Penatalaksanaan Plasenta Akreta Pada Kasus Early HPP ec Retensio Plasenta Pada
P3A1H3 Post Partus Maturus Spontan dari Luar + Bekas Sc 1x + Anemia Sedang
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh :
dr. Irfan Kurnia
Peserta PPDS Obstetri dan Ginekologi
Pembimbing :
Dr. dr. Hudila Rifa Karmia, Sp.OG
Penatalaksanaan Plasenta Akreta Pada Kasus Early HPP ec Retensio Plasenta Pada P3A1H3
Post Partus Maturus Spontan dari Luar + Bekas Sc 1x + Anemia Sedang
Mengetahui,
KPS PPDS Obstetri dan Ginekologi
FK UNAND RSUP Dr. M. Djamil Padang
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
PENDAHULUAN
Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus. Plasenta
akreta terjadi ketika vili korionik menginvasi miometrium secara tidak normal. Hal ini dibagi
menjadi tiga klasifikasi berdasarkan histopatologi yaitu, plasenta akreta dimana villi chorionic
menyentuh miometrium, plasenta inkreta dimana villi chorionic mengenai miometrium, dan
plasenta percreta dimana chorionic villi menembus serosa uterus. Sekitar 0,9% kasus ini
menjadi komplikasi kehamilan. Plasenta previa, riwayat pembedahan uterus sebelumnya, dan
melahirkan secara seksio sesarea merupakan faktor risiko kejadian plasenta akreta. Insidens
plasenta akreta meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah persalinan secara sesar.1 Saat
ini, diperkirakan insidens plasenta akreta pada pasien plasenta previa sebesar 25-50% dan
Plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan yang parah yang mungkin
terkait dengan perdarahan intrapartum dan postpartum masif dan berpotensi mengancam
nyawa.3 Plasenta akreta menyebabkan 7-10% dari kasus kematian ibu di dunia. Adanya
riwayat seksio sesarea sebelumnya dan operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang
paling umum untuk plasenta akreta ataupun perkreta. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
tingkat operasi sesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 32,8% pada
tahun 2010. Jika tingkat operasi sesar terus meningkat, maka diperkirakan pada tahun 2020
akan ada lebih dari 50% kelahiran di AS dengan operasi sesar. Hal ini bisa mengakibatkan
lebih dari 6000 kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130 kematian ibu.4
Selain itu, kejadian komplikasi perinatal juga meningkat terutama karena kelahiran prematur
1
Angka kejadian kasus plasenta akreta di India dilaporkan sebesar 4,3 per 10.000
kelahiran hidup.5 Di Indonesia, plasenta akreta merupakan kelainan plasenta yang telah
banyak terjadi untuk waktu yang lama dan kasusnya meningkat sejak 2016 dengan kejadian
mencapai 2% hingga pada tahun 2018, angka kejadian plasenta akreta menjadi 4% dan terus
meningkat sampai sekarang.6 Menurut penelitian oleh Putri di RSUP H. Adam Malik Medan
dengan metode total sampling, tecatat sejak Januari 2016 - Juli 2019 sebanyak 59 orang
dengan diagnosa plasenta akreta.7 Di Sumatera Barat, frekuensi kejadian kasus plasenta akreta
mencapai 4.3% di tahun 2017. Untuk di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari Januari 2016 -
Januari 2017 dengan metode total sampling, tecatat sebanyak 64 orang dengan diagnosa
plasenta akreta.8
Diagnosis plasenta akreta cukup sulit dan akurasi sonografi dibandingkan dengan MRI
masih dipertanyakan. Keakuratan sonografi menggunakan gray scale dan teknik color
doppler untuk diagnosis prenatal plasenta akreta cukup beragam. Sensitivitasnya antara 33%
dan 100%, dan spesifisitasnya juga beragam.9 Dikarena morbiditas pada kasus ini sangat
tinggi, diagnosis preoperatif yang akurat dari plasenta akreta memegang peran penting dalam
pengelolaan situasi ini. Diperlukan sonografi antenatal untuk mendukung diagnosis dan
panduan manajemen klinis yang akan berguna. Pengobatan definitif dari plasenta akreta
adalah histerektomi. Pilihan terapi konservatif seperti membiarkan semua atau sebagian dari
plasenta in situ untuk mempertahankan kesuburan masih disarankan. Beberapa teknik adjuvan
dan/atau penempatan kateter balon pada arteri iliaka internal pra operasi untuk oklusi dan/atau
embolisasi arteri untuk mengurangi kehilangan darah intraoperatif dan kebutuhan transfusi.1
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : IRT
MR 07 08 98
ANAMNESIS
Seorang pasien wanita usia 39 tahun datang ke RSUD Prof. Dr. M. Ali
Hanafiah SM Batusangkar kiriman dari Puskesmas Lima Kaum pada tanggal 17 Oktober
2020 pukul 08.00 WIB dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 30 menit SMRS
darah keluar berwarna merah kehitaman, berbongkah (+), mengotori 2 helai kain sarung
setelah melahirkan anak ketiga, bayi perempuan lahir secara spontan di puskesmas
Pasien mengaku bidan menarik tali pusat kemudian putus dan selanjutnya dilakukan
pengerokan tali pusat dengan tangan kedalam rahim tetapi tidak berhasil. Kemudian
Riwayat ANC : kontrol ke bidan rutin sejak usia kehamilan 3,5,6, dan 8 bulan, dan
Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), PPV (+) flek-flek sejak usia kehamilan 6
bulan
3
Riwayat menarche : usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lama 4-5 hari, ganti duk
Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi, dan alergi
Tidak ada riwayat kontak dengan orang yang bepergian keluar Sumatera
Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit keturunan, penyakit menular,
Riwayat Kontrasepsi :
Tidak ada
Riwayat Pekerjaan :
Riwayat Kebiasaan :
4
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
- Kesadaran : CMC
- TD : 90/55 mmHg
- Nafas : 22 x/menit
- Suhu ͦ
: 36,8 C
- TB : 143 cm
- BB sebelum hamil : 42 kg
- BB saat hamil : 48 kg
- LILA : 23 cm
5
Genitalia : Inspeksi : V/U tenang PPV(+)
VT : Tidak teraba tali pusat di portio, OUE terbuka 1 jari
Inspekulo :
LABORATORIUM 17-10-2020
USG
Plasenta implantasi corpus anterior maturasi grade III, halozone (-), miometrial thickness 5
mm, lacuna (-), bridging vessels (+)
Kesan : Suspek plasenta akreta
6
DIAGNOSA
Early HPP ec retensio plasenta ec suspek plasenta akreta pada P3A1H3 post partus
RENCANA
P/
Kontrol Ku, VS
Resusitasi cairan
Konsul Anestesi
Lapor OK
7
17-10-2020, Pukul 09.30 WIB
• Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dalam spinal anestesi
• Abdomen dibuka secara linea mediana lapis demi lapis sampai menembus peritoneum
• Dilakukan histerektomi
DIAGNOSA
Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari
SIKAP
• IVFD RL 28 tpm
8
• Inj. Asam Traneksamat 3x500 mg
O/GA Cons BP HR RR T
Gen : V/U normal. PPV (-). Urine 200 cc / 9 jam, merah kekuningan.
