 6.5 g – 9 mmHg
aerobik natrium klorida atau 1
sendok teh garam
Stop alkohol perhari) 2 – 4 mmHg
Aktivitas fisik aerobik
yang teratur (mis: jalan
cepat) 30 menit sehari,
hampir setiap hari
dalam seminggu
21
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan
nonfarmakologi sangat penting untuk mencegah tekanan
darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada
penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:16
1. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body
Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI
dapat diketahui dengan rumus membagi berat badan
dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam
satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan
melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5–5 kg dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg.
2. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan
diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari
(kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan
mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg
setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara
mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari.
3. Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat
meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau
menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah.
4. Makan makanan yang mengandung kalium dan kalsium
yang cukup
22
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan
dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak
3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium
menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet
potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
5. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan
utama rokok adalah tembakau, didalam tembakau
terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih
keras karena mempersempit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah.
6. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan
tekanan darah sementara. Menghindari stress pada
penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara
relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang
dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi.
7. Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan
alternatif yang menggunakan minyak esensial untuk
memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional,
setelah aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk
rileks sehingga menurunkan aktifitas vasokonstriksi
pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan
menurunkan tekanan darah.
8. Terapi masase (pijat)
23
Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran
energi dalam tubuh sehingga meminimalisir gangguan
hipertensi beserta komplikasinya, saat semua jalur energi
terbuka dan aliran energi tidak terhalang oleh tegangnya
otot maka resiko hipertensi dapat diminimalisir.
2.3.7.2 Farmakologi
24
b. Hipertensi stage 2
Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi
selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat,
biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat
ACE atau penyekat reseptor beta atau penghambat
kalsium.
c. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya
kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi di
atas. Sebaiknya pilih obat hipertensi yang diminum
sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari.
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis
atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah
tercapai.
25
a.) Golongan metildopa, penyekat reseptor β,
antagonis kalsium, vasodilator.
b.) Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII
tidak boleh digunakan selama kehamilan.
2.2 Posbindu-PTM
2.2.1 Definisi
Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat
dalamkegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor
risiko PTMsecara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
dikembangkansebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM
mengingat hampirsemua faktor risiko PTM tidak memberikan gejala
pada yang mengalaminya.1
Posbindu PTM merupakan salah satu upaya kesehatan
masyarakat(UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan
preventif dalampengendalian PTM dengan melibatkan masyarakat
mulai dari perencanaan,pelaksanaan dan monitoring-evaluasi.
Masyarakat diperankansebagai sasaran kegiatan, target perubahan,
agen pengubah sekaligussebagai sumber daya. Dalam pelaksanaan
selanjutnya, kegiatan PosbinduPTM menjadi Upaya Kesehatan
Bersumber daya Masyarakat(UKBM), di mana kegiatan ini
diselenggarakan oleh masyarakat sesuaidengan sumber daya,
kemampuan, dan kebutuhan masyarakat.2
26
sewaktu, kolesterol total, trigliserida, pemeriksaan klinik
payudara, arus puncak ekspirasi, lesi pra kanker (Inspeksi
Visual asam asetat/IVA positif), kadar alkohol dalam darah,
tes amfetamin urin.2
27
Sebelum dan setelah kegiatan Posbindu PTM dapat
dilaksanakan kegiatan bersama, seperti senam bersama,
bersepeda, ceramah agama, demo makanan sehat, penyuluhan
kesehatan tentang IVA danCBE, upaya berhenti merokok, gizi
seimbang, dll.
28
2.2.3 Pemantauan, Penilaian, dan Pembinaan Posbindu-PTM
2.2.3.1 Pemantauan dan Penilaian
Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan
sudahdilaksanakan sesuai dengan perencanaan, apakah hasil
kegiatan sudahsesuai dengan target yang diharapkan dan
mengidentifikasi masalahdan hambatan yang dihadapi, serta
menentukan alternatif pemecahanmasalah.2
Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek
masukan,proses, keluaran atau output termasuk kontribusinya
terhadap tujuankegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk
mengetahui sejauh manatingkat perkemban¬gan kegiatan
Posbindu PTM dalam penyelenggaraannya,sehingga dapat
dilakukan pembinaan.
Pemantauan dilakukan dengan cara :2
a. Analisis laporan hasil kegiatan Posbindu PTM
b. Kunjungan Lapangan pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM
c. Sistim Informasi Manajemen PTM.
Pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM dilakukan
sebagaiberikut:
1. Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas
Puskesmas.
2. Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas
pelaksanaPosbindu PTM.
3. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali
danpenilaian indikator dilakukan setiap 1 tahun sekali.
4. Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai
bahan penilaian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan
informasi besaran faktor risiko PTM di masyarakat serta
tingkat perkembangan kinerja Kegiatan Posbindu PTM
disamping untuk bahan menyusun perencanaan
pengendalian PTM pada tahun berikutnya.
29
5. Hasil pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM
disosialisasikan kepada lintas program, lintas sektor terkait
dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah upaya
tindak lanjut.
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan
Kegiatan Posbindu PTM di masyarakat/lembaga/institusi,
Provinsi maupunKabupaten/Kota, dengan memperhatikan
prinsip-prinsip sebagaiberikut:
1. Obyektif dan Professional
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
professional berdasarkan analisis data yang lengkap dan
akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan
masukan yang tepat terhadap pelaksanaan kebijakan
pengendalian PTM.
2. Terbuka/Transparan
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
terbuka/transparan dan dilaporkan secara luas melalui
berbagai mediayang ada agar masyarakat dapat mengakses
dengan mudah tentanginformasi dan hasil kegiatan
pemantauan dan penilaian KegiatanPosbindu PTM.
3. Partisipatif
Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan penilaian dilakukan
denganmelibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku
program PTM.
4. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dapat
dipertanggungjawabkansecara internal maupun eksternal.
5. Tepat Waktu
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dilakukan
sesuaidengan waktu yang dijadwalkan.
6. Berkesinambungan
30
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan
secaraberkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai
umpan balikbagi penyempurnaan kebijakan.
7. Berbasis Indikator Kerja
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan
berdasarkan kriteriakinerja, baik indikator masukan,
proses, luaran, manfaat maupundampak.
Pemantauan dan penilaian keberhasilan dari penyelenggaraan
kegiatanPosbindu PTM harus dilakukan dengan
membandingkan indikator yangtelah ditetapkan sejak awal
dan dibandingkan dengan hasil pencapaiannya. Indikator
tersebut terdiri dari:
1. Tingkat Perkembangan Posbindu PTM
Penilaian terhadap tingkat perkembangan Posbindu dilakukan
sebagai bahan dasar perencanaan dan pengembangan kegiatan
sertaintervensi pembinaan dalam dukungan penguatan
kapasitas PosbinduPTM terhadap upaya pengendalian faktor
risiko PTM di masyarakat.
Beberapa tolak ukur hasil pengukuran dan tindak lanjut
faktor risikoPTM yang menjadi indicator untuk perkembangan
kegiatan PosbinduPTM yaitumerokok,konsumsi buah dan
sayur, aktivitas fisik, Konsumsiminuman beralkohol, IMT,
lingkar perut, tekanan darah,gula darah,kolesterol total,
trigliserida, pemeriksaan klinis payudara, IVA,
pemeriksaanfunsi paru (arus puncak ekspirasi), kadar alkohol
dalam darah, tes amfetamine urin.
Untuk menilai hal tersebut dapat dilihat berdasarkan
indikator cakupan kegiatan posbindu PTM dan indikator
proporsi faktor risikoPTM.
2. Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM
Indikator ini untuk menilai cakupan kegiatan Posbindu PTM
terhadap masyarakat di tingkat desa/kelurahan.Cakupan
31
tingkat posbinduadalah prosentase penduduk > 15 tahun yang
diperiksa faktor risiko PTM di 1(satu) Posbindu PTM dibagi
dengan jumlah penduduk berusia≥ 15 tahun di satu
desa/kelurahan.
32
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional:
Hasil cakupan akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai
dari desa/kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi
serta nasionaldengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai
yang ditetapkan danhijau bila kurang atau sama dengan nilai
yang ditetapkan
4. Indikator Proporsi Faktor Risiko PTM pada Posbindu
PTM .
Berdasarkan hasil pemeriksaan faktor risiko, maka dapat
diketahuikondisi faktor risiko disuatu posbindu atau suatu
wilayah yang merupakanrekapitulasi proporsi dari posbindu di
wilayahnya. Proporsi faktorrisiko ini untuk kewaspadaan
masyarakat dan pengelola program PTMterhadap suatu faktor
risiko di waktu tertentu dan prediksi atau proyeksiPTM di masa
datang, serta intervensi yang diperlukan.
