Anda di halaman 1dari 27

SKRINING KASUS TB MELALUI INVESTIGASI KONTAK

DI PUSKESMAS BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG

Oleh :

dr. Ria Maulindasari

Pendamping :

dr. Dellma Anggini

Program Internship Dokter Indonesia

PUSKESMAS BOROBUDUR

KABUPATEN MAGELANG

2021

ii
Daftar Isi

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Profil Wilayah dan Profil Puskesmas
B. Anemia pada Ibu Hamil
BAB III. METODE
A. Analisis Situasi
B. Identifikasi Masalah
C. Prioritas Masalah
D. Penyebab Masalah
E. Prioritas Penebab masalah
F. Alternatif Pemecahan masalah
G. Prioritas Pemecahan Masalah
BAB IV. PROPOSAL
A. Judul
B. Rumusan Masalah
C. Penyebab Masalah
D. Rincian Kegiatan
E. Estimasi Biaya
F. Metode Evaluasi
G. Indikator Keberhasilan
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang


penting di tingkat global, regional, nasional, maupun local. Tuberculosis meny
ebabkan 5000 kematian per hari atau hamper 2 juta kematian per tahun di selur
uh dunia. TB, HIV/AIDS, dan malaria secara bersama-sama merupakan penyeb
ab 6 juta kematian setiap tahun. Seperempat juta (25%) kematian karena TB be
rhubungan dengan HIV. Insidensi global TB terus meningkat sekitar 1% per ta
hun, terutama karena peningkatan pesat insidensi TB di Afrika berkaitan denga
n komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009).
Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang
memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control R
eport 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Etimasi inside
nsi TB 228 kasus baru per 100.000 populasi. Estimasi angka insidensi hapusan
dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada 2007 (WH
O, 2009). Berdasarkan kalkulasi disability-adjusted life-year (DALY) WHO, T
B menyumbang 63 persen dari total beban penyakit di Indonesia, dibandingkan
dengan 3,2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID, 2008).
Pengobatan TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian
TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO meluncurkan
strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara internasional, disebu
t DOTS (Direct Observed Treatment Short-course).

B. Tujuan
1) Menentukan kasus TB secara dini dengan melakukan skrining gejala dan
factor risiko TB terhadap seluruh kontak dari pasien TB
2) Mencegah penularan pada kontak yang sehat dengan cara memberikan
edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat
3) Memutus mata rantai penularan TB di masyarakat
C.. Manfaat

4
1) Bagi Puskesmas
Sebagai dasar pengembangan program skrining kasus TB melalui
investigasi kontak
2) Bagi Penulis
 Menambah wawasan mengenai program kesehatan puskesmas
 Melatih kemampuan analisis masalah dan pencarian alternative
pemecahan masalah
3) Bagi Masyarakat
Seluruh pasien suspek TB mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar, dalam hal ini berupa skrining awal mengenai pasien kontak erat
TB

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Profil Wilayah dan Profil Puskesmas


1. Letak Wilayah
Secara geografis Puskesmas Borobudur terletak di kecamatan
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia yang memiliki luas 54,55
km². Berikut ini adalah batas wilayah Desa Borobudur:
 Sebelah Utara : Kecamatan Tempuran
 Sebelah Timur : Kecamatan Mungkid, Kecamatan Mertoyudan,
Kecamatan Muntilan
 Sebelah Selatan : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
 Sebelah Barat : Kecamatan Salaman
2. Admisnistrasi Wilayah
Secara administrasi, wilayah kerja Puskesmas Borobudur terdiri dari
20 Dusun. Desa Borobudur berupa dataran dan di bagian tengah terdapat 3
bukit, masing-masing Bukit Jaten, Bukit Borobudur dan Bukit Dagi.
Sedang di wilayah bagian barat tepatnya di dusun Mahitan ada bukit bakal,
warga Mahitan biasa menyebut Gunung Bakal. Di Desa Borobudur
mengalir 2 sungai yang juga menjadi batas desa yaitu Sungai Sileng di
selatan dan Sungai Progo di utara.
3. Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Borobudur tahun 2015
adalah 58.140 jiwa.
B. Penyakit Tuberculosis Paru
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman
ini berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai BTA, kuman
TB Paru cepat mati bila kena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam

6
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
(Depkes RI, 2008)
Menurut Depkes RI, 2008 patofisiologi TB Paru dibagi menjadi 2
proses antara lain:
1. Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman Tuberculosis. Droplet nuclei yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sampai di alveolus dan menetap disana. Bakteri Tuberculosis berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman Tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai komplek primer yang memakan waktu sekitar 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin
dari negative menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari bakteri dan besarnya
respon imunitas seluler. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru. Namun bakteri dapat
menetap persisten atau dormant. Masa inkubasi yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan.
2. Infeksi pasca primer
Infeksi pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh lemah
akibat terinfeksi HIV atau gizi yang buruk. Ciri khas dari terjadinya TB
paru pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
Menurut Depkes RI, 2008, TB Paru memberikan gejala berupa batuk
terus-menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih. Gejala lain yang
sering dijumpai adalah:
Dahak bercampur darah
Batuk darah
Sesak nafas dan nyeri dada

7
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanppa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan.
Apabila dijumpai gejala tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara miskroskopis langsung. Tujuan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis untuk menegakkan diagnosis TB Paru serta menentukan
klasifikasi atau tipe, menilai kemajuan pengobatan dan menentukan
tingkat penularan.
1. Definisi
Tuberkulosis paru atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang
paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB paru dapat menyebar ke setiap bagian
tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer &
Bare, 2015).
2. Etiologi
Penyebab TB paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman yang berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 1 –
4/mm dan tebal 0.3 – 0.6/mm yang tumbuh dengan lambat dan sensitif
terhadap panas dan sinar matahari. Kuman ini dapat ditularkan ketika
seorang penderita TB paru aktif batuk, bersin, atau berbicara, sehingga
keluarlah droplet dan jatuh ke tanah, lantai, udara, atau tempat lainnya
(Somantri, 2008). Menurut Muttaqin Arif (2012) menguapnya droplet
bakteri ke udara yang dibantu dengan pergerakan angin akan membuat
bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet terbang ke udara.
Apabila bakteri ini terhirup oleh orang yang sehat maka orang itu dapat
berpotensi terkena tuberculosis.
3. Klasifikasi
Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis (2011)
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA

8
positif atau BTA negatif;
3. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah
pernah diobati.
4. Status HIV pasien.
Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. Saat ini sudah
tidak dimasukkan dalam penentuan definisi kasus (Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberculosis, 2011).
1. Berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru.
2) Tuberkulosis extra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian,kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
1) Tuberkulosis paru BTA positif
Kriteria diagnsotik TB paru BTA positifharus meliputi: sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, satu
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thoraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis, satu spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif dan biakan kuman TB positif, satu atau lebih specimen
dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberculosis paru BTA negatif :
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnsotik TB paru BTA negatif harus meliputi: paling tidak 3
jenis specimen dahak SPS hasilnya negative, foto thoraks abnormal
sesuai dengan gambaran tuberculosis, tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotic non OAT, bagi pasien dengan HIV negative,

9
ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan
BTA bisa positif atau negatif.
2) Kasus yang sebelumnya diobati
(1) Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
(2) Kasus setelah putus berobat (Default ) adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
(3) Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
(4) Kasus pindahan (Transfer in) adalah pasien yang dipindahkan ke
register lain untuk melanjutkan pengobatannya.
(5) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas, seperti tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, atau
kembali diobati dengan kasus BTA negatif.
4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang – orang yang terinfeksi
ketika penderita batuk, bersin atau berbicara. TB adalah penyakit yang
dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel
efektor berupa makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel
imunresponsif. Tipe imunitas ini, melibatkan pengaktifan makrofag pada
bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut

10
sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat) (Price, Sylvia, 2005).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus akan memicu
reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan menyebabkan
pneumonia akut yang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa yang tertinggal, atau dapat berkembang biak (difagosit) dalam di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjer
getah bening regional dan infiltrasi makrofag yang membentuk sel
tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Price, Sylvia, 2005).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jaringan parut
kolagenosa, dan menghasilkan kapsul yang mengelilingi tuberkel (Price,
Sylvia, 2005).
Lesi primer pada paru disebut Fokus Ghon dan kombinasi antara
kelenjar getah bening regional (limfadenitis regional) dan lesi primer
disebut Kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami kalsifikasi
(pengapuran) dapat terlihat pada orang sehat yang menjalani pemeriksaan
radiogram rutin (Price, Sylvia, 2005).
5. Manifrstasi klinis
Secara umum gejala klinik TB paru primer dengan TB paru DO sama.
Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistematik
(Muttaqin, 2012).
1. Gejala respiratorik
Gejala yang dapat muncul adalah batuk lama, batuk darah, sesak
nafas, dan nyeri dada (apabila pleuritis TB).
2. Gejala sistematis
Keluhan yang biasa timbul ialah demam pada sore atau malam
hari dan semakin lama semakin panjang serangannya, keringat

11
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise. Timbulnya
keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu
sampai bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas
dan sesak nafas.
Menurut Darmanto, (2009), gejala reaktivasi tuberculosis dapat berupa
demam menetap yang naik dan turun (hectic fever), keringat pada malam
hari yang menyebabkan basah kuyup (drenching night sweat), batuk
kronik dan batuk darah (hemoptisis).
6. Diagnosis
Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis (2011)
diagnosis tuberculosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan specimen
dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) yang dilakukan secara miskroskopis
dalam waktu 2 hari.
1. Diagnosis TB paru
Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto thoraks saja. Foto thoraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.

2. Diagnosis TB ekstra paru


Didasarkan pada gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena,
misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura
(Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis
TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lain-lainnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh
yang terkena.

12
Suspek TB paru (1)

Pemeriksaan dahak mikroskopis – Sewaktu, Pagi, Sewaktu

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ +-- ---
++-

Antibiotik Non-OAT (2)

Tidak ada Ada


perbaikan perbaikan
Foto toraks
dan
pertimbangan
Pemeriksaan dahak
dokter
mikroskopis

Hasil BTA Hasil BTA


+++ ---
++-
+--

TB Foto toraks dan


pertimbangan dokter

BUKAN TB

7. Pengobatan
Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis (2011),
pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap insentif dan lanjutan.
1. Tahap awal (insentif)
Pada tahap insentif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung selama 2-3 bulan untuk mencegah
terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap insentif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.

13
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama (4-7 bulan). Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan obat tuberculosis yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin dan Etambutol (Depkes RI, 2018)
1. Kategori 1 (2HRZE/ 4HR3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: pasien baru TB paru
BTA positif, pasien TB paru BTA negative foto thorax positif dan
pasien TB ekstra paru.
Tabel 2.1 Dosis panduan OAT KDT untuk Kategori 1 (2HRZE /
4HR3) (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

Tahap Intensif tiap hari selama 56 Tahap Lanjutan 3 kali seminggu


Berat Badan
hari RHZE (150/75/400/275) selama 16 minggu RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.2 Dosis panduan OAT – Kompipak untuk Kategori 1


(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).
Dosis per hari / kali
Jumlah hari /
Tahap Lama
kali menelan
Pengobatan Pengobatan
obat
Tablet Kaplet Tablet Tablet
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol
@300 mgr @450 mgr @500 mgr @250 mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

14
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5HR3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya, seperti: pasien kambuh (relaps), pasien gagal
(failure) dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Dosis paduan OAT KDT untuk Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5HR3E3)
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).
Berat Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
Badan (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT + 500 mg Streptomisin inj. 2 tablet 2KDT + 2 tab Ethambutol
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT + 750 mg Streptomisin inj. 3 tablet 2KDT + 2 tab Ethambutol
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 4 tablet 2KDT + 2 tab Ethambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 5 tablet 2KDT + 2 tab Ethambutol

