Anda di halaman 1dari 33

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN

KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS PASAR KEPAHIANG TAHUN 2019

MINI PROJECT

Pembimbing :

dr. Ana Marlina

Disusun Oleh :
dr. Ade Ratnasari

PUSKESMAS PASAR KEPAHIANG


2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Mini Project ini tepat pada waktunya,

dengan judul “Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas pasar

Kepahiang. Tujuan tugas ini untuk melengkapi persyaratan mengikuti Dokter Internship

dibagian stase Puskesmas.

Dalam menyusun laporan Mini project ini, penulis telah banyak mendapat bantuan

dan bimbingan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drg. T widia Astuti sebagai kepala puskesmas pasar kepahiang

2. Dr. Ana Marlina sebagai dokter pembimbing

3. Kepada seluruh staff Puskesmas Pasar Kepahiang

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih membutuhkan saran dan kritik untuk

menyempurnakan tugas ini. Semoga tugas ini bermanfaat. Aamiin

Kepahiang, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... II


Daftar Isi .............................................................................................................. III
BAB I . Pendahuluan .......................................................................................... 1
1.1Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................... .. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... . 5
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... ... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................................................... ... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... ...... 6
BAB II. Tujuan Pustaka ..................................................................................... 7
2.1 Tujuan Umum ISPA ............................................................................ .......... 7
2.1.1 Lokasi Anatomik ....................................................................................... .. 7
2.1.2 Klasifikasi Penyakit .................................................................................. .. 7
2.1.3 Tanda dan Gejala ..................................................................................... ... 8
2.1.4 Penyebab Terjadinya ISPA ..........................................................................9
2.1.5 Faktor Resiko ISPA .................................................................................. .. 10
2.1.6 Penatalaksanaan Penderita ISPA ........................................................... ..... 10
2.2 Tinjauan Umum Tentang Balita ..................................................................... 11
2.3 Tinjauan Umum Tentang Faktor Resiko ISPA .............................................. 12
2.3.1 Asap ............................................................................................................ 12
2.3.2 Kebiasaan Merokok dalam Rumah .......................................................... ... 14
2.3.3 ASI Eksklusif ............................................................................................. . 15
2.3.4 Status Imunisasi ........................................................................................ .. 15
2.3.5 Status Gizi ................................................................................................. .. 16
2.3.6 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) ........................................................... ... 17
BAB III Metode Penelitian ............................................................................... 19
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 19
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 19
3.3.1 Populasi .......................................................................................... ........ 19
3.3.2 Sampel .................................................................. ................................. 19
3.4 Pengumpulan Data ......................................................................................... 20
3.5 Analisa Data ................................................................................................... 20
3.6 Variabel Penelitian ......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN MINI PROJECT DOKTER INTERNSHIP

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA


PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR KEPAHIANG
TAHUN 2019

DISUSUN OLEH :

dr. Ade Ratnasari

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti program internship
Dokter Indonesia di Puskesmas Pasar Kepahiang, Kabupaten Kepahiang

Disetujui oleh

Kepala Puskesmas Pembimbing Puskesmas


Pasar Kepahiang Pasar Kepahiang

(drg. T. Widia Astuti ) (dr.Ana Marlina)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang
salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura.1Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang
kemudian diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat
terjadi kesukaran bernapas dan tidak dapat minum. Usia Balita adalah kelompok yang
paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan.Kenyataannya bahwa angka
morbiditas dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita di Negara
berkembang.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas
40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita.
Menurut WHO, 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, di mana pneumonia
merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita
setiap tahun.2
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati
urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA
juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Di Indonesia
terjadi lima kasus diantara 1000 bayi atau Balita, ISPA mengakibatkan 150.000 bayi
atau Balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari,
atau 17 anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007). Sebagai
kelompok penyakit, ISPA juga merupakan penyebab utama kunjungan pasien ke
sarana kesehatan yakni sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di puskesmas dan
15%-30% kunjungan berobat di rumah sakit (Depkes RI, 2008).
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang pada tahun 2017 dari 20.000
perkiraan jumlah penderita sebanyak 16.637 jiwa untuk ISPA kasus yang ditemukan
dan ditangani. Sedangkan data yang ada di Puskesmas Pasar Kepahiang pada periode
bulan februari-april 2019 sebanyak didapatkan sebanyak 292 kasus. Wilayah kerja
Puskesmas sendiri mencakup 6 kelurahan 4 desa yaitu, Desa pasar ujung, kampung
Bogor, Bogor Baru, Weskust, Padang Lekat, Karang endah, pensiunan, pasar
kepahiang,sejantung dan kampung pensiunan.

