Disusun oleh:
dr. Putu Eka Novantara
dr. Angga Permana Darma S
dr. Yuny Hafitry
dr. Gusti Legawa
dr. Deviani Nur Amalina
ii
MINI PROJECT
Disusun oleh:
dr. Putu Eka Novantara
dr. Angga Permana Darma S
dr. Yuny Hafitry
dr. Gusti Legawa
dr. Deviani Nur Amalina
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas mini project ini.
Penulisan mini project ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
tugas program dokter internship. Kami menyadari sangat sulit bagi kami untuk
menyelesaikan mini project ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
penelitian mini project ini. Bersama ini kami menyampaikan terimakasih yang
3. Kepala Program PTM Puskesmas Cikaum Lia yang telah menyediakan waktu,
tenaga dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan mini project
ini.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan mini project
ini.
Penulis menyadari bahwa mini project ini masih banyak kekurangan. Saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk membuat mini project
ini menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa
iv
berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
v
BAB I
PENDAHULUAN
Tekanan darah tinggi (Hipertensi) merupakan tantangan besar, tidak hanya di negara
barat tetapi juga di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan di
mencapai 26,5%. Berdasarkan data tersebut, dari 26,5% pasien hanya 1/3 pasien yang
terdiagnosis menderita hipertensi dan 0,7% yang mendapatkan pengobatan. Hal ini
menggambarkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya hipertensi dan perlunya
Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 130 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.2 Peningkatan tekanan
darah yang terus menerus dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan kerusakan pada
organ tubuh seperti ginjal, jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang teratur. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter, pemerintah,
swasta maupun masyarakat, terutama tingkat pengetahuan dan prilakunya diperlukan agar
Ada dua jenis terapi yang dapat dilakukan untuk mengontrol hipertensi yaitu terapi
farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan
obat-obatan antihipertensi yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan terapi
non farmakologis yang meliputi modifikasi diet, menghindari minuman berkafein dan
6
beralkohol, meningkatkan aktivitas fisik atau olahraga, mengurangi kelebihan berat badan,
antara pasien dan dokter yang menanganinya. Salah satu faktor yang menentukan
dan perilaku merupakan salah satu faktor penyebab tingginya angka hipertensi.5 Hal ini
Hal ini disebabkan karena hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak
dialami oleh masyarakat tanpa ada gejala yang signifikan dan juga merupakan penyakit yang
menimbulkan penyakit lain yang berbahaya bila tidak diobati secepatnya..
Berdasarkan dari data rekapan program kegiatan puskesmas keliling selama tahun
2018, bahwa kasus penyakit tidak menular, khususnya penyakt Hipertensi yang beradaa di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikaum, di Desa Pasirmuncang menduduki peringkat
pertama dengan tingkat kejadian Hipertensi paling banyak.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Perilaku terhadap Angka Kejadian Hipertensi di
Desa Pasirmuncang di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikaum.
7
3. Bagaimana hubungan tingkat pedidikan dan perilaku masyarakat terhadap tingkat
kejadian hipertesi di desa pasie mucang wilayah uptd Puskesmas Cikaum periode
November 2018.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pedidikan dan perilaku
masyarakat terhadap tingkat kejadian hipertesi di desa pasir mucang wilayah UPTD
1. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi penulis dalam
b. Untuk memenuhi salah satu tugas peneliti dalam menjalani program internship
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1. Definisi
2.1.2. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health Organization
(WHO), International Society of Hypertension (INH), European Society of Hypertension
(ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian Hypertension Education Program
(CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.7
Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥ 18 tahun.
Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, dalam keadaan duduk,
pada dua kunjungan atau lebih. Prehipertensi tidak termasuk dalam kategori penyakit tetapi
berfungsi untuk mengidentifikasi individual yang beresiko untuk terjadi hipertensi agar
dokter dan pasien dapat mengambil langkah prevensi terhadaap peningkatan tekanan darah
lebih lanjut. Individu pada kelompok ini tidak disarankan untuk mendapatkan pengobatan
9
tetapi cukup dengan hanya memodifikasi pola hidup untuk menurunkan resiko mengalami
penyakit hipertensi pada masa akan datang. 8
2.1.3. Epidemiologi
Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia dan
meningkat pada usia lebih dari 60 tahun.9 Prevalensi hipertensi mencapai 1 miliyar di dunia
dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap tahunnya.10 Angka kejadian
hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun 2025.5 Secara umum angka
kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara maju.12
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%.13
Prevalensi hipertensi juga tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari dan
kriteria yang digunakan.Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam.
Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan
setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan hormone saat
menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi
hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30 tahun
menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun.6
10
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi:
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot
polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir baik dalam
meningkatkan resistensi perifer maupun peningkatan
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron.14
2.1.5. Patogenesis
Hipertensi terjadi apabila keseimbangan antara curahan jantung dan tahanan perifer
terganggu.25 Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang
mempengaruhi rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer, dapat
dilihat pada gambar:8
Sejumlah faktor secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi, termasuk asupan
garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan kepadatan.Faktor ini
penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan bertambahnya usia pada
masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan darah menurun dengan bertambahnya
usia pada kebudayaan yang lebih primitif.6
11
Gambar 2.1. Faktor-Fakor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah8
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal.8
Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen dari populasi hipertensi essensial.
Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis garam ini, dengan aldosteronisme
primer, stenosis arteri renalis bilateral, penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial
rendah-renin bertanggung jawab terhadap sekitar separuh pasien. Sisanya, patofisiologinya
masih belum diketahui tetapi terdapat beberapa postulated contributing factors termasuk
asupan klorida, asupan kalsium, defek membran sel yang menyeluruh, resistensi insulin dan
nonmodulation.7
Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi disimpulkan
bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa ion
klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini berdasarkan observasi pemberian garam
natrium bebas klorida pada hewan coba hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal
menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk
hipertensi esensial. Asupan kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah
pada penelitian epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada
beberapa penderita hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan
obat hipertensi yang efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara
bentuk hipertensi yang sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan
beban garam dan defek kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder
dalam faktor natriuretik sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digi-
talis, menghambat ATPase kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian
mengakibatkan akumulasi Icalsium, intraseluler dan otot polos vaskuler hiperreaktif.6
12
c) Defek Membran Sel
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek membran
sel yang menyeluruh. Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan perubahan
membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin
semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat
akumulasi kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas
vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor.6
d) Resistensi Insulin
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari empat
mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa, tetapi tidak
semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya jaringan yang terlibat
dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian menimbulkan hiperinsulinemia.
Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut)
dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan
kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder
terhadap kerja mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui
membran sel, dengan demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari
jaringan vaskuler atau ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan
arteri ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis
defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam
13
mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu,
potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas.6
e) Nonmodulation
Ini adalah kelompok individu dengan hipertensi yang sensitive terhadap garam tetapi
penurunan respon adrenal terhadap restriksi sodium. Pada individual ini, asupan garam tidak
mempengaruhi respon vascular dari adrenal ataupun renal terhadap angiotensin II. Individu
ini mempresentasi 25 – 30% dari populasi hipertensi, dimana aktivitas plasma reninnya
normal atau tinggi jika diukur pada individu dengan diet rendah garam, dan adalah hipertensi
sensitive garam karena defek pada ginjal untuk mensekresi garam dengan sempurna.
Nonmodulation ini lebih sering dietemukan pada pria dan wanita posmenopause.6
f) Genetik
Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi
familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan
koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor genetik dalam
penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen populasi
hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa keturunan
mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik.6
14
3) Syndrome of apparent minerelocorticoid excess (AME) yang disebabkan oleh defek
pada renal 11-hydroxysteroid dehydrogenase. Pada pasien ini protective conversion
dari corstisol kepada cortisone yang tidak aktif tidak terjadi, dan cortisol lokal
bergabung dengan receptor minerelocorticoid pada renal.6
2.1.6. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina / infark miokardium, gagal jantung), otak
(strok, transient ischemic attack), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, retinopati.6
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ – organ tersebut
dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibodi aterhadap reseptor AT I angiotensinogen II, stres
oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain – lain.
Jantung
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan tibulnya penyakit kardiovaskular.
Faktor resiko :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau LFG < 60 mL/menit
7. Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki <
55 tahun, perempuan < 65 tahun)8
Penyakit jantung adalah penyebab kematian yang paling umum pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensif merupakan adaptasi fungsi dan struktur yang
mengarah pada hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, gagal jantung kronik,
abnormalitas gangguan darah akibat penyakit jantung koroner aterosklerotik, penyakit
mikrovaskuler, dan aritmia jantung.6
15
Baik faktor genetik maupun hemodinamik berpengaruh terhadap hipertrofi ventrikel
kiri.Seseorang dengan hipertrofi ventrikel kiri beresiko tinggi untuk strok, gagal jantung
kronik, dan mati mendadak.Pengendalian hipertensi yang agresif dapat menekan atau
melawan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dievaluasi dengan elektrokardiogram.6
Abnormalitas fungsi diastolik, meliputi penyakit jantung tanpa gejala sampai gagal
jantung yang jelas terlihat, umum ditemukan pada pasien hipertensi.Pasien dengan gagal
jantung diastolik memiliki fraksi ejeksi yang tetap, yang mana merupakan ukuran untuk
fungsi sistolik.Kurang lebih 1/3 dari pasien dengan gagal jantung kronik tidak memiliki
gangguan pada fungsi sistolik namun memiliki abnormalitas fungsi diastolik. Abnormalitas
fungsi diastolik merupakan konsekuensi awal dari penyakit jantung yang berhubungan
dengan hipertensi dan dipicu oleh hipertrofi dan iskemia ventrikel kiri. Fungsi diastolik dapat
dievaluasi dengan ekokardiografi dan angiografi radionuklir.6
Otak
Hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk infark dan perdarahan otak.Kurang lebih
85 % dari pasien stroke disebabkan infark dan sisanya disebabkan perdarahan, baik
intraserebral maupun sub araknoid.Insidensi strok meningkat secara progresif dengan
meningkatnya tekanan darah, khususnya pada tekanan sistolik individu berusia > 65 tahun.
