Anda di halaman 1dari 41

MINI PROJECT

GAMBARAN KEBERHASILAN PENGOBATAN PADA PASIEN


TUBERKULOSIS PARU BTA (+) DI WILAYAH PUSKESMAS KENALI
BESAR TAHUN 2020

Oleh:

dr.Noni

Pendamping:

dr. Ermilda Sriwastuti, MARS

PUSKESMAS KENALI BESAR KOTA JAMBI

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP

Judul : Gambaran Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis


Paru BTA (+) di Wilayah Puskesmas Kenali Besar Tahun 2020

Penulis : dr. Noni

Pembimbing : dr. Ermilda Sriwastuti, MARS

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam


mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas
Kenali Besar

Jambi, 12 September 2021

Pembimbing Penulis

( dr. Ermilda Sriwastuti, MARS ) ( dr. Noni)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
mini project yang berjudul “Gambaran Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien
Tuberkulosis Paru BTA (+) di Wilayah Puskesmas Kenali Besar Tahun
2020” dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
program internship dokter indonesia yang diadakan di Puskesmas Kenali Besar .

Dalam penyusunan laporan ini, penulis telah mendapat bimbingan dan


pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Ermilda Sriwastuti, MARS selaku Dokter
pendamping di Puskesmas Kenali Besar dan Seluruh staff pegawai Puskesmas
Kenali Besar yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu, atas bantuannya selama
melakukan tugas Mini Project ini.

Demikianlah laporan kegiatan ini kami laksanakan selama menjalani


Program internship dokter indonesia. Penulis menyadari bahwa penyusunan
laporan kegiatan ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan laporan kegiatan ini. Akhir kata, penulis
berharap agar laporan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jambi, 12 September 2021
Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah...............................................................................3
1.3. Tujuan..................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4

2.1. Definisi Tuberkulosis..........................................................................4


2.2. Etiologi Tuberkulosis..........................................................................4
2.3. Epidemiologi Tuberkulosis.................................................................5
2.4. Patogenesis Tuberkulosis....................................................................6
2.5. Gejala Tuberkulosis............................................................................7
2.6. Diagnosis Tuberkulosis.......................................................................7
2.7. Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis..............................................8
2.8. Penatalaksanaan Tuberkulosis..........................................................9
2.9. Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru..............................................11

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL........13

3.1. Kerangka Konsep..............................................................................13


3.2. Definisi Operasional..........................................................................14

iii
BAB IV METODE PENELITIAN.................................................................17

4.1. Jenis Penelitian..................................................................................17


4.2. Lokasi Penelitian...............................................................................17
4.3. Subjek Penelitian...............................................................................17
4.4. Teknik Pengumpulan Data...............................................................17
4.5. Metode Analisis Data .......................................................................17

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................18

5.1. Hasil Penelitian................................................................................18

5.2 Pembahasan........................................................................................22

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................30

6.1 Kesimpulan.........................................................................................30
6.2 Saran....................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................31

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian kuman TB
menyerang paru, namun bisa juga mengenai organ tubuh yang lain.

Menurut Global Tuberculosis Report 2017, yang disusun oleh World


Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Tuberkulosis paru masih
terpilih jadi satu dari sepuluh penyebab kematian di seluruh dunia. Penyakit
ini mendapat peringkat kesembilan menjadi pembunuh atau penyebab
kematian. Dari data epidemiologi 2016 menjelaskan bahwa dari 10.400.000
orang yang menderita TB paru, 1.700.000 diantaranya meninggal dunia. TB
paru adalah penyebab utama kematian di negara-negara berkembang yang
disebabkan oleh infeksi bagi orang dewasa dengan umur 15-59 tahun. TB paru
mulai muncul di beberapa negara industri, sebab meningkatnya migrasi
penduduk karena ekonomi, politik dan penyebaran Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang semakin meluas. Karena itu, penyebaran penyakit ini sangat
cepat, dan upaya yang dilakukan di masa lalu tidak memadai untuk
mengendalikan tuberkulosis di suatu wilayah. Jika tidak ditangani dan
ditindaklanjuti sesegera mungkin, diperkirakan yang akan terjadi adalah
70.000.000 orang mungkin meninggal akibat TB paru dari saat ini hingga
tahun 2020 (WHO, 2017).