Dosis panduan OAT – Kompipak untuk Kategori 2 (Pedoman


Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).
Tablet Kaplet Tablet Ethambutol Jumlah hari
Tahap Lama
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Tablet @250 Tablet @400 kali menelan
Pengobatan Pengobatan mgr mgr
@300 mgr @450 mgr @500 mgr obat
Intensif
2 bulan 1 1 3 3 - 56
(dosis
1 bulan 1 1 3 3 - 28
harian)
Lanjutan
(dosis 3x 4 bulan 2 1 - 1 2 60
seminggu)

3. OAT sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Dosis KDT untuk sisipan (Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberculosis, 2011).
Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE
Berat Badan
(150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

15
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Dosis panduan OAT – Kompipak untuk Kategori 1 (Pedoman


Nasional Pengendalian Tuberculosis, 2011).
Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah hari /
Tahap Lama
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol kali menelan
Pengobatan Pengobatan @300 mgr @450 mgr @500 mgr @250 mgr obat
Intensif
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 28
harian)

4. Kategori Anak (2HRZ/4HR)


Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari,
baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus
disesuaikan dengan berat badan anak. Obat juga harus diberikan secara
utuh, tidak boleh dibelah. OAT KDT dapat diberikan dengan cara
ditelan atau digerus sesaat sebelum diminum.
Dosis OAT KDT pada anak (Kemenkes RI, 2011).
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 – 19 kg BB 20 -23 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Dosis OAT Kompipak pada anak (Kemenkes RI, 2011)


4 bulan tiap hari
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150)
RH (75/150)
5–9 1 tablet 1 tablet
10 – 14 2 tablet 2 tablet
15 – 19 3 tablet 3 tablet
20 – 32 4 tablet 4 tablet

8. Komplikasi
Penyakit tuberculosis merupakan penyakit serius dan menular, oleh karena
nya membutuhkan pengobatan secara teratur untuk mencegah terjadinya
gagal pengobatan ataupun komplikasi. Menurut Wahid & Imam (2013),
komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB paru adalah:
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

16
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorax (adanya udara dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal, dan sebagainya.

17
BAB III
METODE

A. Analisis Situasi
Analisis situasi didapat dari hasil diskusi antara penulis dengan penanggung
jawab bagian UKM Puskesmas Borobudur, serta dari data Penilaian Konerja
Puskesmas (PKP).
Dari data dapat disimpulkan bahwa penyalit TB dapat dikategorikan sebagai
masalah.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah didapat dari hasil diskusi antara penulis dengan
penanggungjawab bagian UKM Puskesmas Borobudur, antara lain;
1. Kasus TB dipuskesmas Borobudur masih dapat dikatakan sebagai masalah
2. Kurangnya pengetahuan pada masyarakat terhadap kondisi kesehatannya bahwa
kontak dengan penderita TB
C. Prioritas Masalah

NO Masalah U S G Nilai Prior

1 Kasus TB dipuskesmas Borobudur masih 5 3 3 11 I


dapat dikatakan sebagai masalah

Kurangnya pengetahuan pada masyarakat


2 terhadap kondisi kesehatannya bahwa kontak 3 2 3 8 II
dengan penderita TB

A. Penyebab Masalah
Analisis penyebab masalah menggunakan diagram tulang ikan, yaitu:
a. Man : Tidak ada kendala
b. Money : Tidak ada kendala
c. Material : Tidak ada kendala
d. Method : Kurangnya program investigasi yang dilakukan pada
masyarakat yang kontak erat dengan pasien TB

18
3. Market : Kurangnya pengetahuan pada masyarakat terhadap kondisi
kesehatannya bahwa kontak dengan penderita TB

Method Market Man

Kurangnya
progam Kurangnya Tidak ada
investigasi pengetahuan kendala
Sasaran program tidak sesuai
dengan program investigasi
yang dilakukan pada
masyarakat yang kontak erat
Kurangya pengetahuan untuk
Tidak ada dilakukannya pemeriksaan
kendala Tidak ada
kendala

Material Money

B. Prioritas Penyebab Masalah


Penetapan prioritas masalah tidak dilakukan, karena seluruh penyebab
masalah akan berusaha diselesaikan.
C. Alternatif Pemecahan Masalah
D.
N Solusi Masalah Tujuan Deskripsi Sasaran Biaya