Proporsi Faktor Risiko PTM adalah prosentase hasil faktor
risikodari peserta Posbindu PTM yang diperiksa dibagi jumlah
peserta setiapkunjungan posbindu PTM.
Proporsi Faktor Risiko PTM:
2.2.3.2 Pembinaan
33
Pembinaan teknis ditujukan terhadap kelompok masyarakat
yang aktif menyelenggarakan Posbindu PTM. Hasil penilaian
terhadap masing-masing indikator merupakan informasi yang
digunakan untuk pembinaan lebih lanjut.
Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh puskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, provinsi, dan nasional.
Dukungan Pemerintahpusat dan Daerah terhadap kegiatan
posbindu PTM harusberjalan optimal untuk menjamin
keberlangsungan penyelenggaraanPosbindu PTM di
masyarakat, termasuk memotivasi dan memfasilitasi
organisasi masyarakat/profesi/swasta/dunia usaha sesuai
dengankearifan lokal.
Adanya kegiatan Posbindu PTM di setiap Desa/Kelurahan,
merupakanbagian integral dari kegiatan Desa/Kelurahan
Siaga, yang mempunyaikomponen akses pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat,pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan UKBM dan mendorongupaya surveilans
berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatandan
penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan
sertaPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 JenisdanMetodePenelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian yang
digunakan adalah survey dengan teknik dengan kuisioner dan wawancara.
3.2 RancanganPenelitian
Rancanganpenelitian yang digunakanadalahpenelitiancross sectional.
3.3 WaktudanTempatPenelitian
Lokasi penelitian bertempat di Puskesmas Tanjung Agung dan seluruh
posbindu PTM di desa wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung.
WaktupelaksanaanyaituselamabulanDesember 2018-Januari 2019.
3.4.2 Populasi
35
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi di Kecamatan Tanjung Agung dan seluruh
perangkat desa di posbindu PTM wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Agung, diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut.
1. Kriteriainklusi :
a. Memiliki riwayat penyakit hipertensi
b. Berobat kepoli PTM di Puskesmas Tanjung Agung
c. Perangkat desa yang memiliki posbindu PTM
d. Bersedia secara sukarela menjadi subjek penelitian
2. Kriteria eksklusi :
a. Tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi
b. Tidak berobat kepoli PTM di Puskesmas Tanjung Agung
c. Perangkat desa yang tidak memiliki posbindu PTM
d. Tidak bersedia secara sukarela menjadi subjek penelitian
3.4.3 TeknikPengambilanSampel
MenurutSastroasmorodan Ismael (2010),
besarsampeltunggaluntukestimasiproporsisuatupopulasidapatditentuka
ndenganmenggunakanrumussebagaiberikut:
n = besarsampel minimum
Zα = nilaidistribusi normal baku (table Z) pada α tertentu
P = proporsipenyakitataukeadaan yang akandicari
D = tingkatketepatanabsolut yang dikehendaki/kesalahan (absolut)
yang dapatditolerir
36
Q = (1-P)bilaproporsisebelumnyatidakdiketahui, makadipergunakan
P= 0,5.
3.5.2 Perilaku
Perilaku adalah cara seseorang menyikapi suatu kondisi atau obyek
yang dihadapinya.
3.5.3 Hipertensi
37
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang
3.5.4 Usia
Usia adalah waktu yang telah dijalani sejak keluar dari in utero,
dihitung dalam tahun sejak kelahiran.
3.5.5 Pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir yang telah diselesaikan responden
38
Keikutsertaa responden pada penelitian ini bersifat sukarela. Responden
dapat menolak maupun mengundurkan diri setiap saat. Bila responden
tidak mengikuti dan menaati aturan yang diberikan, responden dapat
dikeluarkan setiap saat selama penelitian.
Evaluasi hasil
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
Tabel 4.3. Distribusi Pendidikan Pasien Hipertensi di Puskesmas
Tanjung Agung
Jenis Kelamin n %
Rendah 34 33,7
Menengah 63 63,3
Tinggi 4 4
41
Pandan Enim 4 4
Penyandingan 1 1
Seleman 2 2
Sugih Waras 2 2
Tj. Agung 49 48,5
Tj. Bulan 2 2
Tj. Karangan 5 5
42
poli PTM-Lansia Puskesmas Tanjung Agung seperti dapat dilihat pada
tabel 4.7.
