Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh infeksi dari virus Dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang
ditemukan di negara tropis dan subtropis. Data WHO tahun 2009, kasus DBD di
dunia dalam 50 tahun meningkat sebanyak 30 kali lipat. Tercatat lebih dari 50 juta
kasus DBD dengan 2,5 miliyar penduduk di dunia tinggal di negara yang endemik
DBD dan 1,8 miliyar penduduk tersebut tinggal di benua Asia Timur Selatan,
termasuk di dalamnya adalah Indonesia.1

Demam berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)


sehingga mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan
kematian serta penyebarannya sangat cepat. Penyakit DBD telah menjadi penyakit
yang mematikan sejak tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di 436
kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia. Jumlah kematian akibat DBD tahun
2015 sebanyak 1.071 orang dengan total penderita yang dilaporkan sebanyak
129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75%
dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak
100.347 orang dengan IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90% (Kemenkes RI,
2016).

Di Kalimantan Tengah sampai pertengahan tahun 2018 terdapat 512 kasus


DBD, meningkat dari tahun 2017 sebanyak 499 kasus. Di Kalimantan Tengah
sampai pertengahan tahun 2018 terdapat 512 kasus DBD, meningkat dari tahun
2017 sebanyak 499 kasus. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan
permasalahan di Kotawaringin Timur dimana pada tahun 2017 Incidence Rate (IR)
penyakit DBD sebesar 29,6 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate
(CFR) sebesar 7,0 persen.

Salah satu pengendalian DBD yang dilakukan di Indonesia dan dapat


dilakukan oleh semua umur dan dari seluruh jenjang pendidikan adalah kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemerintah di Indonesia mencanangkan
pembudidayaan PSN secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan pesan inti 3M
plus dan mewujudkan terlaksananya gerakan 1 rumah 1 Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Keberhasilan kegiatan PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik
(ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kasus
penularan DBD (Kemenkes RI, 2016).

Oleh sebab itu, kami tertarik melakukan miniprojek berupa pencarian data
masyarakat yang positif terkena DBD dan mencari apakah terdapat kaitannya
tentang hubungan umur dengan derajat infeksi dengue pada pasien di seluruh
wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1 yaitu Sawahan, MB Hulu dan MB Hilir.

1.4 Rumusan Masalah


Apakah terdapat hubungan antara umur dengan derajat infeksi dengue pada
pasien di seluruh wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1 yaitu Sawahan, MB Hulu
dan MB Hilir.
pada bulan Januari-Juli tahun 2019

1.5 Tujuan Penelitian


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kejadian infeksi dengue pada laki-laki dan
perempuan diseluruh wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1 yaitu Sawahan, MB
Hulu dan MB Hilir.
2. Untuk mengetahui gambaran tingkat umur pasien pada infeksi dengue seluruh
wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1 yaitu Sawahan, MB Hulu dan MB Hilir
pada bulan Januari-Juli tahun 2019

1.6 Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi Puskesmas Ketapang 1 dalam mengambil kebijakan


lebih lanjut untuk penanganan infeksi dengue yang ada di Kabupaten
Kotawaringin Timur khususnya cakupan wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1
2. Menjadi masukan untuk pengembangan penelitian yang serupa yang
berkelanjutan tentang prevalensi DBD pada wilayah kerja Puskesmas Ketapang
1 Kotawaringin Timur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue


2.1.1 Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)


adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang di tularkan
melalui gigitan nyamuk.3

2.1.2 Etiologi
a. Agen

Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang


termasuk dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN4.
Keseluruhan serotipe tersebut ditemukan di Indonesia. Virus yang banyak
ditemukan di masyarakat adalah DEN3 dan DEN4 dimana tanda manifestasi
klinis yang menimbulkan gejala berat adalah serotipe DEN3. Infeksi pada
manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup
terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi
perlindugan sementara dan parsial terhadap serotipe yang lain.4

b. Vektor

Vektor sebagai penyebar virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti


dan beberapa vektor lain seperti Aedes albocpitus. Kedua jenis nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonsesia. Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti
mempunyai dasar hitam dengan bintik bintik putih pada bagian badan, kaki,
dan sayapnya. Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia dan nyamuk
aedes.5