Penyelenggaraan Seluruh
Melaksanakan
investigasi Cakupan warga
investigasi ke rumah
masyarakat yang pasien kontak erat
1 warga yang kontak erat, Rp50.000
diduga memiliki terduga TB di wilayah
mendata dan melakukan
ontak erat terhadap tercapai faskes
pemeriksaan lebih lanjut
pasien TB puskesmas
2 Penyelenggaraan Agar Membuat sosialiasi Seluruh Rp50.000
sosialisasi akan masyarakat tentang penyakit TB warga
pentingnya mengerti apa kontak erat
pemeriksaan itu kontak di wilayah
kesehatan terhadap erat dengan faskes
pasien diduga TB pasien TB

19
dan hal apa
yang harus puskesmas
dilakukan

D. Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah

NO Masalah M I V C Nilai Prior

Penyelenggaraan investigasi
1 masyarakat yang diduga memiliki 5 4 5 2 50 I
kontak erat terhadap pasien TB
Penyelenggaraan sosialisasi akan
2 pentingnya pemeriksaan kesehatan 5 4 4 4 20 II
terhadap pasien diduga TB

Pemecahan masalah dengan metode pelaksanaan investigasi pada masyarakat


yang kontak erat dengan pasien TB mendapatkan nilai prioritas yang lebih tinggi,
karena dapat secara langsung mendata dan melakukan pemeriksaan yang lebih lanjut
terhadap masyarakat yang kontak erat, seingga pencarian suspek TB guna mencegah
penularan dan menurunkn angka kematian terhadap penderita tuberculosis.

20
BAB IV
PROPOSAL

A. Judul

Skrining Kasus TB Melalui Investigasi Kontak Di Puskesmas Borobudur


Kabupaten Magelang

B. Rumusan Masalah

Kejadian yang berhubungan dengan TB lebih dari 10% dari bulan Agustus
hingga Oktober

C. Penyebab Masalah

1. Method : Skrining tidak dapat dilaksanakan secara menyeluruh

2. Market : Kurangnya pengetahuan untuk dilakukannya pemeriksaan

3. Material : Dibatasi oleh protocol kesehatan

D. Tujuan

1. Menurunkan angka kejadian TB pada masyarakat

2. Meingkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB

3. Meningkatkan minat masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sejak dini

E. Rincian Kegiatan

1. Koordinasi dengan petugas dan penanggung jawab program TB di


Puskesmas Borobudur

2. Menyusun jadwal untuk dilakukannya skrining

3. Melaksanakan skrining pada masyarakat yang kontak erat

21
4. Evaluasi kegiatan

Tahap Kegiatan Tanggal

Koordinasi dengan petugas


dan 2021
1 penanggung jawab program TB di
Puskesmas Borobudur

Menyusun jadwal untuk 2021


2
dilakukannya skrining

Melaksanakan skrining pada 2021


3
masyarakat yang kontak erat

4 Evaluasi kegiatan 2021

F. Estimasi Biaya

Estimasi biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 100.000,00 untuk melaksanakan


investigasi ke rumah warga yang kontak erat, mendata dan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut dan membuat sosialisasi tentang penyakit TB

G. Metode Evaluasi

Skrining tidak dapat dilaksanakan secara menyeluruh

H. Indikator Keberhasilan

1. Pelaksanaan skrining dilakukan sebanyak 1 kali

2. Skrining dapat dilakukan pada masyarakat yang kontak erat

22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengetahuan ibu Ibu Hamil


Pengetahuan kurang 4
Pengetahuan cukup 2
Tabel 5.1 Data Pre Test Ibu Hamil Mengenai Pengetahuan Tentang Anemia
Pada Kehamilan
Dari data pre test yang didapat dari kuesioner yang penulis bagikan
dengan membagikan link google form, total peserta 22 ibu hamil dan yang
mengisi questioner hanya 6 ibu hamil dan terdapat 4 ibu hamil yang
pengetahuannya kurang, yaitu yang menjawab kurang dari 4 pertanyaan benar dari
8 pertanyaan.

