Oleh :
dr. Irfan Kurnia
Peserta PPDS Obstetri dan Ginekologi
Pembimbing :
Dr. dr. Hudila Rifa Karmia, Sp.OG
3
PENDAHULUAN
terkait dengan perdarahan intrapartum dan
1 postpartum masif dan berpotensi mengancam
nyawa.
4
PENDAHULUAN
P/
DIAGNOSA
Post Histerektomi total ai plasenta akreta pada P3A1H3 post partus
maturus spontan dari luar + Bekas SC 1x + anemia sedang, NH-1
SIKAP
Kontrol KU, VS, PPV
IVFD RL 28 tpm
Inj. Cefotaxime 2x1 gram (IV)
Inj. Asam Traneksamat 3x500 mg
Inj. Vit K 3x10 mg
Pronalgess supp II K/P
Pasang kateter urin
Perawatan nifas di HCU kebidanan
Folow up post op 17-10-2020 pukul 12.00 WIB
Hematokrit 34 % 28 – 40
1 2 3
4 5 6
Menurut penelitian oleh Putri di di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Di Sumatera Barat,
RSUP H. Adam Malik Medan ejak dari Januari 2016 - Januari
frekuensi kejadian kasus 2017, tecatat sebanyak 64
Januari 2016 - Juli 2019 sebanyak
59 orang dengan diagnosa plasenta plasenta akreta mencapai orang dengan diagnosa plasenta
akreta. 4.3% di tahun 2017. akreta.
Etiologi
defisiensi 01
desidua
02
invasif berlebih
pada trofoblas
perubahan 03
vaskularisasi maternal
Faktor Risiko
• kerusakan miometrium akibat seksio
sesarea.
• Usia maternal >35 tahun
• Multiparitas
• kondisi-kondisi lain yang
menyebabkan kerusakan miometrium
• operasi caesar sebelumnya
• mioma submukosa
• multiparitas grand
• merokok
• hipertensi kronis
Patogenesis
1. Implantasi Bekas Luka
01 02 03
Bekas luka uterus dapat berkisar Pada wanita dengan riwayat Serabut miometrium di sekitar
dari defek kecil pada desidua seksio sesarea sebelumnya, bekas luka sering
dan miometrium superfisial cacat bekas luka ditemukan menunjukkan perubahan
hingga defek miometrium yang berkisar antara 20-65% dari hialinisasi atau degeneratif,
luas dan dalam dengan miometrium setelah dengan peningkatan lokal pada
kehilangan substansi yang jelas melahirkan dengan USG jaringan fibrosa dan infiltrasi
dari rongga endometrium hingga transvaginal. oleh sel inflamasi.
serosa uterus
Gambar 2. Kotiledon Plasenta.
(A) Normal. (B) Implantasi
inkreta mencapai miometrium
dalam
Penempatan plasenta manusia hampir unik di
antara mamalia karena secara fisiologis sangat
invasif.
Greyscale:
- Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
- Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
- Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
- Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
- Abnormal placenta lacunae
Doppler:
- Aliran lakunar difus atau fokal
- Danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity >15 cm/detik)
- Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
- Markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone
3D Power Doppler:
- Banyak pembuluh darah koheren melibatkan seluruh pertemuan antara serosa uterus
dan kandung kemih (basal view)
- Hipervaskularisasi (lateral view)
- Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching, detour
vessels (lateral view)
43
Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
01 02 03
NAAN darah
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu
05 dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan insisi rahim
3. Manajemen Operatif
Pendekatan ekstirpasi
Prosedur berupa manual plasenta untuk mendapatkan
plasenta yang “kosong”. Sayangnya prosedur ini
sering menyebabkan perdarahan yang hebat.
Terdapat berbagai penyebab dari early HPP yaitu atonia uteri, ruptur
uteri, ruptur perineum, inversio uteri, dan retensio plasenta. Pada
pemeriksaan obstetrikus pada abdomen didapatkan kontraksi uterus (+),
ini menandakan atonia uteri dan ruptur uteri dapat disingkirkan. Untuk
ruptur perineum juga dapat dihilangkan karena ibu tidak ada riwayat DM,
dan bayi tidak makrosomia, dikarenakan BB anak 3400 gram. Pada VT
juga tidak teraba tali pusat di portio sehingga early HPP pada pasien ini
dikarenakan oleh retensio plasenta
2. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?
Garmi dan Salim menyatakan wanita dengan plasenta akreta lebih baik melakukan
operasi dalam kondisi elektif dan terkontrol dari pada keadaan darurat tanpa persiapan.27 Hal
ini juga disampaikan oleh penelitian yang dilakukan Putri, berdasarkan tipe operasi dapat
dilihat tipe operasi pada kasus plasenta akreta banyak dilakukan pada tipe operasi elektif
sebanyak 32 orang (57,2%), sedangkan tipe operasi emergensi sebanyak 27 orang (45.8%).
Untuk meminimalisasi terjadinya komplikasi perdarahan maka dilakukan dengan kondisi
elektif dan biasanya dijadwalkan SC pada 34 atau 35 minggu kehamilan.
Plasenta akreta merupakan bagian dari plasenta adherent yang menyiratkan implantasi
abnormal plasenta ke dinding rahim yang salah satunya merupakan plasenta akreta. Plasenta
akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium. Sekitar
75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta. Plasenta akreta menjadi komplikasi
kehamilan yang sering terjadi, kemungkinan terkait dengan peningkatan angka kelahiran sesar
selama lima dekade terakhir. Plasenta akreta terjadi pada sekitar 1: 1000 kelahiran dengan
kisaran yang dilaporkan dari 0,04% naik hingga 0,9%.
3. Apakah faktor risiko plasenta previa pada pasien ini?
Salah satu faktor risiko kejadian plasenta akreta adalah kerusakan miometrium akibat
seksio sesarea. Pada pasien ini sudah pernah menjalani sectio sesarea 1 kali. Risiko plasenta
akreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% pada kelahiran pertama, kedua, ketiga, keempat,
dan kelima dari seksio sesarea berulang. Wu et al. melaporkan hal yang sama bahwa terjadi
peningkatan kejadian dari 1: 2510 pada tahun 1994 menjadi 1: 533 pada tahun 2005, tetapi
kejadian tersebut telah meningkat sekitar tiga per 1.000 kelahiran dalam dekade terakhir dan
sejalan dengan peningkatan angka kelahiran sesar. Dalam literatur tinjauan sistematis oleh
ACOG, tingkat kejadian plasenta akreta meningkat 0,3% pada wanita dengan riwayat satu kali
persalinan sesar sebelumnya dan 6,74% untuk wanita dengan riwayat persalinan sebanyak
lima atau lebih.
3. Apakah faktor risiko plasenta previa pada pasien ini?
Faktor risiko lain yang terkait dengan plasenta akreta adalah multiparitas, plasenta previa,
infeksi intrauterin sebelumnya, dan usia ibu di atas 35 tahun. Hal ini sesuai dengan kasus pada
pasien ini yaitu usia ibu yang sudah 39 tahun dan merupakan kehamilan dan persalinan yang
ketiga. Pada usia 35 tahun berisiko mengalami plasenta akreta dikarenakan kondisi
endometrium sudah mulai mengalami perubahan seperti skerosis pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan penurunan vaskularisasi dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Semakin
bertambahnya usia seorang wanita, maka hormon pengatur siklus reproduksi juga menurun,
salah satunya hormon estrogen. Fungsi salah satu hormon estrogen adalah meningkatnya aliran
darah uterus dan estrogen yang dapat menyebabkan proliferasi endometrium, apabila kadar
estrogen rendah dan perkembangan endometrium tidak sempurna, maka aliran darah ke uterus
juga akan ikut menurun sehingga dapat mempengaruhi nutrisi dari ibu ke janin.
3. Apakah faktor risiko plasenta previa pada pasien ini?
Namun hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Putri berdasarkan karakteristik demografi
usia dapat dilihat bahwa kelompok usia yang terbanyak berisiko mengalami plasenta akreta
yaitu usia 20- 34 tahun sebanyak 40 oramg (67,8%), dan usia >35 tahun sebanyak 19 orang
(32,2%). 24 Selanjutnya Goh dan Zalud mengemukakan, faktor risiko yang paling penting
untuk terjadinya plasenta akreta adalah riwayat SC sebelumnya. 30 Melahirkan dengan SC
adalah melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus, sayatan inilah yang dapat
mengakibatkan jaringan parut akan terbentuk. SC yang berulang memungkinkan terjadinya
komplikasi, salah satu komplikasi yang potensial adalah plasenta abnormal.31 Riwayat SC
juga berperan menaikkan tiga kali risiko plasenta akreta yang menyebabkan perdarahan pasca
melahirkan hingga syok hipovolemik, embolisme cairan ketuban, koagulopati konsumtif dan
menyebabkan kematian ibu.
3. Apakah faktor risiko plasenta previa pada pasien ini?
Penelitian Putri berdasarkan gravida dapat dilihat bahwa kelompok gravida yang banyak
terjadinya plasenta akreta yaitu gravida 3-5 sebanyak 46 orang (78,0%), yang paling sedikit
yaitu gravida 1-2 sebanyak 13 orang (22,0), dan gravida >5 tidak ada (0%).28 Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Shi, yang menunjukan gravida yang lebih tinggi berisiko
terjadinya plasenta akreta.33 Jumlah gravida yang tinggi berisiko terjadinya plasenta akreta
dikarenakan vaskularisasi desidua yang jelek akibat persalinan yang berulang-ulang sehingga
menyebabkan endometrium rusak dan aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga vili
korialis akan berimplantasi langsung pada miometrium untuk mencari suplai pembuluh darah
yang memadai sehingga jumlah gravida yang tinggi dapat menyebabkan plasenta akreta.
3. Apakah faktor risiko plasenta previa pada pasien ini?
Selain itu pada pasien ini terdapat riwayat kuretase dimana sebuah penelitian
oleh Cui et al. menemukan bahwa faktor risiko yang paling umum adalah operasi
kuretase sebelumnya sebesar 75,9% diikuti dengan persalinan sesar sebelumnya
sebesar 69% dan plasenta previa sebesar 41,4%. Penelitian lain mengatakan bahwa
faktor risiko terjadinya plasentasi abnormal adalah riwayat operasi caesar
sebelumnya (87%), riwayat kuretase uterus sebelumnya (43,5%), dan riwayat
evakuasi bedah sebelumnya dari plasenta yang tertinggal (4,3%). Hipotesis yang
berlaku saat ini adalah bahwa kerusakan pada permukaan antara endometrium-
miometrium di lokasi histerotomi sebelumnya, menyebabkan kegagalan desidualisasi
normal di area uterus yang sesuai.
4. Apa risiko komplikasi pada pasien ini?