No Pernyataan B S
n % N %
1 Hipertensi merupakan suatu 40 39.6 61 60.4
penyakit dimana tekanan darah
mencapai > 140/90 mmHg.
2 Hipertensi dapat menyebabkan 79 78.2 22 21.8
stroke.
3 Hipertensi dapat disebabkan 71 70.3 30 29.7
karena keturunan.
4 Merokok merupakan salah satu 75 74.3 26 25.7
faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi.
5 Gejala yang ditemui pada 75 74.3 26 25.7
penderita hipertensi adalah sakit
kepala, rasa berat di tengkuk,
dan mudah marah.
6 Hipertensi hanya bisa diobati 18 17.8 83 82.2
dengan obat-obatan dari dokter.
7 Konsumsi alkohol dan kopi 57 56.4 44 43.6
yang berlebih dapat
menyebaban hipertensi
8 Hipertensi dapat disembuhkan. 22 21.8 79 78.2
9 Makan tinggi buah, tinggi 78 77.2 23 22.8
sayur, dan produk susu yang
rendah lemak, merupakan
makanan yang dianjurkan pada
penderita hipertensi.
10 Makanan yang asin dapat 72 71.3 29 28.7
menyebabkan hipertensi.
11 Saya mengetahui tentang 35 34.7 66 65.3
Posbindu PTM
12 Aktifitas fisik seperti jalan cepat 59 58.4 42 41.6
secara rutin setiap hari dapat
menurunkan tekanan darah.
13 Hipertensi hanya terjadi pada 37 36.6 64 63.4
lansia.
14 Saya selalu datang untuk 68 67.3 33 32.7
kontrol ulang setiap dua minggu
atau saat obat habis
43
15 Saya melakukan konsultasi gizi 34 33.7 34 33.7
untuk mengetahui makanan
yang harus dikonsumsi dan
dikurangi
Rata-rata 54,67 54,13 44,13 43,7
44
oleh 78 responden (77,2%). Namun hanya 34 responden (33,7%) yang
melakukan konsultasi gizi terkait hipertensi (pernyataan 15).
Sebagian besar pasien rutin untuk melakukan kontrol berobat ke
Puskesmas apabila obat habis (pernyataan 14) yaitu sebanyak 68
responden (67,3%). Hanya 35 responden (34,7%) yang mengetahui
tentang Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular yang
diselenggarakan oleh Puskesmas Tanjung Agung (pernyataan 11).
45
25 Tj. Karangan Ada (1) Aktif
26 Tj. Lalang Tidak ada
46
Posbindu PTM di Desa Indramayu sudah terlaksana rutin setiap
bulan walau hanya berupa balai pengobatan dan dijalankan bersamaan
dengan posyandu lansia. Pada setiap penyelenggaraan posbindu,
pasien yang hadir berkisar 30 orang. Pasien selalu membayar biaya
retribusi yang digunakan untuk pembelian alat kesehatan dan
persdiaan obat. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya partisipasi
masyarakat dalam kegiatan posbindu ini.
Pada Desa Lebak Budi, berdasarkan wawancara yang telah
dilakukan, dilaporkan bahwa pelaksanaan Posbindu PTM hanya aktif
pada tahun pertama yaitu di tahun 2016. Setelah itu, pelaksanaanya
belum terevaluasi dengan baik dan berhenti pada tahun-tahun
berikutnya.
Posbindu PTM di Desa Bedegung sudah terlaksana rutin setiap
bulan, namun karena dilaksanakan bersamaan dengan Posyandu
Lansia dan hanya kader yang mengetahui tentang kegiatan dan
cakupan Posbindu PTM, sedangkan kebanyakan masyarakat belum
tahu, maka cakupan masyarakat yang datang saat pelaksanaan bukan
termasuk rentang usia dewasa muda-dewasa tua, melainkan hanya
lansia. Sehingga secara keseluruhan program Posbindu PTM di desa
ini belum terlaksana dengan baik.
Sedangkan di Desa Pagar Dewa, Desa Lambur, Desa Bedegung,
dan Desa Muara Meo tidak terdapat Posbindu PTM sehingga baik
kades, nakes dan kader tidak mengetahui tentang pelaksanaan
Posbindu PTM.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari petugas Petugas
Puskesmas, pemantauan langsung terhadap Posbindu yang aktif hanya
dilakukan pada Posbindu di Desa Tanjung Agung. Sedangkan,
Posbindu di desa-desa lain, hanya dilaporkan melalui kader tanpa ada
pemantauan secara langsung oleh Puskesmas. Sehingga pelaporan
kegiatan yang telah dilakukan oleh masing-masing Posbindu belum
diketahui apakah sudah terlaksana dengan baik atau tidak.