A/ Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari
P/
IVFD RL 28 tpm
9
LABOR POST TRANSFUSI
O/ GA Cons BP HR RR T
A/ Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari
P/
Inj. Pump
Vitamin C 3x50 mg
SF 2x180 mg
10
Follow up 19-10-2020 pukul 08.00 WIB
O/ GA Cons BP HR RR T
A/ Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari
P/
Inj. Pump
Paracetamol 3x500 mg
SF 2x180 mg
Vit C 3x50 mg
O/ GA Cons BP HR RR T
A/ Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari
11
P/
Cefixime 2x200 mg
Paracetamol 3x500 mg
SF 2x180 mg
Vit C 3x50 mg
O/ GA Cons BP HR RR T
A/ Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari
P/
Cefixime 2x200 mg
Paracetamol 3x500 mg
SF 2x180 mg
Vit C 3x50 mg
Acc pulang
12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke
miometrium; plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam
miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi lebih
dalam dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya
Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7% adalah
plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara klinis
karena manajemen intervensi bergantung kepada hal ini. Plasenta akreta terbagi menjadi
plasenta akreta total, plasenta akreta parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah
Gambar 1. Kiri, Perbandingan Plasenta Normal dan Plasenta Akreta. Kanan, Jenis
Plasenta Akreta8 F, fetus; M, Miometrium; S, Serosa; PC, Plasenta Creta; PI, Plasenta
13
3.2 Epidemiologi
terkait dengan peningkatan angka kelahiran sesar selama lima dekade terakhir. Plasenta akreta
terjadi pada sekitar 1: 1000 kelahiran dengan kisaran yang dilaporkan dari 0,04% naik hingga
0,9%. Kandung kemih adalah organ luar rahim yang paling sering terkena bila terdapat
plasenta perkreta. Plasenta perkreta yang menyerang kandung kemih dikaitkan dengan
Usia rata-rata ibu adalah sekitar 34 tahun. Risiko plasenta akreta meningkat dengan
jumlah kelahiran sesar sebelumnya. Hingga 88% wanita memiliki plasenta previa bersamaan.
Peneliti telah melaporkan kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode
1982-2002 di Amerika.1,13 Angka kejadian kasus plasenta akreta di India dilaporkan sebesar
4,3 per 10.000 kelahiran hidup.5 Di Indonesia, plasenta akreta merupakan kelainan plasenta
yang telah banyak terjadi untuk waktu yang lama dan kasusnya meningkat sejak 2016 dengan
kejadian mencapai 2% hingga pada tahun 2018, angka kejadian plasenta akreta menjadi 4%
dan terus meningkat sampai sekarang.6 Menurut penelitian oleh Putri di RSUP H. Adam Malik
Medan dengan metode total sampling, tecatat sejak Januari 2016 - Juli 2019 sebanyak 59
orang dengan diagnosa plasenta akreta.7 Di Sumatera Barat, frekuensi kejadian kasus plasenta
akreta mencapai 4.3% di tahun 2017. Untuk di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari Januari 2016
- Januari 2017 dengan metode total sampling, tecatat sebanyak 64 orang dengan diagnosa
plasenta akreta.8
3.3 Etiologi
Terdapat tiga etiologi utama pada plasenta akreta, yang mungkin secara terpisah atau
bersama-sama ikut berperan dalam kondisi ini yaitu, defisiensi desidua, invasif berlebih pada
trofoblas, dan perubahan vaskularisasi maternal. Terdapat beberapa bukti bahwa terdapat
14
Hal ini berhubungan dengan neovaskularisasi uteroplasenta yang terlihat pada plasenta
akreta.14
Peningkatan invasi trofoblas adalah teori lain tentang asal usul plasenta akreta,
meskipun itu tidak dipercaya oleh semua peneliti. Berdasarkan penelitian, sitotrofoblas
memiliki peran utama dalam invasif sitotrofoblas, seperti metaloproteinase matriks, yang
Plasenta akreta muncul akibat interaksi abnormal antara trofoblas dan jaringan ibu dan
terdapat sel trofoblas ekstravili yang banyak. Kelainan arteri spiral juga berhubungan dengan
perubahan fisiologis jauh di dalam miometrium. Remodeling vaskular yang telah rusak oleh
trofoblas, serta peningkatan invasi trofoblas ke dalam miometrium, telah diduga ikut
berkontribusi.14,15
Salah satu faktor risiko kejadian plasenta akreta adalah kerusakan miometrium akibat
seksio sesarea. Plasenta previa merupakan alasan dilakukannya seksio sesarea. Risiko plasenta
akreta pada plasenta previa adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% pada kelahiran pertama,
kedua, ketiga, keempat, dan kelima dari seksio sesarea berulang. Usia maternal >35 tahun
dan multiparitas juga tercatat sebagai faktor risiko; juga kondisi-kondisi lain yang
Asherman, leiomioma submukosa, ablasi termal, embolisasi arteri uterus, histeroskopi, adesi
multiparitas grand, merokok, dan hipertensi kronis. Melalui sebuah penelitian, 72 kasus
