Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN MINI PROJECT

PUSKESMAS

GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TERHADAP PENYAKIT


HIPERTENSI DAN EVALUASI PROGRAM POSBINDU-PTM DI
KECAMATAN TANJUNG AGUNG

Oleh :
1. dr. Ardi Septiawan
2. dr. Octavia Ukhti Prakarsi
3. dr. Priska Noviyanti
4. dr. Putri Beauty Oktovia
5. dr. Rizkia Retno Dwiningrum
6. dr. Yudi Kartasasmita

Pembimbing :
dr. Nurul Iswahyuni

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS TANJUNG AGUNG
KABUPATEN MUARA ENIM
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan mini project yang berjudul “Gambaran Pengetahuan
Penderita Terhadap Penyakit Hipertensi dan Evaluasi Program Posbindu-Ptm di
Kecamatan Tanjung Agung”. Adapun penulisan laporan mini project ini dibuat
dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas Program Internsip Dokter
Indonesia di Puskesmas Tanjung Agung.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nurul


Iswahyuni selaku dokter pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan
dalam penyusunan laporan mini project ini, juga kepada semua pihak yang telah
turut serta dalam membantu penyusunan laporan mini project ini sehingga dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya laporan mini project ini masih
memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
laporan mini project ini. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi kita semua.

Tanjung Agung, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang seringkali
tidak terdeteksi karena tidak bergejalan dan tidak ada keluhan. Biasanya
ditemukan dalam tahap lanjut sehingga sulit disembuhkan dan berakhir
dengan kecacatan atau kematian dini. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No 71 tahun 2015, Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang
tidak bisa ditularkan dari orang ke orang, yang perkembangannya berjalan
perlahan dalam jangka waktu yang panjang (kronis). Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif tanpa mengabaikan aspek
kuratif dan rehabilitatif serta paliatif yang ditujukan untuk menurunkan
angka kesakitan, kecacatan, dan kematian yang dilaksanakan secara
komprehensif, efektif, efisien dan berkelanjutan.1
Surveilans Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian faktor risiko dan PTM serta kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatannya untuk memperoleh dan memberikan informasi
guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.1
Hipertensi termasuk dalam salah satu penyakit tidak menular.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Hingga saat ini, hipertensi masih menjadi
kondisi penyakit yang paling sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
primer. Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika
usia diatas 20 tahun yang menderita hipertensi telah mencapai angka hingga
74,5 juta jiwa namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer dengan gejala yang

1
bervariasi pada tiap individu, mulai dari penglihatan kabur, vertigo, telinga
berdenging, hingga nyeri tengkuk belakang kepala dan jantung berdebar.2
Insiden dan prevalensi PTM diperkirakan mengalami peningkatan
secara cepat pada abad ke-21. Hal ini akan menjadi tantangan utama
masalah kesehatan di masa yang akan datang. Pada tahun 2020
diperkirakan PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh
kesakitan di dunia. Menurut WHO (World Health Organization) dan ISH
(The International Society of Hypertension) tahun 2012, terdapat 800 juta
penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 4 juta diantaranya meninggal
setiap tahunnya, serta tujuh dari setiap sepuluh penderita hipertensi tidak
mendapatkan pengobatan yang memenuhi. Berdasarkan data Riskesdas
2018, prevalensi hipertensi pada pasien usia ≥18 tahun di Indonesia adalah
sebesar 9,4% dan sekitar 8,4% di Sumatera Selatan.3,4 Angka kejadian
hipertensi di Kecamatan Tanjung Agung juga cukup tinggi dan selalu
masuk ke dalam 10 penyakit terbesar setiap tahunnya.
Untuk mengatasi tingginya angka prevalensi hipertensi di Indonesia,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengadakan suatu program
yang disebut Posbindu, yaitu pos pembinaan terpadu yang merupakan
upaya kesehatan berbasis masyarakat dalam deteksi dini, monitoring dan
tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan
dibawah pimpinan Puskesmas.1,5 Posbindu melibatkan peran serta
masyarakat yang diberikan fasilitas dan bimbingan untuk ikut berpartisipasi
dalam pengendalian faktor risiko PTM dengan dibekali pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan deteksi dini, monitoring faktor risiko PTM
serta tindak lanjutnya.6
Sejak mulai dikembangkan pada tahun 2011, Posbindu PTM di
Indonesia pada tahun 2013 telah bertambah jumlahnya menjadi 7.225 di
seluruh Indonesia.6 Dengan memberdayakan dan meningkatkan peran serta
masyarakat dalam program ini, Posbindu diharapkan menjadi suatu strategi
pengendalian PTM yang efektif dan efisien. Namun kenyataan yang terjadi
di lapangan, masih banyak masyarakat yang belum mengerti akan tingginya
dan bahaya yang dapat diakibatkan oleh penyakit PTM ini, khususnya

2
hipertensi. Masih banyak masyarakat yang kurang peduli dan tidak
melibatkan diri dalam program Posbindu, serta belum ada data pasti apakah
semua Posbindu yang jumlahnya sudah cukup banyak di Indonesia tersebut
telah menjalankan fungsinya dengan baik. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui gambaran pengetahun dan perilaku masyarakat di
Kecamatan Tanjung Agung serta mengevaluasi program Posbindu PTM
Puskesmas Tanjung Agung.

1.2 Rumusan Masalah


Insiden dan prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini
semakin meningkat. Salah satu golongan PTM dengan angka kejadian yang
cukup tinggi dan permasalahan yang belum terselesaikan adalah hipertensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi belum mendapatkan pengobatan
yang memadai dan berakhir dengan kegagalan organ serta kematian. Hal ini
disebabkan oleh karena deteksi dini yang tidak terlaksana dengan baik serta
rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi.

Posbindu merupakan salah satu program yang diadakan oleh


Kementrian Republik Indonesia sebagai sarana untuk deteksi dini,
peningkatan pengetahuan masyarakat, serta tindak lanjut terhadap masalah
Hipertensi. Akan tetapi, pelaksanaannya masih belum optimal. Sehingga
target kegiatan yang dilakukan belum tercapai dengan baik dan
permasalahan hipertensi masih belum terselesaikan. Hal inilah yang
mendasari peneliti untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien
terhadap penyakit hipertensi serta bagaimana evaluasi terhadap pelaksanaan
program Posbindu di desa terkait.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1 Bagaimana gambaran karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas
Tanjung Agung?
1.3.2 Bagaimana tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit hipertensi?
1.3.3 Bagaimana gambaran pengetahuan pasien terhadap hipertensi?

3
1.3.4 Bagaimana pelaksanaan program Posbindu di Kecamatan Tanjung
Agung?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengetahuan dan perilaku masyarakat mengenai penyakit
hipertensi serta pelaksaan Posbindu PTM di kecamatan Tanjung
Agung.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas
Tanjung Agung?
b. Mengetahui gambaran pengetahuan pasien mengenai penyakit
hipertensi?
c. Mengetahui gambaran perilaku pasien terhadap pengobatan
hipertensi?
d. Mengetahui pelaksanaan program Posbindu di Kecamatan Tanjung
Agung?

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
mengevaluasi program Posbindu yang dijalankan di Puskesmas
Tanjung Agung.
1.5.2 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi tenaga
kesehatan, kader, dan tokoh masyarakat dalam menilai kelebihan dan
kekurangan yang ditemukan selama menjalankan program Posbindu,
dan ikut bekerja sama secara aktif dengan pihak puskesmas terkait
dalam menjalankan program Posbindu PTM di Puskesmas Tanjung
Agung.
1.5.3 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
masyarakat agar lebih mengetahui tentang hipertensi, mengenali
faktor risiko, gejala, dan pengobatannya, serta ikut berperan aktif

4
mengendalikan Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan melibatkan
diri dalam program Posbindu PTM di Puskesmas Tanjung Agung.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuanmerupakanhasilpenginderaanmanusiaatauhasildaripenge
tahuanseseorangterhadapsesuatuobjektertentumelaluiindera yang
dimilikinya,
padawaktupenginderaansampaimenghasilkanpengetahuantersebutsan
gatdipengaruhiolehintensitasperhatiandanpersepsiterhadapobjek.Seba
gianbesarpengetahuandiperolehmelaluiinderapendengarandanindrape
nglihatan.Penglihatanseseorang
terhadapobjekmempunyaiintensitasatautingkat yang berbeda-
beda.7,8,9,10
Pengetahuan di pengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin
luas pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan seseorang
yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal
ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan seseorang tentang
suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif.7,8
Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin
banyak aspek, semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap yang semakin positif.
Menurut WHO (Word Health Organization) yang dikutip oleh
Notoadmojo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat
dijabarkan melalui pengetahuan yang dijabarkan melalui pengalaman
sendiri.7,8
Pengetahuanataukognitifmerupakan domain yang
sangatpentinguntukterbentuknyatindakanseseorang (over behavior)

6
daripengalamandanpenelitianternyataperilakudidasariolehpengetahua
n yang lebihtinggidaripadaperilaku yang didasariolehpengetahuan.11

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuanmencakupkognitif, mempunyaienamtingkatanantaralain
:7,8,9,10,12

a. Tahu (know)
Tahudiartikansebagaipengingatsuatumateri yang
telahmempelajarisepenuhnya yang
termasukkedalampengetahuantingkatiniadalahmengingatkembalit
erhadapsesuatu yang spesifikdariseluruhbadan yang
dipelajariataurangsangan yang telahditerima “tahu” iniadalah
tingkatan paling rendah. Kata
kerjauntukmengukurbahwaseseorangtahutentangapa yang
dipelajariantaralain :menyebutkan, merugikan, mendefinisikan,
mengatakandansebagainya.