Menurut Global Tuberculosis Report 2018 World Health Organization,


sekitar 6,4 juta kasus baru tuberkulosis diseluruh dunia pada tahun 2017,
jumlah kasus ini telah meningkat sejak tahun 2013, dimana 5,7-5,8 juta kasus
baru dilaporkan setiap tahun terutama karena meningkatnya pelaporan kasus
yang terdeteksi di India dan Indonesia. 6,4 juta kasus baru yang dilaporkan

1
2

mewakili 64% dari perkiraan 10 juta kasus baru yang terjadi pada 2017. Tiga
dari sepuluh
2

negara menyumbang 80% dari 3,6 juta kesenjangan global antara lain
India, Indonesia, dan Nigeria (WHO, 2018).

Kasus baru tuberkulosis paru di Indonesia sebesar 420.994 kasus di tahun


2017. Jumlah kasus baru tuberkulosis paru dilihat dari jenis kelamin tahun
2017 menunjukkan laki-laki 1,4 kali menderita dibandingkan perempuan.
Menurut Survey Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia tahun 2013-2014, angka
prevalensi Tuberkulosis Paru dengan pemeriksaan bakteriologi sebanyak 759
per 100.000 penduduk berusia diatas 15 tahun dan prevalensi tuberkulosis
BTA (+) sebanyak 257 per 100.000 penduduk berusia diatas 15 tahun
(Departemen Kesehatan RI, 2017).

Jumlah penderita TB di wilayah Provinsi Jambi berdasarkan data dari


dinas kesehatan Kota Jambi pada tahun 2015 dengan temuan tertinggi yaitu di
Kota Jambi dengan angka penemuan kasus sebanyak 590 kasus dengan
presentase laki-laki sebesar 55,42% dan perempuan sebesar 44,58%.
Sedangkan, TB paru dengan kasus baru BTA (+) paling banyak ditemukan di
Kabupaten Muara Bungo sebesar 456 kasus, dengan total kasus sebanyak 517
(Dinkes Kota Jambi, 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan bahwa angka


penderita TB di Provinsi Jambi masih sangat tinggi, salah satunya adalah di
wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar. Dengan masih tingginya angka
penderita TB, maka perlu dicari solusi untuk menanggulangi angka kejadian
TB agar tidak terus bertambah. Salah satu caranya adalah dengan mengetahui
gambaran keberhasilan dalam pengobatan pasien TB, dengan harapan setelah
kita mengetahui gambaran pasien TB tersebut dapat menekan angka jumlah
TB agar tidak terus meningkat, serta dapat menjadi parameter agar pengobatan
TB dapat berhasil. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis mini project
yang berjudul “Gambaran Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis
Paru BTA (+) Di Wilayah Puskesmas Kenali Besar”.
3

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Bagaimana Gambaran Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien
Tuberkulosis Paru BTA (+) Di Wilayah Puskesmas Kenali Besar?”

1.2 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien
Tuberkulosis Paru BTA (+) Di Wilayah Puskesmas Kenali Besar.
2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru di


Puskesmas Kenali Besar berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis
kelamin.

2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru di


Puskesmas Kenali Besar berdasarkan Tipe Diagnosis

3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Tuberkulosis paru di


Puskesmas Kenali Besar berdasarkan tipe penderita

4. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengobatan penderita


Tuberkulosis paru di Puskesmas Kenali Besar berdasarkan hasil
pengobatan bulan kedua, bulan kelima, dan bulan keenam.

1.3 Manfaat Penelitian


1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai
Gambaran Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru BTA
(+) Di Wilayah Puskesmas Kenali Besar
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Puskesmas untuk
menekan angka kejadian TB agar menjadi lebih terkontrol.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat
mengenai pentingnya menjaga kesehatan dari berbagai macam penyakit,
khususnya penyakit TB Paru.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis


Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA
(bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB
dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB
meskipun dengan tingkat penularan yang kecil (Kemenkes RI, 2017). Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium, yaitu M.tuberculosis, M.africanum, M.bovis,
dan M.Leprae. Tuberkulosis ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang menjadi tantangan global (Kemenkes RI, 2019).