plasenta akreta yang dirawat secara konservatif, diantara 15% wanita yang mengalami
15
kehamilan berikutnya, 18% mengembangkan plasenta akreta berulang, sehingga plasenta
3.5 Patogenesis
Konsep tertua yang dipakai adalah teori defek primer trofoblas yang menyebabkan
invasi miometrium yang berlebihan. Hipotesis yang berlaku saat ini adalah bahwa cacat
area bekas luka rahim, yang memungkinkan vili penahan plasenta yang dalam secara
abnormal dan terjadi infiltrasi trofoblas. Tidak ada keraguan bahwa desidua biasanya
mengatur invasi trofoblas, yang dibuktikan dengan invasi agresif pada lapisan otot dan serosal
Selama fase sekresi dari siklus menstruasi, endometrium berubah menjadi jaringan
reseptif yang bervaskularisasi dengan baik, yang ditandai dengan proliferasi dan diferensiasi
sel-sel stroma menjadi sel-sel desidua, infiltrasi sel imun ibu, dan pembentukan kembali
mendahului perlekatan blastokista dan infiltrasi trofoblas. Prosesnya rumit dan melibatkan
banyak komponen uterus lokal serta sel dan hormon eksternal ibu. Ini penting untuk
uterus dan lapisan otot polos miometrium. Peningkatan angka kelahiran sesarea memiliki efek
langsung pada kejadian dan prevalensi dari semua tingkat plasentas akreta, tetapi kasus telah
dijelaskan setelah kerusakan yang lebih kecil dan lebih dangkal pada dinding rahim seperti
yang terkait dengan kuretase uterus, pengangkatan plasenta manual, atau endometritis
pascapartum. Kasus palsenta akreta bahkan dijelaskan pada wanita primigravida tanpa
16
adenomiosis, fibroid submukosa, atau distrofi miotonik. Kasus terakhir ini menunjukkan
bahwa cacat mikroskopis pada endometrium atau gangguan dengan fungsi biologis normalnya
dapat menyebabkan adhesi jaringan vili yang abnormal atau bahkan invasi.12
Bekas luka uterus dapat berkisar dari defek kecil pada desidua dan miometrium
superfisial hingga defek miometrium yang luas dan dalam dengan kehilangan substansi yang
jelas dari rongga endometrium hingga serosa uterus. Pada wanita dengan riwayat seksio
sesarea sebelumnya, cacat bekas luka ditemukan berkisar antara 20-65% dari miometrium
setelah melahirkan dengan USG transvaginal. Wanita dengan ketebalan sisa miometrium
<50% dari miometrium yang berdekatan lebih mungkin untuk mengalami komplikasi kronis
seperti bercak intermenstrual. Serabut miometrium di sekitar bekas luka sering menunjukkan
perubahan hialinisasi atau degeneratif, dengan peningkatan lokal pada jaringan fibrosa dan
infiltrasi oleh sel inflamasi. Perbandingan fitur ultrasound pada bekas luka sesar uterus dengan
temuan histologis menunjukkan bahwa defek miometrium yang besar dan dalam sering
Infiltrasi leukosit ke endometrium selama fase sekretori juga dapat terjadi. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya bekas luka akibat seksio sesarea. Sebuah penelitian baru-baru ini
tentang sirkulasi uterus pada wanita dengan seksio sesarea sebelumnya menunjukkan bahwa
resistensi pembuluh darah uterus meningkat, sedangkan volume aliran darah menurun,
dibandingkan dengan wanita yang pernah melahirkan pervaginam. Hal ini menunjukkan
bahwa sirkulasi darah di sekitar vagina bekas luka rusak. Vaskularisasi yang buruk pada area
parut dapat menyebabkan atau berkontribusi pada degenerasi miometrium fokal permanen,
serta berkurang atau tidak adanya reepitelisasi area parut. Telah dikemukakan bahwa
kehamilan bekas luka bukanlah suatu hal yang terpisah dari PAS, melainkan merupakan
17
Gambar 2. Kotiledon Plasenta. (A) Normal. (B) Implantasi inkreta mencapai miometrium
dalam.12
Penempatan plasenta manusia hampir unik di antara mamalia karena secara fisiologis
sangat invasif. Segera setelah implantasi, sel sitotrofoblas mononuklear berkembang di ujung
vili penahan dan membentuk kolom sel yang bergabung bersama untuk membentuk cangkang
sitotrofoblas. Sel-sel di permukaan luar yang melakukan kontak dengan desidua mengalami
desidua. Sel-sel ini secara kolektif disebut ekstravillous trophoblast (EVT). Mereka
giant cells (MNGC). Area ini dikenal sebagai zona junctional (JZ). Migrasi EVT difasilitasi
dengan sekresi berbagai matriks metaloproteinase yang terdiri dari kolagenase, gelatinase, dan
18
memecah matriks ekstraseluler antara sel-sel desidua, tetapi juga dapat mencerna jaringan
parut dengan baik jika implantasi menutupi lesi miometrium. Pada plasentas akreta, sel EVT
menginvasi dinding rahim lebih dalam, hipertrofi, dan jumlahnya meningkat sedangkan
jumlah MNGC berkurang. Pada plasenta akreta, indeks proliferatif dan laju apoptosis serupa
dengan plasenta yang ditanamkan secara normal sehingga mungkin saja jumlah EVT yang