b. Memahami (comprehension)
Memahamidiartikansebagaisuatukemampuanuntukmenjelaskanse
carabenartentangobjek yang
diketahuidandapatmenginterpretasikanmateriharusdapatmenyebu
tkandanmenjelaskan.
c. Aplikasi (application)
Aplikasidiartikansebagaikemampuanuntukmenggunakanmateri
yang dipelajaripadasituasidankondisi
real.Aplikasidapatdiartikanpenggunaanhukum-hukum, rumus-
rumus, metode, prinsip, dansebagainyadalamkonteksatausituasi
yang lainnya.
d. Analisis (analysis)
Analisisadalahsuatukemampuanuntukmenjabarkanmateriatausuat
uobjekkedalamkomponen-
komponentetapimasihdalamsuatustrukturorganisasitersebutdanm

7
asihadakaitan satusama lain. Kemampuan
analisisinidapatdilihatdaripenggunaan kata-kata kerja,
dapatmenggambarkan (membuatbagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkandansebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesismenunjukkansebagaikemampuanuntukmeletakkanataume
nghubungkanbagian-bagiandalamsuatubentukkecenderungan
yang baru, dengan kata lain sintesisadalahsuatukemampuan
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasiiniberkaitandengankemampuanjustifikasi
ataupenilaianterhadapsuatumateriatauobjek.Penelitianiniberdasar
kansuatukriteria yang telahada.

2.1.3 Sumber-sumber Pengetahuan


Sumber pengetahuan dapat dibedakan atas dua bagian besar yaitu
bersumber pada daya inderawi, dan budi (intelektual) manusia.
Pengetahuan inderawi dimiliki oleh manusia melalui kemampuan
inderanya tetapi bersifat relasional. Pengetahuan diperoleh manusia
juga karena ia juga mengandung kekuatan psikis, daya indera
memiliki kemampuan menghubungkan hal-hal konkret material
dalam ketunggalannya. Pengetahuan inderawi bersifat parsial
disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan tiap indera.
Pengetahuan intelektual adalah pengetahuan yang hanya dicapai oleh
manusia, melalui rasio intelegensia.13

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruiPengetahuan


1. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah
menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan
yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan.

8
2. Pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang,
dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang bekerja semakin
banyak pengetahuan yang diperoleh.
3. Umur
Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin bertambah umur seseorang semakin
banyak pengetahuan yang didapat.
4. SumberInformasi
Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu
kejadian-kejadian dan kesatuan nyata apa air, apa alam, apa
manusia dan sebagainya.7,8

2.1.5 Cara memperoleh Pengetahuan


a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
1. Cara coba salah (Trial dan Error) Cara yang paling
tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam
memperoleh pengetahuan adalah cara coba salah “trial and
error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya
kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban.
2. Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau
tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun
temurun dari generasi-generasi berikutnya.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman itu adalah guru yang baik, demikianlah bunyi
pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman
itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

9
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
4. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,
cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia
telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuan, dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.7,8
b. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan
Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah.7,8

2.1.6 Cara Mengukur Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan di atas.7,8
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang
diketahui oleh sesorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.
Pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan ini meliputi :7
1. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis
penyakit dan tanda-tandanya dan gejalanya, penyebabnya, cara
penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau
menangani sementara).
2. Pengetahuan tentang factor-faktor yang terkait dan
mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air
bersih, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, perumahan
sehat, polusi udara, dan sebagainya
3. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang
professional maupun tradisional

10
4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan rumah tangga,
maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum

Hasil ukur pengetahuan yaitu baik, jika memilih jawaban yang


memiliki: 13
- Baik, jika responden menjawab dengan benar yaitu ≥ 76%-100%
- Cukup, jika responden menjawab dengan benar yaitu 56%-75%
- Kurang, jika responden menjawab dengan benar yaitu < 56%

2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku
merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. 7,8,9
Perilaku merupakan fungsi karakteristik individu dan
lingkunganya. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus – Organisme – Respon.7,8,9
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua:7
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)

11
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.2.2 Bentuk Perilaku
Bentuk perilaku terdiri dari 2 macam yaitu:
a. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi
didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat
oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan.
b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat
diobservasi secara langsung

2.2.3 Domain Perilaku


Menurut Bloom, bentuk operasional dari perilaku dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:7,8,9
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui
situasi atau rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap
keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan
berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada di
dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari, lingkungan
pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan
mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan
alam tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua adalah
lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku
manusia.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa
perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

2.2.4 Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku

12
Menurut Notoatmodjo, faktor-faktor yang berperan dalam
pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor internal Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri
yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan
sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar.
Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara kedua
konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang
berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja
diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu
perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali.
d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu
bersifat tidak menyenangkan.
2. Faktor eksternal Faktor-faktor yang berada diluar individu yang
bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-
hasil kebudayaan yang disajikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku
adalah konsep dari Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo
(2003) menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor
utama yakni :
1. Faktor predisposisi (predisposing faktor). Faktor-faktor ini
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dfan
sebagainya

13
2. Faktor pemungkin (enabling faktor) Faktor-faktor ini mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing faktor) Faktor-faktor ini meliputi
faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan
perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, suami dalam
memberikan dukungannya kepada ibu primipara dalam merawat
bayi baru lahir.

2.2.5 Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap
rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Respons atau
reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang masih
tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau
practice/psychomotor).7,8,9
Menurut Notoatmodjo , rangsangan yang terkait dengan
perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.7

2.3. Hipertensi
2.3.1 Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang.15
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan
otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai.16

14
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1,
dan hipertensi derajat 2.16

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII16


Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan
(mmHg) Darah
Diastolik
(mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

2.3.2 Epidemiologi
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di
Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu
sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia.16

Gambar 1. Prevalensi Hipertensi di Indonesia16

15
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di
Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun
2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%).
Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat
pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar
akan bahaya penyakit hipertensi.16
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan
Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan
sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum
obatsendiri.16
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit
analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8%
penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini
penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat
65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang
cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya
melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka
Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x
1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.16

2.3.3 Faktor Resiko


Faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau
dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak
jenuh,penggunaan minyak jelantah, kebiasaan minum minuman
beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan
estrogen.16

16
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki
berat badan lebih atau obesitas dari 20% dan
hiperkolesterolmempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi.
Pada umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih
dikarenakan pola hidup (life style) yang tidak sehat. Faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri
sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada
hipertensi esensial. Teori esensial menjelaskan bahwa terjadinya
hipertensi disebabkan oleh faktor yang saling mempengaruhi,
dimana faktor yang berperan utama dalam patofisiologi adalah faktor
genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam,
stres, dan obesitas.16

2.3.4 Klasifikasi
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:16
1. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup
seperti kurang bergerak (inaktivas) dan pola makan.
Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90% pada semua
kasus hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekiar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal,
sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu, misalnya pil KB.

2. Berdasarkan Bentuk Hipertensi


Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi). Hipertensi sistolik (isolated
systolic hypertension).

17
Jenis hipertensi yang lain, adalah sebagai berikut:16

a. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat
melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan
penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal
jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan
pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan
pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian
pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean
survival/sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk
pada National Institute of Health adalah apabila tekanan
sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau rerata
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih30 mmHg pada aktifitas dan tidak
didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit
myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya
kelainan paru.
b. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya
terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
a) Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai
hipertensi yang diakibatkan kehamilan/keracunan
kehamilan (selain tekanan darah yang meninggi, juga
didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklampsi
adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.

18
b) Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak
sebelum ibu mengandung janin.
c) Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabunganpreeklampsia dengan hipertensi kronik.
d) Hipertensi gestasional atau hipertensi dalam kehamilan,
yang penyebab sebenarnya belum jelas. Ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan
pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet,
tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor
keturunan, dan lain sebagainya.

2.3.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat
vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju
gangliasimpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak
melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin
sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh
darah untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan
mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh
darah. Mekanisme ini antara lain:17
a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan
eksitasi pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan
norepineprin dan epineprin oleh medulla adrenal ke dalam darah.
Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di dalam
sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah untuk
vasokonstriksi. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor.
b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin

19
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma
menjadi substrat renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian
dirubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama hormon ini
masih menetap didalam darah.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
darah perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada lanjut usia. Perubahan struktural dan fungsional meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah, sehingga
menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volumesekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.17

2.3.6 Manifestasi Klinis


Manisfestasi klinis muncul setelah penderita mengalami hipertensi
selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:17
a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan
ayunan langkah tidak mantap.
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang
diderita.
d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan
perfusi darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak
hipertensi.
f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari
peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh
glomerulus.

20
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik),
namun tanda-tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan
kenaikan pada dua kali pengukuran tekanan darah secara berturutan
dan bruits (bising pembuluh darah yang terdengar di daerah aorta
abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis
disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi
hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan
dengan keadaan yang menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab
adalah sindrom cushing yang menyebabkan obesitas batang tubuh
dan striae berwarna kebiruan, sedangkan pasien feokromositoma
mengalami sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat dan
perspirasi yang sangat banyak.

