Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1

BAB I. Pendahuluan 2

BAB II. Pembahasan 3

Definisi 3

Anatomi 3

Etiologi 4

Epidemiologi 8

Patofisiologi 9

Manifestasi klinis 10

Diagnosis 11

Penatalaksanaan 14

Prognosis 20

BAB III. Penutup 21

Kesimpulan 21

Daftar pustaka 22

1
BAB I

PENDAHULUAN

Sepanjang perkembangannya, korda spinalis dan kolumna vertebralis tumbuh dalam waktu
yang tidak bersamaan, dengan pertumbuhan columna vertebralis lebih cepat dibandingkan korda
spinalis. Nervus spinalis keluar dari kolumna vertebralis secara progresif dengan sudut-sudut
yang lebih oblique karena peninggian jarak antara segmen korda spinalis dan penyesuaian dari
vertebra. Nervus lumbalis dan nervus sacralis berjalan menurun kebawah melalui kanalis spinalis
untuk mencapai jalan keluar foramennya.

Korda spinalis melancip pada ujung yang dekat dengan vertebra lumbal pertama, membentuk
konus medullaris. Perpanjangan fibrosa dari korda ini merupakan filum terminal. Gumpalan dari
radik saraf di dalam rongga subarachnoid distal yang membentuk konus medullaris adalah cauda
equina.

Akar saraf ini merupakan hubungan antara anatomi sistem saraf pusat ( SSP ) dan sistem saraf
perifer. Saraf ini secara anatomis terletak sesuai dengan segmen tulang belakang dari mana
mereka berasal dan berada dalam cairan cerebrospinal ( CSF ) dalam ruang subarachnoid pada
kantung dural yang berakhir pada tingkat vertebra sacral kedua.

Cauda equina syndrome mengacu pada kumpulan gejala neuromuskuler dan urogenital yang
dihasilkan dari kompresi simultan dari beberapa akar saraf lumbosakral pada bagaian bawah
conus medullaris. Gejala ini termasuk nyeri pinggang, nyeri panggul (unilateral atau bilateral),
disfungsi kandung kemih dan usus serta disfungsi seksual, dan defisit neurologis berupa
gangguan motorik, sensorik atau refleks pada ekstremitas bawah.

Meskipun lesi secara teknis melibatkan akar saraf dan merupakan cedera saraf perifer,
kerusakan pada cauda equina syndrome dapatbersifat irreversible dan memerlukan tindakan
operasi darurat. Diagnosis dini dan dekompresi bedah dini sangat penting untuk hasil yang
menguntungkan pada kebanyakan pasien dengan cauda equina syndrome.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi
kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik saraf
lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehinggamenyebabkan hilangnya fungsi
pleksus lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular
dan gejala-gejala urogenital.

Anatomi

Ruas-ruas tulang belakang disebut juga tulang belakang disusun oleh 33 buah tulang dengan
bentuk tidak beraturan. ke 33 buah tulang tersebut terbagai atas 5 bagian yaitu:

1. Tujuh ruas pertama disebut tulang leher. Ruas pertama dari tulang leher disebut tulang atlas,
dan ruas kedua berupa tulang pemutar atau poros.
2. Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-ruas tulang punggung pada
bagian kiri dan kanannya merupakan tempat melekatnya tulang rusuk.
3. Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang pinggang lebih besar
dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas tulang pinggang menahan sebagian besar berat
tubuh dan banyak melekat otot-otot.
4. Lima ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu, berbentuk segitiga terletak
dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
5. Bagian bawah ruas tulang belakang disebut tulang ekor (coccyx), tersusun atas 3 sampai
dengan 5 ruas tulang belakang yang menyatu.

Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari bagian corpus,
pediculus, dan lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki karakter yang berbeda. Foramen
vertebra dari kumpulan tiap level vertebra akan membentuk canalis vertebralis, ruang dimana
medulla spinalis berada.