Tabel 1. Daftar Penyakit Terbanyak di Poli Anak Puskesmas Pasar Kepahiang


Periode Feb-April 2019

Bulan Jumlah
No Pasien
Tahun
2019
Jenis Penyakit Feb Maret April
1 Ispa 96 121 100 317
2 Obs febris 68 33 45 146
3 Gea 21 23 21 65
4 DKA 12 9 9 30
5 Faringitis/Tonsilits 6 9 10 24

Sumber data : Laporan SP2T Periode bulan Feb-April 2019

Dari data mengenai angka kejadian jenis penyakit terbanyak pada tahun 2019 dari
bulan Februari– April penyakit ISPA merupakan penyakit yang tertingi pada anak-anak.
Pada bulan Februari tahun 2019 didapatkan 96 Kasus, bulan Maret 2019 didapatkan 121
kasus, pada April 2019 didapatkan 100 kasus (Puskesmas Pasar Kepahiang, 2019).
Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan,
faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran
udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian.
Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A
dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan
ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit
ISPA (Prabu, 2009).
Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat berdampak negative bagi anggota
keluarga khususnya balita. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah perokok aktif sekitar
27,6% dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO, 2008).
Nikotin dan ribuan zat beracun lainnya yang berasal dari asap rokok masuk ke saluran
pernapasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi pada saluran pernapasan (Hidayat,
2005). Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dapat juga masuk ke tubuh melalui
ASI ibunya lalu berakumulasi di tubuh bayi dan membahayakan kesehatan bayi tersebut.
Sebuah penelitian di wilayah kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga
Tahun 2012 menunjukkan balita yang menderita ISPA sebagian besar dari keluarga
yang orang tuanya merokok sejumlah 80.4%. Pada yang tidak menderita ISPA ada
23.5% yang orang tuanya merokok berat. Penelitian lain yang dilakukan di Puskesmas
Tanjung Raja menyatakan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan
kejadian ISPA pada balita (OR: 13,33).
Telah lama diketahui adanya sinergitas antara paparan asap rokok terhadap kejadian
ISPA terhadap balita, walaupun masih ringan namun mempunyai pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Hal inilah yang mendasari penulis untuk meneliti hubungan
prilaku merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar
Kepahiang Tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut diatas bahwasanya penyakit ISPA adalah urutan
pertama berdasarkan laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
periode bulan Februari-April tahun 2019 yaitu sebanyak 317 kasus sehingga peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasar Kepahiang Tahun 2019.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian
ISPA pada balita di Puskesmas Pasar Kepahiang Tahun 2019..
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mendeskripsikan perilaku merokok orang tua balita di wilayah kerja
Puskesmas Pasar Kepahiang tahun 2019.
2. Untuk mengetahui hubungan antara prilaku merokok orang tua terhadap
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pasar Kepahiang
tahun 2019.
3. Untuk mengetahui pengetahuan ibu balita tentang bahaya asap rokok
terhadap kesehatan.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara ibu balita untuk mengatasi penyakit
ISPA pada balita.
5. Untuk mengetahui cara mencegah paparan asap rokok dirumah.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Instansi Terkait
a. Puskesmas : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi Puskesmas Pasar Kepahiang mengenai hubungan antara
perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita yang
merupakan penyakit tersering diderita oleh balita yang berobat ke pelayanan
kesehatan anak Puskesmas Pasar Kepahiang Tahun 2019.
b. Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang: Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan ,masukan tentang Masyarakat pentingnya mengetahui
hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA di
Puskesmas Pasar Kepahiang sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan
khususnya dalam menurunkan angka kejadian ISPA pada belita..
2. Bagi Masyarakat :
Hasil penelitian ini diharapkan kepada masyarakat agar mengetahui bahaya
paparan asap rokok pada kesehatan. Dan Masyarakat memahami serta mengerti
kondisi lingkungan rumah yang baik dan bersih, diharapkan masyarakat bisa
berhenti merokok dan berpola hidup sehat.
3. Bagi Peneliti :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan menambah
pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan ke dalam
praktik nyata.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang ISPA


Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut
dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang
berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses
akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses
ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi
akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak
seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho
pneumonia.8

Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat


diketahui menurut:

2.1.1 Lokasi Anatomik


Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu:
ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common
cold), Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis
dan lain-lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya
Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kematian.9

2.1.2 Klasifikasi penyakit


Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :

1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: pneumonia berat dan
bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat
(Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit
atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke
dalam (Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.10
2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas: pnemonia
berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas
sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada
waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan
atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40
kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.10

2.1.3 Tanda dan Gejala


Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA)
kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita,
ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya
peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam
penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur
kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.11

Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau


kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat
ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas
60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada
bagian bawah ke dalam (severe chestindrawing).11

Bukan pneumonia apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak


disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup
kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya
gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam.11

Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk
yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya:
1. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi
napas), demam.
2. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun
yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

2.1.4 Penyebab Terjadinya ISPA


Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
bakteri, virus, mycoplasma, jamurdan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya
disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh
bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh
bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.10

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,


Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.10

2.1.5 Faktor Risiko ISPA


Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia
dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk
meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian (Mortalitas) akibat
pneumonia.12

Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kematian akibat pneumonia


adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang,
berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan
pelayanan kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita
penyakit kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian
pengobatan yang salah.12

2.1.6 Penatalaksanaan Penderita ISPA


Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada
balita adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata
laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada
pada penderita.
2. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, demam atau
dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi
buruk.10
3. Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa
pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi
antibiotik 1 dosis. Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
yang terdiagnosa pneumoniadapat dilakukan perawatan di rumah,
pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih
cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada.10
Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun, meliputi :

a. Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah


jumlahnya setelah sembuh.
b. Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan
pemberian ASI.
c. Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan
sederhana.10
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang
terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi
antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing
yang ada.10

Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali


dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian
antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah,
antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika
keadaan penderita memburuk, harus segera dikirim ke sarana rujukan.10
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet
kotrimoksasol 480 mg, tabletkotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol
500mg dan tablet parasetamol 100 mg.10

2.2 Tinjauan Umum Tentang Balita


Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional, mengingat angka
kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka kesakitan
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya karena penyebab utamanya berhubungan
dengan faktor lingkungan antara lain; asap dapur, penyakit infeksi dan pelayanan
kesehatan.
Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses
tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara pemeriksaan perkembangan
dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan
penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Faktor Resiko ISPA


2.3.1 Asap Dapur
Gangguan saluran pernapasan yang diderita masyarakat selain
disebabkan oleh infeksi kuman juga disebabkan adanya pencemaran udara
yang terdapat dalam rumah, kebanyakan karena asap dapur. Pencemaran
udaradalam rumah yang berasal dari aktivitas penghuninya antara lain:
pengguna bahan bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan
ruangan, asap rokok, pengguna insektisida semprot maupun bakar dan
penggunaan bahan bangunan sintesis seperti cat dan asbes.13
Bahan pencemar yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar
biomassa yang menimbulkan asap (asap dapur) yang berbahaya bagi
kesehatan adalah:14

1. Partikel
Partikel dalam asap pembakaran bahan bakar biomassa
mengandung unsur-unsur kimia, seperti timbal (Pb), besi (Fe), mangan
(Mn),arsen (As), cadmium (Cd). Partikel yang terhisap dapat menempel
pada saluran pernapasan bagian atas masuk langsung ke paru-paru hal ini
tergantung pada kandungan kimia dan ukurannya. Paparan partikel dengan
kadar tinggi akan menimbulkan edema pada trachea, bronchus, dan
bronchiolus. Beberapa logam seperti Pb dan Cd, bersifat akumulatif,
paparan yang berulang dan berlangsung dalam waktu lama akan
menyebabkan terakumulasinya logam-logam tersebut dalam alat
pernapasan. Hal ini akan menimbulkan pengaruh yang bersifat kronis,
yaitu terjadinya iritasi pada saluran napas sampai dengan timbulnya
kanker paru.

2. Senyawa-senyawa hidrokarbaon aromatik polysiklik


Salah satu senyawa yang berbahaya terhadap kesehatan karena
diketahui bersifat karsinogenik adalah benzo-a-pyrene.

3. Formaldehid (HCHO)
Paparan Formaldehid dapat mengakibatkan iritasi pada mata,
hidung dan alat pernapasan bagian atas. Hal ini terjadi karena adanya
reaksi ketika bahan pencemaran bercampur dengan air mata atau lendir
dalam saluran pernapasan.

4. Carbonmonoksida(CO)
Pengaruh akut inhalasi CO adalah berkurangnya persediaan
oksigen dalam tubuh, yang disebabkan oleh bergabungnya CO dalam
darah dengan molekul hemoglobin membentuk CO-Hb.

5. Nitrogendioksida (NO2)
Nitrogendioksida merupakan bahan pencemar udara yang paling
banyak mempengaruhi kesehatan paru bagian dalam. Paparan NO2 yang
berlangsung lama dapat menambah kerentanan terhadap infeksi alat
pernapasan oleh bakteri (pneumonia) atau virus (influenza).

6. Sulfurdioksida(SO2)
Sulfurdioksida mempunyai sifat yang lebih mudah larut dalam air
membentuk asam sulfat aerosol, yang dapat masuk ke dalam paru dan
mangganggu fungsi paru.
Anak-anak/balita biasanya berada di dekat api atau berada di
pangkuan ibunya ketika sedang memasak dan saat menyiapkan makanan
bagi keluarga sehingga kontak dengan polusi dari bahan bakar biomassa
dalam dapur, yang berlangsung secara terus menerus menyebabkan iritasi
pada mukosa saluran pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya
infeksi.

2.3.2 Kebiasaan Merokok Dalam Rumah


Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah semakin
banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin banyak penderita gangguan
kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif)
yang umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap
sepele karena beberapa penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok
pasiflah yang mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya.15

Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream


sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap sidestream.
Polusi udara yang diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainstream yang
sudah terekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau
lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok
pasif atau perokok terpaksa.16

Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar


risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan,
memperburuk asma dan memperberat penyakit anginapectoris serta dapat
meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita.
Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran
pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan
lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir,
debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan
bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan
daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan
pecahnya kantong udara.15
2.3.3 Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi
serta mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan
yang dibuat manusia ataupun susu hewan seperti susu sapi.17

Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif berarti hanya memberikan ASI saja, tanpa
tambahan makanan atau minuman apapun termasuk air (obat-obatan dan
vitamin yang tidak dilarutkan dalam air mungkin dapat diberikan kalau
dibutuhkan secara medis). Anak sampai usia enam bulan pertama hanya
membutuhkan ASI Ekslusif menyediakan segala-galanya yang dibutuhkan
anak usia ini, isapan anak menentukan kebutuhannya, oleh karenanya
diberikan kesempatan sepenuhnya ia untuk dapat menghisap sepuasnya
(BKKBN, 2001). Sedangkan menurut Rusli (2004) ASI Ekslusif adalah
pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa memberikan
makanan/cairan lain. Bayi yang mendapat ASI Ekslusif lebih tahan terhadap
ISPA (lebih jarang terserang ISPA), karena dalam air susu ibu terdapat zat anti
terhadap kuman penyebab ISPA.12

2.3.4 Status Imunisasi


Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi
berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan
imunisasi lainnya.18

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena


sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga
rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya
dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap
terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup
anak.

Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk


mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa
penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B,
campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, TBC, dan
lain sebagainya.