2.3.7 Tatalaksana
2.3.7.1 Non Farmakologi
Tabel 2.2. Modifikasi Gaya Hidup untuk Hipertensi16
Modifikasi Rekomendasi Rerata
Penurunan
TDS
Penurunan berat Jaga BB ideal (BMI: 5 – 20
2
badan 18,5-24,9 kg.m ) mmHg/10 kg
Dietary Approaches Diet kaya buah, 8 – 14 mmHg
to Stop Hypertension sayuran, produk rendah
(DASH) lemak dengan jumlah
Pembatasan asupan lemak total dan lemak 2 – 8 mmHg
natrium jenuh yang rendah
Kurangi hingga <100
mmol per hari (2.0 g
Aktivitas fisik natrium atau 6.5 g – 9 mmHg
aerobik natrium klorida atau 1
sendok teh garam
Stop alkohol perhari) 2 – 4 mmHg
Aktivitas fisik aerobik
yang teratur (mis: jalan
cepat) 30 menit sehari,
hampir setiap hari
dalam seminggu

21
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan
nonfarmakologi sangat penting untuk mencegah tekanan
darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada
penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:16
1. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body
Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI
dapat diketahui dengan rumus membagi berat badan
dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam
satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan
melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5–5 kg dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg.
2. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan
diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari
(kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan
mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg
setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara
mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari.
3. Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat
meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau
menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah.
4. Makan makanan yang mengandung kalium dan kalsium
yang cukup

22
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan
dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak
3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium
menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet
potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
5. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan
utama rokok adalah tembakau, didalam tembakau
terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih
keras karena mempersempit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah.

6. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan
tekanan darah sementara. Menghindari stress pada
penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara
relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang
dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi.
7. Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan
alternatif yang menggunakan minyak esensial untuk
memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional,
setelah aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk
rileks sehingga menurunkan aktifitas vasokonstriksi
pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan
menurunkan tekanan darah.
8. Terapi masase (pijat)

23
Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran
energi dalam tubuh sehingga meminimalisir gangguan
hipertensi beserta komplikasinya, saat semua jalur energi
terbuka dan aliran energi tidak terhalang oleh tegangnya
otot maka resiko hipertensi dapat diminimalisir.
2.3.7.2 Farmakologi

Gambar 2.1Algoritme Tatalaksana Hipertensi16

1. Hipertensi tanpa compelling indication16


a. Hipertensi stage 1
Diberikan diuretik (HCT 12.5-50 mg/hari), atau
pemberian penghambat ACE (captopril 3x12,5-50
mg/hari atau nifedipin long acting 30-60 mg/hari)
atau kombinasi.

24
b. Hipertensi stage 2
Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi
selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat,
biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat
ACE atau penyekat reseptor beta atau penghambat
kalsium.
c. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya
kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi di
atas. Sebaiknya pilih obat hipertensi yang diminum
sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari.
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis
atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah
tercapai.

Tabel 2.3. Obat yang Direkomendasikan untuk Hipertensi16

2. Kondisi khusus lain16


a. Lanjut Usia
a.) Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari.
b.) Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit
penyerta.
b. Kehamilan

25
a.) Golongan metildopa, penyekat reseptor β,
antagonis kalsium, vasodilator.
b.) Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII
tidak boleh digunakan selama kehamilan.
2.2 Posbindu-PTM
2.2.1 Definisi
Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat
dalamkegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor
risiko PTMsecara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
dikembangkansebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM
mengingat hampirsemua faktor risiko PTM tidak memberikan gejala
pada yang mengalaminya.1
Posbindu PTM merupakan salah satu upaya kesehatan
masyarakat(UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan
preventif dalampengendalian PTM dengan melibatkan masyarakat
mulai dari perencanaan,pelaksanaan dan monitoring-evaluasi.
Masyarakat diperankansebagai sasaran kegiatan, target perubahan,
agen pengubah sekaligussebagai sumber daya. Dalam pelaksanaan
selanjutnya, kegiatan PosbinduPTM menjadi Upaya Kesehatan
Bersumber daya Masyarakat(UKBM), di mana kegiatan ini
diselenggarakan oleh masyarakat sesuaidengan sumber daya,
kemampuan, dan kebutuhan masyarakat.2

2.2.2 Pengorganisasian Posbindu-PTM


2.2.2.1 Penyelenggaraan Posbindu
Penyelenggaraan Posbindu PTM meliputi kegiatan
wawancara, pengukuran, pemeriksaan dan tindak lanjut.
Wawancara dilakukan untuk menelusuri faktor risiko perilaku
seperti merokok, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik,
konsumsi alkohol, dan stress. Pengukuran berat badan, tinggi
badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, dan tekanan
darah. Pemeriksaan faktor risiko PTM seperti gula darah

26
sewaktu, kolesterol total, trigliserida, pemeriksaan klinik
payudara, arus puncak ekspirasi, lesi pra kanker (Inspeksi
Visual asam asetat/IVA positif), kadar alkohol dalam darah,
tes amfetamin urin.2

Berdasarkan hasil wawancara, pengukuran dan


pemeriksaandilakukan tindak lanjut berupa pembinaan secara
terpadu denganpeningkatan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat tentang caramengendalikan faktor risiko PTM
melalui penyuluhan/dialog interaktifsecara massal dan atau
konseling faktor risiko secara terintegrasi padaindividu dengan
faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakattermasuk
rujukan sistematis dalam sistem pelayanan kesehatan
paripurna.Rujukan dilakukan dalam kerangka pelayanan
kesehatan berkelanjutan(Continuum of Care) dari masyarakat
hingga ke fasilitas pelayanankesehatan dasar termasuk rujuk
balik ke masyarakat untuk pemantauannya.Kegiatan posbindu
PTM dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikandengan
kebutuhan dan kesepakatan bersama.Pelaksanaan Posbindu
PTM secara sederhana dapat diuraikansebagai berikut :

Gambar 2.2. Proses Kegiatan Posbindu2

27
Sebelum dan setelah kegiatan Posbindu PTM dapat
dilaksanakan kegiatan bersama, seperti senam bersama,
bersepeda, ceramah agama, demo makanan sehat, penyuluhan
kesehatan tentang IVA danCBE, upaya berhenti merokok, gizi
seimbang, dll.

2.2.2.2 Pencatatan dan Pelaporan Posbindu-PTM


Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan Posbindu PTM
dilakukansecara manual dan/atau menggunakan sistem
informasi manajemenPTM oleh Petugas Pelaksana Posbindu
PTM maupun oleh PetugasPuskesmas. Petugas Puskesmas
mengambil data hasil pencatatanposbindu PTM atau
menerima hasil pencatatan dari petugas pelaksanaposbindu
PTM. Hasil pencatatan ini dianalisis untuk digunakan
dalampembinaan, sekaligus melaporkan ke instansi terkait
secara berjenjang.2
Hasil pencatatan dan pelaporan kegiatan posbindu PTM
merupakansumber data yang penting untuk pemantauan dan
penilaianperkembangan kegiatan posbindu PTM. Laporan
hasil kegiatan bulanan/triwulan/tahunan yang berisi laporan
tingkat perkembanganPosbindu PTM, proporsi faktor risiko
PTM, cakupan kegiatan Posbindudi tingkat Puskesmas,
kab/kota, provinsi dan nasional.1,2
Melalui kegiatan surveilans faktor risiko PTM berbasis
posbinduPTM, dilakukan analisis secara sistematis dan terus
menerus terhadapfaktor risiko PTM secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulandata, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepadapeserta, penyelengara program
maupun pihak yang bertanggung jawabterhadap kegiatan
posbindu PTM untuk dilakukan intervensi dalam rangka
pengembangan kegiatan, pencegahan dan pengendalian
faktorrisiko PTM.2

28
2.2.3 Pemantauan, Penilaian, dan Pembinaan Posbindu-PTM
2.2.3.1 Pemantauan dan Penilaian
Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan
sudahdilaksanakan sesuai dengan perencanaan, apakah hasil
kegiatan sudahsesuai dengan target yang diharapkan dan
mengidentifikasi masalahdan hambatan yang dihadapi, serta
menentukan alternatif pemecahanmasalah.2
Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek
masukan,proses, keluaran atau output termasuk kontribusinya
terhadap tujuankegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk
mengetahui sejauh manatingkat perkemban¬gan kegiatan
Posbindu PTM dalam penyelenggaraannya,sehingga dapat
dilakukan pembinaan.
Pemantauan dilakukan dengan cara :2
a. Analisis laporan hasil kegiatan Posbindu PTM
b. Kunjungan Lapangan pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM
c. Sistim Informasi Manajemen PTM.
Pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM dilakukan
sebagaiberikut:
1. Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas
Puskesmas.
2. Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas
pelaksanaPosbindu PTM.
3. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali
danpenilaian indikator dilakukan setiap 1 tahun sekali.
4. Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai
bahan penilaian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan
informasi besaran faktor risiko PTM di masyarakat serta
tingkat perkembangan kinerja Kegiatan Posbindu PTM
disamping untuk bahan menyusun perencanaan
pengendalian PTM pada tahun berikutnya.