47
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Pasien Hipertensi di Puskesmas Tanjung Agung
Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Penigkatan tekanan darah yang
berlangsung lama akan menimbulkan kerusakan pada beberapa organ
seperti ginjal, jantung, dan otak apabila tidak dilakukan deteksi dini dan
pengobatan yang memadai.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi pada pasien
usia ≥18 tahun di Indonesia adalah sebesar 9,4% dan sekitar 8,4% di
Sumatera Selatan. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup dan
kesadaran masyarakat dalam melakukan pemeriksaan rutin tekanan
darah agar deteksi dini terhadap terjadinya hipertensi dapat
dilaksanakan dengan baik.
Pada penelitian yang dilakukan di Poli PT-Lansia Puskesmas
Tanjung Agung dalam kurun waktu 1 bulan, didapatkan 101 responden
yang datang dengan hipertensi dengan kelompok usia >60 tahun
(67,3%) yang lebih tinggi diabndingkan dengan dan kelompok usia <
60 tahun (32,7%).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri (2014)
yang menyatakan bahwa kecenderungan terjadinya hipertensi lebih
tinggi pada usia lansia tua (old) dibandingankan dengan usia lansia
(elderly). Penelitian lain yang dilakukan oleh Raihan (2014)
menunjukkan bahwa mayoritas responden yang datang dengan
hipertensi berusia > 45 tahun. Peningkatan tekanan darah disebabkan
oleh karena setelah usia 45 tahun akan terjadi penebalan dinding arteri
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan jumlah tertinggi pada
kelompok wanita (60,4%) dibandingkan dengan pria (39,6%). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Raihan (2014) diketahui bahwa
kejadian hipertensi lebih tinggi pada jenis kelamin wanita dibandingkan
48
dengan pria. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rayhani (2005) yang mengatakan bahwa wanita (51%) lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan dengan pria (49%). Menurut Cartos
(2008) prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun, wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormone estrogen yang berperan dalam peningkatan HDL. Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Pada penelitian ini sebagian
besar responden berusia > 60 tahun (67,3%) dengan jenis kelamin
wanita (60,4%). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya
penurunan imunitas wanita pada usia menopause, sehingga terjadi
peningkatan kejadian hipertesi pada wanita.
Berdasarkan tingkat pendidikan, didapatkan hasil yang lebih tinggi
pada kelompok pendidikan menengah (SMP-SMA) (63,3%), sedangkan
kelompok terendah adalah pendidikan tinggi (S1) sebanyak 4 responden
(4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri (2014)
bahwa yang menunjukkan bahwa hipertensi pada lansia ecnderung
terjadi pada seseornag dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Menurut Anggara dan Prayitno (2013), tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah pada lansia karena tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang, seperti
kebiasaan merokok, pola makan, dan aktivitas fisik. Selain itu,
pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
untuk lebih mudah mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun
media massa.
Berdasarkan data pekerjaan, tidak terlihat adanya perbedaan yang
signifikan antara responden yang tidak bekerja (55,4%) dan bekerja
49
(44,6%). Dimana jenis pekerjan tertinggi adalah petani. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna (2017) yang
menemukan bahwa pekerjaan yang berisiko lebih rendah terhadap
hipertensi adalah petani. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa beberapa jenis pekerjaan menjadi faktor protektif terhadap
hipertensi yaitu PNS/ TNI/ Polri/ BUMN/ BUMD, wiraswasta, petani,
nelayan, buruh, dan kelompok pekerjaan lain. Bekerja dapat mencegah
hipertensi karena aktivitas fisik akibat kerja baik untuk peredaran darah,
orang yang tidak bekerja berisiko menderita hipertensi 8,95 kali
dibandingkan dengan orang yang bekerja. pada penelitian ini, masih
terlihat bahwa kejadian hipertensi tetap tinggi pada kelompok yang
bekerja (44,6%). Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor
risiko lain seperti gaya hidup, pola makan, dan genetik.
