PENYAJIAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. EC
Umur
: 67 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Jabatan/Pekerjaan
:Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jl. Prapatan cihanjuang, Cimahi
Masuk Rumah Sakit : 25 Oktober 2016
A. ANAMNESA
Keluhan Utama : dada berdebar
Anamnesis:
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD dengan keluhan dada terasa berdebar-debar sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan timbul mendadak saat pasien beraktivitas. Ini
merupakan keluhan yang sudah sering berulang. Sebulan yang lalu pasien juga pernah
masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama. Keluhan berdebar disertai dengan sesak.
Sesak dirasakan hingga napas terasa seperti tercekik. Pasien juga merasakan nyeridada
disebelah kiri, dirasakan seperti tertindih benda berat menjalar hingga kelengan kiri,
yang terasa lebih dari 20 menit. Nyeri dada disertai dengan keringat dingin, dan nyeri
pada ulu hati.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Hipertensi (+) terkontrol, penyakit jantung koroner (+), DM (-), asma (-),maag
(-), dislipidemia(-) . Riwayat stroke (-), operasi sebelumnya (-), penyakit perdarahan (-),
penyakit saraf (-), penyakit hati (-), trauma kepala (-), penggunaan obat-obatan (-).
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga hipertensi (+). DM (-), stroke (-), infeksi paru (-).
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Kesan Umum
1
a. Status generalis
Keadaan umum: Sakit sedang / Compos mentis (GCS 15 E4M6V5)
BB: 60 kg, Tb: 150 cm, IMT: 25,11 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
SpO2
: 150/90 MmHg
: 156 x/menit, regular, kuat angkat
: 28 x/menit, reguler
: 36,70C
: 95%
: Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (-), atrofi papil lidah (-).
Leher
: Pembesaran KGB (-), distensi vena leher (-), JVP 5+2 cmH2O.
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan.
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vokal fremitus simetrissama kiri dan
kanan.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi :Bunyi napas dasar vesikuler (+/+), rhonki -/-,
wheezing -/Jantung
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi
:Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung: S I/II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
tidak teraba
: Timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas
2
Feel
Look
Movement
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
-
Hb
Eritrosit
: 6,0 x 106/mm2
Leukosit
: 10,1 x 103/mm2
Hematokrit
: 40,1 %
Trombosit
: 233 x 103/mm2
MCV
: 66,6
MCH
: 21,8
MCHC
: 32,7
RDW
: 20,0
Hitung jenis
Basofil
: 0,5
Eosinofil
: 1,8
Segmen
: 72,5
Limfosit
: 20,0
Monosit
: 5,2
CKMB
: 13
: 13,1 g/dL
- Elektrokardiografi
-
Irama
: Atrial
Frekuensi
: 150 x/menitReguler
Axis
: Normal
Kelainan Gelombang :
Gelombang P (-)
Ny. EC, 67 tahun dengan sesak napas sejak 7 jam SMRS,sesak terutama
dirasakan saat beraktivitas seperti pergi ke kamar mandi, setelah buang air
besar dan juga kadang sesak napas dirasakan saatberistirahat. Paroxsysmal
Nocturnal Dispneu (+), orthopneu (+). Palpitasi (+) yang dirasakan sejak 1 hari
SMRS. Nyeri ulu hati (+) dan nausea (+). Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 6 tahun, tapi sering kontrol ke poli jantung. Selain itu, pasien juga
D. Diagnosis
Diagnosis klinis
pectoris.
-
Diagnosis anatomis
: Iskemik di anterolateral
Diagnosis etiologi
E. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
Medikamentosa :
Konsul Sp. JP
Verapamil 1x80 mg PO
IVFD NS500cc/24jam
Atorvastatin 1x 20 mg PO
Maintenance:
Aspilet 1x160mg
E. Prognosis
Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: Dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN
- Pasien atas nama Ny. EC, 67 tahun mengeluh dada terasa berdebar-debar sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan saat ativitas.
- Penyebab dada terasa berdebar-debar dapat diakibatkan:
- Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada. Nyeri dada dirasakan seperti
tertindih benda berat. Nyeri dada yang dirasakan pasien merupakan angina tipikal untuk
acute coronary syndrome (ACS). ACS dapat dibedakan menjadi 3, yaitu STEMI,
NSTEMI dan UAP. Pada pasien ini didagnosis dengan UAP (Unstable Angina Pectoris)
karena pada pemeriksaan EKG ditemukan ST depresi pada lead V3-V6, dan pada
pemeriksaan marka jantung didapatkan CKMB dalam batas normal.
- Pada kasus ini, pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 6 tahun. Hal ini
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya gagal jantung pada pasien. Hipertensi
menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi perifer sehingga beban kerja jantung
menjadi bertambah dan apabila terjadi secara terus menerus, maka akan berujung pada
hipertrofi miokard.
- Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan EKG. Hasil EKG menunjukkan adanya
irama atrial dengan frekuensi 150 x/menit reguler, normoaxis, gelombang p yang tidak
ada, dan interval QRS yang masih dalam rentang normal (2 kotak kecil ~ 0,08 mV). Dari
hasil ini dapat diambil kesimpulan berupa supraventicular tachycardia (SVT).
-
SVT adalah suatu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju
jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150-250 x/menit.