normal masuk ke dalam volume desidua yang lebih kecil. Invasi jaringan plasenta yang lebih
dalam mungkin bukan karena invasi EVT lebih lanjut di dinding rahim. Hal ini mungkin
timbul akibat dehisensi bekas luka. Secara keseluruhan, kerusakan superfisial, seperti setelah
kuretase, atau distorsi lapisan desiduomiometrium, seperti fibroid submukosa, mungkin akan
menyebabkan plasentasi adheren abnormal yang sebagian besar dangkal. Ini mungkin
menjelaskan kasus plasenta akreta yang sangat jarang dilaporkan pada wanita primipara.12
Arteri uterus menyediakan suplai darah utama ke uterus. Arteri ini membentuk arteri
arkuata yang membuat arteri radial yang diarahkan ke lumen uterus. Saat mencapai JZ, setiap
arteri radial melepaskan cabang lateral yaitu arteri basal, yang memasok miometrium dan
bagian basalis yang lebih dalam dari endometrium. Pembuluh darah kemudian berlanjut
sebagai arteri spiral. Setiap arteri spiralis mengeluarkan cabang-cabang kecil yang memasok
Dalam keadaan tidak hamil, dinding arteri spiralis dan radial mengandung sejumlah
besar otot polos yang dilengkapi dengan persarafan otonom yang kaya yang membuatnya
sangat responsif terhadap rangsangan adrenergik eksogen dan endogen. Dalam implantasi
normal, sel EVT menembus JZ melalui aksi protease mereka pada substansi antar sel,
mempengaruhi sifat mekanik dan elektrofisiologi. Struktur dan sifat dinding arteri spiralis
juga berubah. Remodeling arteri ditandai dengan hilangnya miosit secara progresif dari
19
lamina media dan lamina elastis internalnya, yang digantikan oleh bahan fibrinoid. Akibatnya,
pembuluh-pembuluh ini kehilangan daya respon terhadap senyawa vasoaktif yang bersirkulasi
dan menjadi jaringan vaskuler dengan resistensi yang tinggi. Transformasi ini disebut
menjadi arteri yang berdilatasi hingga 10 kali lipat. Dilatasi ini tergeneralisasi tetapi tidak
seragam dengan variasi ukuran yang cukup besar antara arteri dalam spesimen yang sama,
dan bahkan pada titik yang berbeda di sepanjang arteri individu. Jika jumlah EVT interstisial
meningkat pada plasenta akreta, sebaliknya, perubahan bentuk arteri spiralis telah
digambarkan berkurang, terutama pada kasus plasenta akreta tanpa desidua lokal. Desidua
kadang-kadang tidak ada sama sekali di daerah akreta, mungkin karena atrofi sirkulasi uterus
di dalam area bekas luka pada wanita tidak hamil dengan seksio sesarea sebelumnya.12
dengan plasenta akreta adalah perdarahan vaginal dan kram yang sebagian besar terlihat pada
kasus plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun
jarang, kasus nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri
sekunderbisa karena plasenta perkreta; skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama
kehamilan.2
multisistem, dan kematian ibu. Komplikasi saluran kemih termasuk cystotomy pada sekitar
20
3.7 Diagnosis
setelah histerektomi. Diagnosis definitif ini tergantung pada visualisasi vili khorionik yang
tertanam dalam miometrium tanpa lapisan desidua di antaranya. Diagnosis plasenta akreta
juga dapat berdasarkan USG (ultrasonography) dan MRI (magnetic resonance imaging).
Sonografi 2-dimensi konvensional adalah alat skrining yang baik untuk mendeteksi plasenta
akreta. Pasien dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan plasenta previa diperiksa
dengan sonografi antenatal, tetapi diagnosis definitif dibuat setelah melahirkan. Sonografi
grayscale sangat baik untuk diagnosis prenatal plasenta akreta pada wanita berisiko.
USG transvaginal aman untuk pasien plasenta previa dan memungkinkan pemeriksaan
segmen bawah rahim lebih lengkap. Ultrasonografi pada plasenta akreta terlihat sesuai dengan
trimester kehamilan.2
1) Trimester Pertama17,19
ketiga.
Beberapa ruang pembuluh darah tidak teratur pada placental bed pada
Implantasi gestational sac pada parut bekas luka sesar merupakan temuan
gestational sac yang tertanam ke bekas luka kelahiran sesar pada daerah
21
(Gambar 3). Implantasi bekas luka sesar dapat menyebabkan kelainan
Gambar 3. Segmen bawah uterus dengan implantasi gestational sac (GS) di bekas luka
sesar. Beberapa ruang vaskular tidak teratur dalam plasenta (tanda panah). Hasilnya adalah
dan nilai prediksi positif sangat tinggi dibanding marker lain untuk
plasenta akreta.
sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim. Temuan
22
93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%. Nilai rerata positif
palsu telah berada di kisaran 21% atau lebih tinggi.16 Penanda ini tidak
yang normal.
antara serosa uterus dan kandung kemih normalnya adalah garis tipis
temuan karakteristik.