29
5. Hasil pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM
disosialisasikan kepada lintas program, lintas sektor terkait
dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah upaya
tindak lanjut.
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan
Kegiatan Posbindu PTM di masyarakat/lembaga/institusi,
Provinsi maupunKabupaten/Kota, dengan memperhatikan
prinsip-prinsip sebagaiberikut:
1. Obyektif dan Professional
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
professional berdasarkan analisis data yang lengkap dan
akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan
masukan yang tepat terhadap pelaksanaan kebijakan
pengendalian PTM.
2. Terbuka/Transparan
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
terbuka/transparan dan dilaporkan secara luas melalui
berbagai mediayang ada agar masyarakat dapat mengakses
dengan mudah tentanginformasi dan hasil kegiatan
pemantauan dan penilaian KegiatanPosbindu PTM.
3. Partisipatif
Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan penilaian dilakukan
denganmelibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku
program PTM.
4. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dapat
dipertanggungjawabkansecara internal maupun eksternal.
5. Tepat Waktu
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dilakukan
sesuaidengan waktu yang dijadwalkan.
6. Berkesinambungan

30
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan
secaraberkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai
umpan balikbagi penyempurnaan kebijakan.
7. Berbasis Indikator Kerja
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan
berdasarkan kriteriakinerja, baik indikator masukan,
proses, luaran, manfaat maupundampak.
Pemantauan dan penilaian keberhasilan dari penyelenggaraan
kegiatanPosbindu PTM harus dilakukan dengan
membandingkan indikator yangtelah ditetapkan sejak awal
dan dibandingkan dengan hasil pencapaiannya. Indikator
tersebut terdiri dari:
1. Tingkat Perkembangan Posbindu PTM
Penilaian terhadap tingkat perkembangan Posbindu dilakukan
sebagai bahan dasar perencanaan dan pengembangan kegiatan
sertaintervensi pembinaan dalam dukungan penguatan
kapasitas PosbinduPTM terhadap upaya pengendalian faktor
risiko PTM di masyarakat.
Beberapa tolak ukur hasil pengukuran dan tindak lanjut
faktor risikoPTM yang menjadi indicator untuk perkembangan
kegiatan PosbinduPTM yaitumerokok,konsumsi buah dan
sayur, aktivitas fisik, Konsumsiminuman beralkohol, IMT,
lingkar perut, tekanan darah,gula darah,kolesterol total,
trigliserida, pemeriksaan klinis payudara, IVA,
pemeriksaanfunsi paru (arus puncak ekspirasi), kadar alkohol
dalam darah, tes amfetamine urin.
Untuk menilai hal tersebut dapat dilihat berdasarkan
indikator cakupan kegiatan posbindu PTM dan indikator
proporsi faktor risikoPTM.
2. Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM
Indikator ini untuk menilai cakupan kegiatan Posbindu PTM
terhadap masyarakat di tingkat desa/kelurahan.Cakupan

31
tingkat posbinduadalah prosentase penduduk > 15 tahun yang
diperiksa faktor risiko PTM di 1(satu) Posbindu PTM dibagi
dengan jumlah penduduk berusia≥ 15 tahun di satu
desa/kelurahan.

Dengan indikator tersebut, maka diketahui sejauh mana


kegiatanPosbindu PTM pada suatu wilayah telah menjangkau
masyarakatsehingga dengan demikian pengelola program
PTM dapat melakukanpembinaan dan tindak lanjut terkait hal
ini.
3. Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM di
Tingkat Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi dan
Nasional
Indikator ini digunakan untuk menilai cakupan kegiatan
PosbinduPTM pada tingkatan Puskesmas, Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Nasionalberdasarkan prosentase masing-masing
wilayah.
Cakupan Kegiatan Posbindu PTM di Tingkat Puskesmas,
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional adalah prosentase
penduduk berusialebih >15 tahun yang diperiksa faktor risiko
disuatu wilayah (Puskesmas, kab/kota, provinsi, nasional)
dibagi jumlah penduduk usia > 15 tahun diwilayah yang sama.
Cakupan Kegiatan Posbindu PTM di Tingkat Puskesmas,

32
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional:
Hasil cakupan akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai
dari desa/kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi
serta nasionaldengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai
yang ditetapkan danhijau bila kurang atau sama dengan nilai
yang ditetapkan
4. Indikator Proporsi Faktor Risiko PTM pada Posbindu
PTM .
Berdasarkan hasil pemeriksaan faktor risiko, maka dapat
diketahuikondisi faktor risiko disuatu posbindu atau suatu
wilayah yang merupakanrekapitulasi proporsi dari posbindu di
wilayahnya. Proporsi faktorrisiko ini untuk kewaspadaan
masyarakat dan pengelola program PTMterhadap suatu faktor
risiko di waktu tertentu dan prediksi atau proyeksiPTM di masa
datang, serta intervensi yang diperlukan.
Proporsi Faktor Risiko PTM adalah prosentase hasil faktor
risikodari peserta Posbindu PTM yang diperiksa dibagi jumlah
peserta setiapkunjungan posbindu PTM.
Proporsi Faktor Risiko PTM:

Hasil proporsi akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai dari


desa/kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi serta
nasionaldengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai yang
ditetapkan danhijau bila kurang atau sama dengan nilai yang
ditetapkan.

2.2.3.2 Pembinaan

33
Pembinaan teknis ditujukan terhadap kelompok masyarakat
yang aktif menyelenggarakan Posbindu PTM. Hasil penilaian
terhadap masing-masing indikator merupakan informasi yang
digunakan untuk pembinaan lebih lanjut.
Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh puskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, provinsi, dan nasional.
Dukungan Pemerintahpusat dan Daerah terhadap kegiatan
posbindu PTM harusberjalan optimal untuk menjamin
keberlangsungan penyelenggaraanPosbindu PTM di
masyarakat, termasuk memotivasi dan memfasilitasi
organisasi masyarakat/profesi/swasta/dunia usaha sesuai
dengankearifan lokal.
Adanya kegiatan Posbindu PTM di setiap Desa/Kelurahan,
merupakanbagian integral dari kegiatan Desa/Kelurahan
Siaga, yang mempunyaikomponen akses pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat,pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan UKBM dan mendorongupaya surveilans
berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatandan
penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan
sertaPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JenisdanMetodePenelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian yang
digunakan adalah survey dengan teknik dengan kuisioner dan wawancara.

3.2 RancanganPenelitian
Rancanganpenelitian yang digunakanadalahpenelitiancross sectional.

3.3 WaktudanTempatPenelitian
Lokasi penelitian bertempat di Puskesmas Tanjung Agung dan seluruh
posbindu PTM di desa wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung.
WaktupelaksanaanyaituselamabulanDesember 2018-Januari 2019.

3.4 TeknikPengumpulan Data


3.4.1 InstrumenPenelitian
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dengan menggunakan
kuisioner untuk pasien yang memiliki riwayat hipertensi dan
wawancara terhadap perangkat desa mengenai posbindu PTM.
Kuisioner berisi 15 pernyataan mengenai pengetahuan pasien terhadap
penyakit hipertensi, sedangkan form wawancara berisi 7 pertanyaan
mengenai pelaksanaan posbindu PTM di desa wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Agung.

3.4.2 Populasi

35
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi di Kecamatan Tanjung Agung dan seluruh
perangkat desa di posbindu PTM wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Agung, diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut.
1. Kriteriainklusi :
a. Memiliki riwayat penyakit hipertensi
b. Berobat kepoli PTM di Puskesmas Tanjung Agung
c. Perangkat desa yang memiliki posbindu PTM
d. Bersedia secara sukarela menjadi subjek penelitian

2. Kriteria eksklusi :
a. Tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi
b. Tidak berobat kepoli PTM di Puskesmas Tanjung Agung
c. Perangkat desa yang tidak memiliki posbindu PTM
d. Tidak bersedia secara sukarela menjadi subjek penelitian

3.4.3 TeknikPengambilanSampel
MenurutSastroasmorodan Ismael (2010),
besarsampeltunggaluntukestimasiproporsisuatupopulasidapatditentuka
ndenganmenggunakanrumussebagaiberikut:

n = besarsampel minimum
Zα = nilaidistribusi normal baku (table Z) pada α tertentu
P = proporsipenyakitataukeadaan yang akandicari
D = tingkatketepatanabsolut yang dikehendaki/kesalahan (absolut)
yang dapatditolerir

36
Q = (1-P)bilaproporsisebelumnyatidakdiketahui, makadipergunakan
P= 0,5.

Bila Zα= 1,96 ; P= 0,5 ; Q= 0,5 ; d= 0,1


n = 1,96² x 0,5 x 0,5= 97
(0,1)
Denganmenggunakanrumus di atasdiperolehjumlahsampelsebanyak
97orang dandigenapkanmenjadi 100 orang.

Teknikpenarikansampel yang digunakanadalahConsecutive


sampling.Semuasubjek yang
didatangidanmemenuhikriteriapemilihandimasukkandalampenelitiansa
mpaijumlahsubjek yang dibutuhkanterpenuhi.Consecutive sampling
inimerupakanjenisnonprobability sampling yang paling
baikdanseringmerupakancaratermudah.

3.5 Definisi Operasional


3.5.1 Pengetahuan
Hasil tahu dan terjadi setelah dilakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pada penelitian ini pengetahuan didasarkan pada data
dan ditentukan sebagai kurang, cukup, dan baik.
Hasil ukur pengetahuan yaitu baik, jika memilih jawaban yang
memiliki: 13
- Baik, jika responden menjawab dengan benar yaitu ≥ 76%-100%
- Cukup, jika responden menjawab dengan benar yaitu 56%-75%
- Kurang, jika responden menjawab dengan benar yaitu < 56%

3.5.2 Perilaku
Perilaku adalah cara seseorang menyikapi suatu kondisi atau obyek
yang dihadapinya.

3.5.3 Hipertensi

37
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang

Tabel 3.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII16


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

3.5.4 Usia
Usia adalah waktu yang telah dijalani sejak keluar dari in utero,
dihitung dalam tahun sejak kelahiran.

3.5.5 Pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir yang telah diselesaikan responden

3.5.6 Lintas Sektor dalam Program Posbindu PTM


Semua anggota yang terlibat dalam pelaksanaan program posbindu
PTM di desa tersebut, baik dari staf administratif maupun eksekutif.