Infeksi SPA adalah salah satu jenis penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan
imunisasi adalah difteri, batuk rejan dan campak.

2.3.5 Status Gizi


Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya
hubungan status gizi dengan kejadian ISPA, sehingga balita yang mengalami
gizi buruk rentan mengalami infeksi saluran nafas.
Balita dengan gizi buruk akan lebih mudah terserang ISPA dibanding
balita dengan gizi baik karena faktor daya tahan tubuh yang kuat. Dalam
keadaan gizi yang baik, tubuh memiliki cukup kekuatan dalam
mempertahankan tubuh dari infeksi. Pada keadaan gizi yang buruk, reaksi
kekebalan tubuh akan menurun sehingga kemampuan dalam mempertahankan
diri dari infeksi akan menurun juga.
2.3.6 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003, angka
kematian neonatal sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam 1 tahun,
sekitar 89.000 bayi usia 1 bulan meninggal, artinya setiap 5 menit ada 1
neonatus meninggal. Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi berat
lahir rendah (BBLR) (29 %) yang kedua adalah asfiksia (27 %).

Berat Badal Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat
lahir < 2500 gram. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup
bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/prematur khususnya yang masa
kehamilannya < 35 minggu, biasanya mengalami penyulit seperti gangguan
napas, ikterus, infeksi dan lain-lain. Sementara BBLR yang cukup / lebih
bulan umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu
bermasalah dalam perawatannya. Mereka hanya membutuhkan kehangatan,
pemberian nutrisi dan mencegah infeksi.19
BBLR berisiko mengalami gangguan proses adaptasi pernapasan
waktu lahir hingga dapat terjadi asfiksia, selain itu BBLR juga berisiko
mengalami gangguan napas yakni bayi baru lahir yang bernafas cepat > 60
kali/menit, lambat < 30 kali/menit dapat disertai sianosis pada mulut, bibir,
mata dengan/tanpa retraksi dinding dada/epigastrik serta merintih, dengan
demikian BBLR sangat beresiko untuk terkena ISPA dibandingkan bayi bukan
BBLR.19

2.4 Kerangka Konsep

Perlaku merokok pada orang tua

 Pengetahuan Angka Kejadian ISPA pada balita


 Sikap

 tindakan

Gambar 1.1: Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis Penelitian


1. H0: Tidak ada hubungan antara prilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA
di Puskesmas Pasar Kepahiang
2. H1 : Terdapat hubungan antara prilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA
di Puskesmas Pasar Kepahiang
BAB III
METODE MINI PROJECT

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan desain penelitian case
control
3.2 Waktu dan Tempat Mini Project
Mini Project ini dilaksanakan pada tanggal 11 Mei -16 Mei di poli klinik anak
Puskesmas Pasar Kepahiang.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Semua Ibu yang mempunyai balita dan berada di posyandu
Karngendah dan Kel Pasar Kepahiang wilayah kerja puskesmas Pasar
Kepahiang pada tahun 2019.
3.3.2 Sampel
Semua ibu yang membawa balita yang berkunjung ke posyandu Kel
Pasar Kepahiang pada bulan Mei Tahun 2019. yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel diambil dengan metode Total sampling yang berjumlah 30 orang.
Dengan kelompok kasus adalah semua orang tua dengan balita yang menderita
ISPA dan berobat ke Puskesmas Pasar Kepahiang bulan Mei Tahun 2019.
yang memenuhi kriteria inklusi, sedangkan kelompok kontrol adalah
orang tua dengan balita yang tidak menderita ISPA.
1. Kriteria Inklusi
Semua balita yang berusia 12 bulan – 60 bulan (5 tahun) yang berobat
ke Balai Pengobatan Anak puskesmas Pasar Kepahiang bulan Mei Tahun
2019.
dengan pertimbangan anak balita usia 12 bulan telah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap, tidak menggunakan tungku atau kayu bakar untuk
memasak.
2. Kriteria Eksklusi
Balita yang berusia kurang dari 12 bulan yang berobat ke Balai
Pengobatan Anak Puskesmas Pasar Kepahiang bulan Mei Tahun 2019.
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dipakai adalah data primer dan sekunder catatan
registrasi Puskesmas Pasar Kepahiang bulan feb- april Tahun 2019.
dengan instrument penelitian menggunakan kuesioner.