100% untuk plasenta akreta. Penanda ini juga memiliki tingkat positif
23
palsu rendah; tetapi telah dilaporkan plasenta akreta tanpa vascular
Gambar 4. Beberapa kekosongan vaskular (tanda panah) dalam plasenta pada kehamilan
18 minggu. Temuan ini telah dilaporkan mempunyai sensitivitas tinggi dan tingkat positif
dindingrahim. B. Tidak adanya zona retroplasenta hyperechoic, tampak ruang yang jelas
24
Gambar 6. A. Penebalan dan penyimpangan serosa rahim - line interface kandung kemih
pada kehamilan dengan plasenta previa lengkap. B. Penambahan warna pencitraan Doppler
akreta.17
Greyscale:
Doppler:
- Danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity >15 cm/detik)
3D Power Doppler:
- Banyak pembuluh darah koheren melibatkan seluruh pertemuan antara serosa uterus
25
- Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching, detour
Kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik yang sebanding MRI dan
USG untuk plasenta akreta, MRI dianggap sebagai modalitas tambahan dan sedikit di atas
akurasi diagnostik ultrasonografi. Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan
dari akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi mungkin tidak
cukup. Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun 2005
spesifisitas diagnosis plasenta akreta dengan MRI. Penggunaan kontras gadolinium MRI
memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan permukaan relatif luar plasenta terhadap
miometrium dan membedakan antara heterogen pembuluh darah dalam plasenta dari yang
26
3.7.3 Plasenta Akreta Indek (PAI)
Menilai invasi plasenta dapat diukur dengan parameter yang tertera pada tabel 1.
Probabilitas invasi sesuai dengan nilai-nilai tersebut termasuk sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif (PPV), dan nilai prediksi negatif (NPV) untuk setiap nilai indeks disajikan
Parameter Nilai
Lakuna
Grade 3 3.5
Grade 2 1.0
< 1 mm 1.0
1-3 mm 0.5
3-5 mm 0.25
Seperti terlihat pada tabel, kemungkinan invasi meningkat dengan meningkatnya skor
IPA, sehingga skor dari 9 meningkatkan kemungkinan 96% dari invasi plasenta histologis.
PPV menggambarkan nilai prediksi skor indeks dibandingkan dengan kemungkinan invasi,
yang didasarkan pada karakteristik individu pasien berasal dari populasi kita. Adanya variabel
27
berasal dari populasi berisiko tinggi, IPA dapat menetapkan probabilitas invasi dinilai untuk
Menurut ISUOG, klasifikasi invasi plasenta terbagi atas fokal dan difus. Invasi fokal
terbatas pada permukaan uterus sebanyak 50%, sementar adifus merupakan invasi plasenta
pada permukaan uterus sebanyak lebih dari 50%. Invasi difus ini tidak direkomendasikan
pembentukan pembuluh darah baru pada uterus, plasenta dan Vesika Urinaria
28
Plasenta menginvasi daerah postero-inferior vesika urinaria
Plasenta mencapai serosa, Invasi vesika urinaria bagian bawah dengan adanya
3.9 Penatalaksanaan
1. Manajemen Antepartum
Perdarahan yang signifikan umum terjadi pad plasenta akreta dan ada kemungkinan
dilakukan caesarean histerektomi bila tegak didiagnosis plasenta akreta, wanita dengan
dicurigai plasenta akreta harus dijadwalkan untuk ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah
yang lengkap dan memiliki bank darah yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar
berbagai produk darah. Agar dapat memaksimalkan simpanan zat besi dan daya dukung
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta akreta harus individual. Keputusan ini
harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan, dan neonatologist. Konseling
pasien harus mencakup diskusi kebutuhan potensial untuk histerektomi, risiko perdarahan
29
direncanakan, rencana kemungkinan persalinan darurat harus dikembangkan untuk masing-
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan preferensi pasien.
Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi setelah paru janin matang yang
dibuktikan dengan amniosentesis. Namun, hasil analisis keputusan baru-baru ini menyarankan
untuk mengkombinasikan outcome ibu dan bayi dioptimalkan pada pasien stabil dengan
kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya harus individual. Pada sebuah studi yang
melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang didiagnosis sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan
persalinan >36 minggu diperlukan terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada
perdarahan antepartum atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur
dapat diterima untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi dengan segala
komplikasinya.10
2. Manajemen Preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan dukungan
pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian oleh anestesi
harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi baik umum dan
regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik profilaksis diberikan, dengan
dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan.
Preoperatif Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way ditempatkan di
kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi kandung
kemih, yang diperlukan, selama diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan
terhadap potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam
situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen
30
plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah
lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan
stabilitas hemodinamik pasien. USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat
membantu dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan insisi rahim untuk
pengeluaran janin.22
3. Manajemen Operatif
perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai pengobatan
lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan.
Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya
masing masing.22
Manajemen konservatif plasenta akreta adalah semua prosedur atau strategi untuk
menhindari histerektomi peripartum dan hal ini berhubungan dengan morbiditas dan
konsekuensi. Tujuan utamanya adalah mengurangi morbiditas maternal yang berat karena
kehilangan darah yang banyak dan pilihan untuk kehamilan di masa depan. Jenis-jenis
a. Pendekatan ekstirpasi
Pendekatan ini dengan meninggalkan plasenta in situ dan menunggu resorpsi yang
lengkap. Dengan pendekatan ini, dapat diharapkan berkurangnya aliran darah dan
31
uterus dan bahkan parametrium. Plasenta secara progresif akan terlepas spontan dari
uterus dan bahkan organ yang berdekatan karena nekrosis. Namun di sisi lain,
manajemen ini memiliki risiko yang signifikan. Ini termasuk infeksi intrauterin, abses
plasenta, dan bahkan sepsis, serta perdarahan masif yang tidak diprediksi. Lebih lanjut,
Tindakan ini terdiri dari reseksi area invasi uterus bersama plasenta
dan rekonstruksi uterus. Ini dilakukan pada saat persalinan caesar sebagai
satu potongan
b. Prosedur Triple-P
32
yang melibatkan penempatan preoperatif dari intra-arteri balon kateter
dengan inflasi setelah kelahiran, dan (3) tidak ada upaya untuk
penting. Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan postur tubuh pasien dan
ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga 93%, adalah
33
Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika
plasenta akreta yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface,
untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik yang baik, status
Pasien harus diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan
berikutnya pada pasien yang diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi.
34
dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien yang
plasenta akreta.22
4. Manajemen Postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta berisiko untuk mengalami
koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan
organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan (baik transien dan
permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang masif, dan
hiponatremia mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah
diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru, cedera paru akut
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda- tanda vital
(tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus diukur melalui kateter
urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat
membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia berat dengan produk darah
35
kehilangan darah dari luka sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan pendarahan
intraabdominal berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan
serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria, kemungkinan
cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan
kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko
komplikasi tromboemboli.26
Infeksi sekunder, sepsis, perdarahan post partum dan DIC adalah klinis utama yang
diperhatikan setelah meninggalkan plasenta in situ. Antibiotik profilaksis spektrum luas dan
agen uterotonik sering direkomendasikan, meskipun panduan konsensual belum ada. Apakah
plasenta seharusnya dilepaskan pada periode post partum atau ditinggalkan untuk diserap atau
dikeluarkan spontan, hal ini masih kontroversi. Serum HCG atau USG Doppler mungkin
perlengketan. Metotrexate adalah antagonis folat yang tidak ada efek samping dan
kontraindikasi pada masa bu menyusui. Hal ini efektif pada proliferasi trofoblast, tetapi aksi
pada degeneratif plasenta setelah persalinan dipertanyakan dan beragam dalam seri berbeda.
Pada umumnya, outcome tidak berbeda secara signifikan dengan atau tanpa metrotrexate.
Pada beberapa kasus ditemukan keberhasilan setelah 4 bulan, pada kasus lain tetap terjadi
perdarahan sehingga dilakukan histerektomi pada hari ke 3 post SC, bahkan terdapat kasus
melintasi plasenta dan mudah memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media
Safety Committee of the European Society of Urogenital Radiology dari literatur terakhir
menentukan bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan
36
media kontras gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document for
safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus dihindari selama
Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan. Dua studi
banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding: dalam studi pertama 15
dari 32 wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93% dibandingkan 80% dan spesifisitas 71%
dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan MRI); di studi kedua 12 dari 50 wanita akhirnya
memiliki akreta dan MRI dan Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal
mendeteksi plasenta akreta (P = 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman
infiltrasi di kasus plasenta akreta (P <0,001). Banyak penulis telah menganjurkan MRI bagi
perempuan yang pada temuan USGnya yang inkonklusif. Fitur MRI utama plasenta akreta
meliputi:20
- Uterine bulging
37
BAB 4
DISKUSI
Telah dilaporkan pasien perempuan usia 39 tahun dengan diagnosa Post Histerektomi
total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus maturus spontan dari luar + Bekas SC 1x +
anemia sedang. Pasien kiriman dari Puskesmas Lima Kaum dengan keluhan plasenta tidak lahir
Pasien tiba di RSUD Prof. Dr. M. Ali Hanafiah SM Batusangkar didiagnosis awal
dengan Early HPP ec retensio plasenta ec suspek plasenta akreta pada P3A1H3 post partus
maturus spontan dari luar + Bekas SC 1x + anemia sedang. Diagnosis awal pada pasien ini sudah
tepat karena kasus ini sudah dapat dikatakan perdarahan post partum karena sudah terdapat
perdarahan ±500 cc pervaginam (sama dengan 2 duk kain) dan didukung dengan pemeriksaan
Dari hasil USG pada pasien ini didapatkan PAI score sebagai berikut:
kemungkinan invasi (probability of invasion) sebesar 10%. Lebih tepatnya 10-19% karena
Perdarahan post partum dapat dibagi atas 2 yaitu early hemorrage post partum (early
HPP) dan late hemorrage post partum (late HPP). Pada pasien ini dikatakan early HPP karena
38
terjadi masih kurang dari 36 jam post partum.10
Terdapat berbagai penyebab dari early HPP yaitu atonia uteri, ruptur uteri, ruptur
perineum, inversio uteri, dan retensio plasenta. Pada pemeriksaan obstetrikus pada abdomen
didapatkan kontraksi uterus (+), ini menandakan atonia uteri dan ruptur uteri dapat disingkirkan.