Dari 101 responden, asal desa pasien tersebar dalam 20 desa di
Kecamatan Tanjung Agung dan frekuensi terbanyak adalah berasal dari
Desa Tanjung Agung yaitu sebanyak 49 responden (48,5%). Hal ini
disebabkan cakupan wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung yang
luas yaitu mencapai 26 desa dengan luas wilayah….. sebagian besar
responden berasal dari desa dengan jarak yang paling dekat dengan
Puskesmas Tanjung Agung. Sedangkan pasien dengan tempat tinggal
yang jauh, lebih sulit untuk menjangkau pusat kesehatan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Olusegun dkk (2010) yang
menyatakan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan kontrol pada
pasien hipertensi. Faktor lain yang juga berpengaruh pada kepatuhan
kontrol pasien adalah tersedianya trasportasi menuju pusat pelayanan
kesehatan. Sehingga jarak yang jauh tidak menjadi halangan bagi pasien
untuk datang ke pusat pelayanan kesehatan.
Pada penelitian ini, sebagian besar pasien berasal dari desa
dengan jarak yang paling dekat dengan pusat pelayanan kesehatan.
Beberapa pasien yang berasal dari desa yang cukup jauh dari pusat
pelayanan, biasanya memanfaatkan transportasi umum. Sehingga, dapat
50
dilihat bahwa kepatuhan pasien dengan tempat tinggal yang dilalui oleh
angkutan umum juga cukup baik. Hasil ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jeremy Mattson (2010) menjelaskan
bahwa transportasi merupakan hal dasar yang penting dalam akses
pelayanan kesehatan dan pengobatan jangka panjang terutama pada
orang yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi. Penderita
penyakit kronis kronis yang memiliki transportasi baik lebih sering
melakukan kontrol dan kunjungan ke fasilitas kesehatan dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki transportasi.
51
belum mengetahui bahwa penyakit hipertensi ini tidak hanya terjadi
pada lansia.
Secara umum pasien telah mengetahui komplikasi dari hipertensi.
Pasien juga mengetahui bahwa faktor yang menyebabkan hipertensi
adalah keturunan, merokok dan konsumsi garam yang tinggi, namun
pasien belum banyak yang mengetahui bahwa konsumsi alkohol dan
kopi juga berperan dalam kejadian hipertensi.Dhianningtyas &
Hendrati, (2006) menyatakan bahwa sebagian besar hipertensi primer
terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada 20% terjadi dibawah usia
20 tahun dan diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan karena orang pada usia
produktif jarang memperhatikan kesehatan, seperti pola makan dan pola
hidup yang kurang sehat seperti merokok.
Sebagian besar pasien beranggapan bahwa pengobatan hipertensi
hanya mengonsumsi obat-obatan dari dokter, sehingga pasien tetap
menjalani gaya hidup dan pola makan yang tidak baik, hal ini akan
berakibat pada kegagalan pengobatan yang komprehensif. Pasien juga
beranggapan bahwa hipertensi dapat disembuhkan, sehingga setelah
mereka mencapai tekanan darah yang normal, pasien tidak datang
kembali untuk kontrol. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun
hanya dapat dikendalikan melalui kontrol kesehatan secara rutin,
melakukan diet rendah garam dan mengonsumsi obat secara teratur
untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ lain
yang ada pada diri pasien (Almisbah, 2008; Ratnaningtyas & Djatmiko,
2011).Hanya sepertiga pasien yang melakukan konsultasi gizi untuk
mengetahui makanan apa yang baik dikonsumsi dan dihindari dalam
penanganan penyakit hipertensi.
Lebih dari setengah pasien selalu rutin untuk melakukan kontrol
berobat apabila obat telah habis, hal ini menunjukkan adanya
kewaspadaan pasien terhadap peyakit yang dideritanya. Kepatuhan
berobat pasien hipertensi adalah ketaatan untuk memeriksakan tekanan
darah lebih dari satu kali berturut turut di psukesmas untuk mengetahui
keadaan tekanan darahnya. Jika penderita tidak patuh control, maka
52
tekanan darah tidak terkendali dan terjadi komplikasi. Kontrol berobat
ini tidak hanya bisa dilakukan di puskesmas, tetapi juga di posbindu
PTM. Namun hanya sepertiga pasien yang mengetahui tentang program
posbindu PTM ini.
Komunikasi antara petugas kesehatandengan pasien memiliki
peranan pentingdalam meningkatkan pengetahuan pasienterhadap
penyakitnya. Hal ini merupakan sebuah evaluasi bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan edukasi dan promosi kesehatan mengenai hipertensi
kepada masyarakat agar dapat mengoptimalkan pengobatan hipertensi
di Kecamatan Tanjung Agung.
53
pengobatan sementara. Sedangkan tahapan tindak lanjut berupa
penyuluhan sebagai sarana peningkatan pengetahuan masyarakat,
kegiatan senam bersama, hingga proses rujukan dalam rangka
melaksanakan pelayanan kesehatan berkelanjutan belum dilakukan
dengan maksimal. Pada setiap penyelenggaraan posbindu, pasien yang
hadir berkisar anatar 25-30 orang yang sebagian besar adalah lansia.
Selain itu, beberapa kader juga masih kurang aktif dalam pelaksanaan
program, salah satunya yaitu Desa Tanjung Agung. Dilaporkan bahwa
dari 10 kader, hanya 1-4 kader aktif yang ikut serta dalam pelaksanaan
kegiatan.
Berdasarkan pedoman penyelenggaraan posbindu PTM
menjelaskan bahwa tokoh masyarakat bertugas menggerakkan
masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mendukung dengan
sumber daya yang dimiliki terhadap penyelenggaraan posbindu PTM.
Pimpinan kelompok atau organisasi masyarakat mendukung dan
berperan aktif dalam kegiatan posbindu PTM sesuai dengan minat dan
misi kelompok atau organisasi tersebut (Dinkes Kota Semarang, 2014).
Desa yang memiliki kepala desa dengan selalu memberikan
motivasi pada setiap pelaksanaan kegiatan di masyarakat, seperti pada
posbindu PTM akan lebih baik dalam keberlangsungan dari kegiatan
posbindu PTM tersebut. Namun, desa yang kepala desanya tidak
memberikan motivasi sama sekali dari suatu program, seperti posbindu
akan sulit program posbindu PTM untuk lebih berkembang. Dukungan
motivasi tersebut dapat berupa pemberian tugas yang selalu dimonitor
dan disupervisi, selalu mempertimbangkan kemampuan kader sebelum
memberi tugas, kebiasaan kepala desa untuk melakukan peninjauan
terhadap pelaksanaan kegiatan posbindu PTM tersebut (Sigalingging,
2011).
Pada beberapa desa yang belum memiliki program Posbindu seperti
Desa Pagar Dewa, Desa Lambur, Desa Bedegung, dan Desa Muara
Meo sebaiknya dilakukan sosialisasi oleh pihak Puskesmas untuk
meningkatkan pengetahuan kades, kader, dan nakes mengenai program
54
Posbindu-PTM. Selain itu, pemantauan seacara langsung oleh pihak
Puskesmas terhadap Posbindu yang sedang berjalan juga sangat penting
untuk dilakukan agar setiap kegiatan yang dilakukan pada Posbindu
baik oleh nakes maupun kader terkoordinasi dengan baik dan sesuai
dengan target yang harus dicapai.
55
BAB V
KSEIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik responden penelitian didominasi oleh kelompok usia > 60
tahun (68%), perempuan (60,4%), berpendidikan menengah (63,3%), tidak
bekerja (55,4), dan sebagian besar bertempat tinggal di Desa Tanjung
Agung.
2. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang (53,5%),
responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 40,6%, dan hanya
5,9% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit
hipertensi.
3. Rata-rata pasien sudah memiliki pemahaman dasar mengenai penyakit
hipertensi (54,67%) mengenai batasan nilai tekanan darah, faktor resiko,
gejala, pengobatan dan komplikasi.
4. Terdapat 9Posbindu PTM aktif yang tersebar di Kecamatan Tanjung
Agung, namun dalam pelaksannnya masih terdapat kendala dan belum
optimal karena kurangnya pengetahuan mengenai program Posbindu PTM.
5.2 Saran
1. Perlunya edukasi dan promosi kesehatan mengenai hipertensi oleh tenaga
kesehatan kepada masyarakat agar dapat mengoptimalkan pengobatan
hipertensi di Desa Tanjung Agung.
2. Perlu diadakannya penekanan, pelatihan, dan pemantauan kepada pihak
desa agar program Posbindu PTM yang telah lama dicanangkan bisa
berjalan lebih baik lagi dan target kegiatan dapat dilaksanakan dengan
optimal.
3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lengkap dengan menambahkan
variabel tekanan darah pasien, pendapatan pasien dan akses ke pusat
pelayanan kesehatan.