3
Antara tulang vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan facet joint. Diskus
intervertebralis berada di antara corpus vertebra, berupa sebuah massa fibrous yang berfungsi
sebagai bantalan absorber. Diskus ini tetap berada di tempatnya karena disokong oleh ligamen-
ligamen.Fungsi ini melindungi vertebra, otak dan struktur lainnya. Adanya diskus intervertebralis
juga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi.

Diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen yang berbeda: annulus fibrosus di bagian
luar dan nucleus pulposus, massa gelatin di bagian dalam. Mereka tertambat pada vertebra di
bagian atas dan bagian bawah oleh cartilage end plates. Pada diskus normal, air merupakan
komponen penting dari nucleus. Namun, seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air
dalam diskus berkurang dan menyebabkan degenerasi diskus. Medula spinalis pada orang
dewasa berakhir pada level vertebra antara L1 dan L2 dengan sekumpulan berkas akar saraf
lumbal dan sacral dalam kanalis spinalis yang membentuk cauda equina di bawah medulla
spinalis. Akar-akar saraf itu kemudian terpisah dan keluar dari kanalis spinalis melalui foramina
intervertebrale yang sesuai. Cauda equina terlindung dalam ruang subarakhnoid hingga setinggi
vertebra sakralis II. Nyeri dan gejala lain dapat timbul bila diskus yang rusak menekan ke dalam
kanalis spinalis atau radiks saraf.

Gambar 1. Ilustrasi anatomi daerah cauda equina

Etiologi
Cauda equina syndrome disebabkan oleh penyempitan kanal tulang belakang yang
menyebabkan tertekannya akar saraf pada bagian bawah medula spinalis. Banyak penyebab CES
telah dilaporkan, termasuk herniasi, pecahnya diskus intradural, stenosis tulang belakang
sekunder untuk kondisi lain tulang belakang, luka trauma, tumor primer seperti ependymomas

4
dan schwannomas, tumor metastasis, kondisi infeksi, malformasi arteri atau perdarahan, dan
cedera iatrogenik.

Penyebab paling umum dari CES adalah sebagai berikut :


 Stenosis lumbalis
o Penyempitan ujung dari canalis spinalis dapat berasal dari perkembangan abnormal atau
proses degeneratif.
o Kasus-kasus berat dari spondylolistesis dan Paget disease dapat menjadi cauda equina
sindrom akibat inflamasi jangka panjang.

 Trauma tulang belakang (termasuk patah tulang)


o Terjadinya fraktur yang menyebabkan subluxatio dapat menimbulkan kompresi dari cauda
equina.
o Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi dari cauda equina.
o Manipulasi spinal menimbulkan subluxatio yang menyebabkan cauda equina sindrom.

 Hernia nukleus pulposus (penyebab 2-6 % kasus CES)


o Laporan insiden dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus lumbal yang
berkisar antara 1-15%.
o 90% dari herniasi diskus lumbal terjadi antara L4-L5 atau L5-S1.
o 71 % Kasus dari herniasi diskus menjadi cauda equina sindrom terjadi pada pasien dengan
riwayat Low Back Pain (LBP) kronik dan 30 % perkembangan cauda equina sindrom
merupakan gejala pertama dari herniasi diskus lumbal.
o Laki-laki usia 40 sampai 50 tahun cenderung banyak menderita cauda equina sindrom
sebagai akibat dari herniasi diskus.
o Kebanyakan kasus dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus yaitu masuknya
partikel besar membentuk tonjolan material diskus, yang diperkirakan sekitar satu per tiga
dari diameter canalis.

 Neoplasma (termasuk metastasis, astrocytoma, neurofibroma, meningioma dan 20 % dari


semua tumor tulang belakang mempengaruhi daerah ini).
o Cauda equina sindrom dapat disebabkan oleh neoplasma spinal primer atau metastase
yang biasanya berasal dari prostat pada laki-laki.
o 96 % Dari cauda equina sindrom berasal dari perkembangan neoplasma spinal yang segera
ditandai dengan gejala nyeri yang berat.

5
o Penemuan terakhir termasuk kelemahan ekstermitas bawah berasal dari keterlibatan dari
radik ventral.
o Pasien biasanya menunjukkan gejala hipotonus dan hiporeflek.
o Kehilangan sensorik dan disfungsi spinchter sering ditemukan.