Kelain pada SVT biasanya mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian
atas bundel HIS. Pada kebanyakan kasus SVT mempunyai kompleks QRS normal. 5
Insidensi terjadinya SVT sekitar 1-3 orang per 100 orang. Dalam sebuah studi berbasis
populasi, resiko SVT dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.6
- Gangguan irama jantung yang dapat menimbulkan SVT karena adanya sebuah
lingkaran reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada
pasien dengan takikardi, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi
cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan
Gejala yang biasanya timbul pada pasien dengan SVT adalah palpitasi, nyeri
dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah lelah, toleransi
latihan fisik menurun, kecemasan meningkat dan pingsan. Pada pasien ini, selain sesak,
pasien juga mengeluhkan palpitasi yang sudah dirasakan 1 hari SMRS. Keluhan ini
belum pernah dirasakan sebelumnya.8
- Keadaan SVT pada pasien ini ditanggulangi menggunakan Amiodaron.
Amiodaron merupakan analog hormon tiroid. Selain memperpanjang masa refrakter
efektif melalui blokade kanal K+, obat ini memiliki efek farmakologi multipel.
Amiodarone adalah obat antiaritmia yang paling luas jangkauan terapeutiknya karena
efektif terhadap semua jenis takiaritmia.
- Pilihan untuk ACS
- Namun, obat ini memiliki efek samping yang banyak bila diberikan kronis
dengan dosis 3x200mg selama 3 bulan maka akan menyebabkan fibrosis paru, sirosis
hepatis, mikrodeposit pada kornea atau fotosensitif, hipo- atau hiper-tiroid. Oleh sebab
itu, amiodarone dosis tinggi tidak boleh diberikan lebih dari 10 hari. Apabila perlu
diberikan secara kronis misalnya untuk mempertahanan irama sinus pada pasien fibrilasi
atrium atau SVT cukup dengan dosis 1x200mg/hari. Pada dosis tersebut, dilaporkan
tidak menimbulkan efek samping.9
- Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu
penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang.
1) Penatalaksanaan segera
a. Direct Current Synchronized Cardioversion
Setiap kegagalan sirkulasi yang jelas dan dan dapat termonitor dengan
baik, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan
kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif.
DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena
rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi
ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock
oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.
Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang
tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan
tindakan invasif.10
b. Manuver Vagal
Tindakan ini dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar namun tidak
dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Maneuver vagal yang
terbukti efektif adalah perendaman wajah. Teknik ini dilakukan dengan cara
bayi terbungkus handuk dan terhubung ke EKG, wajah direndam selama sekitar
lima detik ke dalam mangkuk air dingin. Akan tetapi, maneuver vagal yang lain
seperti pemijatan sinus karotis dan penekanan pada bola mata tidak
direkomendasikan dan terbukti tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan
pemijatan sinus karotis justru dapat menekan pernapasan dan penekanan pada
bola mata memiliki resiko terjadinya luka pada mata dan retina. Jika
perendaman wajah gagal, adenosin dengan dosis awal 200 g/kg dapat
diberikan secara intravena dengan cepat ke dalam pembuluh darah besar
(seperti pada fossa antecubital). Terkadang dibutuhkan dosis adenosine sampai
dengan 500 g/kg.8
c. Pemberian adenosin
Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik
negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung
sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal.
Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan
cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok
segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme
reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas.11
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi
SVT karena dapat menghilangkan hampir semua SVT. Efektivitasnya
dilaporkan pada sekitar 90% kasus.7 Adenosin diberikan secara bolus intravena
diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg
setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 200 /kg). Dosis yang efektif pada anak
yaitu 100 150 g/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk
mencegah takikardi berulang.12
Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing,
dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi
sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang
mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker,
amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.12
Kegagalan adenosine dalam menghilangkan takikardi masih mungkin
mengarah pada :
(1) Dosis yang tidak adekuat atau pemberian obat yang terlalu lambat
(2) Proses mekanisme menuju atrial takikardi
(3) Proses mekanisme menuju VT.
-
d.
juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada
konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi
juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan. Dosis oral yang biasa
diberikan berkisar antara 40-100 mg/kg/hari terbagi dalam 4-6 dosis. Dosis
awal untuk intravena yang dapat ditoleransi adalah 5-15 mg/kg, sedangkan
untuk dosis pemeliharaan dapat menggunakan 40-100 mcg/kg/menit.
-
BAB III
KESIMPULAN
500cc/24jam.
Valsartan 1x80 mg PO.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC. Hall JE. Textbook of medical physiology, 13th Ed. Philadelphia.
2010.
2. Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta; EGC. 2006.
3. Rahmatullah, Pasian. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th Ed Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing. 2010.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata Laksana
Gagal Jantung. 2015.
5. Olgin, Jeffrey E., Douglas P. Zipes. Tachyarrhythmias. Braunwalds Heart
Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine Ninth Ed. 2010.
6. Delacrtaz, E., Supraventricular Tachycardia. New England Journal of Medicine
2006.354(10). pp. 1039-51.
7. Link, M. S.Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia. The
New England Journal of Medicine. 2010.367(15), pp. 1438-1448.
8. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M.,.Supraventricular Tachycardia in the
Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management.
Journal of Health Care 2011.22(5). pp. 289-99.
9. Kabo, P.Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskular secara Rasional.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.
10. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association
Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care.
AHA 2010. 122; pp.676-84.
11. Manole, M. D. & Saladino, R. A. Emergency Department Management of the
Patient With Supraventricular Tachycardia. Pediatric Emergency Care,2007. 23(3),
pp. 176-89.
12. Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2008. Efficacy of Adenosine
for Acute Treatment of Supraventricular Tachycardia.The Journal of Tehran
University Heart Center,Volume 3(3) 2008. pp. 157-162.
-