2.2 Etiologi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis bakteri berbentuk batang


tipis berukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron (Widoyono, 2005). Sebagian besar
komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak / lipid sehingga bakteri mampu
tahan terhadap asam, serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-
paru yang kandungan oksigennya tinggi yang menjadi tempat kondusif untuk
penyakit tuberkulosis (Somantri, 2008). Bakteri ini mati pada pemanasan 100˚C
selama 5- 1- menit atau pada pemanasan 60˚C selama 30 menit. Bakteri ini tahan
selama 1-2 jam di udara dan ditempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan
(Widoyono, 2005). Bakteri sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar
ultra violet. Paparan langsung terhadap sinar ultra violet sebagian besar bakteri
akan mati dalam waktu beberapa menit dan dalam dahak pada suhu antara 30-
37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu (Kemenkes RI, 2017)
2.3 Epidemiologi Tuberkulosis Paru
Menurut laporan WHO di tahun 2017:
5

 Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia menderita tuberkulosis (TB), 5.8


juta pria, 3.2 juta wanita dan 1 juta anak-anak.
 Total 1.6 juta orang meninggal karena TB (termasuk 0,3 juta orang dengan
HIV). Di seluruh dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian
utama.
 1 juta anak menderita TB di seluruh dunia dan 230.000 anak meninggal
karena TB (termasuk anak dengan TB-HIV).
 30 negara dengan beban TB tinggi menyumbang 87% kasus TB baru di
tahun 2017. Delapan negara merupakan dua pertiga dari total dengan India
memimpin, diikuti oleh Cina, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria,
Bangladesh, dan Afrika Selatan.
 Diperkirakan terdapat 558.000 kasus baru TB-MDR dengan resistensi
terhadap rifampicin (terapi lini pertama yang paling efektif).
 Pengobatan TB menyelamatkan sekitar 54 juta jiwa secara global antara
tahun 2000 – 2017. Tingkat keberhasilan pengobatan TB adalah 83% pada
2016.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat
pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika
ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15
tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak
buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada
tahun 1990-an, situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada
negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar
(high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara


6

negara berkembang.
 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi disparitas terlalu lebar, sehingga
masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan,
sandang dan pangan yang buruk.
 Beban determinan sosial yang masih berat seperti angka pengangguran,
tingkat pendidikan yang rendah, pendapatan per kapita yang masih rendah
yang berakibat pada kerentanan masyarakat terhadap TB.
 Kegagalan program TB selama ini.

 Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan


perubahan struktur umur kependudukan.
 Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa memengaruhi tetap tingginya
beban TB seperti gizi buruk, merokok, diabetes.
 Dampak pandemik HIV.

Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug


resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak
berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut akhirnya akan menyebabkan
terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
2.4 Patogenesis Tuberkulosis

Menurut (Djojodibroto, 2017), patogenesis tuberkulosis paru dibagi menjadi


dua, yaitu:

1. Infeksi primer
Orang yang terinfeksi basil tuberkulosis untuk yang pertama, pada mulanya
hanya memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran
pernapasan, hal ini disebabkan Karena tubuh kita tidak mempunyai
pengalaman dengan basil tuberculosis. Hanya proses fagositosis oleh
makrofag saja yang dihadapi dengan basil tuberkulosis. Namun makrofag
yang memfagositosis belum diaktifkan. Selama periode tersebut, basil
tuberkulosis berkembang biak dengan bebas baik ekstraseluler maupun
intraseluler di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama tiga minggu
7

terinfeksi basil tuberkulosis, tubuh baru mengenal seluk-beluk basil


tuberculosis. Setelah 3-10 minggu basil akan mendapat perlawanan yang
berarti mekanisme sistem pertahann tubuh, timbul reaktivitas dan peradangan
spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas seluler akan lengkap
setelah 10 minggu.
2. Infeksi Pascaprimer
Orang yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai
mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil tuberkulosis, hal ini dapat
terlihat pada tes tuberkulin yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika orang
sehat yang pernah mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya
tahan tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil tuberkulosis yang
sebelumnya berada dalam keadaan dorman. Reaktivasi biasanya terjadi
beberapa tahun setelah infeksi primer. Penurunan daya tahan tubuh dapat
disebabkan oleh bertambahnya umur, alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit
berat, diabetes melitus, dan HIV/AIDS.
2.5 Gejala Tuberkulosis

Gejala penyakit tuberkulosis adalah batuk disertai dahak selama 2 minggu.