Pengobatan hipertensi secara pasti menurunkan resiko strok baik iskemik dan perdarahan.6
Hipertensi juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada populasi usia
lanjut, dan penelitian longitudinal memberi kesan bahwa adanya hubungan antara hipertensi
usia pertengahan dengan penurunan kognitif usia lanjut. Gangguan kognitif yang
berhubungan dengan hipertensi dan pikun bisa jadi merupakan sebuah konsekuensi dari
infark tunggal akibat penyumbatan pada pembuluh darah besar atau infark lakunar yang
banyak akibat penyumbatan pembuluh darah kecil yang berdampak iskemia substansi alba
sub kortikal. Beberapa uji klinis menyatakan bahwa terapi anti-hipertensif memiliki efek
menguntungkan pada fungsi kognitif, walaupun hal ini masih dalam penyelidikan.6
Aliran darah serebral tetap tidak berubah di sekitar jarak luas tekanan arteri ( tekanan
arteri rata-rata 50 – 150 mmHg) melalui sebuah proses yang disebut autoregulasi aliran darah.
Pada pasien dengan sindroma klinis hipertensi maligna, ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan autoregulasi aliran darah serebral pada ambang batas atas tekanan, yang
mengakibatkan vasodilatasi dan hiperperfusi. Gejala dan tanda ensefalopati hipertensif dapat
meliputi sakit kepala berat, mual dan muntah ( biasanya proyektil), tanda neurologis fokal,
16
dan perubahan status mentalis. Tidak diobati, ensefalopati hipertensif dapat berkembang
menjadi stupor, koma, kejang, dan kematian dalam hitungan jam. Sangat penting untuk
membedakan ensefalopati hipertensif dari sindroma neurologis yang mungkin berhubungan
dengan hipertensi, seperti iskemia serebral, strok perdarahan atau trombotik, gangguan
kejang, lesi massa, pseudotumor cerebri, delirium tremens, meningitis, porfiria intermiten
akut, kerusakan otak akibat trauma atau zat kimia, dan ensefalopati uremikum.6
Ginjal
Penyakit ginjal primer adalah penyebab hipertensi sekunder paling umum.Sebaliknya,
hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk kerusakan ginjal dan Penyakit Ginjal Stadium
Akhir.Penigkatan resiko berhubungan dengan tekanan darah yang tinggi bertahap, terus –
menerus, dan ada pada seluruh distribusi tekanan darah di atas nilai optimal. Resiko ginjal
tampak lebih erat hubungannya dengan tekanan sistolik daripada diastolik, dan orang kulit
hitam lebih beresiko menjadi Penyakit Ginjal Stadium Akhir dibanding orang kulit putih pada
seluruh tingkat tekanan darah.6
Lesi vaskuler aterosklerotik yang berhubungan dengan hipertensi pada ginjal pada
awalnya mempengaruhi arteriol preglomerular, mengakibatkan perubahan iskemik pada
glomerulus dan struktur postglomerular.Kerusakan glomerulus dapat juga merupakan
konsekuensi dari kerusakan langsung pada kapiler glomerulus akibat hipoperfusi pada
glomerulus.Patologi glomerulus berkembang menjadi glomerulosklerosis, dan tubulus renalis
dapat juga menjadi iskemik dan secara perlahan menjadi atrofi. Lesi ginjal yang berhubungan
dengan hipertensi maligna terdiri dari nekrosis fibrinoid dari arteriol aferen, terkadang
memanjang hingga ke glomerulus, dan dapat mengakibatkan nekrosis fokal pada
glomerulus.6
Secara klinis, makroalbuminuria (rasio albumin/kreatinin sewaktu >300 mg / g) atau
mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin urin sewaktu 30 – 300 mg / g) adalah petanda
awala dari kerusakan ginjal. Ini juga merupakan faktor resiko untuk berkembanganya
penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler.6
Arteri perifer
Sebagai tambahan untuk yang berperan dalam patogenesi hipertensi, pembuluh darah
mungkin merupakan organ target penyakit aterosklerotik yang muncul akibat meningkatnya
tekanan darah dalam waktu yang lama.Pasien hipertensi dengan penyakit arteri pada tungkai
bawah memilki resiko yang meningkat untuk penyakit kardiovakular di masa
mendatang.Walaupun pasien dengan lesi stenosis pada tungkai bawah bisa jadi tanpa gejala,
17
klaudikasi intermiten adalah gejala klasik penyakit arteri perifer.Hal ini dikarakteristikan
dengan sakit nyeri pada betis atau bokong saat berjalan yang hilang dengan
beristirahat.Ankle-brachial Index adalah metode yang efektif untuk mengevaluasi penyakit
arteri perifer dan diartikan sebagai rasio tekanan sistolik arteri pada pergelangan kaki
terhadap lengan.Ankle-brachial index< 0,9 dianggap sebagai diagnosis penyakit arteri perifer
dan berhubungan dengan > 50 % stenosis pada paling tidak satu pembuluh darah utama