3.5 Analisa Data


Data dikumpulkan dan dianalisis serta disajikan dalam tabel distribusi dan
grafik kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS dan diinterpretasi:
a. Analisis Univariat
Untuk mendeskripsikan kondisi variabel penelitian.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat, digunakan metode Chi-square. Dan penghitungan OR

3.6 Definisi Operasional

Variabel Definisi Instrument Skala Hasil skor


operasional

Perilaku Kebiasaan orang Indeks ordinal 1-199 :


merokok orang tua (ayah ataupun brinkman perokok
tua ibu) yang ringan,
mengkonsumsi
200-599 :
rokok baik itu
perokok
rokok,filter,
sedang :
kretek, elektrik
≥600 perokok
ataupun lainnya
berat
dimana.

balita Jumlah perkiraan Rekam interval Anak laki-


penderita ISPA medik laki dan
balita di satu perempuan
wilayah kerja yang berusia
pada kurun ≥ 12 bulan-
waktu yang 60 bulan (5
berbeda. tahun)

Kejadian ISPA Penderita ISPA Rekam rasio ISPA yang


adalah balita, medik ditandai
ditandai dengan dengan salah
adanya batuk dan satu atau
atau kesukaran lebih gejala
bernafas disertai batuk, pilek,
adanya disertai disertai
adanya dengan
peningkatan demam.
frekuensi nafas
(nafas cepat)
sesiao golongan
umur

3.7 Variabel Penelitian


Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu derajat prilaku merokok
orang tua dan pengukurannya dengan menggunakan index brinkman yaitu
jumlah rokok yang dikonsumsi perhari dalam jumlah batang dikali lamanya
merokok. 1-199 : perokok ringan, 200-599: perokok sedang, ≥ 600 perokok
berat.
Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kejadian ISPA dan
pengukuran dengan data catatan registrasi MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit) di Balai Pengobatan Anak Puskesmas pasar kepahiang.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian

Puskesmas Pasar Kepahiang yang terletak kelurahan kampung pensiunan


diwilayah Kecamatan Kepahiang, yang terdiri dari 6 kelurahan dan 4 desa, jarak
tempuh dari desa ke puskesmas 0-3 km. Wilayah kerja merupakan daerah perkotaan
dengan curah hujan rendah tiap tahunnya. dan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Kelobak


 Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Nanti Agung
 Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Kabawetan
 Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Talang babatan

Puskesmas Pasar Kepahiang tahun 2017 sebesar 24.089 jiwa dengan angka
kepadatan penduduk rata-rata 60.8 jiwa/km2. . Dimana jumlah penduduk wanita
sebanyak 12.039 (49.9%) jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak 12.058 jiwa (50.06%)

4.2 Responden

Responden adalah ibu yang memiliki anak dan dibawa ke posyandu


Karangendah dan Kel Pasar Kepahiang, dan didapatkan 30 ibu sebagai responden
dengan kriteria inklusi, sebagai berikut:

1. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

2. Ibu yang datang ke posyandu karangendah dan posyandu kel pasar kepahiang
dengan membawa anak balita.

3. Ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah.

dan kriteria eklusi, sebagai berikut:

1. Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

2. Ibu dan anak yang tidak tinggal dalam satu rumah.


4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Jenis Kelamin Balita

Dari data yang didapatkan hasil sebagai berikut :

Jenis Kelamin Jumah

Laki-laki 20

Perempuan 19

JUMLAH 39

Dari data diatas didapatkan bahwasanya responden berjumlah 39 orang,


dengan 20 orang Laki-laki dan 19 orang perempuan.

4.3.2 Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakter Ibu Dilihat Dari Umur,
Pendidikan, Pekerjaan.