3.6 Aspek Etik Penelitian


1. Partisipasi
Pengambilan data dilakukan setelah responden mengerti maksud dan
tujuan penelitian.
2. Jaminan Kerahasiaan Data
Seluruh data dan informasi penelitian ini akan dirahasiakan sehingga
tidak memungkinkan untuk diketahui orang lain.
3. Keikutsertaan

38
Keikutsertaa responden pada penelitian ini bersifat sukarela. Responden
dapat menolak maupun mengundurkan diri setiap saat. Bila responden
tidak mengikuti dan menaati aturan yang diberikan, responden dapat
dikeluarkan setiap saat selama penelitian.

3.7 Kerangka Operasional


Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat diperoleh kerangka operasional
sebagai berikut:

Pasien dengan riwayat Perangkat desa posbindu PTM di


hipertensi yang datang ke poli wilayah kerja PKM Tj. Agung
PTM PKM Tj. Agung

Pengisian kuesioner melalui Wawancara dengan perangkat


wawancara dengan pasien desa posbindu PTM

Tingkat pengetahuan dan Pelaksanaan


perilaku posbindu PTM

Evaluasi hasil

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Karakteristik Pasien Hipertensi di Puskesmas Tanjung Agung
Selama kurun waktu penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tanjung
Agung didapatkan 101 orang pasien yang datang untuk melakukan
kontrol rutin di Poli PTM-Lansia dengan karakteristik pasien seperti
yang terlihat pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Distribusi Usia Pasien Hipertensi di Puskesams


Tanjung Agung
Usia n %
< 60 tahun 33 32,7
> 60 tahun 68 67,3

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, distribusi usia pasien


hipertensi di puskesmas Tanjung Agung lebih tinggi pada kelompok
umur > 60 tahun yaitu 68 responden (67,3%). Sedangkan kelompok
umur < 60 tahun sebanyak 33 responden (32,7%).

Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi di


Puskesmas Tanjung Agung
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 40 39,6
Perempuan 61 60,4

Berdasarkan jenis kelamin, pasien hipertesi yang datang untuk


kontrol ke poli PTM-lansia lebih banyak pada kelompok perempuan
yaitu 61 responden (60,4%), sedangkan kelompok laki-laki sebanyak
40 responden (39,6%)

40
Tabel 4.3. Distribusi Pendidikan Pasien Hipertensi di Puskesmas
Tanjung Agung
Jenis Kelamin n %
Rendah 34 33,7
Menengah 63 63,3
Tinggi 4 4

Berdasarkan pendidikan, pasien hipertesi yang datang untuk


kontrol ke poli PTM-lansia lebih banyak pada kelompok pendidikan
menengah (SMP-SMA) yaitu 63 responden (63,4%), sedangkan
kelompok terendah adalah pendidikan tinggi (S1) sebanyak 4
responden (4%)

Tabel 4.4. Distribusi Pekerjaan Pasien Hipertensi di Puskesmas


Tanjung Agung
Pekerjaan n %
Tidak Bekerja 56 55,4
Bekerja 45 44,6

Berdasarkan data pekerjaan, sebagian besar pasien tidak bekerja


yaitu sebanyak 56 responden (55,4%) yang terdiri dari ibu rumah
tangga dan pensiunan. Sedangkan pasien yang bekerja sebanyak 45
responden (44,5%) yang sebagian besar merupakan petani.

Tabel 4.5. Distribusi Alamat Pasien Hipertensi di Puskesmas


Tanjung Agung
Alamat n %
Bedegung 4 4
Embawang 4 4
Indramayu 2 2
Lebak Budi 4 4
Lesung Batu 3 3
Matas 7 6,9
Muara Emil 2 2
Padang Bindu 1 1
Paduraksa 3 3
Pagar Dewa 3 3
Pagar Jati 2 2
Pandan Dulang 1 1

41
Pandan Enim 4 4
Penyandingan 1 1
Seleman 2 2
Sugih Waras 2 2
Tj. Agung 49 48,5
Tj. Bulan 2 2
Tj. Karangan 5 5

Dari 101 responden, asal desa pasien tersebar dalam 20 desa di


Kecamatan Tanjung Agung dan frekuensi terbanyak adalah berasal
dari Desa Tanjung Agung yaitu sebanyak 49 responden (48,5%).

4.1.2 Tingkat Pengetahuan Pasien Hipertensi di Puskesmas Tanjung


Agung
Dari hasil penelitian diperoleh distribusi tingkat pengetahuan pasien
hipertensi di Puskesmas Tanjung Agung seperti dapat dilihat pada
tabel 4.6.

Tabel 4.6. Tingkat Pengetahuan Pasien Hipertensi di Puskesmas


Tanjung Agung
Pengetahuan Pasien n (%)
Baik 6 5,9
Cukup 41 40,6
Kurang 54 53,5
Total 101 100

Tabel 4.6 menyatakan bahwa sebanyak 6 responden (5,9%) memiliki


pengetahuan yang baik mengenai penyakit hipertensi, 41 responden
(40,6%)memiliki pengetahuan cukup, sedangkan 54 responden
(53,5%) memiliki pengetahuan yang masih kurang.

4.1.3 Gambaran Pengetahuan Penderita terhadap Penyakit Hipertensi


berdasarkan Kuesioner
Dari hasil penelitiandiperoleh gambaranpengetahuan penderita
terhadap penyakit hipertensi berdasarkan kuesioneryang disebar di

42
poli PTM-Lansia Puskesmas Tanjung Agung seperti dapat dilihat pada
tabel 4.7.

Tabel 4.7. Gambaran Pengetahuan Penderita terhadap Penyakit


Hipertensi berdasarkan Kuesioner

No Pernyataan B S
n % N %
1 Hipertensi merupakan suatu 40 39.6 61 60.4
penyakit dimana tekanan darah
mencapai > 140/90 mmHg.
2 Hipertensi dapat menyebabkan 79 78.2 22 21.8
stroke.
3 Hipertensi dapat disebabkan 71 70.3 30 29.7
karena keturunan.
4 Merokok merupakan salah satu 75 74.3 26 25.7
faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi.
5 Gejala yang ditemui pada 75 74.3 26 25.7
penderita hipertensi adalah sakit
kepala, rasa berat di tengkuk,
dan mudah marah.
6 Hipertensi hanya bisa diobati 18 17.8 83 82.2
dengan obat-obatan dari dokter.
7 Konsumsi alkohol dan kopi 57 56.4 44 43.6
yang berlebih dapat
menyebaban hipertensi
8 Hipertensi dapat disembuhkan. 22 21.8 79 78.2
9 Makan tinggi buah, tinggi 78 77.2 23 22.8
sayur, dan produk susu yang
rendah lemak, merupakan
makanan yang dianjurkan pada
penderita hipertensi.
10 Makanan yang asin dapat 72 71.3 29 28.7
menyebabkan hipertensi.
11 Saya mengetahui tentang 35 34.7 66 65.3
Posbindu PTM
12 Aktifitas fisik seperti jalan cepat 59 58.4 42 41.6
secara rutin setiap hari dapat
menurunkan tekanan darah.
13 Hipertensi hanya terjadi pada 37 36.6 64 63.4
lansia.
14 Saya selalu datang untuk 68 67.3 33 32.7
kontrol ulang setiap dua minggu
atau saat obat habis

43
15 Saya melakukan konsultasi gizi 34 33.7 34 33.7
untuk mengetahui makanan
yang harus dikonsumsi dan
dikurangi
Rata-rata 54,67 54,13 44,13 43,7

Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui kuesioner, rata-rata


pasien mengetahui tentang penyakit hipertensi dengan benar. Namun,
sebagian besar pasien masih belum mengetahui nilai batasan
hipertensi (pernyataan 1), hanya 40 responden (39,6%) yang
menjawab benar, sedangkan 61 responden salah (60,4%). Sebanyak
64 responden (63,4%) juga masih beranggapan bahwa hipertensi
hanya terjadi pada lansia (pernyataan 13).
Pengetahuan mengenai penyebab dan akibat hipertensi secara
umum diketahui oleh pasien. Hipertensi dapat menyebabkan stroke
(pernyataan 2) diketahui oleh 79 responden (78.2%). Penyebab
hipertensi yaitu keturunan (pernyataan 3) diketahui oleh 71 responden
(70,3%), faktor merokok (pernyataan 4) diketahui oleh 75 responden
(74,3%), konsumsi alkohol dan kopi (pernyataan 7) hanya diketahui
oleh 57 responden (56,4%), sedangkan konsumsi makanan asin
(pernyataan 10) diketahui oleh 72 pasien (71,3%). Gejala hipertensi
(pernyataan 5) diketahui dengan baik oleh 75 responden (74,3%).
Mengenai pengobatan hipertensi, 83 responden (82,2%)
beranggapan bahwa hipertensi hanya bisa diobati dengan obat-obatan
dokter, sedangkan 18 responden (17,8%) mengetahui bahwa
hipertensi dapat diobati juga dengan pengobatan tradisional, gaya
hidup dan pola makan sehat, salah satunya adalah aktivitas fisik yaitu
jalan cepat (pernyataan 12) dapat menurunkan tekanan darah,
diketahui oleh 59 responden (58,4%).
Sebanyak 79 responden (78,2%) beranggapan bahwa hipertensi
dapat disembuhkan (pernyataan 8), hanya 22 responden (21,8%) yang
mengetahui bahwa hipertensi hanya dapat dikontrol. Makanan yang
harus dikonsumsi untuk pasien hipertensi (pernyataan 10) diketahui

44
oleh 78 responden (77,2%). Namun hanya 34 responden (33,7%) yang
melakukan konsultasi gizi terkait hipertensi (pernyataan 15).
Sebagian besar pasien rutin untuk melakukan kontrol berobat ke
Puskesmas apabila obat habis (pernyataan 14) yaitu sebanyak 68
responden (67,3%). Hanya 35 responden (34,7%) yang mengetahui
tentang Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular yang
diselenggarakan oleh Puskesmas Tanjung Agung (pernyataan 11).