Batuk dapat diikuti dengan gejala lain seperti dahak bercampur darah, batuk
darah, napas sesak, berkeringat pada malam hari tanpa ada aktivitas fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
turun, dan malaise (Kemenkes RI, 2019).
2.6 Diagnosis Tuberkulosis

Menurut (Djojodibroto, 2017), Diagnosis tuberkulosis paru dibagi menjadi


tiga, yaitu:

1. Tuberkulosis paru (definite PTB)

Diagnosis seperti ini ditegakkan jika semua hasil prosedur diagnostik yang
mendukung diagnosis pasti. Prosedur diagnistik tuberkulosis adalah
8

anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan


bakteriologik.

2. Tuberkulosis paru tersangka (suspect TB)


Dari semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan, hanya hasil
pemeriksaan bakteriologik saja yang masih negatif. Pasien ini diobati
dengan antibiotik yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M.
tuberculosis selama satu minggu untuk mengesampingkan pneumonia. Jika
tidak terdapat perbaikan klinis maupun radiologi, segera diberi obat dengan
obat anti tuberkulosis (OAT) selama tiga bulan.

2. Bekas tuberkulosis paru (old pulmonary TB)


Pasien yang telah sembuh dari tuberkulosis paru yang datang ke dokter
karena terdapat keluhan pada sistem pernapasan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang TB
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah:
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di


ketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan.
Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak
pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali
positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali
negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang
akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
negatif.
3. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan
bakteri taham asam.
4. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi:
1. indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
9

negatif.
2. indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan.
3. indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif.
4. indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat.
5. reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan.
6. berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
5. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
6. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
7. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
8. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
9. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.
10. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio
residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen
sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).
2.8 Penatalaksanaan TB Paru
Pengobatan TB memiliki tujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhaadap OAT.
10

Tabel.1 Jenis, Sifat, dan dosis OAT

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:


 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan.
1. Tahap awal (intensif)
 Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. ƒ
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
11

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga


mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
 WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) me-rekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
Kategori 1 :
o 2HRZE/4H3R3
o 2HRZE/4HR
o 2HRZE/6HE
Kategori 2 :
o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
o 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 :
o 2HRZ/4H3R3
o 2HRZ/4HR
o 2HRZ/6HE
 Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
TB di Indonesia:
o Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE
dan OAT Anak : 2HRZ/4HR.

2.9 Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2017), hasil pengobatan tuberkulosis


paru dikategorikan menjadi:

1. Sembuh Pasien
12

TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal


pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan
menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
2. Pengobatan lengkap
TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah
satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa
ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
3. Gagal Pasien
yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selamamasa pengobatan; atau kapan saja
dalam masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan
adanya resistensi OAT.
4. Meninggal Pasien
TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam
pengobatan.
5. Putus berobat (loss to follow-up)
Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.
6. Tidak dievaluasi
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam
kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain
dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.
13

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut :

Karakteristik:

