Disusun oleh:
dr. Bisart Benedicto Ginting
dr. M. Fajar Ash Siddiq
dr. Ria Arisandi
dr. Teguh Dwi Wicaksono
dr. Tito Tri Saputra
Pendamping:
dr. Eka Siswantini, M.Kes
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan 42% bayi diberikan ASI eksklusif dan 58% bayi
tidak diberikan ASI. Didapatkan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Baradatu,
Way Kanan sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan
60% mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami
ISPA sebesar 10%. Berdasarkan analisis uji Chi square diapatkan nilai p=0,008 yang
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi.
Kata kunci: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), ASI eksklusif, bayi.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
ABSTRAK..........................................................................................................................3
DAFTAR ISI.......................................................................................................................4
1. PENDAHULUAN........................................................................................................6
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................6
1.2.Pernyataan Masalah................................................................................................8
1.3.Tujuan.....................................................................................................................8
1.4.Manfaat...................................................................................................................8
2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................9
A. ISPA.........................................................................................................................9
2.1.Definisi...................................................................................................................9
2.2.Epidemiologi...........................................................................................................9
2.3.Etiologi.................................................................................................................10
2.4.Klasifikasi.............................................................................................................10
2.5.Faktor Risiko........................................................................................................11
2.6.Manifestasi Klinis.................................................................................................14
2.7.Diagnosis..............................................................................................................15
2.8.Penatalaksanaan....................................................................................................15
2.9.Pencegahan...........................................................................................................17
B. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif..................................................................................17
3. METODE....................................................................................................................21
3.1. Desain Penelitian.................................................................................................21
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................................21
3.3. Populasi dan sampel...........................................................................................21
3.4 Metode Pengumpulan Data.................................................................................21
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data..............................................................22
4
4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................23
4.1.Puskesmas.............................................................................................................23
4.2.Deskripsi Karakteristik Sampel............................................................................28
4.3.Pembahasan..........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi
pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa
diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian bayi harus diberi
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun
6
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin
kasih sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan,
mempercepat pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko
terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan yang
bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA
pada bayi. Bayi berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif
mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan
bayi yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, bayi yang
mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberikan susu formula. 8 ASI juga terbukti memberikan
efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi berusia 0- bulan. 9 Risiko untuk terjadi
ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar
daripada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.10
7
1.2 Pernyataan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Baradatu.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA
khususnya pemberian ASI eksklusif.
8
pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
10
2.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus
penyebab ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16
2.4. Klasifikasi
Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
11
- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar
bernapas disertai adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing).
12
Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA daripada
perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak terdapat perbedaan
angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.1 Terdapat sedikit
perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan,
namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA.17
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir rendah
(BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR. 22 Bayi BBLR
memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang
mengakibatkan bayi BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain
itu, bayi BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum
sempurna, surfaktan paru yang masih kurang jumlahnya, otot-otot
pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. Bayi BBLR juga mudah
mengalami infeksi paru dan gagal napas.19
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi
seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh
seperti antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik
sistem kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang
disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila
sistem kekebalan tubuh baik, maka seseorang akan kebal terhadap serangan
virus. Selain itu, kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan
lebih cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA
dibandingkan dengan anak dengan gizi yang baik.17
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih
sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat
komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu
penyit masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor
genetik dan kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
13
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang
dapat ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat.20
g. Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan
gizi dan memberikan perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi
khususnya ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan
bermanfaat terhadap pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di
awal kehidupan bayi hingga bayi berusia 6 bulan, salah satunya adalah
imunoglobulin. Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna
dan saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama
kehidupan (4-6 hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI
awal yang banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin,
komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang sangat penting
untuk melindungi bayi dari serangan infeksi.21
Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami
ISPA sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung
lebih sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara
eksklusif lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara
eksklusif.21 Kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih
banyak pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI.21
3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan
pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan
penyakit yang penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara
14
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran
pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko
terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan
bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan untuk
memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C
atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan
partikel debu di sekitar tempat tinggal.22
15
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Kesadaran anak menurun
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Pernapasan cuping hidung 22
2.7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA.
Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi
penyebab ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui
publikasi WHO) bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara
berkembang, sedangkan di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus.
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita
seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA
langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita
sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka
penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana
diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.
16
Gambar 1. Tatalaksana ISPA pada bayi kurang dari 2 bulan
17
Antibiotika yang dapat digunakan adalah kotrimoksazol atau amoksisilin
selama 3 hari, dan dapat juga diberikan penurun panas seperti parasetamol.
Setelah mendapat antibiotika, penderita ditindaklanjuti pada kunjungan ulang
setiap dua hari di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia
berat, pasien harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.11
2.9. Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.22
18
memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah
1-2 minggu usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat
badan, barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan tambahan
bagi bayi berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae. 4 Berdasarkan
stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai
disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum
bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI
matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan
mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI
matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur.
Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI
matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58
Kal / 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang
larut dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung
kolostrum akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada
ASI matur. Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis
protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih
banyak pada bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI
matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi.
19
Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi
ASI cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling
baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih
kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan
karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung
antimikrobial lain, seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Komplemen
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4
d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan
mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama
IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu
antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
20
komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur
pertumbuhan flora di usus.4
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi
bayi dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan
melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi
terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi yang diberi
ASI secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak
mendapat ASI secara eksklusif.4
21
BAB III
METODE PENELITIAN
22
wawancara. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah
dengan pembagian kuesioner.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Way Kanan, yang memiliki luas wilayah 16.152 km2 atau 4,12 persen dari
Ibu Kota Kecamatan Baradatu adalah Kelurahan Tiuh Balak Pasar, secara geografis
Timur - Barat berada antara: 103o30, -105o45. Bujur Timur, Utara - Selatan berada
antara : 6o45, - 3o45, Lintang Selatan. Secara Topografi Kecamatan Baradatu dapat
di bagi menjadi 2 (dua) unit topografis, yaitu : daerah topografis berbukit sampai
a. Topografi Berbukit
Lereng –lereng yang curam atau yang terjal dengan ketinggian antara 450-1500 m
dari permukan laut. Daerah ini meliputi Kampung Banjar Agung, Banjar Masin,
Banjar Setia, Gedung Rejo, Gunung Katun, Banjar Sari dan Kampung Suko Sari.
Di Kecamatan Baradatu terdapat River Basin sungai – sungai besar dan kecil, yang
bercurah deras di beberapa tempat di hulu sedangkan di hilir terdapat aliran irigasi
24
Secara administratif pada tahun 2018 UPT Puskesmas Baradatu memiliki wilayah
kerja yang terdiri dari 3 (tiga) kelurahan dan 19 (sembilan belas) kampung yaitu:
1) Kampung Banjar Agung dengan luas wilayah 450 Ha2 terdiri dari 9 RT/ 3 RW.
2) Kelurahan Banjar Masin dengan luas wilayah 345 Ha2 . terdiri dari 7 RT/ 3 RW.
3) Kampung Banjar Negara dengan luas wilayah 1.050 Ha2 terdiri dari 4 RT/ 4 RW.
4) Kampung Banjar Baru dengan luas wilayah 379 Ha2 terdiridari 6 RT/ 3 RW.
5) Kampung Banjar Mulia dengan luas wilayah 600 Ha2 terdiri dari 10 RT/ 5 RW.
6) Kampung Banjar Setia dengan luas wilayah 850 Ha2 terdiri dari 4 RT/ 3 RW.
7) Kampung Tiuh Balak dengan luas wilayah 1.134 Ha2 terdiri dari 10 RT/ 5 RW.
8) Kampung Mekar Asri dengan luas wilayah 406 Ha2 terdiri dari 8 RT/ 4 RW.
9) Kampung Bhakti Negara dengan luas wilayah 575 Ha2 terdiri dari 20 RT/ 4 RW.
10) Kampung Bumi Merapi dengan luas wilayah 249 Ha2 terdiri dari 10 RT/ 3 RW.
11) Kampung Bumi Rejo dengan luas wilayah 253 Ha2 terdiri dari 12 RT/ 4 RW.
12) Kampung Sukosari dengan luas wilayah 300 Ha2 terdiri dari 9 RT/ 4 RW.
13) Kampung Banjar Sari dengan luas wilayah 225 Ha2 terdiri dari 7 RT/ 3 RW.
14) Kampung Setia Negara dengan luas wilayah 825 Ha2 terdiri dari 24 RT/ 4 RW.
15) Kampung Tiuh Balak I dengan luas wilayah 200 Ha2 terdiri dari 5 RT/ 2 RW.
16) Kampung Gedong Pakuon dengan luas wilayah 121 Ha2 terdiri dari 11 RT/ 5 RW.
17) Kampung Cugah dengan luas wilayah 1.500 Ha2 terdiri dari 10 RT/ 5 RW.
18) Kampung Gunung Katun dengan luas wilayah 2.012 Ha2 terdiri dari 20 RT/ 10
RW.
19) Kampung Gedung Rejo dengan luas wilayah 800 Ha2 terdiri dari 7 RT/ 5 RW.
20) Kelurahan Campur Asri dengan luas wilayah 345 Ha2 terdiri dari 9 RT/ 4 RW.
21) Kelurahan Taman Asri dengan luas wilayah 25 Ha2 terdiri dari 12 RT/ 6 RW.
22) Kelurahan Tiuh Balak Pasar dengan luas wilayah 128 Ha2 terdiri dari 11 RT/ 3
RW.