4.1.4 Evaluasi Program Posbindu PTMdi Kecamatan Tanjung Agung


Dari hasil penelitian diperoleh hasil evaluasi program posbindu
PTM di Kecamatan Tanjung Agung seperti dapat dilihat pada tabel
4.8.

Tabel 4.8. Evaluasi Program Posbindu PTMdi Kecamatan


Tanjung Agung
No Desa Posbindu Aktif/Tidak
1 Bedegung Tidak ada
2 Embawang Ada (1) Aktif
3 Indramayu Ada (1) Aktif
4 Lambur Tidak ada
5 Lebak Budi Ada (1) Tidak
6 Lesung Batu Tidak ada
7 Lubuk Nipis Tidak ada
8 Matas Ada (1) Aktif
9 Muara Emil Ada (1) Aktif
10 Muara Meo Tidak ada
11 Padang Bindu Tidak ada
12 Paduraksa Tidak ada
13 Pagar Dewa Tidak ada
14 Pagar Jati Tidak ada
15 Pandan Dulang Tidak ada
16 Pandan Enim Tidak ada
17 Penyandingan Tidak ada
18 Pulau Panggung Tidak ada
19 Seleman Tidak ada
20 Sugih Waras Tidak ada
21 Sukaraja Tidak ada
22 Tj. Agung Ada (4) Aktif
23 Tj. Baru Tidak ada
24 Tj. Bulan Tidak ada

45
25 Tj. Karangan Ada (1) Aktif
26 Tj. Lalang Tidak ada

Dari 26 desa yang terlingkup di dalam Kecamatan Tanjung Agung,


hanya 7 desa yang memiliki posbindu PTM. Terdapat 10 posbindu di
Kecamatan Tanjung Agung, terdiri dari 4 posbindu di Desa Tanjung
Agung, yaitu Posbindu Tanjung Agung I, Melati, Anggrek dan
Flamboyan, Posbindu Utun di Tanjung Karangan, Posbindu Dayang
Rindu di Muara Emil, Posbindu Kutilang di Matas, Posbindu
Indramayu, Posbindu Mawar di Lebak Budi, dan Posbindu Asoka di
Embawang.
Dari 10 Posbindu PTM yang ada, tercatat 9 Posbindu PTM yang
aktif dan 1 Posbindu yang tidak aktif yaitu Posbindu Mawar di Desa
Lebak Budi.Telah dilakukan wawancara terhadap kepala desa, tenaga
kesehatan dan kader di beberapa desa yaitu Desa Tanjung Agung,
Indramayu, Pagar Dewa, Muara Meo, Sugih Waras, Lambur,
Bedegung, dan Lebak Budi. Sedangkan untuk desa lainnya, dilakukan
wawancara terhadap petugas Puskesmas yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan Posbindu di Kecamatan Tanjung Agung.
Pada Desa Tanjung Agung, beberapa kader yang telah
diwawancarai mengetahui tentang adanya program Posbindu PTM,
namun belum memahami garis besar kegiatan Posbindu dengan baik.
Kegiatan yang umumnya dilakukan pada saat Posbindu biasanya
hanya sebatas wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan dasar
penyakit tidak menular, serta pengobatan sementara. Sedangkan
tindak lanjut berupa pembinaan secara terpadu denganpeningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat belum terlaksana dengan
baik. Selain itu, pasrtisipasi pasien terhadap kegiatan posbindu masih
sangat rendah. Hal ini terlihat dari peserta kegiatan yang hanya
berkisar antara 20-35 orang yang sebagian besar adalah lansia.
Kendala yang sering dihadapi adalah kurang aktifnya kader di desa,
sehingga pelaksanaan posbindu masih belum maksimal.

46
Posbindu PTM di Desa Indramayu sudah terlaksana rutin setiap
bulan walau hanya berupa balai pengobatan dan dijalankan bersamaan
dengan posyandu lansia. Pada setiap penyelenggaraan posbindu,
pasien yang hadir berkisar 30 orang. Pasien selalu membayar biaya
retribusi yang digunakan untuk pembelian alat kesehatan dan
persdiaan obat. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya partisipasi
masyarakat dalam kegiatan posbindu ini.
Pada Desa Lebak Budi, berdasarkan wawancara yang telah
dilakukan, dilaporkan bahwa pelaksanaan Posbindu PTM hanya aktif
pada tahun pertama yaitu di tahun 2016. Setelah itu, pelaksanaanya
belum terevaluasi dengan baik dan berhenti pada tahun-tahun
berikutnya.
Posbindu PTM di Desa Bedegung sudah terlaksana rutin setiap
bulan, namun karena dilaksanakan bersamaan dengan Posyandu
Lansia dan hanya kader yang mengetahui tentang kegiatan dan
cakupan Posbindu PTM, sedangkan kebanyakan masyarakat belum
tahu, maka cakupan masyarakat yang datang saat pelaksanaan bukan
termasuk rentang usia dewasa muda-dewasa tua, melainkan hanya
lansia. Sehingga secara keseluruhan program Posbindu PTM di desa
ini belum terlaksana dengan baik.
Sedangkan di Desa Pagar Dewa, Desa Lambur, Desa Bedegung,
dan Desa Muara Meo tidak terdapat Posbindu PTM sehingga baik
kades, nakes dan kader tidak mengetahui tentang pelaksanaan
Posbindu PTM.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari petugas Petugas
Puskesmas, pemantauan langsung terhadap Posbindu yang aktif hanya
dilakukan pada Posbindu di Desa Tanjung Agung. Sedangkan,
Posbindu di desa-desa lain, hanya dilaporkan melalui kader tanpa ada
pemantauan secara langsung oleh Puskesmas. Sehingga pelaporan
kegiatan yang telah dilakukan oleh masing-masing Posbindu belum
diketahui apakah sudah terlaksana dengan baik atau tidak.

47
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Pasien Hipertensi di Puskesmas Tanjung Agung
Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Penigkatan tekanan darah yang
berlangsung lama akan menimbulkan kerusakan pada beberapa organ
seperti ginjal, jantung, dan otak apabila tidak dilakukan deteksi dini dan
pengobatan yang memadai.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi pada pasien
usia ≥18 tahun di Indonesia adalah sebesar 9,4% dan sekitar 8,4% di
Sumatera Selatan. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup dan
kesadaran masyarakat dalam melakukan pemeriksaan rutin tekanan
darah agar deteksi dini terhadap terjadinya hipertensi dapat
dilaksanakan dengan baik.
Pada penelitian yang dilakukan di Poli PT-Lansia Puskesmas
Tanjung Agung dalam kurun waktu 1 bulan, didapatkan 101 responden
yang datang dengan hipertensi dengan kelompok usia >60 tahun
(67,3%) yang lebih tinggi diabndingkan dengan dan kelompok usia <
60 tahun (32,7%).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri (2014)
yang menyatakan bahwa kecenderungan terjadinya hipertensi lebih
tinggi pada usia lansia tua (old) dibandingankan dengan usia lansia
(elderly). Penelitian lain yang dilakukan oleh Raihan (2014)
menunjukkan bahwa mayoritas responden yang datang dengan
hipertensi berusia > 45 tahun. Peningkatan tekanan darah disebabkan
oleh karena setelah usia 45 tahun akan terjadi penebalan dinding arteri
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan jumlah tertinggi pada
kelompok wanita (60,4%) dibandingkan dengan pria (39,6%). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Raihan (2014) diketahui bahwa
kejadian hipertensi lebih tinggi pada jenis kelamin wanita dibandingkan

48
dengan pria. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rayhani (2005) yang mengatakan bahwa wanita (51%) lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan dengan pria (49%). Menurut Cartos
(2008) prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun, wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormone estrogen yang berperan dalam peningkatan HDL. Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Pada penelitian ini sebagian
besar responden berusia > 60 tahun (67,3%) dengan jenis kelamin
wanita (60,4%). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya
penurunan imunitas wanita pada usia menopause, sehingga terjadi
peningkatan kejadian hipertesi pada wanita.
Berdasarkan tingkat pendidikan, didapatkan hasil yang lebih tinggi
pada kelompok pendidikan menengah (SMP-SMA) (63,3%), sedangkan
kelompok terendah adalah pendidikan tinggi (S1) sebanyak 4 responden
(4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri (2014)
bahwa yang menunjukkan bahwa hipertensi pada lansia ecnderung
terjadi pada seseornag dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Menurut Anggara dan Prayitno (2013), tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah pada lansia karena tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang, seperti
kebiasaan merokok, pola makan, dan aktivitas fisik. Selain itu,
pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
untuk lebih mudah mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun
media massa.
Berdasarkan data pekerjaan, tidak terlihat adanya perbedaan yang
signifikan antara responden yang tidak bekerja (55,4%) dan bekerja

49
(44,6%). Dimana jenis pekerjan tertinggi adalah petani. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna (2017) yang
menemukan bahwa pekerjaan yang berisiko lebih rendah terhadap
hipertensi adalah petani. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa beberapa jenis pekerjaan menjadi faktor protektif terhadap
hipertensi yaitu PNS/ TNI/ Polri/ BUMN/ BUMD, wiraswasta, petani,
nelayan, buruh, dan kelompok pekerjaan lain. Bekerja dapat mencegah
hipertensi karena aktivitas fisik akibat kerja baik untuk peredaran darah,
orang yang tidak bekerja berisiko menderita hipertensi 8,95 kali
dibandingkan dengan orang yang bekerja. pada penelitian ini, masih
terlihat bahwa kejadian hipertensi tetap tinggi pada kelompok yang
bekerja (44,6%). Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor
risiko lain seperti gaya hidup, pola makan, dan genetik.
Dari 101 responden, asal desa pasien tersebar dalam 20 desa di
Kecamatan Tanjung Agung dan frekuensi terbanyak adalah berasal dari
Desa Tanjung Agung yaitu sebanyak 49 responden (48,5%). Hal ini
disebabkan cakupan wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung yang
luas yaitu mencapai 26 desa dengan luas wilayah….. sebagian besar
responden berasal dari desa dengan jarak yang paling dekat dengan
Puskesmas Tanjung Agung. Sedangkan pasien dengan tempat tinggal
yang jauh, lebih sulit untuk menjangkau pusat kesehatan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Olusegun dkk (2010) yang
menyatakan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan kontrol pada
pasien hipertensi. Faktor lain yang juga berpengaruh pada kepatuhan
kontrol pasien adalah tersedianya trasportasi menuju pusat pelayanan
kesehatan. Sehingga jarak yang jauh tidak menjadi halangan bagi pasien
untuk datang ke pusat pelayanan kesehatan.
Pada penelitian ini, sebagian besar pasien berasal dari desa
dengan jarak yang paling dekat dengan pusat pelayanan kesehatan.
Beberapa pasien yang berasal dari desa yang cukup jauh dari pusat
pelayanan, biasanya memanfaatkan transportasi umum. Sehingga, dapat

50
dilihat bahwa kepatuhan pasien dengan tempat tinggal yang dilalui oleh
angkutan umum juga cukup baik. Hasil ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jeremy Mattson (2010) menjelaskan
bahwa transportasi merupakan hal dasar yang penting dalam akses
pelayanan kesehatan dan pengobatan jangka panjang terutama pada
orang yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi. Penderita
penyakit kronis kronis yang memiliki transportasi baik lebih sering
melakukan kontrol dan kunjungan ke fasilitas kesehatan dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki transportasi.

4.2.2 Tingkat Pengetahuan Pasien Hipertensi di Puskesmas Tanjung


Agung
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasien masih
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penyakit hipertensi yang
dideritanya. Riskesdas (2007) menyatakan bahwa penyakit hipertensi
cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan
peningkatan pendidikan,berkaitan dengan tingkat pendidikan yang
menengah-rendah di Kecamatan Tanjung Agung. Hal ini menyebabkan
kurangnya pengetahuan pada pasien terhadap kesehatan dan
sulit/lambatnya menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh
petugas, sehingga berdampak pada perilaku/pola hidup yang tidak sehat
(Kivimaki, 2004 dalam Yuliarti, 2007).
Mengenai gambaran pengetahuan penderita terhadap penyakit
hipertensi, sebagian besar pasien belum mengetahui batasan nilai dalam
menggolongkan hipertensi, pasien merasa memiliki tekanan darah yang
tinggi apabila telah diatas 160mm/Hg atau apaila telah muncul gejala
klinis seperti nyeri kepala dan sakit di tengkuk. Gonzalez (1990)
menyatakan bahwa pemberian edukasi mengenai nilai tekanan darah
yang normal dan tidak normal dapat meningkatkan keberhasilan
pengobatan Hal ini akan meningkatkan kewaspadaan pasien terhadap
kesehatannya dan meningkatkan keinginan untuk melakukan
pengecekan dan mematuhi pengobatan (Balazovech, 1993). Pasien juga

51
belum mengetahui bahwa penyakit hipertensi ini tidak hanya terjadi
pada lansia.
Secara umum pasien telah mengetahui komplikasi dari hipertensi.
Pasien juga mengetahui bahwa faktor yang menyebabkan hipertensi
adalah keturunan, merokok dan konsumsi garam yang tinggi, namun
pasien belum banyak yang mengetahui bahwa konsumsi alkohol dan
kopi juga berperan dalam kejadian hipertensi.Dhianningtyas &
Hendrati, (2006) menyatakan bahwa sebagian besar hipertensi primer
terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada 20% terjadi dibawah usia
20 tahun dan diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan karena orang pada usia
produktif jarang memperhatikan kesehatan, seperti pola makan dan pola
hidup yang kurang sehat seperti merokok.
Sebagian besar pasien beranggapan bahwa pengobatan hipertensi
hanya mengonsumsi obat-obatan dari dokter, sehingga pasien tetap
menjalani gaya hidup dan pola makan yang tidak baik, hal ini akan
berakibat pada kegagalan pengobatan yang komprehensif. Pasien juga
beranggapan bahwa hipertensi dapat disembuhkan, sehingga setelah
mereka mencapai tekanan darah yang normal, pasien tidak datang
kembali untuk kontrol. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun
hanya dapat dikendalikan melalui kontrol kesehatan secara rutin,
melakukan diet rendah garam dan mengonsumsi obat secara teratur
untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ lain
yang ada pada diri pasien (Almisbah, 2008; Ratnaningtyas & Djatmiko,
2011).Hanya sepertiga pasien yang melakukan konsultasi gizi untuk
mengetahui makanan apa yang baik dikonsumsi dan dihindari dalam
penanganan penyakit hipertensi.
Lebih dari setengah pasien selalu rutin untuk melakukan kontrol
berobat apabila obat telah habis, hal ini menunjukkan adanya
kewaspadaan pasien terhadap peyakit yang dideritanya. Kepatuhan
berobat pasien hipertensi adalah ketaatan untuk memeriksakan tekanan
darah lebih dari satu kali berturut turut di psukesmas untuk mengetahui
keadaan tekanan darahnya. Jika penderita tidak patuh control, maka

52
tekanan darah tidak terkendali dan terjadi komplikasi. Kontrol berobat
ini tidak hanya bisa dilakukan di puskesmas, tetapi juga di posbindu
PTM. Namun hanya sepertiga pasien yang mengetahui tentang program
posbindu PTM ini.
Komunikasi antara petugas kesehatandengan pasien memiliki
peranan pentingdalam meningkatkan pengetahuan pasienterhadap
penyakitnya. Hal ini merupakan sebuah evaluasi bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan edukasi dan promosi kesehatan mengenai hipertensi
kepada masyarakat agar dapat mengoptimalkan pengobatan hipertensi
di Kecamatan Tanjung Agung.

4.2.3 Evaluasi Program Posbindu PTMdi Kecamatan Tanjung Agung


Evaluasi dari pelaksanaan Posbindu PTM dapat dilihat dari hasil
penelitian. Walaupun tidak semua desa memiliki Posbindu PTM, tetapi
pada desa yang aktif, program posbindu PTM ini telah berjalan secara
rutin. Beberapa desa juga memiliki manajemen keuangan sendiri untuk
menyediakan sarana dan prasarana posbindu. Namun pelaksanaan
posbindu ini biasanya tergabung dengan program lain seperti posyandu
lansia dan UKK, sehingga pelaksannya masih belum optimal. Pada
umumnya sebagian besar kader sudah mengetahui beberapa program
kerjasama antara desa dan Puskesmas, seperti Posyandu lansia, UKK,
dan Posyandu Balita. Namun, sebagian besar kades dan kader desa
belum mengetahui batasan-batasan program. Sehingga dibutuhkan pula
peran aktif kades, kader, dan nakes desa. Hal ini akan berkaitan dengan
kurangnya pencapaian pengobatan hipertensi di Kecamatan Tanjung
Agung.
Kurangnya pengetahuan kades, kader dan nakes mengenai
penyelenggaraan kegiatan posbindu PTM menyebabkan kurangnya
sosialisasi kepada warga mengenai program ini, sehingga masyarakat
tidak mengetahui dan tidak berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan
program. Sebagian besar kegiatan yang dilakukan pada Posbindu yang
aktif hanya sebatas wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan, serta

53
pengobatan sementara. Sedangkan tahapan tindak lanjut berupa
penyuluhan sebagai sarana peningkatan pengetahuan masyarakat,
kegiatan senam bersama, hingga proses rujukan dalam rangka
melaksanakan pelayanan kesehatan berkelanjutan belum dilakukan
dengan maksimal. Pada setiap penyelenggaraan posbindu, pasien yang
hadir berkisar anatar 25-30 orang yang sebagian besar adalah lansia.
Selain itu, beberapa kader juga masih kurang aktif dalam pelaksanaan
program, salah satunya yaitu Desa Tanjung Agung. Dilaporkan bahwa
dari 10 kader, hanya 1-4 kader aktif yang ikut serta dalam pelaksanaan
kegiatan.
Berdasarkan pedoman penyelenggaraan posbindu PTM
menjelaskan bahwa tokoh masyarakat bertugas menggerakkan
masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mendukung dengan
sumber daya yang dimiliki terhadap penyelenggaraan posbindu PTM.
Pimpinan kelompok atau organisasi masyarakat mendukung dan
berperan aktif dalam kegiatan posbindu PTM sesuai dengan minat dan
misi kelompok atau organisasi tersebut (Dinkes Kota Semarang, 2014).
Desa yang memiliki kepala desa dengan selalu memberikan
motivasi pada setiap pelaksanaan kegiatan di masyarakat, seperti pada
posbindu PTM akan lebih baik dalam keberlangsungan dari kegiatan
posbindu PTM tersebut. Namun, desa yang kepala desanya tidak
memberikan motivasi sama sekali dari suatu program, seperti posbindu
akan sulit program posbindu PTM untuk lebih berkembang. Dukungan
motivasi tersebut dapat berupa pemberian tugas yang selalu dimonitor
dan disupervisi, selalu mempertimbangkan kemampuan kader sebelum
memberi tugas, kebiasaan kepala desa untuk melakukan peninjauan
terhadap pelaksanaan kegiatan posbindu PTM tersebut (Sigalingging,
2011).
Pada beberapa desa yang belum memiliki program Posbindu seperti
Desa Pagar Dewa, Desa Lambur, Desa Bedegung, dan Desa Muara
Meo sebaiknya dilakukan sosialisasi oleh pihak Puskesmas untuk
meningkatkan pengetahuan kades, kader, dan nakes mengenai program

54
Posbindu-PTM. Selain itu, pemantauan seacara langsung oleh pihak
Puskesmas terhadap Posbindu yang sedang berjalan juga sangat penting
untuk dilakukan agar setiap kegiatan yang dilakukan pada Posbindu
baik oleh nakes maupun kader terkoordinasi dengan baik dan sesuai
dengan target yang harus dicapai.