tungkai bawah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ankle-bracial index < 0,8
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik.6
2.1.7 Diagnosis
2.1.7.1 Anamnesis
Penilaian awal pasien hipertensi harus mencakup riwayat lengkap dan pemeriksaan
fisik untuk memastikan diagnosis hipertensi, menyaring faktor resiko penyakit kardiovaskuler
yang lain, menyaring penyebab sekunder hipertensi, identifikasi konsekuensi kardiovaskuler
dari hipertensi dan komorbid yang lain, menilai tekanan darah-berhubungan dengan gaya
hidup, dan menentukan kekuatan untuk intervensi.15
Kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala khusus yang dapat
merujuk pada peningkatan tekanan darahnya.Walaupun sangat lazim dianggap sebuah gejala
peningkatan tekanan arteri, sakit kepala secara umum terjadi hanya pada pasien dengan
hipertensi berat.Secara karakteristik,sakit kepala terjadi pada pagi hari dan terlokalisasi pada
daerah oksipital. Gejala tidak spesifik lainnya yang dapat berkaitan dengan peningkatan
tekanan darah termasuk pusing, berdebar – debar, mudah lelah, dan impotensi. Saat gejala
muncul, secara umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau manifestasi dari
hipertensi sekunder.15
5. Faktor resiko lain : perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes, inaktif
fisik
18
6. Bukti hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, perubhan penampilan, lemah otot,
berkeringat, berdebar – debar, tremor, erratic sleep, mendengkur, tidur di siang
bolong, gejala hipo- atau hipertiroid, pemakain agen yeng meningkatkan tekanan
7. Bukti kerusakan oragan target: riwayat serangan iskemik sementara, stroke, buta
sementara, sakit dada, infark miokard, gagal jantung kongestif, fungsi seksual
8. Komorbid lainnya
Pemeriksaan Fisik
Bentuk tubuh, termasuk tinggi dan berat badan, harus dicatat.Pada pemeriksaan awal,
tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi berbaring, duduk,
dan berdir untuk mengevasluasi hipotensi postural. Bahkan jika pulsasi femoralis normal
pada palpasi, tekanan arteri harus diukur paling tidak sekali di tungkai bawah pada pasien
yang hipertensi ditemukan sebelum usia 30 tahun. Denyut jantung harus dicatat.Seseorang
hipertensi mengalami peningkatan prevalensi fibrilasi atrium.Leher harus dipalpasi untuk
pembesaran kelenjar tiroid, dan pasien harus dinilai untuk tanda- tanda hipo- dan hipertiroi.
Pemerikasaan pembuluh darah dapat memeberikan petunjuk tentang penyakit vaskular yang
mendasari dan harus mencakup pemeriksaan funduskopi, aukultasi untuk bising pada arteri
karotis dan femoralis., dan palpasi pada pulsasi femoralis dan pedalis. Retina adalah satu-
satunya jaringan yang mana arteri dan arteriol dapat diperiksa secara langsung.Dengan
meningkatnya keparahan hipertensi dan penyakit aterosklerotik, perubahan funduskopi yang
progresif termasuk meningkatnya refleks cahaya arteriolar, defek penyilangan arteriovenosus,
perdarahan dan eksudat, dan pada pasien dengna hipertensi maligna, papiledema.
19
Pemeriksaan jantung dapat menunjukkan S2 mengeras karena penutupan katup aorta dan
sebuah S4 gallop, kontraksi atrial melawan ventrikel kiri yang tidak kompliens. Hipertrofi
ventrikel kiri dapat dideteksi dengan membesarnya, memanjanganya dan berpindah ke
lateralnya iktus kordis.Bising abdomen, khususnya yang menyamping dan memanjang
sepanjang sistol hingga diastol, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskuler.Ginjal
pada pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat teraba di abdomen. Pemeriksaan fisik
harus mencakup evaluasi tanda-tanda gagal ginjal kronik ddan pemeriksaan neurologis.15
Metabolik Gula darah puasa, total cholesterol, HDL dan LDL, cholesterol, triglycerides
Pengukuran ulang fungsi renal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid harus dilakukan
setelah pemakaian agen antihipertensif yang baru dan per tahun, atau lebih sering jika
indikasi klinis.15
2.1.8. Tatalaksana
Tujuan dan Target Terapi
Tujuan utama dari pengobatan pasien hipertensi adalah untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular dan renal. Pada percobaan klinik, menurunkan tekanan darah
dapat menurunkan resiko pada (1) Insidensi stroke sebesar 35-40%; (2) infark myokard
sebesar 20-25 %; dan (3) gagal jantung sebesar > 50%.7
Fokus utama dari terapi hipertensi adalah mencapai target tekanan darah sistolik.
Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg sedangkan untuk individu dengan diabetes dan
penyakit ginjal, maka targetnya adalah < 130/80 mmHg.8 Berdasarkan JNC VIII, saat ini,
20
seluruh target terapi hipertensi, baik untuk pasien diabetes dan penyakit ginjal adalah
<140/90 mmHg.17
Indikasi Terapi
Pasien dengan tekanan darah diastolik >90 mmHg atau tekanan sistolik >140 mmHg dan
telah diukur berulang kali, harus memulai pengobatan kecuali bila terdapat kontraindikasi
yang spesifik.15 Tatalaksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup, namun
terapi antihpertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan
hipertensi derajat 2.16 Terapi non farmakologis berupa modifikasi gaya hidup
direkomendasikan pada semua individu dengan pre-hipertensi dan sebagai keharusan
tambahan selain terapi farmakologis pada penderita hipertensi.15
Terapi non farmakologi bagi penderita hipertensi adalah dengan memodifikasi gaya
hidup.Berikut adalah langkah-langkah intervensi gaya hidup dalam pencegahan dan terapi
hipertensi sesuai yang direkomendasikan JNC 7:
21
- Membatasi konsumsi alkohol sampai tidak lebih dari 2 porsi minuman per hari
untuk pria dan tidak lebih dari 1 porsi untuk wanita.
- Kisaran pengurangan tekanan distolik: 2-4 mmHg.16
-
Terapi Farmakologis
Pemilihan agen obat anti hipertensi dan kombinasi nya harus mempertimbangkan
kondisi setiap individu dan melihat berbagai faktor seperti umur, derajat hipertensi, resiko
penyakit kardiovaskuler lainya, kondisi komorbid, dan memperhitungkan hal seperti biaya,
frekuensi dosis dan efek samping.15
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan oleh JNC 7:
Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan
dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Frekuensi kontrol untuk hipertensi
derajat 2 disarankan lebih sering. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, frekuensi
kunjungan dapat diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan sekali. Namun, jika belum tercapai,
diperlukan evaluasi terhadap pengobatan dan gaya hidup, serta pertimbangan terapi
kombinasi.Setelah tekanan darah tercapai, pengobatan harus dilanjutkan dengan teteap
memperhatikan efek samping dan komplikasi hipertensi. Pasien perlu diedukasi bahwa terapi
antihipertensi ini bersifat jangka panjang (seumur hidup) dan terus dievaluasisecara berkala.16
Menurut JNC VIII, pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada atau tidaknya
DM dan penyakit ginjal. Pada rasa kulit hitam, penghambat ACE dan ARB tidak menjadi
pilihan kecuali terhadap PGK, dengan atau tanpa DM.Algoritma terapi farmakologis
berdasarkan JNC VIII adalah sebagai berikut.17
Pasien hipertensi ≥ 18 tahun
22
Tetapkan target tekanan darah dan mulai antihipertensi berdasarkan usia, ada tidaknya DM serta
Penyakit Ginjal Kronis
Usia ≥ 60 tahun Usia ≤ 60 tahun Semua usia dengan Semua usia PGK,
Target tekanan darah Target tekanan darah DM, tanpa PGK dengan atau tanpa DM
sistolik <150 mmHg sistolik <140 mmHg Target tekanan darah Target tekanan darah
diastolik <90 mmHg diastolik <90 mmHg sistolik <140 mmHg sistolik <140 mmHg
diastolik <90 mmHg diastolik <90 mmHg
Bukan ras kulit Ras kulit hitam
hitam
Diuretik golongan tiazid atau Diuretik golongan penghambat ACE atau
penghambat ACE atau ARB tiazid CCB tunggal atau ARB, tunggal atau
atau CCB tunggal atau kombinasi kombinasi dengan obat
Pilih strategi titrasi obat kelas lain
kombinasi
Ya
Lanjutkan pengobatan dan kontrol
23
Gambar 2.2. Algoritma Tatalaksana Hipertensi berdasarkan JNC VIII16
Diuretika
Diantara obat oral antihipertensi yang tersedia, diuretika telah digunakan lebih sering
dari lainnya karena keefektivitasannya dan dengan dosis yang lebih rendah, efek sampingnya
dapat dikurangi.Diuretika terdiri dari berbagai tipedilihat dari struktur dan tempat kerja pada
nefron.Agen diuretika yang bekerja pada tubulus proksimal (inhibitor karbonik anhidrase)
jarang digunakan untuk terapi hipertensi.15,18
Terapi biasanya dimulai dengan memberikan jenis Thiazide dalam dosis rendah,
sendiri atau dikombinasikan dengan obat anti hypertensive lainnya. Thiazide menghambat
pompa Na+/Cl– pada tubulus konvolusi distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium.
Untuk jangka panjang, mereka juga dapat bekerja sebagai vasodilator.Thiazide aman untuk
digunakan, efektif dan tidak mahal. Efek untuk menurunkan tekanan darahnya dapat
bertambah jika dikombinasikan dengan beta blockers, ACE inhibitors, atau angiotensin
receptor blockers.Dosis hydrochlorothiazide yang biasa digunakan berkisar dari 6.25 sampai
50 mg/hari.15,18
Jika fungsi renal terganggu (contoh: serum kreatinin > 1.5 mg/dL) maka diuretika
loop atau metolazone dapat digunakan. Target utama dari agen ini adalah kotransporter Na+-
K+-2Cl– pada bagian tebal dari lengkung Henle. Selain itu diuretika loop juga digunakan
pada pasien dengan retensi natrium dan edema. Agen yang menjaga kadar kalium
(Potassium-sparing agent) bekerja dengan menghambat kanal sodium di epitel pada nefron
distal. Agen tipe ini merupakan agen antihipertensif yang lemah tetapi dapat dikombinasikan
dengan thiazide untuk memproteksi terjadinya hipokalemia.dapat diberikan untuk
mengurangi resiko terjadinya hipokalemia.15,18
24
Gambar 2.3. Nefron dan Tempat Kerja Berbagai Tipe Agen Diuretika18
Efek samping dari ACE inhibitor dan Angiotensin receptor blocker termasuk
insufisiensi fungsi renal karena terjadi dilatasi arteriol eferen pada ginjal dengan lesi stenotic
di arteri renal. Pada pasien yang meminum ACE inhibitor, batuk kering muncul pada sekitar
15% pasien dan angioedema muncul pada <1%. Hiperkalemia seringkali muncul sebagai efek
samping pada ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker.15,18
Beta Blockers
25
jantung kongestif, beta blocker telah terbukti dapat menurunkan resiko untuk rawat inap dan
mortalitas.15
Calcium antagonist mengurangi resistansi vaskuler melalui blockade kanal-L pada pembuluh
darah sehingga mengurangi kalsium intraseluler dan menurunkan vasokonstriksi.Ada tiga
kelas pada agen antihipertensif ini: phenylalkylamines (verapamil), benzothiazepines
(diltiazem) dan 1,4-dihydropyridines (nifedipine-like). Digunakan sebagai monoterapi atau
kombinasi dengan agen lainnya (ACE inhibitors, beta blockers), calcium antagonists secara
efektif menurunkan tekanan darah. Efek samping yang dapat muncul adalah muka
kemerahan, sakit kepala, edema pada penggunaan dihydropyridine terkati dengan potensinya
sebagai dilator arteriolar, dan edema karena peningkatan pada gradient tekanan trans
kapiler.15
26
25-100 mg
CCB Nonhididropiridin Verapamil 120-360 Edema,
Dihidropiridin Diltiazem mg konstipasie,
Amlodipin 120-540 bradikaria, blok
Nifedipin mg jantung
2.5-10 mg
30-60 mg
Agonist α Klonidin 0.1-0.8 mg Mulut kering,
sentral pusing, sedasi
ringan, kelellahan,
depresi, edema
Reserpin 0.1-0.25 Depresi, mimpi
mg buruk, diskinesia,
letargi
Agonis Spironolakton 25-50 mg Hiperkalemia,
aldosterone ginekomastia,
hiponatremia,
ruam
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan19
Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior). Dari hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan
bahwa sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang beruntun yaitu:
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
27
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya) hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
28
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau orang lain.
Misalnya, jika seseorang pernah merawat seorang anggota keluarga yang sakit hipertensi,
umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika terkena hipertensi.
b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang memiliki pengetahuan yang tingi akan
mempunyai pengalaman yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi tingkat
pengetahuaannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang,
misalnya televise, radio, Koran, buku, majalah dan internet.
2.3 Perilaku
2.3.1 Definisi Perilaku19
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut
Robert kwick (1974) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati bahkan dapat dipelajari.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons
terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan
menjadi dua yaitu :
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
29
2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang
mewarnai perilaku seseorang.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Masyarakat di Desa Pasir Muncang Wilayah UPTD Puskesmas Cikaum yang tidak menjawab
kuesioner secara lengkap
31
3.3 Variabel dan Definisi Operasional
3.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian.
3.5.1 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini pengetahuan dan prilaku
3.5.2 Variabel terikat
Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah hipertensi.
32
Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara simple random sampling dimana masyarakat
yang dipilih dalam populasi terjangkau mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut serta sebagai
sempel. (Notoatmodjo, 2010).
n : jumlah sampel
N : besar populasi
d : tingkat pengetahuan yang digunakan 0,1
Jumlah masyarakat yang menderita hipertensi terpilih sebanyak 75 orang, maka didapatkan
:
n= N n= 7247
1 +7247 (0,12)
1+ N (d2)
n= 7247
73,47 Jadi n = 99 hipertensi
n = 98,6
33
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat di proses lebih
lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga jika terjadi kesalahan
maka upaya perbaikan dapat segera dilaksanakan.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya, menjadi bentuk yang
lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk mengkoreksi
kemungkinan kesalahan.
Data yang telah terkumpul secara deskriptif akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
Seminar penelitian dalam bentuk presentasi untuk mempublikasikan hasil penelitian yang telah
disusun.
34
3.9.3 Analisis Bivariat
Uji normalitas data digunakan untuk menilai distribusi data mempunyai distribusi normal atau
tidak secara analsis. Uji normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Uji
Komologrov-Smirnov digunakan unruk sampel yang besar (lebih dari 50) sedangkan Shapiro-Wilk
untuk sampel yang sedikit (kurang atau sama dengan dari 50), maka dari itu penelitian ini
mengunakan uji Shapiro-Wilk.
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui korelasi antara dua variabel yaitu variabel bebas
maupun variabel terikat, uji yang digunakan adalah uji korelasi mann whitney jika distribusi normal
terpenuhi. Jika syarat distribusi normal tidak terpenuhi (p<0,05) akan digunakan uji chi square.
2018 2019
Jadwal Bulan
No
Penelitian Septembe Oktober November Januari
Desember
r
1 Penentuan judul
2 Pengumpulan
literatur
3 Penyusunan
MiniProject
Penelitian
5 Pengumpulan
data
6 Pengolahan data
7 Penyusunan
Mini Project
8 Seminar hasil
Mini Project
BAB IV
HASIL
35
Letak geografis UPTD Puskesmas DTP Cikaum berada di Desa Tanjung
Sari Barat Kecamatan Cikaum Kabupaten Subang dengan luas wilayah kerja
seluas 10.018,32 Km², merupakan daerah dijalur alternative kecamatan yang tidak
dilalui jalur protokoler baik jalur propinsi ataupun jalur kabupaten dengan Jumlah
KK 13824, Jumlah Rw. 45 Jumlah Rt.181 batas wilayah :
1 KAUNGANTEUN 1.121 6 24
2 SINDANGSARI 1.386 7 27
5 PASIRMUNCANG 1.429 6 20
6 GANDASARI 1.713 5 18
7 MEKARSARI 2.561 7 31
36
8 TJS. BARAT 1.498 4 13
4.1.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Puskesmas Cikaum pada tahun 2017 berjumlah 13.824 KK
dengan 48.824 jiwa (sumber Data Pendataan keluarga tingkat kecamatan tahun 2016),
terdiri dari 23.563 laki-laki dan 25.261 perempuan, sehingga sex ratio sebesar 93,42 %
yang artinya rata-rata setiap 93 orang perempuan terdapat 100 laki-laki. Dengan luas
wilayah 13.819 Km², Kepadatan penduduk sangat erat kaitannya dengan penyebaran
penyakit disuatu wilayah, tingginya kasus – kasus penyakit infeksi dan menular adalah
dampak dari kepadatan penduduk yang tinggi dan kondisi lingkungan yang buruk.
Tingkat kepadatan penduduk juga dipengaruhi oleh mobilitas penduduk, baik emigrasi
maupun imigrasi. Pola mobilitas penduduk di Puskesmas Cikaum adalah jumlah
imigrasi lebih Kecil daripada emigrasi, hal ini erat dikarenakan Mobilitas penduduk
berkaitan erat dengan masalah-masalah kesehatan yang bersifat lintas batas wilayah,
seperti: HIV/AIDS, malaria, Demam Berdarah, keracunan makanan, dan lain-lain.
4.1.2 Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya.
Lingkungan sosial ekonomi di wilayah UPTD Puskesmas DTP Cikaum beraneka
ragam dari Masyarakat miskin sampai Masyarakat yang tergolong berada secara
ekonomi. Semuanya dipengaruhi oleh mata pencaharian dari masing-masing kepala
keluarganya.
Mata pencaharian penduduk di wilayah UPTD Puskesmas DTP Cikaum sebagian besar
terdiri dari Buruh tani, Petani Pemilik, wiraswasta, Pedagang, Pegawai swasta, Pegawai
Negeri, Buruh kasar, dan TKI serta buruh tidak tetap.
Jumlah penduduk miskin di wilayah kerja Puskesmas Cikaum pada tahun 2017 adalah
sebanyak 1979 3 jiwa dengan penyebaran terbanyak terdapat di Desa Pasirmuncang
dengan jumlah 3079 jiwa dan terendah di desa Cikaum Timur dengan jumlah 1449
jiwa.
4.1.3 Lingkungan Fisik
Puskesmas Cikaum mempunyai wilayah kerja seluas 10.018,32 Km², yang terdiri dari 9
Desa, dengan batas wilayah :
37
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Puskesmas Rancabango
Adapun daerah rawan di wilayah UPTD Puskesmas DTP Cikaum baik dari segi
sosial ekonomi maupun sarana jalan dan Akses ke Pusat Kesehatan Masyarakat yaitu
Desa Pasirmuncang.
Katagori Desa, Jumlah Rt/Rw, jarak ke Pasilitas kesehatan dan rata-rata waktu tempuh
dan kondisi keterjangkauan di wilayah UPTD Puskesmas DTP Cikaum terdapat pada
tabel di bawah ini.
Jarak ke Puskesmas : 8 Km
38
Jarak ke Rumah Sakit : 25 Km
Jumlah Dusun :6
Jumlah RT : 20
Jumlah RW : 6 (Enam)
Batas Wilayah
39
Jumlah WUS : 716 Orang
Perawat : -
Pos KB : 1 Orang
PL KB : 1 Orang
Dokter Praktek : -
Polindes: 1
40
No Penyakit Jumlah Presentase
1 Hipertensi 61 62.24%
2 Non Hipertensi 37 37.75%
Jumlah 98 100%
4.1 Tabel Angka Kejadian Hipertensi di Desa Pasirmuncang, Wilayah Kerja Puskesmas
Cikaum
Berdasarkan tabel diatas dari 98 responden di Desa Pasirmuncang, Wilayah Kerja Puskesmas
Cikaum angka kejadian Hipertensi yaitu berjumlah 61 orang (62.2%). Sedangkan responden
yang tidak memiliki penyakit hipertensi yaitu berjumlah 37 orang (3.7%). Hal ini sesuai
berdasarkan dari data rekapan program kegiatan puskesmas keliling selama tahun 2018,
bahwa kasus penyakit tidak menular, khususnya penyakt Hipertensi yang beradaa di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Cikaum, di Desa Pasirmuncang menduduki peringkat pertama
dengan tingkat kejadian Hipertensi paling banyak
1 SD 74 75.5%
2 SMP 18 18.4%
3 SMA 5 5.1%
4 D3 1 1%
Jumlah 98 100%
41
4.3.2 Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan pengisian kuisioner melalui wawancara langsung lalu dinilai. Responden dinyatakan
dengan pengetahuan yang Baik, jika responden dapat menjawab ≥ 9mean (kode 1). Dan dinyatakan
dengan pendidikan kurang, jika responden tidak bisa mejawab <2 mean (kode 0).
1 Baik 82 83.7%
Jumlah 98 100%
4.3 Tabel distribusi frekuensi pengetahuan pada responden pada Penderita Hipertensi
1 Baik 50 81.96%
Jumlah 61 100%
Tabel diatas memperlihatkan hasil penelitian dari 61 responden yag menderita hipertesi
diketahui bahwa responden yang berpengetahuan baik sejumlah 50 responden
(81.96%), dan sisanya berpengetahuan kurang baik sejumlah 11 responden (18.03%).
Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden yang merupakan penderita
hipertensi berpengetahuan kurang baik.
4.4 Tabel distribusi frekuensi pengetahuan responden yang bukan Penderita Hipertensi
42
Pengetahuan Jumlah Persentase
1 Baik 32 86.5%
Jumlah 37 100%
tabel 4.2. Responden dinyatakan dengan perilaku yang Baik, jika responden dapat
menjawab ≥ 6 mean (kode 1). Dan dinyatakan dengan perilaku kurang baik, jika
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden menurut perilaku pada masyrakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Cikaum, Tahun 2018
1 Positif 63 64.3%
2 Negatif 35 35.7%
Jumlah 98 100%
4.3 Tabel distribusi frekuensi perilaku pada responden pada Penderita Hipertensi
43
dalam di wilayah Kerja Puskesmas Cikaum Tahun 2018
1 Positif 16 26.22%
2 Negatif 45 73.7%
Jumlah 61 100%
Tabel diatas memperlihatkan hasil penelitian dari 61 responden yag menderita hipertesi
diketahui bahwa responden yang berperilaku positif sejumlah 16 responden (26.22%),
dan sisanya berperilaku negatif sejumlah 45 responden (73.3%). Hal tersebut
menunjukan bahwa sebagian besar responden yang merupakan penderita hipertensi
berperilaku negatif.
4.7 Tabel distribusi frekuensi pengetahuan responden yang bukan Penderita Hipertensi
1 Positif 29 78.3%
2 Negatif 8 21.6%
Jumlah 37 100%
Tabel diatas memperlihatkan hasil penelitian dari 37 responden yang bukan penderita
hipertensi diketahui bahwa responden yang berperilaku positif sejumlah 29 responden
(78.3%), dan sisanya berperilaku negatif sejumlah 8 responden (21.%). Hal tersebut
menunjukan bahwa sebagian besar responden yang bukan penderita hipertensi
berperilaku positif.
44
Pada penelitian ini didapatkan hasil nilai p adalah 0,557, karena nilai p < 0.05 maka
artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan pasien dengan tingkat kejadian
hipertensi. Dalam hal ini pengetahuan responden baik yang menderita hipertensi
maupun bukan penderita hipertensi di desa pasir muncang sudah cukup baik. Hal ini
sesuai dengan program pengendalian dan pemberantasan penyakit Menular dan tidak
menular (P2M) yang selalu mengadakan program rutin khususnya untuk penyakit
hipertensi. Program tersebut juga mencakup pelaksanaan kegiatan penyuluhan
mengenai berbagai penyakit untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama
terhadap penyakit hipertensi.
BAB V
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa
Pasir Muncang memiliki pengetahuan yang mayoritas pasien hipertensi di Poliklinik Umum
45
Puskesmas Citeureup memiliki tingkat kepatuhan yang rendah dalam penggunaan obat
5.2. Saran
46