 Usia
 Jenis Kelamin
```
 Tipe Diagnosis
 Tipe Penderita

Pemeriksaan Penunjang: Penderita


 BTA (+) Tuberculosis

Bulan Pengobatan

 Bulan Kedua
 Bulan Kelima
 Bulan Keenam
14

3.2 Definisi Operasional


3.2.1 Penderita TB Paru

Definisi Penderita TB Paru dengan pemeriksaan BTA positif yang


ditetapkan oleh dokter sebagai penderita TB Paru sesuai
dengan yang tercatat di kartu pengobatan.

Cara ukur Berdasarkan rekam medis

Alat ukur Rekam medis

Hasil Penderita TB Paru

Skala Kategori
pengukuran

3.2.2 Umur

Definisi Umur adalah waktu antara mulai dilahirkan sampai saat


penelitian dilakukan

Cara ukur Menentukan Umur berdasarkan Rekam Medis

Alat ukur Rekam Medis

Hasil ukur 1. ≤ 24 Tahun


2. 25-34 Tahun
3. 35-44 Tahun
4. 45-54 Tahun
5. 55-64 Tahun
6. ≥65 Tahun

Skala pengukuran Numerik


15

3.2.3 Jenis Kelamin

Definisi Jenis kelamin penderita TB Paru yang tercatat di kartu


status

Cara ukur Menentukan jenis kelamin berdasarkan Rekam Medis

Alat ukur Rekam Medis

Hasil 1. Laki- laki

2. Perempuan

Skala pengukuran Kategori

3.2.4 Tipe Diagnosis

Definisi tipe dari seorang penderita TB Paru yang ditentukan atas


riwayat pengobatan sebelumnya sesuai yang tercatat di
kartu pengobatan

Cara ukur Menentukan tipe diagnosis berdasarkan Rekam Medis

Alat ukur Rekam Medis


1. Terkonfirmasi Bakteriologis
Hasil
2. Terdiagnosis Klinis

Skala pengukuran Kategori

3.2.5 Tipe Penderita

Definisi tipe dari seorang penderita TB Paru yang ditentukan atas


riwayat pengobatan sebelumnya sesuai yang tercatat di
kartu pengobatan

Cara ukur Menentukan tipe penderita berdasarkan Rekam Medis


16

Alat ukur Rekam Medis


1. Kasus Baru
Hasil
2. Kasus Kambuh

Skala pengukuran Kategori

3.2.6 Hasil Pemerikaan Pengobatan TB

Definisi Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada bulan kedua,


kelima dan keenam

Cara ukur Menentukan hasil pemeriksaan berdasarkan rekam


medis

Alat ukur Rekam Medis


1. BTA (+)
Hasil
2. BTA (-)

Skala pengukuran Kategori


17

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain
cross sectional

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kenali Besar , Jalan Lingkar
Barat 3 Kenali Besar, Jambi, Indonesia

4.2.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – Desember 2020

4.3 Subjek Penelitian


4.3.1 Populasi
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien TB Paru yang
menjalani pengobatan di Puskesmas Kenali Besar.

4.3.2 Sampel
Sampel peneliti adalah pasien penderita TB Paru yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Kenali Besar yang direkrut sebagai subjek dalam penelitian ini.

4.4 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengambil data dari rekam medis.

4.5 Metode Analisis Data


Analisa data dilakukan dengan perangkat lunak komputer. Data dianalisa
dengan deskriptif statistik dan disusun dalam bentuk narasi, tabel distribusi
proporsi.
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kenali Besar , Jalan Lingkar
Barat 3 Kenali Besar, Jambi, Indonesia

5.1.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian


Pengambilan data sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Sampel yang diteliti merupakan pasien penderita TB Paru
yang berjumlah 67 orang.

5.1.3 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan


Sosiodemografi Yaitu Umur dan Jenis Kelamin Di Puskesmas Kenali
Besar
Gambaran penyakit TB Paru berdasarkan Sosiodemografi yaitu Umur dan
Jenis Kelamin:

Tabel 5.1 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan umur di Puskesmas


Kenali Besar
F %
Valid ≤ 24 Tahun 12 17.9
25-34 Tahun 15 22.4
35-44 Tahun 13 19.4
45-54 Tahun 11 16.4
55-64 Tahun 13 19.4
≥65 Tahun 3 4.5
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa Proporsi umur penderita
tuberkulosis paru tertinggi adalah pada kelompok 25-34 yang terdiri dari 22.4%
(15 orang) dan proporsi terendah adalah pada kelompok ≥65 tahun 4.5% (3
orang)

1
8
19

Tabel 5.2 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan Jenis Kelamin di


Puskesmas Kenali Besar
F %
Valid Laki- Laki 37 55.2
Perempuan 30 44.8
Total 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin
penderita tuberkulosis paru tertinggi adalah pada laki-laki yaitu 55.2% (37 orang)
dan terendah adalah perempuan 44.8% (30 orang)

5.1.4 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Tipe


Penderita Di Puskesmas Kenali Besar
Gambaran penyakit TB Paru berdasarkan Tipe Penderita Di Puskesmas Kenali
Besar adalah sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan Tipe penderita di


Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut :

F %
Valid Kasus Baru 64 95.5
Kasus Kambuh 3 4.5
Total 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan tipe penderita tertinggi pada kasus baru yaitu 95.5% (64 orang) dan
terendah pada kasus kambuh 4.5% (3 orang) .

5.1.5 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Tipe


Diagnosis Di Puskesmas Kenali Besar
Gambaran penyakit TB Paru berdasarkan tipe diagnosis di Puskesmas Kenali
Besar adalah sebagai berikut:
20

Tabel 5.4 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan tipe diagnosis di


Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut :

F %
Valid Terkonfirmasi Bakteriologis 41 61.2
Terdiagnosis Klinis 25 37.3
Terkonfirmasi Bakteriologis & 1 1.5
Klinis
Total 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan tipe diagnosis adalah terkonfirmasi bakteriologis 61.2% (41 orang)
dan Terkonfirmasi Bakteriologis & Klinis 1.5% (1 orang).

5.1.6 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Hasil Pengobatan Bulan Kedua
Gambaran penyakit TB Paru berdasarkan hasil pengobatan bulan kedua Di
Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan hasil pengobatan


bulan kedua di Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut :

F %
Valid BTA (+) 41 61.2
BTA (-) 26 38.8
Total 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan hasil pengobatan bulan kedua tertinggi pada BTA (+) 61.2% (41
orang).

5.1.7 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Hasil Pengobatan Bulan Kelima
Gambaran penyakit TB Paru berdasarkan hasil pengobatan bulan kelima Di
Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut:
21

Tabel 5.6 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan hasil pengobatan


bulan kelima di Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut :

F %
Valid BTA (-) 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan hasil pengobatan bulan kelima tertinggi pada BTA (+) 100% (67
orang).

5.1.8 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Hasil Pengobatan Bulan Keenam
Gambaran penyakit TB Paru berdasarkan hasil pengobatan bulan keenam Di
Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut:

Tabel 5.7 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan hasil pengobatan


bulan keenam di Puskesmas Kenali Besar adalah sebagai berikut :

F %
Valid BTA (-) 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan hasil pengobatan bulan keenam tertinggi pada BTA (+) 100% (67
orang).

5.2 Pembahasan
5.2.1 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Sosiodemografi Yaitu Umur dan Jenis Kelamin Di Puskesmas Kenali
Besar
Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan umur di Puskesmas Kenali
Besar dapat dilihat pada gambar 5.1
22

Gambar 5.1 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan umur di


Puskesmas Kenali Besar

Berdasarkan Gambar 5.1, dapat dilihat bahwa Proporsi umur penderita


tuberkulosis paru tertinggi adalah pada kelompok 25-34 yang terdiri dari 22.4%
(15 orang) dan proporsi terendah adalah pada kelompok ≥65 tahun 4.5% (3 orang)

Menurut WHO tahun 1995, menyatakan bahwa di negara berkembang ada sebesar
75 persen dari penderita TB Paru terjadi pada kelompok usia produktif 15-50
tahun.

Hasil penelitian ini dapat dikaitkan bahwa kelompok umur 25-34 tahun termasuk
kedalam kelompok usia produktif yang mempunyai mobilitas yang sangat tinggi
sehingga kemungkinan untuk terpapar bakteri Mycobacterium tuberculosis paru
lebih besar.

Jenis Kelamin

Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas


Kenali Besar dapat dilihat pada gambar 5.2
23

Gambar 5.2 Distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan Jenis Kelamin di


Puskesmas Kenali Besar

Berdasarkan gambar 5.2 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin
penderita tuberkulosis paru tertinggi adalah pada laki-laki yaitu 55.2% (37 orang)
dan terendah adalah perempuan 44.8% (30 orang)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering menderita


tuberkulosis paru daripada perempuan. Hal ini karena laki-laki memiliki aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan terpapar lebih
besar pada laki-laki. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih
besar 1,5 kali dibandingkan perempuan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian Apsari (2018) di Puskesmas Batu Anam Kabupaten


Simalungun tahun 2015-2017 menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita
tuberkulosis berjenis kelamin laki-laki sebesar 74,8% (136 orang) sedangkan
perempuan 25,2% (46 orang).

Berdasarkan penelitian Sari, Mubasyiroh & Supardi (2016) di Jakarta tahun 2014
menunjukkan bahwa proporsi penderita tuberkulosis paru tertinggi yaitu laki-laki
sebesar 66,7%. Penelitian lain oleh Laily (2015) di Puskesmas Tuminting Manado
24

menujukkan hasil yang sama yaitu proporsi penderita tuberkulosis tertinggi adalah
jenis kelamin laki-laki sebesar 55,1%.

5.2.2 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Tipe


Penderita Di Puskesmas Kenali Besar
Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan tipe penderita di Puskesmas
Kenali Besar dapat dilihat pada gambar 5.6

Gambar 5.6 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Tipe Penderita Di Puskesmas Kenali Besar

Berdasarkan gsmbar 5.6 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan tipe penderita tertinggi pada kasus baru yaitu 95.5% (64 orang) dan
terendah pada kasus kambuh 4.5% (3 orang) .

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Depri Apsari
(2018) di Puskesmas Batu Anam Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun
dimana proporsi tipe penderita TB Paru paling banyak adalah kasus baru sebesar
97,8 persen.
25

Menurut laporan “Situasi Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2010”


yang dikeluarkan oleh Subdit TB Depkes RI, kasus tuberkulosis menurut tipenya
masih didominasi oleh kasus baru, yaitu sebesar 94,74 persen pada tahun 2009
triwulan pertama dan 94,20 persen pada tahun 2010 triwulan pertama pasien yang
belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah di obati dengan OAT
kurang dari 4 minggu disebut pasien baru dan pemeriksaannya BTA positif atau
BTA negatif tetapi dengan foto toraks positif (Kemenkes RI, 2011). Rendahnya
pengetahuan masyarakat berhubungan dengan menjaga kebersihan lingkungan
yang tercermin dari perilaku penderita membuang dahak sembarangan dapat
menyebabkan tingginya penularan sehingga lebih banyak kasus baru.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Qiyaam dkk (2020) di Puskesmas Kediri
Lombok Barat. Proporsi riwayat pengobatan sebelumnya tertinggi yaitu Baru
sebesar 93,5% (72 orang).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihombing
(2010) di RS Santa Elisabeth, Medan. Proporsi tipe penderita tuberkulosis
parupaling banyak Kasus Baru sebanyak 60,6% .

5.2.3 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Tipe


Diagnosis Di Puskesmas Kenali Besar
Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan Tipe diagnosis di Puskesmas
Kenali Besar dapat dilihat pada gambar 5.7
26

Gambar 5.7 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan tipe diagnosis Di Puskesmas Kenali Besar

Berdasarkan gambar 5.7 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi berdasarkan
tipe diagnosis adalah terkonfirmasi bakteriologis 61.2% (41 orang) dan
Terkonfirmasi Bakteriologis & Klinis 1.5% (1 orang).

5.2.4 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Berdasarkan Hasil Pengobatan Bulan Kedua
Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pengobatan bulan kedua di
Puskesmas Kenali Besar dapat dilihat pada gambar 5.8
27

Gambar 5.8 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Hasil Pengobatan bulan kedua

Berdasarkan gambar 5.8 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan hasil pengobatan bulan kedua tertinggi pada BTA (+) 61.2% (41
orang).

5.2.5 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Berdasarkan Hasil Pengobatan Bulan Kelima
Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pengobatan bulan kelima
di Puskesmas Kenali Besar dapat dilihat pada gambar 5.9
28

Gambar 5.9 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Hasil Pengobatan bulan kelima

Berdasarkan gambar 5.9 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan hasil pengobatan bulan kelima tertinggi pada BTA (+) 100% (67
orang).

5.2.6 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kenali


Besar Berdasarkan Berdasarkan Hasil Pengobatan Bulan Keenam
Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pengobatan bulan keenam
di Puskesmas Kenali Besar dapat dilihat pada gambar 5.10
29

Gambar 5.10 Distribusi Proporsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas


Kenali Besar Berdasarkan Hasil Pengobatan bulan keenam

Berdasarkan gambar 5.10 diatas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi


berdasarkan hasil pengobatan bulan keenam tertinggi pada BTA (+) 100% (67
orang).
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan sosiodemografi diperoleh,


proporsi berdasarkan umur tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun dan
Laki-laki.
2. Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan tipe penderita tertinggi adalah
kasus baru.
3. Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan tipe diagnosis adalah
terkonfirmasi bakteriologis
4. Proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan Hasil pengobatan bulan
kedua tertinggi adalah BTA (+).
5. Proporsi penderita tuberculosis paru berdasarkan hasil pengobatan bulan
kelima tertinggi adalah BTA (-)
6. Proporsi penderita tuberculosis paru berdasarkan hasil pengobatan bulan
keenam tertinggi adalah BTA (-)

6.2. Saran

1. Kepada Puskesmas Kenali Besar terkhusus petugas Tuberkulosis agar


melengkapi informasi mengenai penderita seperti keluhan, dan menganjurkan
kepada keluarga penderita tuberkulosis paru untuk melakukan pemeriksaan
tuberkulosis agar dapat melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit
tuberkulosis sedini mungkin.
2. Kepada petugas kesehatan perlu meningkatkan pelayanan kesehatan yang
berkaitan dengan penyakit tuberkulosis, tidak hanya kuratif tetapi preventif dan
promotif agar angka penderita kasus baru berkurang.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih
baik secara statistik dan lebih spesifik.

3
0
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y. 2004. Masalah Tuberkulosis Indonesia. Media Indonesia. Jakarta

Algasaff, H, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Ke-3.


Airlangga University Press. Surabaya

Apsari, D. (2018). Karakteristik penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Batu


Anam Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun tahun 2015-2017