Pengetahuan ibu Ibu Hamil


Pengetahuan kurang 1
Pengetahuan cukup 5
Tabel 5.2 Data Post Test Ibu Hamil Mengenai Pengetahuan Tentang
Anemia Pada Kehamilan

Dari data setelah post test yang didapat dari kuesioner yang penulis
bagikan dengan membagikan link google form, total peserta 22 ibu hamil dan
yang mengisi questioner hanya 6 ibu hamil dan terdapat 1 ibu hamil yang
pengetahuannya kurang, yaitu yang menjawab kurang dari 4 pertanyaan benar dari
8 pertanyaan.

Metode dan Kegiatan Evaluasi

23
Dalam kegiatan penyuluhan tentang Anemia pada Ibu Hamil yang bekerja sama
dengan bidan desa dan kader posyandu. minat ibu hamil dalam mengisi questioner rendah
sehingga data yang dikumpulkan hanya sedikit. maka untuk menindak lanjuti program
perlu adanya edukasi kepada ibu hamil terhadap pentingnya kelas ibu hamil dan
meningkatkan antusiasme ibu hamil dalam mengisi questioner pada kegiatan posyandu
tiap desa. Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan untuk menilai keberhasilan program terapi
intervensi.

6.2 Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan ini belum dapat dievaluasi dikarenakan evaluasi program


pemantauan anemia gizi pada ibu hamil harus dipantau lebih lanjut dan melihat
berkurangnya jumlah ibu hamil yang menderita anemia.

24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Anemia gizi didefinisikan sebagai suatu kondisi kadar haemoglobiin (Hb) darah
lebih rendah daripada nilai normal untuk kelompok yang bersangkutan, penyebab utama
anemia adalah rendahnya kadar zat besi, merupakan salah satu masalah gizi utama di
Indonesia yang sampai pada saat ini prevalensinya masih sangat tinggi.

Pengetahuan ibu hamil mengenai anemia dapat menjadikan ibu hamil jatuh ke
dalam kondisi anemia yang dapat menganggu dan mengancam jiwa ibu serta janin.

Minat ibu hamil dalam mengisi questioner rendah sehingga data yang dikumpulkan
hanya sedikit. maka untuk menindak lanjuti program perlu adanya edukasi kepada ibu
hamil di posyandu terhadap pentingnya kelas ibu hamil dan meningkatkan antusiasme ibu
hamil dalam mengikuti kelas ibu hamil dan mengisi quesioner.

Pemicu utama terjadinya anemia gizi di Indonesia adalah kurangnya zat besi yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah haemoglobin (Hb) menyebabkan
kurangnya oksigen yang dibutuhkan untuk disuplai dan dialirkan ke sel-sel tubuh maupun
sel otak, sehingga menimbulkan gejala : letih, lesu dan cepat merasa lelah, dengan akibat
selanjutnya pada pekerja wanita adalah rendahnya tingkat produktifitas.

Mengingat bahwa salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia adalah


terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas dengan kinerja yang optimal dan
produktifitas yang tinggi, maka pendekatan melalui program Penanggulangan anemia
menjadi sangat penting.

B. Saran
1. Perlu adanya edukasi dan penyuluhan lebih lanjut mengenai anemia pada
ibu hamil
2. Perlu adanya edukasi dan penyuluhan mengenai pentingnya tablet tambah darah
pada ibu hamil terhadap kesehatan ibu dan janinnya.
3. Meskipun pada penulisan ini ANC tidak tertera, namun tetap sangat diperlukan
adanya kunjungan yang teratur bagi   ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya dan memeriksakan diri ke laboratorium secara berkala, sebagai
upaya deteksi dini  kelainan  kehamilan.

25
Perlu adanya tindak lanjut terhadap anemia pada ibu hamil seperti kepatuhan
minum tablet tambah darah pada ibu hamil dan juga faktor faktor yang
berhubungan dengan anemia pada ibu hamil.

26
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Peraturan Menteri Kesehatan


Repulik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020). Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.

Laporan Kasus Ibu Hamil Bulan Januari hingga April di Puskesmas Borobudur tahun
2020

Respati T dan Rathomi HS (2018). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung:
P2U-LPM Unisba

27
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai