Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

ASMA BRONKIAL

OLEH

Reza Permana Putra

PROGRAM INTERNSHIP
RSUD ALIMUDDIN UMAR
PEMERITAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT
2017
BAB I. LATAR BELAKANG

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zatyang ada di dalam makanan.
Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit asma. Asma
merupakan penyakit inflamasi kronissaluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk,
dan sesak di dadaakibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma
terusmeningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negaraAsia Pasifik
seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkanbahwa tingkat tidak masuk
kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkandengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir
separuh dari seluruh pasien asmapernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke
bagian gawat daruratsetiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma
yangmasih jauh dari pedoman yang direkomendasikanGlobal Initiative for Asthma(GINA).

Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari limabelas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban globaluntuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak
buruk asma meliputi penurunankualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidak hadiran di
sekolah,peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.

Page | 2
BAB II. ILUSTRASI KASUS

II.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Alamat : Balik Bukit
Masuk RS : 2 Mei 2017

II.2 ANAMNESIS (Auto-anamnesis)


Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”.
Sesak nafas tersebut hilang timbul, pasien sering mengeluhkan sesak bila
terpajan debu dan terasa lelah sehingga mengganggu aktivitas dan tidur .
Sesak napas timbul tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin atau pun hujan.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak,dahak campur buih, berwarna putih,
berdarah (-). Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk.
- Pasien terakhir kali mengeluhkan sesak yaitu satu bulan yang lalu, dalam satu
bulan tersebut pasien mengalami sesak sebanyak 3 kali.
- Pasien tidak pernah berobat dan bila sesak timbul pasien hanya minum teh
hangat.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat alergi debu
- Riwayat asma sejak ± 7 tahun yang lalu.
- Hipertensi (+), Diabetes melitus (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
- tidak ada

Page | 3
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
 Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak merokok, dan tidak minum
alkohol.
II.3 PEMERIKSAAN UMUM
- Kesadaran : Komposmentis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 178/99 mmHg
- Nadi : 120x/menit
- Napas : 30x/menit
- Suhu : 38,2 C
- Spo2 : 95 %
II.4 PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.
 Bibir : sianosis (-), mampu mengucapkan beberapa kata dalam satu
napas
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), otot bantu napas (+), JVP
5-2 cmH20
Toraks
 Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi :ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
 Jantung :Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba luas 2 jari lateral LMCS – RIC V
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS – RIC V sinistra
Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)
Abdomen
 Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepatosplenomegali (-)
 Perkusi : timpani
Page | 4
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
 Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)

II.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 2 Mei 2017
- Laboratorium darah rutin
Hb : 14,3 gr %
Leukosit : 9.400/mm3
Trombosit : 213.000/mm3
Hematokrit: 43 gr %
- Laboratorium kimia darah
Glukosa : 105 mg/dl
- Rontgen thorax

Gamabar 1. Rotgen thorax Ny.S

II.6 RESUME
Ny. S, 52 tahun datang ke RSUD Alimuddin Umar dengan keluhan utama sesak napas
sejak 1 hari SMRS. Dari anamnesis didapatkan, sejak 7 tahun lalu pasien sering mengeluhkan
sesak napas dan telah didiagnosis menderita penyakit asma. Sesak nafas mulai timbul bila pasien
terpajan debu dan terasa lelah sehingga mengganggu aktivitas dan tidur . Sesak napas timbul

Page | 5
tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin atau pun hujan. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak,dahak campur buih, berwarna putih, berdarah (-). Pasien lebih nyaman dengan posisi
duduk.Pasien tidak pernah berobat karna dengan minum teh hangat saja sesak nafasnya
berkurang. Terakhir pasien mengalami sesak 1 bulan, dalam sebulan tersebut sesak timbul 3 kali.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan respirasi rate meningkat 30x per menit, tekanan
darah178/99 mmHg, nadi 120x/menit, suhu 38,2 C, Spo2 95%.Sianosis(-),mampu
mengucapkan beberapa kata dalam satu napas, otot bantu napas (+), ekspirasi memanjang, suara
nafas tambahan yaitu wheezing, nyeri tekan epigastrium, dari pemeriksaan radiologi didapatkan
corakan paru normal.

II.7 DIAGNOSA
Asma Bronkial Terkontrol Sebagian +HT grade II + dyspepsia

II.8 DIAGNOSIS BANDING


 Bronkhitis
 Gagal Jantung kiri

II.9 USULAN PEMERIKSAAN

 Pemeriksaan fungsi faal paru (spirometri)

II.10 RENCANA PENATALAKSANAAN


Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus
Farmakologi :
 O2 3 L/menit
 Nebulizer carbiven / 8 jam
 IVFD D5 drip aminofilin 2 ampul 10 gtt/menit
 Injeksi metilprednisolon 2x125mg
 Injeksi ranitidin 2x 50mg
 Salbutamol 4x2mg
 Amlodipin 1x10mg
 Ceterizin 2 x 10mg

Page | 6
II.11 FOLLOW UP
Rabu , 3 Mei 2017
S : sesak napas sedikit berkurang, mual, batuk masih ada, berdahak, warna putih, dan
tenggorokan terasa gatal.
O : TD 130/70 mmhg, N 81x/menit, RR 32x/menit, T 36.5 C
Wheezing (+/+) menurun, nyeri tekan epigastrium (+)
A : Asma Bronkial Terkontrol Sebagian +HT grade II + dispepsia
P :
- O2 3 L/menit
- Nebulizer carbiven/ 8 jam
- IVFD D5 drip aminofilin 2 ampul 10 gtt/menit
- Injeksi metilprednisolon 2x125mg
- Injeksi ranitidin 2x 50mg
- Salbutamol 4x2mg
- Amlodipin 1x10mg
- Ceterizin 2 x 10mg
- Lansoprazol 1 x30mg
- Sukralfat 4 x 2ct

Kamis , 4 mei 2017


S : sesak napas dan batuk berdahak sudah berkurang.
O : TD 130/70 mmhg, N 85 x/menit, RR 28 x/menit, T 36,4 C , Wheezing (+/+) menurun
A : Asma Bronkial Terkontrol Sebagian +HT grade II + dispepsia
P :
- Seretide diskus inhaler 2 x1
- ranitidin 2x 150mg
- Salbutamol 4x2mg
- Amlodipin 1x10mg
- Ceterizin 2 x 10mg

Page | 7
III.ANALISA KASUS

Diagnosis pada kasus ini yaitu Asma Bronkial Terkontrol Sebagian, dikaranakan
terdapat ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak disertai batuk dan pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya whezing pada kedua lapangan paru, serta keterbatasan arus
udara pada ekspirasi yang merupakan tanda dan gejala dari serangan asma. Asma bronkial
dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya wheezing
episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang
berbeda antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus
bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan
gejala bronkokontriksi.Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara
lain alergen, virus, iritan Pada kasus ini keluhan sesak napas pada pasien dipicu oleh adanya
pejanan debu.

Pada kasus ini, seragan asma dapat diklasifikasikan menjadi derajat sedang karna pada
pemeriksaan didaptkan pasien lebih nyaman dalam posisi duduk, respirasi rate meningkat 30x
per menit, tekanan darah178/99 mmHg, nadi 120x/menit, suhu 38,2 C, Spo2 95 %, tidak
ditemukan adanya sianosis,mampu megucapkan beberapa kata dalam satu napas adanya otot
bantu napas, ekspirasi memanjang, serta terdengar wheezing yang nyaring. Hal ini sesuai dengan
klasifikasi derajat serangan asma menurut pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma
Indonesia2003 dan GINA

Page | 8
Tabel1. Klasifikasi berat serangan asma menurut pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma
Indonesia2003

Tabel2 . Klasifikasi derajat serangan asma menurut GINA 2006

Page | 9
Menurut GINA 2009 kriteria derajat asma terkontrol sebagian dapat ditegakan bila
munculnya minimal salah satu dari gejala ini yaitu gejala harian/siang timbul lebih dari 2kali
seminggu, adanya gangguan aktivitas, adanya gejala malam/ tidur, penggunaan obat pelega lebih
dari 2kali seminggu, fungsi paru <80% atau nilai terbaik. Sesak napas dirasakan oleh pasien
dalam kasus ini dalam sebulan terakhir sebanyak 3x serangan, sesak dirasakan pula saat
malam,mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat
asma terkontrol sebagian.
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan kontrol asma
Kriteria Penilaian Terkontrol Terkontrol sebagian Tidak
(semua penilaian) (minimal salah terkontrol
satu)

Gejala harian Kurang dari 2 kali Lebih dari 2 kali per


per minggu minggu

Gangguan aktivitas Tidak ada Kadang


Didapatkan
Tiga atau lebih
Gejala nocturnal Tidak ada Kadang
criteria terkontrol
sebagian dalam
Penggunaan obat Kurang dari 2 kali Lebih dari 2 kali per seminggu
pelega per minggu minggu

Fungsi paru (PFR Normal < 80% prediksi atau


atau VEP1) nilai terbaik (jika
diketahui)

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi
oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan
pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik
yang lebih awal akan tetapi pengobatan asma tersebut harus disesuaikan dengan derajat serangan
asma pada kasus ini derajat serangan asma tergolong sedang sehingga diberikan
O2 3 L/menit, Nebulizer carbiven/ 8 jam,IVFD D5 drip aminofilin 2 ampul 10 gtt/menit, Injeksi
metilprednisolon 2x125mg, Salbutamol 4x2mg, pemeberian terapi ini mengacu pada pedoaman
diagnostic & penatalaksaan asma Indonesia 2003

Page | 10
Tabel 4. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat
serangan dan tempat pengobatan

Page | 11
IV. ASMA BRONKIAL

IV.1 Difinisi
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang
dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis
adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada
ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.1
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.2 Asma bronkial
adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan
imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.
Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan
maupun karena pemberian obat.3 Gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan
menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.1
IV.2 Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit
asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi,
angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam
berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma
bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia.
Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan
hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum
dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.

Page | 12
IV.3 Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran
nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis,
sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent
dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin,
leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut
ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper
responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul
oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan
pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6

Gambar 2. bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6

Page | 13
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan gejala serangan
asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka
jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah
keadaan dimana6
 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
 Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi
sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang
kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara
dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar
keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6

Gambar 3 Patofisiologi Asma7

Page | 14
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya
hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume
cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot pernafasan,
mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi paru akan
meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung
terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan
mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan
udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume
yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun
kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada
saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8

IV.4 KLASIFIKASI
Pada konsensus GINA sebelumnya, derajat beratnya asma dibedakan menjadi beberapa
kelompok dan berkaitan dengan gejala, keterbatasan aliran napas serta fungsi paru, yaitu
Intermiten,Persisten ringan, Persisten sedang dan persisten berat. Namun perlu diketahui bahwa
derajat asma tidak hanya berkaitan dengan keparahan penyakitnya, tetapi juga dengan respons
terhadap terapi. Kelemahan klasifikasi asma sebelumnya berdasarkan derajat beratnya asma
adalah ketidakmampuan dalam memprediksi jenis terapi yang dibutuhkan dan menilai respons
terhadap terapi itu sendiri. Atas dasar inilah penilaian derajat control asma dikembangkan

Page | 15
sehingga diharapkan menjadi lebih relevan dan bermanfaat untuk memonitor penyakit sekaligus
menjadi pedoman terapi. Penilaian ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada saat pertama
kali terdiagnosis asma dan secara periodik/ berkala selama terapi dijalankan, misalnya satu bulan
sekali. Instrumen untuk menilai derajat kontrol asma cukup sederhana, dan memiliki beberapa
parameter yang dapat dinilai baik oleh pasien sendiri ataupun dokter ( seperti tercantum dalam
konsensus GINA2009).
Tabel.5 derajat Kontrol Asma berdasarkan GINA 2009

Berdasarkan konsensus ini, derajat beratnya asma dikelompokan berdasarkan intensitas


kebutuhan akan terapi sehingga asma menjadi terkontrol penuh. Instrument lain yang lebih
sederhana namun memiliki validitas tidak jauh berbeda adalah kuesionerAsthma Control Test
(ACT). parameter yang dinilaiadalah gangguan aktivitas harian akibiat asma;frekwensi gejala
asma; gejala malam;penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap kontrol asma.
Tabel.6. kuesionerAsthma Control Test (ACT).