Gambar 2. Ilustrasi cauda equina sindrom sekunder akibat neoplasma tulang belakang

Schwannoma
 Schwannoma adalah neoplasma berkapsul jinak yang secara struktur identik dengan
sinsitium dari sel schwan.
 Pertumbuhan-pertumbuhan ini dapat timbul dari nervus perifer atau nervus simpatis.
 Schwannoma dapat dilihat menggunakan myelografi, tetapi standar patokannya adalah
MRI. Schwannoma menunjukkan gambaran isointense pada gambaran T1, hiperintense
pada gambaran T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Ependimoma
 Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim undifferentiated.
 Sel ini biasanya berawal dari kanalis spinalis dari korda spinalis dan cenderung berubah
menyerupai pembuluh darah.
 Ependimoma lebih sering ditemukan pada pasien usia sekitar 35 tahun.
 Ependimoma dapat menimbulkan peningkatan TIK dan protein cairan serebrospinal.
 MRI diketahui dapat digunakan untuk menolong dokter dalam menegakkan diagnosa
dari cauda equina sindrom. Lesi memperlihatkan isointense pada gambaran T1,
hipointense pada gambaran T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

 Infeksi Spinal / abses (misal: tuberkulosis, herpes simplex virus, meningitis, sifilis
meningovaskular, cytomegalovirus, schistosomiasis)
o Kondisi infeksi dapat menyebabkan deformitas dari radik saraf dan korda spinalis.

6
o MRI dapat menunjukkan gambaran abnormal berupa penekanan pada radik saraf ke satu
sisi dari saccus dura.
o Gejala-gejala umumnya termasuk nyeri punggung berat dan kelemahan gerakan motorik
yang cepat dan progresif.

 Idiopatik (misalnya pada anestesi spinal). sindrom ini dapat terjadi sebagai komplikasi dari
prosedur atau agen anestesi (misal: lidokain hiperbarik, tetrakain).
o Kelainan dari susunan saraf spinal telah dilaporkan menjadi penyebab kasus cauda equina
sindrom, termasuk kesalahan penempatan pedicle screw dan pengait laminar.
o Pemberian anastesi spinal yang terus menerus juga telah dikaitkan dengan kasus cauda
equina sindrom.
o Beberapa kasus melibatkan penggunaan hiprbarik 5 % lignocain.
o Beberapa rekomendasi menyarankan agar hiperbarik lignocain sebaiknya tidak diberikan
pada konsentrasi lebih dari 2 % dengan total dosis tidak melebihi 60 mg

 Spina bifida

Sedangkan penyebab lain yang jarang terjadi adalah sebagai berikut :

o Perdarahan spinal, terutama perdarahan kompresi subdural dan epidural


o Intravaskular lymphomatosis
o Anomali kongenital tulang belakang / filum terminale , termasuk tethered cord syndrome
o Conus medullaris lipoma
o Multiple sclerosis
o Malformasi arteri Spinal
o Stadium ankylosing spondylitis
o Neurosarcoidosis
o Trombosis vena dalam dari pembuluh darah tulang belakang
o Trombosis vena cava inferior

Epidemiologi

Angka kejadian cauda equina syndrome realtif cukup jarang, baik yang disebakan oleh trauma
maupun yang bukan disebakan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari 10.000-
100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena kelangkaannya.

7
Meskipun jarang terjadi, itu adalah diagnosis yang harus diperhatikan pada pasien yang
mengeluh sakit punggung bagian bawah ditambah dengan keluhan neurologis, terutama gejala
kencing.

CESyang disebakan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia. Sedangkan CESyang bukan
disebakan oleh traumaterjadi terutama pada orang dewasa yaitu pada usia 40-50 tahunan dan
lebih sering terjadi pada pria sebagai akibat dari morbiditas bedah, penyakit sendi tulang
belakang, metastase kanker, ataupun abses epidural.

Hernia nukleus pulposus lumbal dilaporkan penyebab paling umum dari Cauda equina
syndrome, dan diperkirakan sekitar 2% dari semua kasus hernia nukleus lumbal mengakibatkan
CES. Kanal tulang belakang yang sempit secara kongenital atau adanya spinal stenosis yang
timbul akibat perubahan degeneratif diskus intervertebralis dan sendi bagian posterior diduga
merupakan predisposisi timbulnya CES.

Patofisiologi

Dalam memahami dasar patologis dari setiap penyakit yang melibatkan cauda equina, perlu
diingat bahwa struktur ini merupakan bagian dari susunan saraf perifer. Dengan demikian, cedera
pada daerah ini sering menghasilkan gejala lower motor neuron (LMN) yaitu gejala dan tanda-
tanda di dermatom dan miotom yang lebih rendah dari segmen yang terkena.

CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda equina. Akar saraf ini
sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium yang kurang berkembang.
Epineurium yang berkembang dengan baik dapat melindungi cauda equina dari tegangan dan
tarikan.

Sistem mikrovaskuler cauda equina memiliki wilayah yang relatif hipovaskular pada sepertiga
bagian proximal. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan difusi dari LCS menambah
pasokan nutrisi. Peningkatan permeabilitas mungkin berhubungan dengan kecenderungan ke
arah pembentukan edema dari akar saraf, yang dapat mengakibatkan cedera awal dengan keluhan
yang ringan.

Beberapa penelitian pada model hewan yang berbeda telah menilai patofisiologi CES.
Olmarker et al (menggunakan metode tekanan balon yang dinilai pada babi) melaporkan bahwa

8
venula di wilayah CE mulai terkompresi pada tekanan terendah sebesar 5 mm Hg sedangkan
arteriol mulai menutup akibat tekanan balon apabila tekanannya telah melampaui tekanan arteri
rata-rata. Meskipun demikian, tekanan setinggi 200 mmHg tidaksecara total mematikan
pasokangizi ke cauda equina.

Studi ini menunjukkan bahwa tidak hanya besar obstruksi tetapi panjang dan kecepatan
obstruksi juga penting dalam merusak wilayah CE. Hasil yang sama dilaporkan dalam penelitian
lain, di mana Takahashi et al melaporkan penurunan aliran darah ke saraf segmen menengah
ketika terdapat 2 titik tekanan di sepanjang jalur saraf pada cauda equina.

Penelitian lain telah mempelajari potensial aksi dalam segmen aferen dan eferen saraf di
wilayah CE setelah aplikasi kompresi balon. Para peneliti melaporkan bahwa tekanan 0-50
mmHg tidak mempengaruhi potensial aksi (di mana ambang batas untuk gangguan potensial aksi
adalah 50-75 mmHg), dan defisit yang signifikan terjadi ketika tekanan meningkat menjadi 100-
200 mmHg.

Manifestasi Klinis

Gejala sindrom cauda equina meliputi :

 Nyeri punggung bawah (low back pain)


 Unilateral atau bilateral sciatica
 Saddle dan perineum hypoesthesia atau anestesi
 Gangguan fungsi usus dan kandung kemih
 Defisit motorik dan sensorik ekstremitas bawah
 Berkurang atau tidak ada refleks tungkai bawah

Nyeri punggung bawah (low back pain) dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikuler. Nyeri
lokal umumnya dalam, timbul akibat iritasi jaringan lunak tubuh dan tulang belakang. Sedangkan
nyeri radikuler umumnya tajam, terasa menusuk akibat kompresi akar saraf dorsal. Proyek nyeri
radikuler sesuai distribusi dermatomal. Low back pain padaCES mungkin memiliki beberapa
karakteristik khusus. Pasien dapat melaporkan tingkat keparahan atau pemicu tertentu, seperti
kepala berputar, yang tampaknya tidak biasa.

Nyeri yang berat (severe pain) adalah temuan awal pada 96% pasien dengan CES sekunder
untuk neoplasma tulang belakang. Kelemahan motorik ekstremitas bawah timbul akibat

9
keterlibatan akar ventral. Selain itu, ekstremitas bawah tampak hipotonia dan hiporeflexia serta
timbul defisit sensorik dan disfungsi sfingter.