25
2. Keadaan Penduduk
Penduduk Kecamatan Baradatu pada tahun 2018 berdasarkan data dari BPS Kabupaten
Way Kanan adalah sebanyak 39.663 jiwa. Berikut ini tabel Gambaran Kecamatan
Baradatu di perinci menurut jumlah dusun, jumlah KK, jumlah penduduk dan luas
3. Keadaan Ekonomi
perkembangan produk domestik regional bruto yang merupakan keseluruhan dari nilai
tambah yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi suatu daerah yang
sumberdaya alam yang dimiliki, dalam suatu proses produksi sehingga besarnya
produk domestik regional bruto yang dihasilkan suatu daerah sangat tergantung pada
potensi sumberdaya alam dan factor produksi yang tersedia. Anggaran kesehatan
(BOK) sebesar Rp. 745.256.150,- dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp
1.380.044.051,-.
26
7. Deskripsi Karakteristik Sampel
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 50 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 28
orang (56%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan. Sebagian besar responden
tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 27 orang (56%), sedangkan yang
diberikan ASI eksklusif berjumlah 23 orang (46%). Responden yang menderita ISPA
didapatkan sebanyak 42 orang (84%), dan kebanyakan menderita ISPA lebih dari 2
kali yaitu sebanyak 32 orang (70%) dari responden.
Kejadian ISPA P
Ya Tidak
N % N %
ASI Ya 11 40,7 16 59,3 0,006
Eksklusif Tidak 16 69,5 7 30,5
Total 27 100 23 100
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 27 orang
bayi yang menderita ISPA dan 23 orang bayi yang tidak menderita ISPA. Dari 32
bayi yang menderita ISPA, hanya 11 bayi yang dibekan ASI eksklusif, sedangkan 16
bayi sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan
metode Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%), diperoleh nilai p
sebesar 0,006 (p<0,05). Dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Baradatu,
Way Kanan.
4.4 Pembahasan
Jumlah responden pada penelitian ini ada 50 orang. Mayoritas responden tidak
diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 27 bayi (54%), dan 69,5% (16 bayi) yang
tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Hal yang sama terjadi pada
penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan responden berjumlah 188 bayi,
sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari bayi
tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 bayi, sebanyak 7,4% dari bayi tersebut
tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah menderita ISPA. 3 Dengan demikian,
pemberian ASI eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
28
diberi ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak
memberikan ASI eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI), antara
lain sedikitnya produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu,
ibu sibuk bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu,
faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 70% bayi yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 10% bayi saja yang tidak pernah
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada bayi di wilayah
Puskesmas Baradatu cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang mendapatkan
prevalensi ISPA pada bayi sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya kejadian ISPA
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia anak di bawah 5
tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah, malnutrisi, kurangnya
pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan lingkungan yang kurang
memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,006 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada bayi yang
dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula penelitian pada bayi di RS
Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-komponen
bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa komponen-komponen
tersebut adalah komponen-komponen imun sepert imunoglobulin A (IgA) dan
interferon yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.8
IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama
dengan makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus
Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi
alami di saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan
prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan
upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya peningkatan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik
beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
bayi (p<0,05).
2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Baradatu, Way Kanan
sebesar 46%, sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 54%.
3. Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Baradatu, Way Kanan sebesar 90%
(20% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 70% mengalami
ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami ISPA
sebesar 10%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif
dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah wawasan masyarakat
sekitar Puskesmas Baradatu, Way Kanan.
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kader-
kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
penyuluhan mengenai pencegahan ISPA dan faktor-faktor risiko kejadian ISPA.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
15. Mirshahi, Seema et al. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in Bangladesh and
Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory Infection. J Health Popul
Nutr, 25(2): 105-294, 2007.
16. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka, 2008.
17. Elyana, Mei dan Chandra, Ayu. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi
Balita. Journal of Nutrition and Health, 1(1), 2014.
18. Layuk, R., Noer, N., Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura’. 2013. Diambil pada tanggal 10 Januari
2016 dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4279.
19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo Tahun 2010.
Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2011.
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in
Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med Public
Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak Balita di Kecamatan
Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten
Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
23. Noorhidayah, Widya S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Socioscience, 6(1): 45-
50, 2014.
24. Tallo, Karolina T et al. The Effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing Acute
Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr Indones, 52(4): 229-
232, 2012.
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta. Bedah ASI. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2008.
32
LAMPIRAN
33
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden :
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap
benar dengan memberikan tanda (√).
4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk dijawab.
5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada unsur paksaan
maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.
6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya jamin
kerahasiaannya.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
34
Alasan Dibawa ke Puskesmas:
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia 6
bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau
susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau
susu formula?
Keterangan:
- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab
Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau 2b
dijawab Ya.
35
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu disertai
demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih dari 14
hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek lebih dari
2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab
Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
LEMBAR PENJELASAN
Peneliti
37
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Alamat :
..................................................
38