(Skripsi, Universitas Sumatera Utara).

Departemen Kesehatan RI. (2016). Profil kesehatan Indonesia tahun 2016.


Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2017). Profil kesehatan Indonesia tahun 2017.


Jakarta

Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Depkes RI. 2003. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Depkes RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular. 2004. Modul


Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Tingkat
Puskesmas. Jakarta

Depkes RI. 2004. Laporan Akhir: Analisis Lanjut Survei Prevalensi


Tuberkulosis 2004 Inverstigasi Faktor Lingkungan dan Faktor Resiko
Tuberkulosis. Jakarta

Depkes RI, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi


2.Cetakan Pertama. Jakarta.

Depkes RI, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

3
1
32

Depkes RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang


Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Jakarta

Fatimah Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Tb Paru Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan :Sidareja,
Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008
(Tesis). Program Pascasarjana FKM Undip Semarang

Gea. 2005. Karakteristik Penderita TB Paru di Puskesmas Gunung sitoli


Periode 2000-2004. Skripsi FKM USU Medan

Hartono, A.Y. 2012.Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dan


Lingkungan Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten
Bandung Barat Periode Mei-Juli 2012. Fakultas kedokteran Universitas
Islam Bandung.

Keman, Soedjajadi, 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman,


Journal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005

Kemenkes RI. 2010. Penanggulangan TB. Jakarta

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Kemenkes RI. 2011. Stop TB Terobosan Menuju Akses Universal : Strategi


Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010-2014. Jakarta

Kemenkes RI.2011. Laporan situasi terkini perkembangan tuberkulosis di


Indonesia Januari-Juni 2011. Jakarta

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta

Ketut, Ni Lisa. S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di


Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram Provinsi NTB Tahun
2013.Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana.
33

Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2009. UU No. 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan. Jakarta

Padang, Ervanny R. 2012.Karakteristik Penderita TB Paru yang Mengalami


Drop Out Di Kabupaten Dairi Tahun 2010-2011. Skripsi FKM USU.
Medan

Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media. Jakarta

Rahajoe, N. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

Sihombing, Eka, SR. 2010. Karakteristik penderita tb paru rawat inap di rumah
sakit santa elisabeth medan tahun 2004-2007. Skripsi FKM USU. Medan

Sitepu, M,Y, 2009. Karakteristik Penderita Tb Paru Relapse Yang Berobat Di


Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007.
Skripsi FKM USU. Medan

Soemirat, 2010. Epidemiologi Lingkungan. Gajah Mada. Yogyakarta

Sudoyono,A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibtara, M., Setiadi, S., 2010. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta.

Suswati, E. 2007. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten


Jember. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.

Tujuan, M. 2003. Study Epidemiologi dan Pelaksana Program Pengobatan TB


Paru Di Puskesmas Bangko Kabupaten Maringin Tahun 1999-2002.
Skripsi FKM USU. Medan

Wahyuni, S. 2003. Karakteristik Penderita TB paru Yang Berobat Dengan


Menggunakan Strategi DOTS dan Keberhasilannya di Puskesmas
Perawatan Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2000-2002.
Skripsi FKM USU. Medan
34

Werdhani, RA. 2009. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis.


Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga. FKUI
Uniersity Press. Jakarta

Wibisono, MJ.,Winariani, Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.


Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR- RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya

Widoyono, 2008.Penyakit Tropis Edpidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Erlangga, Jakarta.

Wildan, Y., Fatimah, S., Kuspiatiningsih, T., Sumard i. 2008. Hubungan Sosial
Ekonomi Dengan Angka Kejadian TB Paru BTA Positif Di Puskesmas
Sedati. Buletin Penelitian RSU DrSoetomo; Vol 10, No 2, Juni 2008.

WHO Report. 2011. Global Tuberkulosis Control.


(www.who.int/tb/publications/global report/)

WHO Report. 2013. Global Tuberkulosis Control.


(www.who.iris/tb/publications/global report/137094/1_)

WHO. 2014. Global Tuberculosis Report.


(http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/137094/1/9789241564809_eng.p
df)

World Health Organitation. (2018). The top 10 cause death. dari


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/the-top-10-causesof-
death

World Health Organization. (2018). Global tuberculosis report.


35

Anda mungkin juga menyukai