Manifestasi urin pada CES meliputi retensi urin, kesulitan memulai berkemih, dan penurunan
sensasi uretra. Biasanya, manifestasi dimulai dengan retensi urin dan kemudian diikuti oleh
inkontinensia overflow. Bell dkk menunjukkan bahwa retensi urin, frekuensi kencing,
inkontinensia, penurunan sensasi kemih, dan penurunan sensasi perineal kemungkinan
disebabkan prolaps diskus yang merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan MRI.

Sedangkan gangguan usus antara lain inkontinensia alvii, konstipasi, kehilangan tonus dan
sensasi anal.

Diagnosis

Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam waktu kurang dari 24
jam. Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :

1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah sebelumnya.
2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki riwayat nyeri punggung
dan ischialgia.
3. Progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri punggung kronik dan
ischialgia.

Anamnesis

Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri punggung
yang merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al menunjukkan bahwa didapatkan akurasi
diagnostik antara retensi urin, frekuensi urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan
penurunan sensasi perineal dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya prolaps
diskus.Anamnesis yang harus didapatkan dari pasien antara lain:

• Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa karakteristik yang mengesankan
adanya hal yang berbeda dari strain lumbal pada umumnya. Pasien mungkin melaporkan
adanya trigger yang memperparah, seperti menolehkan kepala.

10
• Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik

• Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau abnormalitas sensorik

• Disfungsi bowel dan bladder

 Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan munculnya overflow
incontinence, dan kemudian bisa juga diikuti dengan keluhan inkontinensia alvi
 Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel

• Gangguan ereksi dan ejakulasi

Pemeriksaan Fisik

Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat atau
nyeri sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.
Nyeri lokal biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus vertebra. Nyeri
radikular umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi radiks saraf
dorsal. Nyeri radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.

Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis.
Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis sehingga
diagnosis CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau bilateral
merupakan karakteristik CES, diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik
mungkin muncul di area perineal atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light touch)
pada area perineal seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi mungkin menunjukkan
adanya kerusakan kulit.

Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks saraf
yang terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik. Tonus sphincter ani yang menurun atau
hilang merupakan karakteristik CES.Adanya tanda babinski atau tanda-tanda upper motor neuron
lainnya menunjukkan diagnosis selain CES, kemungkinan merupakan kompresi medula spinalis.
Penurunan fungsi bladder dapat dinilai secara empiris dengan kateterisasi urin.

11
CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki keluhan
nyeri punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder biasanya
merupakan akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder; disfungsi ini awalnya
menyebabkan retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium
selanjutnya. Pasien yang menderita nyeri punggung dan inkontinensia urin tetapi hasil
pemeriksaan neurologisnya normal seharusnya diukur volume residual postvoid-nya. Volume
residual postvoid yang lebih besar dari 100 mL menunjukkan adanya overflow incontinence dan
memerlukan evaluasi lebih lanjut; sedangkan volume kurang dari 100 mL menyingkirkan
diagnosis CES. Refleks anal, yang ditimbulkan dengan mengusap kulit lateral anus, normalnya
menyebabkan kontraksi refleks sphincter ani eksterna. Pemeriksaan rektal seharusnya dilakukan
untuk menilai tonus sphincter ani dan sensibilitas jika ditemukan tanda atau gejala CES.

Tabel 1. Nyeri dan defisit dihubungkan dengan radik saraf spesifik.

Radik Defisit
Nyeri Defisit motorik Defisit reflek
Saraf sensorik

Kelemahan quadricep
Penyusutan ringan
L2 Paha Medial Anterior Paha atas ringan, fleksi panggul,
suprapatella
adduksi paha

Kelemahan quadricep,
L3 Paha lateral anterior Paha bawah ekstensi lutut, adduksi Patella atau suprapatella
paha

Paha Posterolateral,
L4 Kaki medial Ekstensi pedis dan lutut Patella
anterior tibia

Dorsofleksi dari pedis


L5 Dorsum pedis Dorsum pedis Hamstrings
dan tumit

Plantar fleksi dari pedis


S1-2 Lateral pedis Lateral pedis Achiles
dan tumit

S3-5 Perineum Saddle Sphincter Bulbocavernosus; anal

Pemeriksaan Penunjang

12
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dan untuk
menentukan lokasi patologik dan penyakit yang mendasari. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
dalam penelusuran diagnosis CES adalah:

 X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat dilakukan
dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya perubahan destruktif pada
vertebra, penyempitan diskus intervertebralis atau adanya spondilosis, spondilolistesis

 CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT

 MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI umumnya


merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis CES. MRI direkomendasikan untuk
seluruh pasien yang memiliki gejala urinari yang baru muncul yang berhubungan dengan
nyeri punggung bawah dan ischialgia.

 Pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia, kadar gula
darah, sedimen, sifilis dan lyme serologies. Pemeriksaan liquid cerebrospinal (LCS) harus
dilakukan jika ada indikasi, berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik yang
ditemukan.Human leucocyt antigen (HLA)-B27 dapat diperiksa jika ankylosing spondilitis
atau berbagai spondyloarthropati seronegatif diyakinkan sebagai diagnosa banding.

 Pemeriksaan urodinamik sangat berguna untuk menilai derajat dan sebab dari disfungsi
sphingter, sebaiknya pantau pemulihan dari fungsi kandung kemih yang disebabkan oleh
operasi dekompresi.

Penatalaksanaan

Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES. Terapi umumnya
ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.

Medikamentosa

• Agen vasodilator

13
Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan
kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom. Berdasarkan penelitian, terapi
vasodilator sangat berguna untuk beberapa pasien.

Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan lebih efektif dalam
meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan
kelemahan motorik. Pilihan terapi sebaiknya diberikan pada pasien dengan gejala stenosis
spinal ringan dengan klaudikasio neurogenik. Dari laporan, tidak ada keuntungan
menggunakan terapi ini pada pasien dengan gejala-gejala berat atau pasien dengan gejala-
gejala radikular.

• Agen anti-inflamasi

Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan
penyebab inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam pengobatan nyeri punggung, tapi
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat-obat tersebut memberikan manfaat yang
signifikan. Regimen steroid yang biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10
mg secara intravena, diikuti 4 mg secara intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason
umumya diberikan intravena pada dosis 4 sampai 100 mg.

NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi
heterotopik dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan resiko potensial
penggunaan steroid. Pernah dilaporkan bahwa penggunaan agen antiinflamasi mungkin
menghambat penyembuhan dan seringkali menimbulkan pembentukan abses.

Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya
diberikan terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk
kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi.Sebaiknya perlu diperhatikan dalam menggunakan
obat-obatan untuk manajemen terapi dari cauda equina sindrom. Beberapa pasien dengan true
cauda equina sindrom dengan gejala anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah
bilateral atau kehilangan kontrol berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis
awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan selama

14
periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan untuk meminimalisir kesempatan luka
neurogenik yang permanen.

Pembedahan

Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari kanalis spinalis
adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk memebebaskan tekanan saraf pada
cauda equina dengan memindahkan alat-alat yang mengkompresi dan meningkatkan ruang
kanalis spinalis. Dulunya, pada penderita cauda equina sindrom diyakini perlu dilakukan bedah
segera dengan dekompresi bedah selama 48 jam dari awal onset gejala.

Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina sindrom, dianjurkan
melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari kanalis, diikuti dengan retraksi
terbaik dan laminektomi.

Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data fungsional dengan
melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pembedahan yang
dilakukan secara elektif dibandingkan pembedahan emergensi (dalam 24 jam pertama) tidak
mengganggu perbaikan neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar peneliti merekomendasikan
tindakan operasi dekompresi secepat mungkin setelah munculnya gejala untuk meningkatkan
kemungkinan memperoleh perbaikan neurologis komplit.

Rehabilitasi Medik
 Perawatan kulit
Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien memerlukan
tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya ulkus dekubitus
pada daerah-daerah tubuh tertentu yang mengalami penekanan terus menerus. Usaha terhadap
pencegahan penanganan dekubitus harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar
perawatan adalah membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali.

 Lower Motor Neuron Bladder Training


Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif, penekanan /
pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot abdomen dan diafragma yang tidak
mengalami paralisis serta dibantu manual kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk

15
membantu pengosongan kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya
cedera). Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung kemih
( biasanya terjadi setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan usaha dengan kateter intermiten
setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung kemih secara efektif. Bila pengosongan
kandung kemih sudah dapat terjadi, maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri
tiap 2 jam di siang hari dan perawat membantu melakukan penekanan secara manual di
malam hari saat membalik posisi pasien. Setelah penderita menguasai tehnik pengosongan
kandung kemih ini dengan baik, maka frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri.

Fisioterapi
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai macam program
fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom kauda equina dan tentunya tidak
semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien. Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan
keadaan klinis pasien dan juga gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut.
Adapun program-program tersebut antara lain:
1. Gerakan pasif.
Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif dan full ROM,
sekurang – kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya kontraktur,
karena gerakan pasif tersebut memelihara tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran
darah dari ekstremitas inferior yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang
disebabkan aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat lambat.

2. Keseimbangan duduk.
Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat saat mula-mula
di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien dapat duduk tegak dengan baik.
Paralisis otot-otot tubuh seringkali mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini
dirasakan sangan mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala
seperti hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien dapat
menyesuaikan diri. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat digunakan tilt table untuk
membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.

3. Berenang
Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena akan membantu
dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif berfungsi. Ban dan jaket

16
penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika
pasien ragu-ragu, maka terapis dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat
yang sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah dapat
dikembangkan menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan sekaligus sebagai suatu
rekreasi.

4. Gym work
Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya aktifitas otot-
otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan, per dan beban, press up, dan
memanjat dengan tali.

5. Mat work (senam lantai di matras),


Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otot–otot trunkus dan
meningkatkan tonus otot-otot paravertebralis sehingga nantinya hal tersebut dapat membantu
pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk dan postur. Latihan di matras ini bertujuan
membantu mengurangi spastisitas otot-otot tersebut dan ini kelak akan membantu
berfungsinya bladder dan bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai dan jika mungkin
belajar duduk tanpa dibantu. Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di kembangkan
dengan latihan duduk di tepi tempat tidur.

6. Berdiri
Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk berdiri tegak.
Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal ini bertujuan untuk
meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat, memperbaiki tonus otot di trunkus dan
ekstremitas inferior, mencegah deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki,
memperbaiki efisiensi pengosongan ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga
berperan dalam pencegahan osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk memungkinkan latihan
berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang dinamakan standing frame.

7. Latihan jalan.
Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah: kekuatan otot
quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari panggul dan kontrol lengan.
Untuk melangkah adalah merupakan problem yang besar bagi pasien. Kemauan merupakan
kunci kearah keberhasilan, yang juga sangat tergantung faktor umur, berat badan dan jumlah
otot-otot yang masih berfungsi.

17
8. Pemakaian kursi roda
Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien dipesankan kursi
roda sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Waktu yang paling
tepat adalah saat pasien mulai belajar duduk.
Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis kursi roda
sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat badan dan ditentukan
oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat dibuka dan berputar, ketinggian yang
dapat diatur serta sandaran tangan yang dapat dilepaskan merupakan bentuk standart.
Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul – betul yakin akan
kemampuannya. Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara – cara melintasi pintu,
permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari “trotoar”. Kepada pasien juga diajarkan
cara–cara mundur dengan baik.

9. Ortotik
Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako lumbal brace.
Prinsip kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3 buah titik yang dikenal dengan
“three point pressure”. Penekanan tersebut diberikan dibagian antero distal yang terletak
diatas pubis, dibagian antero proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan
diberikan pada daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa
“padding”.
Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat diberikan torako
lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk menghambat gerakan tulang
punggung kearak fleksi, ekstensi, laterofleksi. “Frame dan padding” yang menahan otot – otot
abdominal mulai dari umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu
bentuk torako lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.
Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik mulai dari
panggul ke bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing throuh” yang memerlukan
energi 6 kali lebih besar dibandingkan keadaan normal untuk setiap meternya. Pasien yang
mampu berjalan dengan pola ini dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat
jarang.

Psikologi

18
Secara umum dikatakan bahwa depresi dapat mengganggu proses rehabilitasi. Depresi dan
ansietas dapat mengakibatkan disabilitas yang sama beratnya dengan yang disebabkan trauma
medula spinalis. Kekuatiran akan masa depan dan akibat cacat yang diderita, sikap tidak realistis,
sikap agresif merupakan tanda–tanda keresahan emosional. Dorongan dari terapis dan keluarga,
pendekatan positif kepada pasien dan kemampuannya, sangat membantu dalam menghilangkan
gejala. Mereka yang mengalami depresi ringan biasanya memberikan respon yang baik terhadap
obat-obat anti depresi. Waktu penyesuaian psikologi biasanya memerlukan waktu sekitar 18-24
bulan.

Prognosis

Prediksi prognosis pasien dengan CES dapat dipengaruhi oleh beberapa kriteria-kriteria
tertentu yaitu:

o Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik
dibanding yang mengalami ishialgia unilateral.
o Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita paralisis
bladder permanen.
o Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor
perbaikan/penyembuhan yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral.
o Wanita dan pasien dengan disfungsi bowel memiliki outcome yang lebih buruk.

19

BAB III

KESIMPULAN

Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi
kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik saraf
lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi
pleksus lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular
dan gejala-gejala urogenital.

Gejala sindrom cauda equina meliputi nyeri punggung bawah (low back pain), unilateral atau
bilateral sciatica, saddle dan perineum hypoesthesia atau anestesi, gangguan fungsi usus dan
kandung kemih, defisit motorik dan sensorik ekstremitas bawah, berkurang atau tidak ada refleks
tungkai bawah.

Penatalaksanaan pasien CES meliputi pemberian obat vasodilator untuk menghentikan


iskemik yang dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan kekuatan otot yang
dihubungkan dengan cauda equina sindrom dan pemberian agen anti-inflamasimeliputi steroid
dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan penyebab inflamasi serta untuk mencegah
kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi heterotopik dan perlengketan. Pasien dengan cauda equina
sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya diberikan terapi antibiotik. Pasien
dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi.
Beberapa pasien dengan true cauda equina sindrom dengan gejala anastesi saddle dan atau
kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan kontrol berkemih atau defekasi
sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada
keringanan gejala yang diperlihatkan selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya
dilakukan untuk meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang permanen.Tujuan bedah
dekompresi adalah untuk memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina dengan memindahkan
alat-alat yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis spinalis.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all. Cauda equina and
conus medullaris syndromes. March 2013. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#aw2aab6b2b4, 27 Oktober
2013.

2. Gardner A, Gardner E, Morley E. Cauda equina syndrome: a review of the current clinical
and medico-legal position. May 2011. Diunduh
dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3082683/, 27 Oktober 2013.

3. Shiel WC, Davis C. Cauda equina syndrome. Diunduh dari:


http://www.medicinenet.com/cauda_equina_syndrome/article.htm, 28 Oktober 2013.

4. Lavy C. James A, Macdonald JW, Fairbank J. Cauda equina syndrome.March 2009.


Diunduh dari: http://www.bmj.com/content/338/bmj.b936?
hwoasp=authn:1364218072:4315929:35450631:0:0:/zin0EakVjG3bIFW8DtxPA%3D
%3D, 29 Oktober 2013.

5. Meliala L. Patofisiologi dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah. Dalam Meliala L,


Suryono B, Wibowo S. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah I Indonesia Pain Society.
Jogjakarta. 2003.

21
22

Anda mungkin juga menyukai