Untuk ruptur perineum juga dapat dihilangkan karena ibu tidak ada riwayat DM, dan bayi tidak
makrosomia, dikarenakan BB anak 3400 gram. Pada VT juga tidak teraba tali pusat di portio
sehingga early HPP pada pasien ini dikarenakan oleh retensio plasenta.10
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil tersebut didapatkan kesan
anemia sedang dengan Hb 9,0 mg/dl. Untuk anemia sedang pada pasien ini juga dilakukan
emergensi untuk dilakukannya histerektomi bila tegak didiagnosis plasenta akreta. Kemudian
pasien dikonsulkan ke bagian anastesi untuk dilakukannya operasi dan pasien menjalani
histerektomi total. Saat operasi tampak hipervaskularisasi dan varises pada uterus, maka kesan
plasenta akreta dan tindakan pada pasien ini merupakan operasi emergensi.
Garmi dan Salim menyatakan wanita dengan plasenta akreta lebih baik melakukan
operasi dalam kondisi elektif dan terkontrol dari pada keadaan darurat tanpa persiapan.27 Hal
ini juga disampaikan oleh penelitian yang dilakukan Putri, berdasarkan tipe operasi dapat
dilihat tipe operasi pada kasus plasenta akreta banyak dilakukan pada tipe operasi elektif
sebanyak 32 orang (57,2%), sedangkan tipe operasi emergensi sebanyak 27 orang (45.8%).
Plasenta akreta merupakan bagian dari plasenta adherent yang menyiratkan implantasi
abnormal plasenta ke dinding rahim yang salah satunya merupakan plasenta akreta. Plasenta
akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium. Sekitar
39
75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta. Plasenta akreta menjadi komplikasi
kehamilan yang sering terjadi, kemungkinan terkait dengan peningkatan angka kelahiran sesar
selama lima dekade terakhir. Plasenta akreta terjadi pada sekitar 1: 1000 kelahiran dengan
Salah satu faktor risiko kejadian plasenta akreta adalah kerusakan miometrium akibat
seksio sesarea. Pada pasien ini sudah pernah menjalani sectio sesarea 1 kali. Risiko plasenta
akreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% pada kelahiran pertama, kedua, ketiga, keempat,
dan kelima dari seksio sesarea berulang. Wu et al. melaporkan hal yang sama bahwa terjadi
peningkatan kejadian dari 1: 2510 pada tahun 1994 menjadi 1: 533 pada tahun 2005, tetapi
kejadian tersebut telah meningkat sekitar tiga per 1.000 kelahiran dalam dekade terakhir dan
sejalan dengan peningkatan angka kelahiran sesar. Dalam literatur tinjauan sistematis oleh
ACOG, tingkat kejadian plasenta akreta meningkat 0,3% pada wanita dengan riwayat satu kali
persalinan sesar sebelumnya dan 6,74% untuk wanita dengan riwayat persalinan sebanyak lima
atau lebih.16,36
Faktor risiko lain yang terkait dengan plasenta akreta adalah multiparitas, plasenta
previa, infeksi intrauterin sebelumnya, dan usia ibu di atas 35 tahun. Hal ini sesuai dengan
kasus pada pasien ini yaitu usia ibu yang sudah 39 tahun dan merupakan kehamilan dan
persalinan yang ketiga. Pada usia 35 tahun berisiko mengalami plasenta akreta dikarenakan
kondisi endometrium sudah mulai mengalami perubahan seperti skerosis pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan penurunan vaskularisasi dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Semakin
bertambahnya usia seorang wanita, maka hormon pengatur siklus reproduksi juga menurun,
salah satunya hormon estrogen. Fungsi salah satu hormon estrogen adalah meningkatnya aliran
darah uterus dan estrogen yang dapat menyebabkan proliferasi endometrium, apabila kadar
estrogen rendah dan perkembangan endometrium tidak sempurna, maka aliran darah ke uterus
juga akan ikut menurun sehingga dapat mempengaruhi nutrisi dari ibu ke janin.16,29
40
Namun hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Putri berdasarkan karakteristik demografi
usia dapat dilihat bahwa kelompok usia yang terbanyak berisiko mengalami plasenta akreta
yaitu usia 20- 34 tahun sebanyak 40 oramg (67,8%), dan usia >35 tahun sebanyak 19 orang
(32,2%). 24 Selanjutnya Goh dan Zalud mengemukakan, faktor risiko yang paling penting untuk
30
terjadinya plasenta akreta adalah riwayat SC sebelumnya. Melahirkan dengan SC adalah
melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus, sayatan inilah yang dapat mengakibatkan
jaringan parut akan terbentuk. SC yang berulang memungkinkan terjadinya komplikasi, salah
satu komplikasi yang potensial adalah plasenta abnormal.31 Riwayat SC juga berperan
menaikkan tiga kali risiko plasenta akreta yang menyebabkan perdarahan pasca melahirkan
hingga syok hipovolemik, embolisme cairan ketuban, koagulopati konsumtif dan menyebabkan
kematian ibu.32
Penelitian Putri berdasarkan gravida dapat dilihat bahwa kelompok gravida yang
banyak terjadinya plasenta akreta yaitu gravida 3-5 sebanyak 46 orang (78,0%), yang paling
sedikit yaitu gravida 1-2 sebanyak 13 orang (22,0), dan gravida >5 tidak ada (0%).28 Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Shi, yang menunjukan gravida yang lebih tinggi
berisiko terjadinya plasenta akreta.33 Jumlah gravida yang tinggi berisiko terjadinya plasenta
akreta dikarenakan vaskularisasi desidua yang jelek akibat persalinan yang berulang-ulang
sehingga menyebabkan endometrium rusak dan aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga
vili korialis akan berimplantasi langsung pada miometrium untuk mencari suplai pembuluh
darah yang memadai sehingga jumlah gravida yang tinggi dapat menyebabkan plasenta
akreta.34
Selain itu pada pasien ini terdapat riwayat kuretase dimana sebuah penelitian oleh Cui
et al. menemukan bahwa faktor risiko yang paling umum adalah operasi kuretase sebelumnya
sebesar 75,9% diikuti dengan persalinan sesar sebelumnya sebesar 69% dan plasenta previa
sebesar 41,4%. Penelitian lain mengatakan bahwa faktor risiko terjadinya plasentasi abnormal
adalah riwayat operasi caesar sebelumnya (87%), riwayat kuretase uterus sebelumnya (43,5%),
41
dan riwayat evakuasi bedah sebelumnya dari plasenta yang tertinggal (4,3%). Hipotesis yang
berlaku saat ini adalah bahwa kerusakan pada permukaan antara endometrium-miometrium di
yang sesuai.37,38,39
Komplikasi plasenta akreta mencakup kerusakan organ lokal, perdarahan pasca operasi,
multisistem, dan kematian ibu. Komplikasi saluran kemih termasuk cystotomy pada sekitar
Di sisi lain, plasenta akreta dapat meningkatkan risiko preeklamsia yang disebabkan
oleh invasi trofoblas yang abnormal. Menurut Usta, kasus dengan PA memiliki insiden
komplikasi perdarahan yang lebih tinggi dan masa tinggal rumah sakit yang lebih lama. Tingkat
komplikasi ini lebih tinggi dari yang dilaporkan sebelumnya untuk kasus plasenta akreta secara
umum, di mana hanya 21% yang membutuhkan transfusi dan 3,5% berakhir dengan
histerektomi. Kedua pasien yang membutuhkan histerektomi memiliki plasenta akreta (9,1%).
Tingkat histerektomi peripartum adalah 1,0 hingga 1,4 per seribu kelahiran, dan plasenta akreta
dilaporkan sebagai yang terdepan atau indikasi paling umum kedua untuk histerektomi
42
BAB 5
KESIMPULAN
1. Penagakan diagnosis plasenta akreta pada kasus ini sudah tepat. Berdasarkan
2. Faktor resiko pada pasien ini didapatkan bahwa pasien riwayat bekas SC 1x dan riwayat
dilakukan kuretase. Dimana faktor risiko yang paling umum adalah kuretase sebelumnya
3. Penatalaksanaa histerektomi pada kasus ini sudah tepat, karena ditemukannya plasenta
43
DAFTAR PUSTAKA
2. Fauzan, at al. USG untuk Deteksi Plasenta Akreta. Divisi Fetomaternal Departemen
placenta percreta invading the urinary bladder,” Obstetrics and Gynecology 2007:110(2);
512–515.
5. Patil SS, Puranik SS, Vishwasrao SD. Placenta Accreta Syndrome: A Rising Epidemic in
6. Aryananda RA. Resurgence of placenta accreta in Indonesia. Maj Obs Gin 2018:26(3);98-
99.
7. Putri, SD. Analisis Kejadian Plasenra Akreta di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
8. Qatrunnada A, Antonius PA, Yusrawati. Faktor Risiko dan Luaran Maternal Plasenta
9. Dwyer BK, Belogolovkin V, Tran L, Rao A, Carroll I, Barth R, et al. Prenatal diagnosis of
2008;27(9):1275–81.
44
12. Jauniaux E, Collins S, Burton G J. Placenta accreta spectrum: pathophysiology and
14. Patil SS, Puranik SS, Vishwasrao SD. Placenta Accreta Syndrome: A Rising Epidemic in
16. E. Sivan, M. Spira, R. Achiron et al., “Prophylactic pelvic artery catheterization and
17. Hobson R S, at al. No. 383-Screening, Diagnosis, and Management of Placenta Accreta
18. Berkley EM, Abuhamad AZ. Prenatal diagnosis of placenta accreta; Is sonography all we
19. Silver RM, Landon MB, Rouse DJ, Leveno KJ, Spong CY, Thom EA, et al. Maternal
2006;107:1226–32.
20. Comstock CH, Lee W, Vettraino IM, Bronsteen RA. The early sonographic appearance of
21. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Placenta praevia, placenta praevia
accreta and vasa praevia: Diagnosis and management. London, England: Royal College of
22. Kilcoyne A, at al. MRI of Placenta Accreta, Placenta Increta, and Placenta Percreta: Pearls
45
23. Committee on Obstetric Practice. Placenta Accreta. The American College of
FIGO consensus guidelines on placenta accreta spectrum. Int J Gynecol Obstet 2018;140:
291–298
25. Rac MWF, Moschos E, Wells E, McIntire DD, Dashe JS, Twickler DM. 2016.
27. Belfort, Mchael A. Placenta Accreta. American Journal of Obstetrics and Gynecology
2010;430-37.
28. Garmi G, & Salim, R. Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Management of Placenta
29. Kurniawati N, Triyawati L. Pengaruh usia dan paritas terhadap kejadian plasenta previa
pada ibu hamil Trimester III di RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. 2014
30. Goh W, Zalud I. Placenta accreta: Diagnosis, management and the molecular biology of
31. Anita W. Hubungan paritas dan riwayat sectio cesarean dengan kejadian placenta previa
32. Rahmawati RI. Hubungan tingkat pendidikan dan riwayat Antenatal Care (ANC) dengan
33. Shi XM, Wang Y, Zhang Y, Zyhan YY. Pengaruh persalinan dengan operasi ceasarea
46
34. Gielchinsky Y, Rojansky N, Fasouliotis SJ, Ezra Y. Placenta accreta: summary of 10 years:
35. Usta IM, Hobeika EM, Abu Musa AA, Gabriel GE, Nassar AH. Placenta previa-accreta:
2005;193(3): p. 1045–1049.
47