Nyamuk Aedes aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling
efisien untuk Arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik (menyukai
darah) dan hidup dekat dengan manusia serta sering hidup di dalam
rumah.Wabah virus dengue juga disertai dengan keberadaan nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan banyak spesies kompleks Aedess
cutellaris. Setiap spesies ini mempunyai distribusi geografisnya masing-
masing, namun mereka adalah vektor epidemik yang kurang efiesien
dibanding Aedes aegypti. Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa
telur-telur Aedes aegypti dapat bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi
(pengawetan dengan pengeringan), kadang selama lebih dari satu tahun.5

Tabel 2.1 Toksonomi Nyamuk

Ae. Aegypti Ae. Albopictus

Kerajaan Animalia Animalia


Filum Arthropoda Arthropoda
Kelas Insecta Insecta
Ordo Diptera Diptera
Famili Culicidae Culicidae
Genus Aedes Aedes
Subgenus Stegomyia Stegomyia
Spesies A. aegypti A. albopictus
Nama lain Yellow Fever Mosquito; Asian Tiger Mosquito;
Egyptian Tiger Mosquito Forest day Mosquito

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi proses metabolismenya
menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Rata-rata
suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C, pertumbuhannya akan
terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C. kelembaban optimum dalam
kehidupannya adalah 70%-80%. Kelembaban dapat memperpanjang umur
nyamuk.Umumnya nyamuk akan meletakkan telurnya pada temperatur udara sekitar
20°C-30°C.5

a. Musim dan Curah hujan5


Peningkatan curah hujan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti,
demikian pula pada musim penghujan.Ini karena semakin banyak jumlah tempat
penampungan air yang dapat digunakan sebagai tempat perindukkan. Perubahan
musim akan berpengaruh pada frekuensi gigitannya atau panjang umur nyamuk dan
berpengaruh pula pada kebiasaan hidup manusia untuk lebih lama tinggal di dalam
rumah pada waktu musim hujan.
b. Sanitasi Lingkungan5
Sanitasi lingkungan mempengaruhi tempat perkembangbiakkan nyamuk Aedes
aegypti terutama tempat-tempat penampungan air sebagai media breeding place
nyamuk. Seperti bak mandi atau WC, gentong, tempayan, vas bunga, tempat minum
burung, kaleng bekas dan dan lain-lain. Tempat penampungan air berisi air jernih dan
ada di dalam rumah serta tidak terkena sinar matahari langsung adalah tempat yang
disukai nyamuk.
c. Kepadatan dan mobilitas penduduk5
Kepadatan dan mobilitas penduduk ikut menunjang penularan DBD, semakin padat
penduduk maka semakin mudah penularan DBD. Jarak antara rumah mempengaruhi
penyebaran nyamuk dari suatu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah,
maka semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah sebelah. Mobilitas memudahkan
penularan dari satu tempat ketempat lain dan biasanya penyakit menular dimulai dari
suatu pusat sumber penularan kemudian mengikuti lalu lintas penduduk. Makin ramai
lalu lintas itu, makin besar kemungkinan penyebaran.

2.1.3 Epidemiologi
Data WHO tahun 2009, kasus DBD di dunia dalam 50 tahun meningkat
sebanyak 30 kali lipat. Tercatat lebih dari 50 juta kasus DBD dengan 2,5 miliyar
penduduk di dunia tinggal di negara yang endemik DBD dan 1,8 miliyar penduduk
tersebut tinggal di benua Asia Timur Selatan, termasuk di dalamnya adalah
Indonesia.1
Demam berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga
mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian
serta penyebarannya sangat cepat. Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang
mematikan sejak tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota
pada 33 provinsi di Indonesia. Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015 sebanyak
1.071 orang dengan total penderita yang dilaporkan sebanyak 129.650 orang. Nilai
Incidens Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate
(CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan
IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90%.1

Di Kalimantan Tengah sampai pertengahan tahun 2018 terdapat 512 kasus


DBD, meningkat dari tahun 2017 sebanyak 499 kasus. Di Kalimantan Tengah
sampai pertengahan tahun 2018 terdapat 512 kasus DBD, meningkat dari tahun
2017 sebanyak 499 kasus. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan
permasalahan di Kotawaringin Timur dimana pada tahun 2017 Incidence Rate (IR)
penyakit DBD sebesar 29,6 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate
(CFR) sebesar 7,0 persen.
2.1.4 Patofisiologi
 Daur Hidup Nyamuk5

Gambar 2.1 Daur Hidup Nyamuk Aedes Aegypty

a. Telur5
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk lonjong, berwarna hitam dan terdapat
gambaran seperti anyaman (sarang lebah).Telur diletakkan oleh nyamuk betina
secara terpisah-pisah di tengah atau di tepi permukaan air jernih yang
tenang.Nyamuk betina ini akanada digenangan air jernih baik di rumah maupun
di luar rumah. Tempat-tempat ini dikenal sebagai tempat perindukkan
(perkembang biakkan).Tempat perindukkan biasanya terlindung dari pancaran
sinar matahari secara langsung dan mengandung air jernih.Telur ini akan
berumur 1-2 hari yang kemudian menetas, apabila kondisi memungkinkanya itu
terdapat genangan air. Tapi pada keadaan kering, telur dapat bertahan lama
bahkan dapat bertahan sampai bertahun-tahun.
b. Larva (Jentik)5
Larva nyamuk berbentuk seperti cacing, aktif bergerak dengan gerakan-gerakan
naik kepermukaan dan turun ke dasar secara berulang-ulang. Larva ini makan
mikroba di dasar genangan dan disebut sebagai permakan di dasar (ground
feeder).
c. Pupa atau Kepompong5
Pupa Aedes aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu seperti koma,
bersifat aktif dan sensitif terhadap gerakan dan cahaya.Biasanya pupa terbentuk
pada sore hari dan umurnya hanya dua hari untuk segera menjadi nyamuk
dewasa.
d. Nyamuk dewasa5
Setelah keluar dari kepompong, nyamuk beristirahat di kulit kepompong untuk
sementara waktu, setelah sayapnya kuat ia mulai terbang untuk mencari mangsa
atau makanan. Nyamuk betina menghisap darah yang diperlukan untuk
mematangkan telur agar dapat menetas dan apabila dibuahi oleh nyamuk jantan.
Proses pencarian darah biasanya pada pagi hingga siang hari.Aktivitas menggigit
dimulai pada pagi hari yakni antara jam 09.00-10.00danpada sore hari jam 16.00-
17.00. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang-
ulang dan setelah menghisap, maka akan hinggap dan istirahat di dalam rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya.Kemampuan terbang nyamuk
dewasa adalah 40 atau maksimal 100 m.
e. Host5
Manusia adalah pejamu (host) pertama yang dikenai virus, meskipun studi telah
menunjukkan bahwa monyet pada beberapa bagian dunia dapat terinfeksi dan
mungkin bertindak sebagai sumber virus untuk nyamuk penggigit.Virus masuk
dalam sirkulasi darah manusia danmenginfeksi manusia.Virus kemudian
berkembang di dalam tubuhnya selama periode 8-10 hari. Dapat ditularkan
kemanusia lain selama manusia tersebut digigit atau dihisap darahnya. Lama
waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik ini tergantung pada kondisi
lingkungan khususnya suhu sekitar.
 Patogenesis6
Menurut hipotesis infeksi sekunder, sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan
terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan
menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,
proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus
dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan
kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga
serosa.6
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor
dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses
ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.6
Gambar 2.2 Patofisiologi DBD

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :7
 Demam tidak terdiferensiasi
 Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7
hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie
atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue
positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam
dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
 DBD (dengan atau tanpa renjatan)
Gambar 2.3 Alur diagnosa Grade DBD

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun


1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.8
1.Kriteria Klinis 8
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,
petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan
diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini
diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5
menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial
pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi
persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.
2. Kriteria Laboratorium8
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
3.Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan
juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali
dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab
dan dingin serta gelisah.
Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali
dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan
denyut nadi yang tidak terdeteksi.

2.1.6 Penatalaksanaan

Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif,


yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.9

1.Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :


a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah
garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus
diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan
diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
2. Penatalaksanaan pada pasien syok :9
a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat dan
dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam,
serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama
selanjutnya tiap 24 jam. Nilai normal Hemoglobin :
 Anak-anak : 11,5 – 12,5 gr/100 ml darah
 Laki-laki dewasa : 13 – 16 gr/100 ml darah
 Wanita dewasa : 12 – 14 gr/100 ml darah
Nilai normal Hematokrit :
 Anak-anak : 33 – 38 vol %
 Laki-laki dewasa : 40 – 48 vol %
 Wanita dewasa : 37 – 43 vol %
Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi
transfusi darah.
Gambar 2.4 Alur tatalaksana DBD
2.1.7 Pencegahan
Demam berdarah merupakan penyakit yang menyebabkan kematian,
beban ekonomi dan sosial dan perlu adanya tindakan pencegahan.
Pencegahannya dapat dilakukan pada diri sendiri dan pada lingkungan.
Beberapa prinsip dalam pencegahan DBD adalah sebagai berikut :10
a. Memutus rantai penularan dengan mengendalikan vector yaitu
nyamuk aedes aegypti.
b. Melakukan pemberantasan pada sarang nyamuk di pusat daerah
penyebaran dan penularan DBD yang tinggi seperti di lingkungan rumah
dengan penduduk yang padat. Berdasarkan data yang didapat dari WHO,
terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah DBD:10
1) Manajemen berbasis lingkungan
Semua perubahan yang dilakukan dalam upaya mencegah atau meminimalkan
perkembangbiakan vector, sehingga kontak manusia dengan vector dapat berkurang.
Adapula beberapa kegiatan berbasis lingkungan yang dapat dilakukan seperti program
PSN dengan 4M Plus. Pada program 4M Plus kita dapat yang dapat kita lakukan yaitu
menguras secara teratur seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat penampungan air
serta menimbun sampah-sampah yang berpotensi sebagai tempat berkembangnya
jentik dan mengubur kalengkaleng bekas, plastik, dan barang bekas lainnya yang dapat
menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, dan terakhir adalah
maemantau tempattempat yang dapat menampung air. Untuk plus nya yang dapat
dilakukan adalah menaburkan bubuk abate pada bak penampungan air yang sulit kita
jangkau, tidak membiasakan menggantung baju sembarangan agar nyamuk tidak
berkembang disana, memakai lotion nyamuk tidak hanya malam hari, memakai
kelambu saat tidur, menggunakan insektisida pada ruangan, memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi.10
2) Kontrol biologis
Untuk memutus siklus hidup nyamuk dapat dilakukan dengan membasmi vector pada
tahap larva. Kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan ikan pemakan larva
nyamuk.
3) Manajemen secara kimiawi
Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan dilakukan pengasapan/fogging yang
berguna untuk membunuh nyamuk dewasa, sedangkan untuk membunuh jentik
nyamuk menggunakan abate.

2.2 Sikap
Menurut Notoatmodjo, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terdahap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2007).
Mengacu pada teori Health Belief Model, dalam menjelaskan dan
memprediksi perilaku kesehatan seseorang, perlu dipertimbangkan sikap dan
persepsi seseorang. Perilaku pencegahan penyakit didefinisikan sebagai aktifitas
yang dilakukan oleh seorang individu yang percaya bahwa dirinya sehat, dalam
rangka mencegah penyakit atau deteksi dini saat berada pada keadaan tanpa gejala.
Pengaruh pola gaya hidup dan kesehatan paling dipengaruhi oleh usia. Perilaku
seseorang untuk berubah dalam rangka mendapatkan hidup yang sehat tentunya
dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu sikap dan persepsi seseorang
(Greene, 1984).
Dalam prosesnya, ketika seorang individu mendapatkan informasi mengenai
upaya pencegahan suatu penyakit, maka individu tersebut akan melakukan upaya
tersebut dengan terlebih dahulu memiliki persepsi: 1) Sadar bahwa individu
tersebut berpeluang terkena penyakit tersebut (Perceived Susceptibility), 2)
Individu tersebut menimbang keseriusan penyakit tersebut serta konsekuensinya.
(Perceived Severity), 3) Individu tersebut percaya bahwa melakukan upaya
pencegahan dapat membuatnya terhindar dari penyakit tersebut (Perceived
Benefits), 4) Individu menimbang kerugian atau pengorbanan dalam melakukan
upaya pencegahan tersebut serta memikirkan cara agar dapat mengecilkan
kerugian. (Perceived Barriers), 5) Individu menerima pengingat-pengingat dari
pemberi informasi dalam bentuk benda-benda dengan pesan-pesan informasi
(Cues to Action), dan 6) Individu menerapkan upaya pencegahan penyakit dengan
benar (Self-Efficacy) (Rosenstock, 1974).

2.3 Tindakan

Tindakan ataupun sering dikatakan sebagai perilaku dari pandangan biologis


merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi,
perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Oleh sebab itu, perilaku manusia mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Analisis dari Green yang
dikutip Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor
pokok yaitu, faktor perilaku (behavior causes) dan faktor non perilaku (non
behaviour causes). Sedangkan perilaku itu sendiri, khusus perilaku kesehatan
dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yakni:
 Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari
seseorang.
 Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan
fisik.
 Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya
keluarga dan teman sebaya.
Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat
sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu
penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk.
Tindakan adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari
batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk,
yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan
nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret).
Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan
tindakan yang dilakukan makhluk hidup (Notoatmodjo, 2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yang merupakan penelitian explanatory yang didesain sebagai penelitian analitik -
korelatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan pendekatan
observasi atau pengumpulan data yang dilakukan pada waktu yang sama. Penelitian
cross sectional adalah jenis penelitian dimana menekan waktu pengukuran/observasi
data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat, jadi tidak ada
tindak lanjut. Analisis data dimulai dengan analisi data univariat untuk melihat angka
kejadian dan karakteristik pasien yang terkena infeksi dengue di wilayah kerja
Puskesmas Ketapang 1 bulan Januari-Juli 2019, yang kemudian dilanjutkan dengan
analisis bivariat untuk menguji apakah adanya hubungan antara kelompok umur
dengan derajat infeksi dengue menggunakan uji Chi Square.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

 Tempat penelitan : Penelitian ini akan Puskesmas Ketapang 1, Kabupaten


Kotawaringin Timur
 Waktu penelitian : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari-Juli 2019.

3.3 Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien yang menderita infeksi dengue di
Puskesmas Ketapang 1 pada bulan Januari-Juli 2019 yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
3.4 Sampel, Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Sampling
3.4.1 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan pada suatu ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya.
3.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
pasien Puskesmas Ketapang 1 yang telah didiagnosis secara klinik dan laboratorium
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini meliputi : adalah pasien dengan data yang tidak lengkap, pasien dengan
riwayat penyakit TB Paru dan DM.

3.5 Tata Urutan Kerja


1. Pengumpulan data sekunder
2. Pengolahan data yang akan disajikan ke dalam grafik dan tabel
3. Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan data
4. Melakukan pemecahan masalah
5. Penyusunan laporan diagnosis komunitas
3.6 Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang diambil adalah data
kejadian demam berdarah di cakupan wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1 Kabupaten
Kotawaringin Timur pada bulan Januari sampai dengan Juli tahun 2019.

3.7 Analisis Data


Analisis data dihitung menggunakan program SPSS 23 kemudian disajikan
dalam bentuk grafik.
BAB IV
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

4.1.Kerangka Teori

Status Pelayanan Host (manusia)


kesehatan Daya tahan, umur,
ekonomi
jenis kelamin

pendidikan Tingkat
pengetahuan

sikap

Perilaku PSN Kejadian


DBD

Environtment
(lingkungan)

Agent (penyebab
nyamuk
penyakit)

Gambar 4.1 Kerangka Teori


4.2. Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Usia penderita derajat infeksi

≤5th & >5 th dengue(DD&DBD)

Gambar 4.2. Kerangka konsep penelitian

4.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara usia dengan derajat infeksi dengue.


BAB V
ANALISIS SITUASI, HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Puskesmas Ketapang 1


5.1.1 Latar Belakang

Visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas adalah tercapainya


kecamatan sehat 2016 yang merupakan gambaran masyarakat, masa
depan yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan sehat
dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, puskesmas juga melaksanakan upaya-
upaya kesehatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Dengan upaya tersebut diharapkan terwujud tujuan pembangunan
kesehatan dengan tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal.
Puskesmas Ketapang I merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas
Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya.
Puskesmas Ketapang I beralamat di Jalan Jenderal A. Yani No.35 Sampit,
Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur
Provinsi Kalimantan Tengah.

5.1.2 Visi, Misi, Motto

Visi Puskesmas Ketapang I adalah:


Menjadikan Puskesmas yang berkualitas menuju terwujudnya
masyarakat sehat di wilayah Puskesmas Ketapang I
Misi Puskesmas Ketapang I adalah:
a) Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan,menjadikan puskesmas sebagai
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan dimasyarakat.

b) Memberdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat agar bisa


mandiri di bidang kesehatan.

c) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang


bermutu,manusiawi,serta terjangkau dan menjangkau ke seluruh
lapisan masyarakat.

d) Menjalin dan meningkatkan kemitraan dengan semua pihak yang


terkait dalam bidang kesehatan,baik perorangan ,keluarga,dan
kesehatan masyarakat,beserta lingkungannya.
e) Meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait dengan
pelayanan kesehatan.
Motto/Semboyan:
Tata Nilai Puskesmas Ketapang I  CAKAP
C = Cepat mengambil keputusan
A = Akurat dalam memberikan tindakan
K = Komunikatif dalam memberikan informasi
A = Aman dalam bertindak berdasarkan prinsip keselamatan kerja
P = Pelayanan kesehatan secara prima dengan senyum sapa salam sopan santun

Gambaran Umum Puskesmas Ketapang I, sebagai berikut:


1. Kependudukan

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ketapang 1 berdasarkan


pendataan yang di lakukan pada tahun 2018 adalah sebanyak 44.587
jiwa,tersebar di tiga kelurahan.penduduk terpadat berada di kelurahan MB
Hilir yaitu berjumlah 19.167 jiwa.Terpadat kedua berada di kelurahan MB
Hulu yaitu berjumlah 18.242 Jiwa.dan yangg paling sedikit berada di
kelurahan Sawahan yaitu berjumlah 7.178 Jiwa.

2. SosialEkonomi

a. Pendidikan

Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Ketapang I sebagian


besar berpendidikan Tamat SLTA/ sederajad (34,49%).

b. Mata PencaharianPenduduk

Sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I profesi


sebagai Pedagang (60%), Pegawai Negeri/ Buruh (30%), Swasta (10%).

c. Agama

Sebagian besar penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas


Ketapang I merupakan pemeluk agama Islam.

5.1.3 Kondisi Geografi

a. Batas Wilayah
Puskesmas Ketapang I merupakan salah satu dari Puskesmas yang
ada di Kabupaten Kotawaringin Timur yang secara geografis
berbatasan dengan:
Utara :Kelurahan Baamang Hilir (Kecamatan
Baamang)
Timur : Sungai Mentaya (Kecamatan Seranau)
Selatan :Kelurahan Ketapang (Wilayah kerja Puskesmas
Ketapang II)
Barat : Kelurahan Pasir Putih (wilayah Kerja
Puskesmas Pasir Putih)
b. Luas Wilayah
Puskesmas Ketapang I mempunyai wilayah kerja yang meliputi
sebagian besar daerah perkotaan dengan luas kurang lebih 36km2.
Terdiri dari 3 kelurahan yaitu:
a. Kelurahan Mentawa Baru Hulu

b. Kelurahan Mentawa Baru Hilir

c. Kelurahan Sawahan

5.1.4 Kependudukan

Berdasarkan hasil pendataan dari Kelurahan / Desa dan Kecamatan, jumlah


kependudukan di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I tahun 2018 berjumlah
44.587 jiwa.tersebar di 3 kelurahan penduduk terpadat berada di kelurahan MB
Hilir yaitu berjumlah 19.167 jiwa.terpadat kedua berada di kelurahan MB Hulu
yaitu sebanyak 18.242 jiwa,dan yang paling sedikit berada di Kelurahan
Sawahan yaitu berjumlah 7.178 jiwa.

Tabel 4.1 PRESENTASI TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS


KETAPANG 1 TAHUN 2018

NO Jenis Tenaga Puskesma UP PUSTU/POLIND Sekola Jumla


s F ES h h
Semu
KI
a
A

1 Dokter umum 2 00 - - 2

2 Dokter Gigi 2 0 - - 2
3 Bidan 3 7 2 11

4 Perawat 11 1 1 0 14

5 Perawat Gigi 1 0 1 0 1

6 Gizi 1 0 - - 1

7 Sanitasi 2 0 - - 2

8 Farmasi 1 0 - - 1
Apoteker

9 Analis 1 0 - - 1

10 Cleaning 1 1 0 0 2
cervice

11 Securiti 1 1

12 Pengadministra 3 0 0 0 3
si

jumla 27 9 2 2 42
h
4%
4% ISPA
5%
24% HIPERTENSI
6% DIABETES MELLITUS
DISPEPSIA
7% MIALGIA
TB PARU
7% FARINGITIS
FEBRIS
23%
9% GASTRITIS
DISLIPIDEMIA
11%

Grafik 4.1 10 Jenis Penyakit Terbanyak di Puskesmas Ketapang 1 Tahun 2018


5.2 Hasil Penelitian
Tabel 1. Deskripsi Umur dengan Penderita Infeksi Dengue

kelompok usia
Frequency Percent
Valid >5 tahun 19 70,3 %
≤5 tahun 8 29,7 %
Total 27 100,0%

Tabel 1 menunjukkan bahwa pasien yang mengalami infeksi dengue di


Puskesmas Ketapang 1 sebanyak 19 pasien diatas 5 tahun dengan persentase 90,5%
dari total pasien selama bulan Januari-Juli 2019.

Tabel 2. Deskripsi Jenis Kelamin dengan Infeksi Dengue


jenis kelamin
Frequency Percent
Valid Perempuan 18 66,7 %
laki laki 9 33,3 %
Total 27 100,0%

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada hasil penelitian ini, sebanyak 18 pasien atau
66,7% dari jumlah pasien yang terkena infeksi dengue adalah perempuan, sedangkan
9 pasien atau 33,3% berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 5. Hubungan Antara Kelompok Usia dengan Derajat Infeksi
Chi-Square Tests
Value df Nilai P
Pearson Chi-Square ,118a 1 ,731

Pada uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara
umur dengan derajat infeksi dengue (p=0,731).

5.3 Pembahasan
5.1.1 Hubungan Faktor Usia Terhadap Kejadian Demam Berdarah

Gambaran jenis kelamin pasien dengan derajat infeksi Dengue menunjukkan


bahwa responden perempuan memiliki persentase 66,7% menderita infeksi dengue
dimana lebih banyak daripada laki-laki yang berjumlah 33,3%%. Dimana tidak
terlihat perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
lain yang menunjukkan bahwa tidak terdapat kerentanan terhadap serangan DBD
berkaitan dengan jenis kelamin (Meisyaroh M., Askar M., 2013). Penelitian lain
yang serupa juga menyatakan bahwa dalam kelompok jenis kelamin menyatakan
bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak
tergantung jenis kelamin. Penelitian lain dengan hasil berbeda dilakukan di
Banjarmasin menemukan kasus DBD lebih banyak terjadi pada laki-laki (147
orang) dibandingkan dengan perempuan (98 orang). Beberapa perbedaan antara
jenis kelamin laki-laki dengan perempuan salah satunya adalah faktor mobilitas.
Laki-laki pada dasarnya lebih banyak menghabisakan waktunya di luar rumah,
sehingga risiko untuk tergigit nyamuk semakin besar (Kasman & Ishak, 2018)

Hasil uji statistik yang menilai hubungan umur dengan derajat infeksi Dengue
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan
derajat infeksi dengue. Hasil ini menunjukkan bila pembentukan antibodi spesifik
terhadap antigen sudah sempurna maka tubuh memiliki imunitas yang tinggi untuk
melawan infeksi virus. Maka tidak semua anak umur < 5 tahun memiliki imunitas
yang rendah sehingga rentan terhadap penyakit.4 Respon imun dengan spesifitas
dan memori imunologik yang tersimpan dalam sel dendrit dan kelenjar limfe belum
sempurna. Selain itu, fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu masih kurang. Sehingga sekresi sitokin oleh makrofag akibat
infeksi virus kurang yang menyebabkan kurangnya produksi interferon (IFN) yang
berfungsi menghambat replikasi virus dan mencegah penyebaran infeksi ke sel
yang belum terkena.8,11 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina
Susmaneli,2011 bahwa Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan
didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun
angka kematian, hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
Meskipun DBD mampu dan terbukti menyerang tubuh manusia dewasa, namun
lebih banyak kasus ditemukan pada pasien anak-anak. Hal ini disebabkan karena
sistem kekebalan tubuh pada anak-anak masih kurang sehingga rentan terhadap
penyakit dan aktivitas anak-anak lebih banyak diluar rumah pada siang hari,
sedangkan nyamuk aedes aegypti menggigit pada siang hari. Selain itu Anak
mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk mengalami DBD dibandingkan
dengan orang dewasa dimungkinkan karena pembuluh darah bayi dan anak-anak
lebih permeable (berpori) dibandingkan dengan dewasa.

5.1.2 Kelemahan Penelitian

Kelemahan dan keterbatasan penelitian ini adalah kurang lengkapnya data dari
responden sehingga akan lebih baik lagi bila data ini meliputi status gizi pasien
serta penjabaran derajat infeksi demam berdarah. Karena status gizi kurang rentan
terhadap infeksi virus dengue karena memiliki imunitas selular rendah sehingga
respon imun dan memori imunologik belum berkembang sempurna. Begitu pula
dengan derajat Demam Berdarah pun terbagi lagi menjadi 4 derajat, salah satunya
adalah DSS, dimana penjabaran hasil akan lebih spesifik bila diikuti dengan
derajat infeksi Demam Berdarah.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada bulan Januari-Juli 2019 didapatkan 27 pasien yang terdiagnosis
sebagai Infeksi Demam Berdarah Dengue, dengan jumlah pasien 18
perempuan dan 9 laki-laki. Selain itu didapatkan pula hasil sebanyak
70,3% pasien berusia diatas 5 tahun, sisanya kurang dari sama dengan
5 tahun.
2. Tidak didapatkannya hubungan antara kelompok usia dengan derajat
infeksi dengue pada pasien di Puskesmas Ketapang 1 bulan Januari-Juli
2019.
6.2 Saran
1. Untuk Dinas Kesehatan dan Puskesmas Ketapang 1 Kabupaten
Kotawaringin Timur:
a. Perlu dikembangkan upaya-upaya yang lebih lanjut untuk
menurunkan angka kejadian infeksi dengue baik di Kabupaten
maupun di lingkup lebih kecil yaitu cakupan wilayah kerja puskesmas
Ketapang 1 dengan membentuk gerakan masyarakat untuk
melakukan pencegahan 4M dan meningkatkan profesionalisme
petugas kesehatan.
b. Perlu menjalin kemitraan antara pemerintah dengan berbagai
kalangan dengan Lintas Program dan Lintas Sektor terkait serta
organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam rangka
penggerakan peran serta aktif masyarakat dalam mencegah infeksi
dengue.
2. Untuk masyarakat
Agar dapat ikut serta secara aktif dalam program pencegahan infeksi
dengue melalui perubahan sikap dan peningkatan pengetahuan tentang
infeksi dengue.
3. Untuk bidang keilmuan
Agar dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk menganalisis faktor-faktor
lainnya yang berhubungan dengan infeksi dengue.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai