Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional


merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat
ke dokter atau tempat pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid
bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi
baik bagi penderita maupun dokter yang merawatnya.Hampir semua wanita
pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya.
Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini
dihadapi oleh wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik. Haid yang tidak
teratur pada masa 3-5 tahun setelah menarche dan pramenopause (3-5 tahun
menjelang menopause) merupakan keadaan yang lazim dijumpai. Tetapi pada
masa reproduksi (umur 20-40 tahun), haid yang tidak teratur bukan merupakan
keadaan yang lazim, karena selalu dihubungkan dengan keadaan abnormal.
Perdarahan abnormal dari uterus tanpa disertai kelainan organik, hematologik,
melainkan hanya merupakan gangguan fungsional disebut sebagai perdarahan
uterus disfungsional. Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus disfungsional
dibedakan dalam bentuk akut dan kronis.Sedangkan secara kausal perdarahan
uterus disfungsional mempunyai dasar ovulatorik (10%) dan anovulatorik (70%).

Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan


keadaan anovulatorik, tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi
pula pada siklus anovulatorik. Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan
uterus disfungsional anovulatorik ditemukan umur korpus luteum yang
memendek, memanjang atau insufisiensi. Pada perdarahan uterus disfungsional
anovulatorik, akibat tidak terbentuknya korpus luteum aktif maka kadar
progesteronnya rendah dan ini menjadi dasar bagi terjadinya perdarahan.

1
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 28 7 hari dan berlangsung
4 2 hari, dan keluar darah rata-rata adalah 40 20 ml. Perdarahan uterus
abnormal (PUA) didefinisikan sebagai perubahan frekuensi menstruasi, durasi
aliran atau jumlah darah yang keluar. Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
adalah diagnosis pengecualian ketika tidak ada kelainan patologi pada panggul
atau menyebabkan medis lain. PUD biasanya ditandai dengan aliran menstruasi
yang berkepanjangan dengan atau tanpa perdarahan yang berat. Ini mungkin
terjadi dengan atau tanpa ovulasi.

Menorrhagia (hypermenorrhoea) didefinisikan sebagai siklus perdarahan


menstruasi yang terjadi selama beberapa siklus berturut-turut selama pada tahun
reproduksi. Secara obyektif menorrhagia didefinisikan sebagai kehilangan darah
lebih dari 80 ml per siklus, persentil ke-90 di sebuah studi dari 476 wanita
Gothenberg diterbitkan oleh Hallberg et al. pada tahun 1966. Perdarahan bulanan
lebih dari 60 ml dapat mengakibatkan anemia dengan defisiensi zat besi dan dapat
mempengaruhi kualitas hidup. Penderita perdarahan uterus disfungsional akut
biasanya datang dengan perdarahan banyak, sehingga cepat ditangani karena
merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis dengan perdarahan sedikit-
sedikit dan berlangsung lama bukan merupakan keadaan gawat darurat. Meskipun
tidak darurat tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis justru memerlukan
perhatian yang sungguh-sungguh sehubungan dengan dampak jangka panjang
yang ditimbulkannya seperti anemia sekunder, yang dapat menganggu fungsi
reproduksi.

2
BAB II

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

2.1. Pengertian
Perdarahan uterus abnormal dari uterus baik dalam jumlah,
frekuensi maupun lamanya, yang terjadi didalam atau diluar haid sebagai
wujud klinis gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus
hipofisis ovarium - endometrium tanpa kelainan organik alat reproduksi.

2.2. Etiologi
a. Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini terjadi 10 % dari perdarahan disfungsional dengan


siklus pendek(polimenorea) atau panjang (oligomenorea) dan untuk
menegakkan diagnosis dapatdilakukan kuretase pada masa mendekati
siklus haid. Jika karena perdarahanlama dan siklus haid tidak teratur
dan tidak dapat dikenali lagi maka kurve suhubadan basal dapat
menolong.
Etiologi :
1. Korpus Luteum Persisten
Perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan pembesaran
ovarium. Korpus lutheum persisten dapat menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur (irregular shedding). Irregular shedding
dibuat dengan kerokan yang tepat waktunya menurut Mc lennon
pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu itu dijumpai
endometrium dalam tipe skresi disamping tipe non skresi.

2. Insufisiensi Korpus Luteum


Dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia,
polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH-releasing factor. Diagnosis dibuat
apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok

3
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari
siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh
darah uterus

4. Kelainan darah
Anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.

b. Perdarahan Anovulatoar
Dengan terjadinya penurunan kadar estrogen dapat timbul
perdarahan yangkadang bersifat siklik, kadang tidak teratur sama
sekali.Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut pautnya dengan jumlah
folikel. Folikel - folikelini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
atresia dan kemudiandiganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium
yang mula-mula proliferatif dapatterjadi perubahan menjadi
hiperplasia kistik.
Etiologi
1. Sentral : psikogenik, neurogenik, hipofisis
2. Perifer : ovarial
3. Konstitusional : kelainan gizi, metabolik, penyakit endokrin

4
Perdarahan uterus disfungsional dapat berlatar belakang kelainan-kelainan
ovulasi, siklus haid, jumlah perdarahan dan anemia yang ditimbulkannya.
Berdasarkan kelainan tersebut maka perdarahan uterus disfungsional dapat dibagi
seperti tabel 1.
Perdarahan uterus disfungsional biasanya berhubungan dengan satu dari
tiga keadaan ketidak seimbangan hormonal, berupa: estrogen breakthrough
bleeding, estrogen withdrawal bleeding dan progesterone breakthrough
bleeding.Pada perdarahan uterus disfungsional ovulatorik perdarahan abnormal
terjadi pada siklus ovulatorik dimana dasarnya adalah ketidakseimbangan
hormonal akibat umur korpus luteum yang memendek atau memanjang,
insufisiensi atau persistensi korpus luteum.Perdarahan uterus disfungsional pada
wanita dengan siklus anovulatorik muncul sebagai perdarahan reguler dan
siklik.Sedang pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik perdarahan
abnormal terjadi pada siklus anovulatorik dimana dasarnya adalah defisiensi
progesterone dan kelebihan progesterone akibat tidak terbentuknya korpus luteum
aktif, karena tidak terjadinya ovulasi. Dengan demikian khasiat estrogen terhadap
endometrium tak ber lawan.Hampir 80% siklus mens anovulatorik pada tahun

5
pertama menars dan akan menjadi ovulatorik mendekati 18-20 bulan setelah
menars.

2.3. Klasifikasi
Perdarahan uterus disfungsional dikatakan akut jika jumlah per
darahan pada satu saat lebih dari 80 ml,terjadi satu kali atau berulang dan
memerlukan tindakan penghentian perdarahan segera. Sedangkan
perdarahan uterus disfungsional kronis jika perdarahan pada satu saat
kurang dari 30 ml terjadi terus menerus atau tidak hilang dalam 2 siklus
berurutan atau dalam 3 siklus tak berurutan, hari perdarahan setiap
siklusnya lebih dari 8 hari, tidak memerlukan tindakan penghentian
perdarahan segera, dan dapat terjadi sebagai kelanjutan perdarahan uterus
disfungsional akut.

2.4. Diagnosis

Anamnesa yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan :


a. Bagaimana mulanya perdarahan
b. Apakah didahului siklus yang pendek-pendek atau oligomenorea /
amenorea
c. Sifat perdarahan
d. Lama perdarahan.

Pada pemeriksaan umum perlu diperlihatkan tanda-tanda yang


menunjukan ke arah kemungkinan :
a. Penyakit metabolik
b. Penyakit endokrin

Pada pemeriksaan ginekologik dilihat ada tidaknya faktor kelainan


organik yang menyebabkan perdarahan abnormal. Pada wanita dalam
masa pubertas tidak perlu dilakukan kuretase. Pada wanita berumur 20
sampai 40 tahun dilakukan kuretase, kemungkinan besar penyebabnya
adalah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum dan sebagainya.

6
Pada wanita pramenopause dilakukan kerokan untuk memastikan ada
tidaknya tumor ganas.

Pemeriksaan menyeluruh pada perut dan panggul sangat penting.


Sitologi serviks harus diperoleh jika diindikasikan. Hitung darah lengkap
(CBC feritin) diperlukan untuk menentukan derajat anemia.pemeriksaan
lain yang harus dipertimbangkan meliputi: thyrotropin stimulating
hormone, ketika gejala lain muncul dari disfungsi tiroid , prolaktin, pada
hari 21 hingga 23 progesteron diperiksa untuk verifikasi status ovulasi,
folikel stimulating hormone dan luteinizing hormon untuk memverifikasi
status menopause atau untuk mendukung diagnosis penyakit ovarium
polikistik, dan profil koagulasi saat menorrhagia hadir pada masa pubertas
atau jika ada klinis kecurigaan untuk koagulopati.

2.5. Pemeriksaan penunjang


a. Penilaian atas endometrium
Penilaian endometrium dilakukan untuk mendiagnosis keganasan
atau kondisi pra-keganasan dan untuk mengevaluasi pengaruh
hormonal endometrium. Spencer dkk memperlajari 142 kasus untuk
menentukan nilai dari metode evaluasi endometrium di wanita dengan
AUB. Data ini tidak mendukun untuk mengevaluasi endometrium.
Pemeriksaan endometrium harus dipertimbangkan pada semua wanita
di atas 40 tahun dengan perdarahan abnormal atau wanita yang
beresiko tinggi terkena kanker endometrium,termasuk: nulliparity
dengan riwayat infertilitas, perdarahan yang tidak teratur, obesitas (
90 kg); ovarium polikistik; riwayat keluarga dengan kanker
endometrium dan kolon, dan menggunakan terapi tamoxifen. Hal ini
juga penting untuk mengevaluasi histopatologi endometrium pada
wanita yang tidak memiliki perbaikan dalam pendarahannya. Pada
SOGC pedoman Diagnosis Kanker Endometrium pada Wanita
Dengan Perdarahan vagina abnormal (2000) meninjau dengan

7
membuktikan pengambilan sampel endometrium yang berisi algoritma
yang menunjukkan kursus manajemen dalam penilaian endometrium.

b. Teknik sampling untuk endometrium


Kantor biopsi endometrium menghasilkan sampel yang memadai
untuk 87- 97 persen dan mendeteksi 67-96 persen kanker
endometrium. Meskipun pilihan sampling dapat dipengaruhi oleh
keakurasiannya dan tidak ada metode sampel untuk memeriksa
seluruh endometrium. Sampel histeroskopik digunakan untuk
mendeteksi persentase yang lebih tinggi pada kelainan bila
dibandingkan dengan dilatasi dan kuretase (D & C) sebagai diagnostik
procedure. Bahkan jika rongga rahim tampak normal pada
histeroskopi, endometrium tetap harus diperiksa karena histeroskopi
saja tidak cukup untuk mendeteksi neoplasia endometrium dan
carcinoma.(II A)

c. Dilatasi dan kuret


Dalam 10 - 25 persen wanita dengan D & C saja tidak dapat
mengungkap patologi yang terjadi pada endometrium. D & C
dihubungkan dengan perforasi uterus di 0,6-1,3 persen dari kasus dan
perdarahan pada 0,4 persen kasus.D & C adalah prosedur buta dengan
kesalahan signifikan pada pengambilan sampel dan juga memerlukan
anestesi yang dapat membawa risiko komplikasi. Ini harus disediakan
untuk situasi-situasi dimana kantor biopsi atau biopsi langsung pada
histereroskopi tidak tersedia.

d. Ultrasonografi
Transvaginal sonografi (TVS) untuk menilai ketebalan
endometrium dan mendeteksi polip dan myomata dengan sensitivitas
80 % dan spesifisitas 69 %. Meskipun ada bukti bahwa ketebalan
endometrium mungkin menjadi indikasi patologi pada wanita
pascamenopause, seperti untuk wanita di tahun-tahun reproduksinya.

8
Meta-analisis dari 35 penelitian menunjukkan bahwa pada menopause
wanita, ketebalan endometrium 5 mm pada USG dan memiliki
sensitivitas 92 persen untuk mendeteksi penyakit endometrium serta 96
persen untuk mendeteksi cancer. Hal ini tidak membantu ketika
ketebalan antara 5 dan 12 mm.

2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional secara umum
perlu memperhatikan faktor-faktor berikut:
a. Umur, status pernikahan, fertilitas.
Hal ini dihubungkan dengan perbedaan penanganan pada tingkatan
perimenars, reproduksi dan perimenopause. Penanganan juga
seringkali berbeda antara penderita yang telah dan belum menikah
atau yang tidak dan yang ingin anak.

b. Berat, jenis dan lama perdarahan.


Keadaan ini akan mempengaruhi keputusan pengambilan tindakan
mendesak atau tidak.

c. Kelainan dasar dan prognosisnya


Pengobatan kausal dan tindakan yang lebih radikal sejak awal telah
dipikirkan jika dasar kelainan dan prognosis telah diketahui sejak dini.

Pada dasarnya tujuan penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional


adalah:
1. Memperbaiki keadaan umum
2. Menghentikan perdarahan
3. Mengembalikan fungsi hormon reproduksi.Yang meliputi:
pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan
siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana
sehingga terpenuhi persyaratan untuk pemicuan ovulasi.
4. Menghilangkan ancaman keganasan

9
Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus
dikerjakan adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan
anemia. Langkah kedua adalah menghentikan perdarahan, baik secara
hormonal maupun operatif. Setelah keadaan akut teratasi, sebagai langkah
ketiga, dilakukan upaya pengembalian fungsi normal siklus haid dengan
cara mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi.

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional


sangat
banyak dalam hal ini penderita diistirahatkan dan diberi transfusi dan
dilakukan
pemeriksaan untuk meyakinkan tidak adanya abortus inkompletus dan
perdarahan
diyakini berasal dari uterus, maka dapat diberikan terapi hormonal.

1. PUD Ovulatoar :
- Perdarahan tengah siklus
Esterogen 0,625 1,25 mg hari ke 10 15 siklus

- Perdarahan bercak pra haid


Progesteron 5 10 mg hari ke 17 26 siklus

- Perdarahan pasca haid Esterogen 0,625 1,25 mg hari ke 2 7 siklus

- PolimenoreProgesteron 10 mg, hari ke 18 25 siklus

2. PUD anovulatoar
Hentikan perdarahan segera
- Kuret medisinalis
Esterogen 20 hari diikuti progesteron 5 hari
- Pil KB kombinasi
2 x 1 tablet 2 3 hari diteruskan 1 x 1 tablet 21 hari
- Progesteron
10 20 mg selama 7 10 hari

10
Setelah darah berhenti atur siklus haid
- Dengan esterogen progesteron selama 3 siklus
- Pengobatan sesuai kelainan
Anovulasi Stimulasi Klomifen
Hiperrolaktin Bromokriptin
Polikistik ovarii Kortikosteroid lanjutkan stimulasi
Klomifen.

Dibagi dalam 2 pengobatan :

1. Manajemen medis

Usia, keinginan untuk mempertahankan kesuburan, hidup bersama


kondisi medis, dan keinginan pasien adalah pertimbangan penting.
Untuk masing-masing metode yang disarankan, pasien harus
menyadari risiko dan kontraindikasi untuk memungkinkan pilihan
informasi. Derajat kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh
keberhasilan, harapan, biaya, ketidaknyamanan, dan efek samping.

a. Non-steroid anti-inflammatory

Prostaglandin pada endometrium meningkat pada wanita


dengan perdarahan menstruasi yang hebat. Non-steroid anti-
inflammatory drugs (NSAID) menghambat cyclo-oxygenase dan
mengurangi level prostaglandin pada endometrium. Dalam
percobaan, NSAID dapat menurunkan kehilangan darah pada
menstruasi pada 20 - 50 percent. NSAID juga meningkatkan
dismenore lebih dari 70 persen dari pasien. Terapi harus mulai
pada hari pertama menstruasi dan dilanjutkan selama lima hari atau
sampai berhentinya menstruasi. (I A)

11
b. Agen antifibrinolytic

Asam traneksamat (cyclokapron), dapat menurunan sintetis


dari Asam amino lisin, menyebabkan efek antifibrinolytic melalui
reversible blokade pada plasminogen. Obat ini tidak memiliki efek
pada pembekuan darah atau dysmenorrhea. Sepertiga perempuan
mengalami efek samping, antara lain mual dan kram kaki.
Traneksamat Asam 1 g setiap enam jam untuk empat hari pertama
dari siklus menstruasi dapat mengurangi kehilangan darah
menstruasi hingga 40 persen.

c. Danazol

Danazol adalah steroid sintetik dengan sifat androgenik ringan,


menghambat steroidogenesis di ovarium dan memiliki efek pada
jaringan endometrium serta mengurangi kehilangan darah
menstruasi hingga 80 persen. Terapi danazol (100-200 mg per
hari), 20 persen pasien melaporkan amenore dan 70 persen
melaporkan oligomenore. Sekitar 50 persen dari pasien melaporkan
tidak ada efek samping dengan danazol sedangkan 20 persen lagi
melaporkan efek sampingnya sedikit. keluhan yang paling umum
adalah berat badan naik 2-6 kilogram dalam 60 persen pasien.
Yang direkomendasikan pengobatan adalah 100 hingga 200 mg
sehari selama 3 bulan.

d. Progestin

Percobaan terkontrol menunjukkan bahwa progestin siklik


menjadi kurang efektif dalam mengontrol perdarahan berat pada
menstruasi yang teratur bila dibandingkan dengan NSAID dan
asam traneksamat. Progestin berguna untuk wanita dengan siklus
yang tidak teratur dan dengan siklus anovulasi bila diberikan
selama 12 sampai 14 hari setiap bulan . Medroxyprogesterone
asetat diberikan untuk kontrasepsi untuk menginduksi amenore

12
dalam tahun pertama pada 80 persen wanita,dan sebanyak 50
persen dengan perdarahan yang tidak teratur.

e. Kombinasi pil kontrasepsi oral

Penurunan perdarahan menstruasi dengan penggabungan


pil komninasi kontrasepsi oral (OC) adalah hasil dari induksi atrofi
endometrium. Sebuah uji coba terkontrol secara acak pada wanita
yang menggunakan OC yang mengandung 30 mg etinil estradiol
menunjukkan terjadi pengurangan 43 persen pada kehilangan darah
pada menstruasi. Dua studi kasus kontrol telah menemukan bahwa
pengguna OC jarang mengalami perdarahan menstruasi yang
banyak dan anemia. keuntungan tambahan pada OC adalah sebagai
kontrasepsi oral dan dapat pengurangan dismenore.

f. Sistem progestin intrauterin

Perangkat Progesteron intrauterine (IUD) dilaporkan dapat


mengurangi perdarahan yang hebat pada masa menstruasi . Yang
terbaru sistem intrauterin levonorgestrel (LNG-IUS) yang
berbentuk T-shaped IUD yang melepaskan sejumlah levonorgestrel
(20 mg / 24 jam) dari reservoir steroid sekitar batang vertikalnya.
Hal ini sedang menjalani pemeriksaan klinis di Kanada.

g. GnRH agonis

Agonis GnRH menginduksi kondisi hypoestrogenic


reversibel dengan mengurangi total volume uterus 40 - 60 percent.
Myomas dan pembesaran volume rahim memperluas ke tingkat
pretreatment dalam beberapa bulan penghentian dari therapy.
Agonis GnRH efektif dalam mengurangi kehilangan darah
menstruasi pada wanita perimenopause, tetapi dibatasi oleh
efeknya yaitu hot flashes dan pengurangan densitas tulang.

13
2. Manajemen Bedah

a. Dilatasi dan kuret

Tidak ada laporan dari percobaan terkontrol acak yang


membandingkan D & C dan pengobatan potensial lainnya untuk
sembuh dari menorrhagia. Penelitian hanya dilakukan untuk
mengukur kehilangan darah sebelum dan setelah D & C dimana
ditemukan pengurangan sementara darah menstruasi segera setelah
prosedur, namun, kerugiannya dapat kembali ke tingkat
sebelumnya atau dapat lebih banyak keluar darah pada menstruasi
berikutnya setelah pengobatan. D&C mungkin memiliki peran
diagnostik ketika biopsi endometrium tidak meyakinkan dan
gejalanya menetap.

b. Penghancuran endometrium

Penghancuran endometrium dapat dilakukan dengan


beberapa teknik bedah. Ablasi endometrium histeroskopi dengan
photocoagulation, Rollerball, elektrokoagulasi atau loop resection
dengan hasil jangka panjang. endometrium ablasi telah dievaluasi
secara klinis selama 20 tahun terakhir. Beberapa penelitian selama
6,5 tahun telah menunjukkan tingkat kepuasan sekitar 85 percent.
Pada studi, sekitar 10 persen wanita akan memilih untuk
histerektomi dan 10 persen akan memerlukan pengulangan ablasi
endometrium untuk pengobatan awal yang gagal. Hysteroscopic
adalah pengobatan yang efektif untuk pengelolaan menorrhagia
kronis yang tidak responsif terhadap terapi medis. Ablasi
endometrial baik dibandingkan dengan histerektomi dalam uji acak
bila dibandingkan dengan efektivitas dan biaya meskipun analisis
jangka panjang harus mencakup biaya banyak.

14
c. Histerektomi

Risiko utama operasi harus ditimbang. Histerektomi adalah


solusi permanen untuk pengobatan menorrhagia dan perdarahan
uterus abnormal dan berhubungan dengan tingkat kepuasan
pasien. Bagi wanita yang telah melahirkan anak dapat memilih
tindakan ini dan telah mencoba konservatif Terapi tanpa hasil yang
dapat diterima, histerektomi seringkali pilihan terbaik.

15
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional


merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat
ke dokter atau tempat pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid
bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi
baik bagi penderita maupun dokter yang merawatnya.Hampir semua wanita
pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya. Perdarahan uterus
abnormal dari uterus baik dalam jumlah, frekuensi maupun lamanya, yang terjadi
didalam atau diluar haid sebagai wujud klinis gangguan fungsional mekanisme
kerja poros hipotalamus hipofisis ovarium - endometrium tanpa kelainan
organik alat reproduksi.

Perdarahan uterus disfungsional akut umumnya dihubungkan dengan


keadaan anovulatorik, tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis dapat terjadi
pula pada siklus anovulatorik. Walaupun ada ovulasi tetapi pada perdarahan
uterus disfungsional anovulatorik ditemukan umur korpus luteum yang
memendek, memanjang atau insufisiensi. Pada perdarahan uterus disfungsional
anovulatorik, akibat tidak terbentuknya korpus luteum aktif maka kadar
progesteronnya rendah dan ini menjadi dasar bagi terjadinya perdarahan.
Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus
dikerjakan adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan anemia.
Langkah kedua adalah menghentikan perdarahan, baik secara hormonal maupun
operatif. Setelah keadaan akut teratasi, sebagai langkah ketiga, dilakukan upaya
pengembalian fungsi normal siklus haid dengan cara mengembalikan
keseimbangan fungsi hormon reproduksi.

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat


banyak dalam hal ini penderita diistirahatkan dan diberi transfusi dan dilakukan
pemeriksaan untuk meyakinkan tidak adanya abortus inkomplitus dan perdarahan
diyakini berasal dari uterus, maka dapat diberikan terapi hormonal.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka,


Jakarta, 2011 : 161-173.

2. Ginekologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD Bandung, Elstar


Offset Bandung.

3. Cunningham F.G. et al, Abnormal Uterine Bleeding at Williams


Obstetric, 21st edition. McGrawHill: London, 2001

17

Anda mungkin juga menyukai