NO Umur Ibu Persentase

1 Kurang dari 20 tahun 20.5 %

2 Lebih dari 20 tahun 79.5%

JUMLAH 100%

NO Pendidikan Persentase

1 SMP 23.1%

2 SMA 53.8%

3 KULIAH 23.1%

JUMLAH 100%
NO Pekerjaan Persentase

1 PNS 0%

2 Wiraswasta 0%

3 IRT 83,3 %

4 Lain lain 16,7 %

JUMLAH 100%

Berdasarkan karakter ibu, faktor usia ibu kurang dari 20 tahun sebanyak
20.5% dan 79.5 % usia lebih dari 20 tahun, dan dilihat dari faktor pendidikan ibu,
tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 53.8%, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) 23.1%,Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 23,1%. Sedangkan dari faktor
pekerjaan, sebagai Ibu Rumah Tangga sebanyak 83,3% dan sisanya sebagai Ibu
Pekerja sebanyak 16,7%.

4.3.3 Perilaku merokok orang tua

Dari data yang didapatkan hasil sebagai berikut :

NO Keterangan Persentase

1 Lebih dari 1 anggota keluarga merokok 23,3%

2 Jenis rokok yang digunakan filter 60 %

3 Jumlah lebih dari 20 batang per hari 36,6 %

4 Merokok dalam rumah 60 %

5 Tindakan menjauhkan balita jika ada yang merokok 76,6 %

6 Terpapar asap rokok < 30 menit per hari 13,3 %

7 Tindakan yang dilakukan kelurga jika ada anggota 83,3 %


keluarga yang merokok
8 Kesadaran orang sekitar mematikan rokok saat ada 76,6%
balita

9 Merokok saat kumpul keluarga 46,6 %

10 Jendela terbuka saat merokok 86,6%

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku orang tua dalam tingkat
kesadaran infeksi pada anak dapat dilihat dari data diatas, yang menunjukan
presentase paling rendah. Yaitu, sebanyak 23,3 % anggota keluarga yang merokok
lebih dari 1 orang, 36,6% merokok lebih dari 20 batang perhari, 46,6% masih
merokok saat kumpul keluarga, dan hanya 13,3 % balita yang terpapar asap rokok <
30 menit dalam satu hari.

Perilaku Merokok Orang Tua Banyaknya

Merokok 25

Tidak Merokok 14

JUMLAH 39

Dari data diatas didapatkan bahwasanya perilaku merokok orang tua di lingkungan
pasar kepahiang adalah 25 orang dengan keluarga merokok atau sebanyak 76,7% dan 14
orang tidak terpapar rokok atau sebanyak 23,3%.

4.3.4 Kejadian ISPA

Dari data yang didapatkan hasil sebagai berikut :

NO Keterangan Persentase

1 Anak pernah menderita batuk 83,3 %

2 Anak pernah menderita Pilek 86,6 %

3 Batuk pilek disertai demam 63,3 %


4 Batuk <14 hari 10 %

5 Batuk pilek disertai demam < 14 hari 16,6%

Kejadian Banyaknya

ISPA 21

Bukan ISPA 9

Jumlah 30

Dari data diatas didapatkan angka kejadian ISPA di lingkungan Pasar


Kepahiang adalah 21 orang dengan diduga menderita ISPA atau sebanyak 70,0% dan
9 orang diduga tidak menderita ISPA atau sebanyak 30,0%.

4.3.5 Hubungan Kejadian ISPA dengan Jenis Kelamin

Dari data yang didapatkan menunjukan hasil bahwasanya nilai p : 0.486


(>0.05) yang menunjukan hasil bahwasanya tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin dan angka kejadian ISPA, sejalan dengan penelitian Kholisah (2009)20 yang
menunjukan bahwa ISPA tidak berhubungan dengan jenis kelamin.

4.3.6 Hubungan merokok dengan angka kejadian ISPA

Dari data yang didapatkan menunjukan hasil bahwasanya nilai p : 0.000


(<0.05) yang menunjukan hasil bahwasanya terdapat hubungan antara perilaku
merokok merokok orang tuang dan angka kejadian ISPA, sejalan dengan penelitian
Faisal (2010), bahwa, terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan
memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan,
memperburuk asma dan memperberat penyakit anginapectoris serta dapat
meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita.15 yang
menegaskan bahwa perilaku merokok orang tua berhubungan dengan ISPA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Masih banyak orang tua yang tidak sadar akan bahaya asap rokok terhadap balita.
2. Terdapat hubungan antara prilaku merokok orang tua terhadap kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pasar Kepahiang tahun 2019
3. Terdapat kurangnya pengetahan ibu balita tentang bagaimana cara mengatasi dan
menangani penyakit ISPA pada balita di rumah
4. Kurangnya respon ibu balita terhadap bahayanya paparan asap rokok terhadap
kesehatan.

5.2 Saran

1. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan perencanaan


dalam penanganan ISPA melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat
2. Bagi tenaga kesehatan agar lebih memperhatikan manajemen yang terukur dan
sistematis kepada ibu dan anak, agar dapat mencegah kejadian ISPA tidak
berkembang.
3. Bagi Puskesmas agar meningkatkan volume sosialisasi dan penyuluhan kepada
masyarakat tentang bahaya merokok.
4. Kepada peneliti selanjutnya agar sekiranya dapat mengembangkan penelitian
lebih mendalam tentang mendeteksi dini ISPA pada keluarga dan program
penangannya.
5. Bagi masyarakat umum khususnya bapak-bapak dan juga anggota keluarga lain
agar tidak merokok di dalam rumah.
JENIS KELAMIN

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Laki-laki 17 56.7 56.7 56.7

Perempuan 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Usia anak

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid 1 27 90.0 90.0 90.0

2 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kejadian ISPA

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid ISPA 21 70.0 70.0 70.0

Bukan
9 30.0 30.0 100.0
ISPA

Total 30 100.0 100.0

Merokok KELUARGA

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid terpapar rokok 23 76.7 76.7 76.7

tidak terpapar
7 23.3 23.3 100.0
rokok
Usia anak

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid 1 27 90.0 90.0 90.0

2 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Correlations

Merokok Kejadian
KELUARGA ISPA

Merokok Pearson
1 .671**
KELUARGA Correlation

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

Kejadian ISPA Pearson


.671** 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-


tailed).

Correlations

Kejadian JENISKELA
ISPA MIN

Kejadian ISPA Pearson


1 -.132
Correlation

Sig. (2-tailed) .486


N 30 30

JENISKELAM Pearson
-.132 1
IN Correlation

Sig. (2-tailed) .486

N 30 30
DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama T.Y. Mangunnegoro H..Tugaswati T.1994. polusi SO2, NO2 dan ozon .
majalah perhimpunan Dokter Paru Indonesia volume 14 nomor 3, pp: 15-7
2. Aji Putra.2010. Faal paru pada laki-laki perokok, bekas perokok dan bukan perokok.
Kumpulan naskah Ilmiah KONAS VI Persatuan Dokter Paru Indonesia, pp :279-80
3. Amin M, Alsagaff H, Saleh T.2009 n. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University press, pp :37-42
4. Daulay R.M.1999. Kendala penanganan ISPA. Cermin Dunia Kedokteran, Edisi
khusus No.80 ,1999
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_kendalapenangananInfeksisaluranpernapasa
nakut.pdf/16_ kendalapenangananInfeksisaluranpernapasanakut.html (16 agustus
2017)
5. Depkes RI.2008.Pharmacheutical care untuk penyakit infeksi saluran pernapasan.
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/pharmaccutical/ISPA.pdf (18 agustus
2017)
6. Faisal D.H., Priyono W.H.2010.Pengaruh inhalasi NO2 terhadap kesehatan paru.
Cermin Dunia Kedokteran nomo 138, pp :17-22
7. Helmi.2004. peran reaksi alergi akibat polusi gas buang kendaraan pada
rhinosinusitis. Majalah kedokteran indonesia volume 54 nomor 5.pp:181-4
8. Mahmud T.2006. Musim kemarau tiba, awas ISPA.
http://www.persi.or.id/show=detailnews&kode=862&tbl=kesling (17 april 2009)
9. Nasution, kholisah,dkk.infeksi saluran napas akut pada balita di daerah urban
jakarta.FK.UI.Jakarta.2010

Anda mungkin juga menyukai