Page | 16
Klasifikasi Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-
hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma
serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,
tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma
berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian

Page | 17
Tabel 7. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

IV.5 GAMBARAN KLINIS


Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma
bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9
Keluhan yang timbul : 6,9,10
 Nafas berbunyi
 Sesak nafas

Page | 18
 Batuk
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
 Cemas/gelisah/panik/berkeringat
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi
 Frekuensi pernafasan meningkat
 Sianosis
 Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
 Didapatkan ekspirium yang memanjang
 Wheezing
IV.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,
akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
 Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma, riwayat
keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
 Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai
pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden)

Page | 19
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak
20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13

Gambar4.Pemeriksaan Spirometri
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran
nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji
provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti
metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala
serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum.
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan
adanya kelainan. 13, 14

Page | 20
Tabel.8 Kriteria diagnostik Asma pada dewasa , remaja dan anak usia 6-11thn Menurut
GINA 2016

Diagram 1.alur diagosik menurut GINA 2016

Page | 21
VII. Diagnosis Banding
 Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan perokok
berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.
a. Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
b. Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut
paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
c. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

Page | 22
Tabel.9 diagnosa banding asma pada dewasa, remaja dan anak 6-11 tahun

IV.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol.Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Kriteria asma terkontrol penuh menurut GINA 2012, antara lain:
 Tidak ada gejala harian
 Tidak ada serangan asma malam (nokturnal)
 Tidak ada keterbatasan fisik
 Tidak menggunakan obat pelega (reliever)
 APE atau VEP1 normal
 Tidak ada kunjungan ke igd
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10

Page | 23
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk
mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
a. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas
pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (Controllers)\
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 10. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi
Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat
Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug

Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug

Page | 24
b.Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.
Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak
d. . Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol,
berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
e. Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol
yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai
efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil

Page | 25
Tabel 11. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat Fenoterol Formoterol


Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol

Lambat Salmeterol

f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek
antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien
sisteinil).

2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah 10:
a. Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme
kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Page | 26
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan
agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
Tabel 12. Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega
bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif
pengontrol lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid  Teofilin lepas lambat ------
Persisten inhalasi (200-400  Kromolin
Ringan ug BD/hari atau  Leukotriene modifiers
ekivalennya)

Asma Kombinasi inhalasi  Glukokortikosteroid inhalasi  Ditamba


Persisten glukokortikostero (400-800 ug BD atau h agonis
Sedang id ekivalennya) ditambah Teofilin beta-2
lepas lambat ,atau kerja
(400-800 ug BD/hari  Glukokortikosteroid inhalasi lama
atau ekivalennya) (400-800 ug BD atau oral, atau

dan agonis beta-2 ekivalennya) ditambah agonis  Ditamba


kerja lama beta-2 kerja lama oral, atau h teofilin
 Glukokortikosteroid inhalasi lepas
dosis tinggi (>800 ug BD atau lambat
ekivalennya) atau
 Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metilprednisolon oral
Persisten glukokortikostero selang sehari 10 mg
Berat id (> 800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama
dan agonis beta-2 oral, ditambah teofilin lepas
kerja lama, lambat
ditambah  1 di
bawah ini:

 teofilin lepas
lambat
 leukotriene
modifiers
 glukokortikostero
id oral

28
Gambar 5.Alur menegement Asma Menurut GINA 2017

29
Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Saki

30
31
IX. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari
5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum
dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat
penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29% akan
mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka kematiannya 2%,
sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%. 4

32
V. DAFTAR PUSTAKA

1. Antariksa B. Diagnosis dan penatalaksanaan asma. Departemen Pulmonologi dan Ilmu


Kedokteran respirasi FKUI-RS. Persahabatan.
2. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma management and prevention. Global
Initiative for Asthma; 2011.
3. Dewan Asma Indonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota Dirfan; 2011,
hal. 36-48.
4. Fanta CH. Drug Therapy : Asthma. N Engl J Med 2009;360:1002-14.
5. Fauci AS, Brunwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Elsevier, 2006. p.
499-501.
7. Mangunnegoro H, et al. Asma: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2004
8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon. Vol. 58; 2008.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di
Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006
10. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , 2009
11. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid I;404-
414.
12. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention. Canada, 2012.

13. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008.
Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.
14. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention.
Canada, 2015.
15. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-
pathophysiology

33

Anda mungkin juga menyukai