56
DAFTAR PUSTAKA
57
14. Widayatun, T, 2009. Ilmu perilaku Vol.2. Jakarta: Sagung Seto
15. Price SA, Wilson LM. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume I. Jakarta: EGC; hal. 583-6
16. Direktorat Penyakit Tidak Menular. 2013. Buku Pedoman Pengendalian
Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
17. Guyton AC, Hall JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC; hal. 342-9
18. Novianti, Tri. 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tingkat
Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Lansia di
Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta; hal 6-8
19. Raihan, Lailatun Najmi, dkk. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Hipertensi Primer pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir. Riau:Universitas Riau; Hal 6-7
20. Oktora, R. 2005. Gambaran Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di
Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru periode Januari
sampai Desember 2005. Skripsi tidak dipublikasikan.
21. Mitchell, R. N. 2008. Buku Saku Patologis Penyakit. Jakarta: Salemba
Medika
22. Balazovjech I, Hnilica P Jr. Compliance with antihypertensive treatment in
consultation rooms for hypertensive patients. J Hum Hypertens.
1993;7(6):581–583.
23. Gonzalez-Fernandez RA, Rivera M, Torres D, et al. Usefulness of a systemic
hypertension in-hospital educational program. Am J Cardiol.
1990;65(20):1384–1386.
24. Depkes. 2007. Pedoman Pengukuran Dan Pemeriksaan Riskesdas 2007.
Jakarta : Tim Riskesdas Balitbangkes
25. Yuliarti. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada
Usia Lanjut Di Posbindu Kota Bogor Tahun 2007.Tesis peminatan gizi
Kesehatan masyarakat.Fakultas kesehatan masyarakat universitas Indonesia.
58
26. Dhianningtyas, Yunita & Hendrati, Lucia Y. 2006. ‘Risiko Obesitas,
kebiasaan merokok, dan konsumsi garam terhadap kejadian hipertensi pada
usia produktif’. The Indonesian Journal of Public Health Vol. 2 No. 3
27. Trihardini, I, 2007, Potret Buram Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia, KESMAS, 1 (5).
28. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2014. Laporan Posbindu di Kota Semarang
Tahun 2013. Dinkes Kota Semarang, Semarang.
59
Lampiran 1. Inform Consent
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No. KTP/lainnya :
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan.
( ) ( )
( )
60
Lampiran 2. Kuesioner
KUESIONER
IDENTITAS
Nama/JK :
Usia :
Alamat :
Pendidikan/Pekerjaan :
No Pernyataan Ya Tidak
1 Hipertensi merupakan suatu penyakit dimana tekanan darah mencapai
> 140/90 mmHg.
2 Hipertensi dapat menyebabkan stroke.
3 Hipertensi dapat disebabkan karena keturunan.
4 Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi.
5 Gejala yang ditemui pada penderita hipertensi adalah sakit kepala,
rasa berat di tengkuk, dan mudah marah.
6 Hipertensi hanya bisa diobati dengan obat-obatan dari dokter.
7 Konsumsi alkohol dan kopi yang berlebih dapat menyebaban
hipertensi
8 Hipertensi dapat disembuhkan.
9 Makan tinggi buah, tinggi sayur, dan produk susu yang rendah lemak,
merupakan makanan yang dianjurkan pada penderita hipertensi.
10 Makanan yang asin dapat menyebabkan hipertensi.
11 Saya mengetahui tentang Posbindu-PTM
12 Aktifitas fisik seperti jalan cepat secara rutin setiap hari dapat
menurunkan tekanan darah.
13 Hipertensi hanya terjadi pada lansia.
14 Saya selalu datang untuk kontrol ulang setiap dua minggu atau saat
obat habis
15 Saya melakukan konsultasi gizi untuk mengetahui makanan yang
harus dikonsumsi dan dikurangi
Jumlah
TERIMA KASIH
61
FORMULIR WAWANCARA POSBINDU PTM
IDENTITAS
Nama/JK :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan : Kades/Nakes/Kader
Desa /Keluharan :
5. Apa saja sarana dan prasarana yang diberikan desa dalam pelaksanaan
Posbindu PTM?
Jawab :
7. Apa saran dan masukan Anda terhadap pelaksaan Posbindu PTM di desa ini?
Jawab :
TERIMA KASIH
62
Lampiran 3. Gambar Kegiatan
63