55
BAB V
KSEIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik responden penelitian didominasi oleh kelompok usia > 60
tahun (68%), perempuan (60,4%), berpendidikan menengah (63,3%), tidak
bekerja (55,4), dan sebagian besar bertempat tinggal di Desa Tanjung
Agung.
2. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang (53,5%),
responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 40,6%, dan hanya
5,9% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit
hipertensi.
3. Rata-rata pasien sudah memiliki pemahaman dasar mengenai penyakit
hipertensi (54,67%) mengenai batasan nilai tekanan darah, faktor resiko,
gejala, pengobatan dan komplikasi.
4. Terdapat 9Posbindu PTM aktif yang tersebar di Kecamatan Tanjung
Agung, namun dalam pelaksannnya masih terdapat kendala dan belum
optimal karena kurangnya pengetahuan mengenai program Posbindu PTM.

5.2 Saran
1. Perlunya edukasi dan promosi kesehatan mengenai hipertensi oleh tenaga
kesehatan kepada masyarakat agar dapat mengoptimalkan pengobatan
hipertensi di Desa Tanjung Agung.
2. Perlu diadakannya penekanan, pelatihan, dan pemantauan kepada pihak
desa agar program Posbindu PTM yang telah lama dicanangkan bisa
berjalan lebih baik lagi dan target kegiatan dapat dilaksanakan dengan
optimal.
3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lengkap dengan menambahkan
variabel tekanan darah pasien, pendapatan pasien dan akses ke pusat
pelayanan kesehatan.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2015


tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
2. Kementerian Kesehatan RI. Hipertensi. 2014 Pusat Data dan Informasi
Kemnterian Kesehatan Republik Indonesia. Hal 1-7.
3. Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan. Hasil Utama Riskesdas 2018.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal 1-87.
4. Fuadah, Dina Z. NF Rahayu. 2018. Pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) pada Penderita Hipertensi
(Utilization of Integrated Posted Cooperation (Posbindu) of Non-
Communicable Disease of Patients with Hypertension). Jurnal Ners dan
Kebidanan. April 2018. Vol 5, no 1, hal 20-28.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Umum Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. 2016. Hal 1-57.
6. Pedoman Umum Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular. Edisi
Satu, Cetakan Kedua. Kementerian Kesehatan RI Ditjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular. 2014. Hal 1-25.
7. Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
8. Wawan, A. 2011. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta :
Nuha Medika. p : 12-18.
9. Notoadmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. hal :
20-26-83
10. Watloly. 2005. Tanggung Jawab Pengetahuan : Mempertimbangkan
Estimiology secara Cultura. Jakarta : FKUI
11. Heri, D.J.M. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
12. Fitriani S. 2009. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
13. Arikunto, Suharsimi. 2006. Posedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT.Rineka Cipta

57
14. Widayatun, T, 2009. Ilmu perilaku Vol.2. Jakarta: Sagung Seto
15. Price SA, Wilson LM. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume I. Jakarta: EGC; hal. 583-6
16. Direktorat Penyakit Tidak Menular. 2013. Buku Pedoman Pengendalian
Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
17. Guyton AC, Hall JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC; hal. 342-9
18. Novianti, Tri. 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tingkat
Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Lansia di
Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta; hal 6-8
19. Raihan, Lailatun Najmi, dkk. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Hipertensi Primer pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir. Riau:Universitas Riau; Hal 6-7
20. Oktora, R. 2005. Gambaran Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di
Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru periode Januari
sampai Desember 2005. Skripsi tidak dipublikasikan.
21. Mitchell, R. N. 2008. Buku Saku Patologis Penyakit. Jakarta: Salemba
Medika
22. Balazovjech I, Hnilica P Jr. Compliance with antihypertensive treatment in
consultation rooms for hypertensive patients. J Hum Hypertens.
1993;7(6):581–583.
23. Gonzalez-Fernandez RA, Rivera M, Torres D, et al. Usefulness of a systemic
hypertension in-hospital educational program. Am J Cardiol.
1990;65(20):1384–1386.
24. Depkes. 2007. Pedoman Pengukuran Dan Pemeriksaan Riskesdas 2007.
Jakarta : Tim Riskesdas Balitbangkes
25. Yuliarti. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada
Usia Lanjut Di Posbindu Kota Bogor Tahun 2007.Tesis peminatan gizi
Kesehatan masyarakat.Fakultas kesehatan masyarakat universitas Indonesia.

58
26. Dhianningtyas, Yunita & Hendrati, Lucia Y. 2006. ‘Risiko Obesitas,
kebiasaan merokok, dan konsumsi garam terhadap kejadian hipertensi pada
usia produktif’. The Indonesian Journal of Public Health Vol. 2 No. 3
27. Trihardini, I, 2007, Potret Buram Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia, KESMAS, 1 (5).
28. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2014. Laporan Posbindu di Kota Semarang
Tahun 2013. Dinkes Kota Semarang, Semarang.

59
Lampiran 1. Inform Consent

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUANUNTUK IKUT SERTA DALAM


PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Alamat :

Pekerjaan :

No. KTP/lainnya :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:

setelah mendapat keterangan sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami tentang


tujuan, manfaat dan risiko yang mungkin timbul dalam penelitian, serta sewaktu-waktu
dapat mengundurkan diri dari keikut sertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam
penelitian yang berjudul:GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TERHADAP
PENYAKIT HIPERTENSI DAN EVALUASI PROGRAM POSBINDU PTM DI
KECAMATAN TANJUNG AGUNG

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan.

Tanjung Agung, Desember 2018

Mengetahui, yang menyatakan,


Penanggung jawab penelitian, Subjek penelitian,

( ) ( )

Keluarga Peserta penelitian,

( )

60
Lampiran 2. Kuesioner

KUESIONER

GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TERHADAP PENYAKIT


HIPERTENSI DAN EVALUASI PROGRAM POSBINDU PTM DI
KECAMATAN TANJUNG AGUNG

IDENTITAS
Nama/JK :
Usia :
Alamat :
Pendidikan/Pekerjaan :

No Pernyataan Ya Tidak
1 Hipertensi merupakan suatu penyakit dimana tekanan darah mencapai
> 140/90 mmHg.
2 Hipertensi dapat menyebabkan stroke.
3 Hipertensi dapat disebabkan karena keturunan.
4 Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi.
5 Gejala yang ditemui pada penderita hipertensi adalah sakit kepala,
rasa berat di tengkuk, dan mudah marah.
6 Hipertensi hanya bisa diobati dengan obat-obatan dari dokter.
7 Konsumsi alkohol dan kopi yang berlebih dapat menyebaban
hipertensi
8 Hipertensi dapat disembuhkan.
9 Makan tinggi buah, tinggi sayur, dan produk susu yang rendah lemak,
merupakan makanan yang dianjurkan pada penderita hipertensi.
10 Makanan yang asin dapat menyebabkan hipertensi.
11 Saya mengetahui tentang Posbindu-PTM
12 Aktifitas fisik seperti jalan cepat secara rutin setiap hari dapat
menurunkan tekanan darah.
13 Hipertensi hanya terjadi pada lansia.
14 Saya selalu datang untuk kontrol ulang setiap dua minggu atau saat
obat habis
15 Saya melakukan konsultasi gizi untuk mengetahui makanan yang
harus dikonsumsi dan dikurangi
Jumlah

TERIMA KASIH

61
FORMULIR WAWANCARA POSBINDU PTM

IDENTITAS

Nama/JK :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan : Kades/Nakes/Kader
Desa /Keluharan :

1. Apakah Anda mengetahui apa itu Posbindu PTM ?


Jawab :

2. Apakah terdapat Posbindu PTM di desa ini?


Jawab :

3. Apakah Posbindu PTM berjalan rutin setiap bulan?


Jawab :

4. Berapa jumlah peserta yang hadir setiap bulan?


Jawab :

5. Apa saja sarana dan prasarana yang diberikan desa dalam pelaksanaan
Posbindu PTM?
Jawab :

6. Apa saja kendala yang dihadapi selama pelaksanaan Posbindu PTM?


Jawab :

7. Apa saran dan masukan Anda terhadap pelaksaan Posbindu PTM di desa ini?
Jawab :

TERIMA KASIH

62
Lampiran 3. Gambar Kegiatan

63

Anda mungkin juga menyukai